Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"This edition of Forensic Psychology: The Basics continues to provide an essential and accessible overview of a dynamic and fascinating discipline. Providing an engaging introduction to the core topics within Forensic Psychology, the text combines a discussion of theory with information about the role of a professional forensic psychologist.This edition has been fully updated throughout to include additional coverage of:Offender profiling and rehabilitationThe role of psychology in crime preventionPsychological factors relating to terrorismEstablished topics including police psychology, the psychology of crime and delinquency, victimology and victim services, and correctional psychology are also considered in this invaluable guide. It will be essential reading for students across a range of disciplines, from psychology to criminology to law, or general readers seeking a concise and jargon-free introduction."

"The many faces of youth crime is based on analysis of the merged data set and has a number of unique features. The analyses are based on an unusually large number of respondents (about 67,000 7th, 8th and 9th graders) collected by researchers from 31 countries. It includes reports on the characteristics, experiences and behaviour of first and second generation migrant youth from a variety of cultures. It is one of the first large-scale international studies asking 12-16 year olds about their victimization experiences (bullying, assault, robbery, theft). It describes both intriguing differences between young people from different countries and country clusters in the nature and extent of delinquency, victimization and substance use, as well as remarkable cross-national uniformities in delinquency, victimization, and substance use patterns. A careful comparative analysis of the social responses to offending and victimization adds to our limited knowledge on this important issue. Detailed chapters on the family, school, neighbourhood, lifestyle and peers provide a rich comparative description of these institutions and their impact on delinquency. It tests a number of theoretical perspectives (social control, self-control, social disorganization, routine activities/opportunity theory) on a large international sample from a variety of national contexts. It combines a theoretical focus with a thoughtful consideration of the policy implications of the findings. An extensive discussion of the ISRD methodology of 'flexible standardization' details the challenges of comparative research. "

"Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang menyaakan, bahwa sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan (narapidana) menjadi manusia seutuhnya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan. Untuk itu suasana yang kondusif, tertib dan kesehatan jasmani dan psikologis yang terpelihara dari warga binaan pemasyarakatan merupakan sesuatu yang sangat berarti dan diharapkan olel, sebuah institusi lembaga pemasyarakatan di Iingkungan Departemen Hukum dan HAM RI. Undang-undang nomor 12 tahun 1995 telah menggariskan hak-hak yang dimiliki oleh warga binaan lembaga pemmasyarakatan, tanpa kecuali. Adapun hakhak tarsebut antara lain mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jamani. Selain itu UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 juga mencantumkan tentang Hak untuk Hidup : Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf hidupnya, hidup tenterani, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta berhak atas lingkungan hidup yang balk dan sehat. Bunuh diri (suicide) di dalam lembaga pemasyarakatan dapat terjadi dan merupakan kasus yang paling fatal karena merupakan gangguan psikologis yang paling berbahaya dan wargabinaan yang melakukan bunuh diri dapat menimbulkan kericuhan pada teman-teman sekamarnya maupun orang-orang sekitarnya. Data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang bunuh din di dalam lembaga pemasyrakatan di seluruh Indonesia yang terlihat cenderung meningkat Pada tahun 2004 ada 19 kasus, tahun 2005 sebanyak 21 kasus, dan tahun 2006 dari Januari Dktober sebanyak 17 kasus. Berdasarkan kejadian diatas maka perlu upaya identifikasi resiko bunuh diri (suicide risk) terhadap warga binaan pemasyarakatan oleh petugas kesehatan lembaga pemasyarakatan melalui pelatihan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis warga binaan sehingga dapat dilakukan pencegahan bunuh diri warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya Petugas kesehatan lembaga pemasyarakatan akan dapat berfungsi sebagai pintu terdepan untuk deteksi diri bunch diri dan terampil untuk melakukan prevensi dan mencegah terulangnya tindakan bunuh diri, kemudian bila menemukan warga binaan yang berisiko bunuh did akan dapat melakukan konseling psikologik dan atau merujuk warga binaan untuk tindakan medik psikiatrik. Dengan demikian maka diperlukan upaya advokasi kepada Diijen PAS untuk pelatihan bagi petugas kesehatan lembaga pemasyarakatan agar mampu melakukan identifikasi asesmen bunuh diri, Akhirnya sangat diperlukan kerja sama dengan psikolog, pckerja sosial, konselor, psikiater dan rumah sakit untuk pelaksanaan konseling dan atau rujukan bagi warga binaan yang berisiko bunuh diri."

"ABSTRAKKenyataan menunjukkan bahwa beberapa anak yang melakukan penyimpangan perilaku dan mengarah pada perbuatan melanggar hukum menyebabkan mereka berurusan dengan hukum dan harus menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Dengan menjalani hukuman di Lapas maka anak merasa dirinya bersalah dan tidak berguna sehingga hal ini dapat mengakibatkan konsep diri pada anak menjadi negatif.Permasalahan yang dihadapi oleh Andik di Lapas dapat ditinjau dari faktor internal dan ekstemal. Faktor internal adalah Andik yang bersikap pesimis, apatis, menarik diri dari pergaulan, dan tidak berani bertindak/mengambil inisiatif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Faktor ekstemal yaitu adanya peran petugas pembinaan yang tidak optimal karena lebih memperhatikan aspek-aspek pengamanan daripada aspek pembinaan. Penggunaan kekerasan verbal dan hukuman fisik lebih dominan daripada pendekatan non kekerasan melalui fungsi pendampingan dan pengayoman., petugas belum memahami tugas perkembangan Andik, lingkungan fisik bangunan Lapas yang kurang mendukung, dan program pembinaan lebih ditekankan pada aspek keterampilan daripada aspek kepribadian.Teori-teori yang digunakan adalah delinkuen, konsep diri, konsep diri anak delinkuen, dan pola asuh. Teori-teori tersebut digunakan karena anak yang melakukan pelanggaran hukum (delinkuen) akan menjalani hukuman di Lapas anak yang menyebabkan konsep diri anak menjadi negatif. Dalam hal ini pihak Lapas harus menerapkan pola asuh yang sistematis agar konsep diri Andik menjadi positif.Intervensi dilakukan untuk mengubah konsep diri negatif Andik menjadi positif yang ditujukan untuk petugas Lapas, Andik, dan institusi Lapas. Intervensi untuk petugas Lapas dan Andik adalah program Pelatihan Pengembangan Did yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas dalam fungsi pembinaan terhadap konsep diri Andik, meningkatkan pengetahuuan petugas tentang peran pengembangan remaja, membantu Andik mengenal potensi-potensi dirinya dalam membuat perencanaan hidup. Intervensi yang dilakukan untuk institusi Lapas adalah berbentuk rekomendasi agar Lapas dapat menciptakan iklim yang kondusif dalam pembentukan konsep diri Andik dengan lebih banyak membuat program pembinaan psikologis; melakukan monitoring dan evaluasi, koreksi dan introspeksi secara sinergis, kontekstual dan efektif dalam rangka pembentukan konsep diri Andik; menciptakan faktor-faktor pendukung pembentukan konsep Andik dengan masa depan Andik setelah is berada di luar Lapas."