Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deden Djuanda
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses pelayanan anak asuh pada Panti Sosial Asuhan Anak "Bayi Sehat" Muhammadiyah dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pelayanan tersebut. Penelitian ini dilatar belakangi oleh peran organisasi sosial yang menonjol dalam menangani permasalahan anak terlantar khususnya yang dilakukan oleh Yayasan Muhammadiyah. Berdasarkan konsistensi dan peran Muhammadiyah dalam ikut menangani permasalahan anak terlantar melalui pendirian panti-panti yang ada, maka penelitian mencoba mengkaji proses pelayanan yang dilakukan oleh salah satu panti yang bemaung dibawah Yayasan Muhammadiyah yaitu PSAA "Bayi Sehat " Bandung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai proses pelayanan yang dilakukan serta kendalakendalanya berdasarkan kebijakan yang sudah diterapkan oleh lembaga maupun berdasarkan praktek terbaik menurut perspektif proses pertolongan dalam pekerjaan sosial. Data-data tersebut diperoleh melalui pars informan melalui teknik penarikan non random sampling secara purposive yang meliputi pimpinan/staf, para pengasuh dan anak asuh yang ada. Untuk mengumpulkan data dari para informan peneliti menggunakan teknik wawancara tidak berstruktur (indepth interview), observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pelayanan terhadap anak asuh yang dilakukan dalam panti mengacu pada apa yang telah digariskan dalam kebijakan lembaga dalam hal ini pedoman yang dibuat oleh PP Muhammadiyah, walaupun dalam beberapa hal masih perlu adanya penyempurnaan-penyempumaan sehingga pelayanan yang dilakukan lebih optimal. Sedangkan berdasarkan standar praktek pekerjaan sosial, maka tahapan yang dilakukan maupun prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya pada dasarnya sudah terpenuhi walaupun pada beberapa aspek masih perlu peningkatan serta pada pelaksanannya terlihat adanya penyesuaian dengan keadaan maupun karakteristik anak asuh yang ada. Karakteristik yang menonjoI dimana anak asuh yang ada sebagian besar merupakan anak asuh yang berada di panti sejak bayi sehingga proses pelayanan memiliki karakteristik tersendiri dalam pelaksanaannya Keadaan tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap proses pelayanan yang dilakukan. Hat ini terlihat dalam proses rujukan, pembinaan maupun pemutusan pelayanan yang dilakukan sehingga menyebabkan munculnya sebagian kendala-kendala yang disebabkan karakteristik anak asuh tersebut antara lain identitas anak yang tidak jelas dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap panti.
Upaya proses pelayanan juga terlihat dari upaya pemenuhan kebutuhan anak asuh yang meliputi kebutuhan jasmani/kesehatan, pendidikan, mental keagamaan dan sosial yang merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi sehingga dapat hidup secara wajar sebagaimana layaknya anak-anak dalam keluarga normal. Pada pelaksanaannya pembinaan yang dilakukan untuk balita lebih menekankan pada upaya perawatan jasmani dan kesehatan serta tumbuh kembang anak secara wajar. Kendala-kendala yang dihadapi menyangkut masalah internal yaitu berupa kondisi fisik, emosional dan intelektuaI anak serta masalah eksternal berupa kuantitas dan kualitas petugas.
Walaupun pelayanan yang dilakukan telah memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan anak asuh tetapi untuk lebih meningkatkan pelayanan yang diberikan, maka beberapa upaya perlu dilakukan yaitu dengan pelaksanaan proses monitoring yang lebih optimal dan mengacu pads rencana pelayanan yang tidak hanya terbatas pada pedoman secara umum, tetapi hendaknya tujuan baik antara maupun akhir ditentukan ukuran yang secara spesifik guna memantau perkembangan klien secara sistematis berdasarkan tujuan pembinaan itu sendiri serta efek intervensi yang dilakukan, dan dalam proses pembinaan sebagai bagian pelaksanaan rencana pemecahan masalah diperlukan keterlibatan para profesional yang lebih intensif sehingga peran pengasuh lebih terbantu dalam proses pembinaan anak asuh. Upaya ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas tenaga melalui pelatihan atau melibatkan tenaga profesional pemerintah untuk diperbantukan sehingga masalah kekurangan dana relatif bisa terpecahkan. Adapun dalam proses terminasi, terkait dengan kesiapan anak asuh maka pembinaan melalui pemberian keterampilan hendaknya diberi kesempatan untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang lebih luas sehingga memudahkan proses penyaluran dan terminasi. Dengan demikian maka tujuan proses pembinaan yang dilakukan dapat dicapai secara optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Marnoto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses rujukan anak jalanan dari Rumah Singgah "Anak Tersayang" ke Panti Sosial Asuhan Anak "Putra Harapan" dan kendala-kendala didalamnya. Latar belakang tesis adalah ketidakberhasilan rumah singgah dalam merujuk anak jalanan yang menjadi binaannya ke panti sosial asuhan anak, yang ditunjukkan dengan kaburnya lima anak jalanan dari panti sosial asuhan anak. Untuk menjawab pertanyaan tentang ketidakberhasilan rujukan tersebut, maka peneliti mencoba menelusuri proses pelaksanaan rujukan dan kendala-kendalanya baik dari pandangan lembaga pengirim rujukan dan penerima rujukan serta anak jalanan. Rujukan anak jalanan dari rumah singgah ke panti sosial asuhan anak didasari oleh perspektif rehabilitatif dimana rumah singgah berfungsi sebagai pra kondisi untuk mempersiapkan penyesuaian diri mereka di panti sosial asuhan anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk menghasilkan data-data tentang proses pelaksanaan rujukan dan kendala-kendalanya, yang diperoleh melalui para informan. Pemilihan informan ini dilakukan dengan "snowball sampling" yang meliputi enam informan, terdiri dan dua pimpinan lembaga, dua pekerja sosial dan dua klien/anak jalanan yang dirujuk. Untuk mengumpulkan data dari informan tersebut, peneliti menggunakan teknik "in-depth interview", observasi dan studi dokumentasi. Ketiga cara ini dilakukan untuk saling melengkapi sehingga dapat menangkap realitas sosial dari berbagai jawaban informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan rujukan yang dilakukan oleh rumah singgah dan panti sosial asuhan anak dilaksanakan secara tidak sempurna dimana esensi kegiatan seperti kontak awal dan tindak lanjut terpinggirkan, Selain itu anak jalanan sebagai pihak yang berkepentingan dalam rujukan kurang dilibatkan secara aktif baik dalam tahap awal (evaluasi dan pengambilan keputusan rujukan) maupun tahapan berikutnya (pemberitahuan rujukan, penyediaan informasi dan motivasi, pengiriman klien ke panti, identifikasi dan pembinaan). Ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan rujukan mengarahkan kegiatan tersebut secara praktis dan "instan" dengan fokus pada bagaimana memindahkan anak jalanan ke panti sosial asuhan anak dan tidak kembali lagi ke jalan.
Ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan rujukan berasal dari ketiga faktor kendala yang saling terkaii pada lembaga pengirim rujukan (rumah singgah ), klien/anak jalanan dan lembaga penerima rujukan panti sosial asuhan anak yaitu faktor predisposisi, pemungkin dan penguat. Pada faktor predisposisi terlihat bahwa anak jalanan yang dirujuk masih memiliki kepercayaan, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai jalanan yang menyulitkan penyesuaian dirinya di panti sosial asuhan anak. Kendala dalam faktor pemungkin meliputi ketidakterjangkauan sarana dan prasarana pendidikan (karena harus menunggu tahun ajaran baru) dan kebijakan lembaga yang tertuang dalam mekanisme kerja (baik rumah singgah maupun panti sosial asuhan anak. Kendala dalam faktor penguat adalah kurangnya dukungan teman sebaya, pekerja sosial rumah singgah dan panti sosial asuhan anak.
Pelaksanaan rujukan yang tidak sempurna dan kendala-kendalanya memiliki kontribusi terhadap kasus kaburnya anak jalanan tersebut dari panti sosial asuhan anak., sehingga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang didasarkan pada perspektif rehabilitatif. Pelaksanaan rujukan pada hakekatnya merupakan upaya membekali anak jalanan dengan pendidikan nilai-nilai dan pekerjaan sehingga mempunyai alternatif pemecahan masalah atas keterlantarannya di jalan. Hal ini perlu dilakukan dengan menggabungkan mekanisme hubungan antar lembaga, standar praktek terbaik ("hest practice standard') dalam rujukan, dan permasalahan-permasalahan transisi kehidupan yang dihadapi oleh anak jalanan atas pilihannya untuk dirujuk ke panti.
Secara kongkret, pelaksanaan rujukan perlu didasarkan pada evaluasi bersama antara pekerja sosial rumah singgah dan klien untuk mencapai pemahaman bersama tentang perlunya rujukan kepada lembaga penerima rujukan. Untuk memperoleh lembaga penerima rujukan diperlukan penyeleksian terhadap beragam alternatif lembaga penerima rujukan dan pekerja sosial perlu memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang kesesuaian lembaga dengan kebutuhan dan permasalahan klien/anak jalanan. Jika ternyata pilihan klien/anak jalanan jatuh pada panti sosial asuhan anak, pekerja sosial rumah singgah perlu melakukan kontak terhadap lembaga tersebut bersama-sama dengan klien untuk memastikan kesesuaiannya dengan klien dan berdiskusi dengan pekerja sosial panti sosial asuhan anak (untuk memperhitungkan permasalahan transisi kehidupan yang dialami klien pada masa tinggalnya di panti). Setelah klien tinggal di panti sosial asuhan anak, perlu dilakukan tindak lanjut pekerja sosial rumah singgah untuk melakukan pengecekan terhadap penyesuaikan dan pemanfaatan pelayanan panti sosial asuhan anak oleh klien (anak jalanan). Pihak panti sosial asuhan anak perlu untuk "sharing" informasi dan menjalin komunikasi terbuka dengan rumah singgah demi kelangsungan hidup dan perkembangan anak binaannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengganis Rianingtyas Harsono Putri
"Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae atau pneumokokus) dapat menyebabkan Invasive Pneumococcal Disease (IPD), seperti penumonia, meningitis, dan otitis media. Streptococcus pneumoniae memiliki lebih dari 90 serotipe yang berbeda sifat-sifat kepatogenannya. Saat ini, metode molekuler lebih banyak diterapkan dalam penentuan serotipe bakteri tersebut. Penelitian sebelumnya pada anak-anak sehat di Lombok, menemukan bahwa 73 dari 551 isolat merupakan untypeable S. pneumoniae karena tidak dapat ditentukan serotipenya berdasarkan metode PCR multipleks. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi lebih mendalam dengan mendeteksi tiga gen yang lestari (conserved genes) pada bakteri S. pneumoniae yaitu, gen psaA, lytA, dan cpsA. Sebanyak 52 isolat (71.2%) terdeteksi dengan PCR mempunyai gen psaA. Sementara itu, gen lytA terdeteksi pada 69 isolat (90.4%) dan gen cpsA terdeteksi pada 37 isolat (50.7%).
Berdasarkan hasil deteksi gen psaA, lytA, dan cpsA diperoleh 6 kelompok varian untypeable S. pneumoniae. Analisa sekuens gen recA dengan metode sekuensing, menunjukkan bahwa kelompok varian I (psaA+, lytA+, cpsA+), II (psaA+, lytA+, cpsA–) dan IV (psaA–, lytA+, cpsA+) merupakan bakteri S. pneumoniae. Sementara itu, kelompok varian VI (psaA–, lytA+, cpsA–) merupakan bakteri S. pseudopneumoniae dan kelompok varian VIII (psaA–, lytA–, cpsA–) merupakan bakteri S. infantis. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa identifikasi bakteri S. pneumoniae tidak dapat dilakukan hanya dengan satu penanda gen. Hasil penelitian ini penting untuk meningkatkan sensitifitas dari deteksi S. pneumoniae dengan teknik biologi molekuler.

Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae or pneumococcus) can cause Invasive Pneumococcal Disease (IPD), such as pneumonia, meningitis, and otitis media. Streptococcus pneumoniae has more than 90 serotypes which differentiated based on the level of pathogenicity. Currently, molecular methods were more widely applied to determine bacterial serotype. Previous studies of healthy children in Lombok, found that 73 of 551 isolates were untypeable S. pneumoniae, because the serotypes can not be determined by multiplex PCR method. This research used a deeper identification by detecting three conserved genes in S. pneumoniae, such as psaA, lytA, and cpsA. A total of 52 isolates (71.2%) were positive for psaA gene by PCR. Meanwhile, lytA gene was detected in 69 isolates (90.4%) and cpsA gene was detected in 37 isolates (50.7%).
Based on the result of psaA, lytA and cpsA gene detection, obtained 6 variants of untypeable S. pneumoniae. recA gene sequence analysis with sequencing method, showed that variant I, II and IV are S. pneumoniae. Meanwhile, variant VI is S. pseudopneumoniae and variant VIII is S. infantis. The results indicated that identification of the bacteria S. pneumoniae can not be done with just one marker gene. The results are important to increase the detection of S. pneumoniae with molecular biology techniques.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Finasari Said
"Streptococcus pneumoniae dapat menyebabkan terjadinya community-acquired pneumonia, meningitis, dan bakteremia pada semua golongan usia. Penelitian tentang S. pneumoniae di Indonesia masih jarang dilakukan. Uji biakan sebagai metode baku masih memiliki kendala dalam penerapan kondisi optimal untuk pertumbuhan S. pneumoniae, yaitu pada lingkungan atmosfer 5% CO2 (carbon dioxide), dan spesimen dari pasien seringkali diperoleh setelah pemberian antibiotik sehingga memberikan hasil negatif. Metode molekular saat ini lebih banyak diterapkan karena dianggap lebih sensitif, dapat menghemat waktu, dan mengurangi biaya. Gen psaA mengkode protein psaA (pneumococcal surface adhesin A) yang berperan dalam proses virulensi bakteri, dan ditemukan pada keseluruhan serotipe S. pneumoniae.
Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi gen psaA Streptococcus pneumoniae langsung dari sputum dengan metode PCR. Sebanyak 176 sputum dikutsertakan dalam penelitian ini. Hasil uji biakan berdasarkan uji optochin dan uji kelarutan dalam garam empedu menunjukkan hasil positif S. pneumoniae pada 3 sputum. Hasil uji PCR menunjukkan gen psaA positif pada 3 sputum yang juga positif pada hasil biakan (100%), sehingga diperoleh sensitivitas dan spesifisitas 100%.

Streptococcus pneumoniae could cause community acquired pneumoniae, meningitis and bacteremia at all age groups. In Indonesia study about S.pneumoniae is still rare. Culture method as gold standard still has some limitations in optimal condition appliance for S pneumoniae growth, which is 5% CO2 atmosphere condition, and patient specimen is often obtained after antibiotic treatment therefore gives negatve result. Molecular method nowadays is more often performed due to better sensitivity, take less time and cost effective. psaA gene codes psaA protein that roles in bacterial virulent process and can be found in all S. pneumoniae serotypes.
This study aimed to identify Streptococccus pneumoniae psaA gene straightly from sputum by PCR method. This study included 176 sputum samples, from culture results there were 3 sputum S. pneumoniae by performing optochin test and bile salt solubility test. There were 3 sputum psaA gene positive has positive from culture results (100%) therefore sensitivity and specificity are 100%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library