Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93 dokumen yang sesuai dengan query
cover
James Danandjaja
Yogyakarta: International Association of Historians of Asia, 1974
992.5 JAM u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rhino Akbarinaldi
Abstrak :
Toko merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan barang atau jasa. Fasade merupakan bagian dari bangunan yang dilihat pertama kali dari jalan. Apabila dihubungkan dengan toko, fasade memberi impresi pertama kepada calon konsumen. Impresi pertama ini menjadi image yang diasosiasikan pada toko. Konsumen yang mementingkan image berasal dari kelas menengah ke atas yang tinggal di kota. Mereka duduk pada piramida Maslow di tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Dengan sifat setf-absorption, maka mereka akan terus berusaha memenuhi kebutuhannya. Sifat ini membentuk masyarakat berbudaya kapitalis. Produsen dalam kapitalisme menciptakan kebutuhan palsu yang seolah-olah diperlukan. Image dari kebutuhan palsu merupakan penanda semu yang menutupi fakta-fakta dari kenyataan yang sebenarnya dan menciptakan simulacra sehingga masyarakat akan tenggelam dalam dunia hiper-realitas dimana tidak ada referensi yang jelas kecuali simulacra itu. Fenomena hiper-realitas dapat dilihat pada fasade bangunan toko. Ada fasade yang diolah agar menyampaikan image secara menyeluruh seperti jenis usaha atau sasaran konsumennya. Ada pula fasade yang diolah dengan bentuk dan warna yang unik dan sedang menjadi trend sehingga memberi kesan pada konsumen tanpa menyampaikan informasi apapun mengenai jenis usaha dan sasaran konsumen. Fasade tanpa referensi ini disebut sebagai fasade hiper-realitas. Fasade hiper-realitas atau bukan, keduanya menyampaikan image yang berbeda-beda tetapi memiliki tujuan sama yaitu menarik minat konsumennya.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieu, D.K.
New Brunswick: Rutgers University Press, 1948
338.951 LIE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Melina Tiza Yanuardani
Abstrak :
Pendahuluan: Ukuran anatomi nostril normal mendapat sedikit perhatian pada bayi usia kurang dari dua tahun. Gagasan tentang hidung yang ideal adalah penting untuk rekonstruksi daerah ini, terutama untuk bibir sumbing dan perbaikan hidung. Metode: Dilakukan studi potong lintang. Aspek basal foto diambil dari screen capture video. Sepuluh antropometri lubang hidung diukur dan dianalisa menggunakan software Image J. Hasil dibandingkan secara statistik menggunakan uji t dua sisi dan koefisien korelasi dihitung. Hasil: 156 subjek (usia rata-rata, 9,5 bulan; anak perempuan, n: 72 dan anak laki-laki, n: 84; Deutero Melayu ras, n: 127 dan ras lainnya, n: 29). Tidak terjadi perbedaan bermakna (p> 0,05) pada ras Deutero Melayu dan ras lain, yaitu tonjolan tip hidung, panjang alar, ketebalan alar, lebar dan panjang collumella, lebar sill. Lebar dasar alar, lebar sub alar, lebar anatomi dan lebar morfologi hidung secara signifikan lebih pamjang pada ras Deutero Melayu dibandingkan dengan ras lainnya (p <0,05). Pada usia kurang dari 9 bulan bayi ras Deutero Melayu, setiap kelompok usia (0-3, 4-6, 7-9), terdapat peningkatan nilai lebar lubang hidung 0,77- 1,04 mm dan nilai tinggi lubang hidung 0,4-0,54 mm. Pada ras Deutero Melayu, semua pengukuran nostril berkorelasi positif dengan usiadan berat badan (p<0,05). Kesimpulan: Morfologi normal nostril pada populasi bayi Indonesia kurang dari 2 tahun sudah dideskripsikan. Dengan menyediakan data referensi dari morfometrik lubang hidung yang normal pada bayi Indonesia, dapat menjadi pedoman untuk pengobatan sumbing atau rekonstruksi bayi Indonesia. ......Introduction: Indonesian normal nostril anatomy has received little attention in infants younger than 2 year. The notion of an ideal nose is critical to reconstruction, especially for cleft lip and nose repair. Methods: A cross sectional study was performed. Basal aspect images taken from screen capture of the video. Ten anthropometric measurements of the nostril were measured and analyzed with Image J software. Results were compared statistically using the two-tailed t test and correlation coefficients were calculated. Results: 156 infants were included (median age, 9,5 months; girls, n:72 and boys, n: 84; Deutero Malay race, n:127 and other race, n: 29). Measurements were similar (p>0.05) in Deutero Malay races and other races, included nasal tip protrusion, alar length, ala thickness, collumella width and length, sill width.Alar base width, sub alar width, anatomical width andmorphological width of nose were significantly longer in Deutero Malay race than in other race (p<0.05). In under 9 months old Deutero Malay infant, everyage group (0-3, 4-6, 7-9) were increase their sill width value 0,77- 1,04 mm and nostril height value 0,4-0,54 mm. Measurements of Deutero Malay race were correlated positively with age and weight (p < 0.05). Conclusion: Normal nostril morphology is described in a population of Indonesian infants. By providing reference data of normal nostril morphometric in Indonesian infants, it can guuide the cleft treatment or reconstruction of the Indonesian infant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Penelitian ini adalah kegiatan arkeologi baik kegiatan lapangan maupun non-lapangan. Fokus penelitian ini adalah mengetahui bentuk, penataan, dan fungsi ruang dan/atau bangunan khususnya struktur bangunan bagian bawah yang masih tampak di dalam keraton Surosowan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode ekskavasi, studi kepustakaan, analisis artefak dan fitur, analisis khusus, serta rekonstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis peta kuna, keraton Surosowan paling sedikit telah mengalami lima tahap pembangunan. Dari data pengupasan dan penggalian keraton sekarang ini hanya dapat memperlihatkan adanya dua fase pembangunan. Berdasarkan sisa ubin dalam tiap ruang, diperoleh rekonstruksi ukuran dan pola pasang ubin pada tiap ruang di kompleks keraton. Diperoleh pula data untuk merekonstruksi pola pasangan bata dinding bangunan dan pondasi pada bangunan di kompleks keraton. Sementara itu, fungsi bangunan yang diketahui adalah tempat tinggal sultan dan keluarga, bangsal terima tamu, kolam Roro Denok, dan pemandian Pancuran Mas.
This research intrinsically is about activity of field and non-field archaeology. Focus of this research is to know form, settlement, and room function and/or building specially undercarriage building structure which still can be seen in Surosowan keraton. Methods used for the research are excavation, bibliography study, artifact and feature analysis, special analysis, and reconstruction. The result may indicate that, according to ancient map analysis, Surosowan keraton at least have experienced of five development phase. Excavation can only show the existence of is biphase of development pursuant to building structure indication which is overlap. According to tiling remains in every room, this research can reconstruct measure and pattern of tiling installation at every room in complex of keraton. The Research also obtain data to reconstruct building wall brick couple pattern and foundation at building in complex of keraton. Meanwhile, according to field observation is also obtained an assumption for some building function which have been shown, like sultan?s residence, audience hall, garden pool of Roro Denok, and bath of Pancuran Mas.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Penelitian ini adalah kegiatan arkeologi baik kegiatan lapangan maupun non-lapangan. Fokus penelitian ini adalah mengetahui bentuk, penataan, dan fungsi ruang dan/atau bangunan khususnya struktur bangunan bagian bawah yang masih tampak di dalam keraton Surosowan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode ekskavasi, studi kepustakaan, analisis artefak dan fitur, analisis khusus, serta rekonstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis peta kuna, keraton Surosowan paling sedikit telah mengalami lima tahap pembangunan. Dari data pengupasan dan penggalian keraton sekarang ini hanya dapat memperlihatkan adanya dua fase pembangunan. Berdasarkan sisa ubin dalam tiap ruang, diperoleh rekonstruksi ukuran dan pola pasang ubin pada tiap ruang di kompleks keraton. Diperoleh pula data untuk merekonstruksi pola pasangan bata dinding bangunan dan pondasi pada bangunan di kompleks keraton. Sementara itu, fungsi bangunan yang diketahui adalah tempat tinggal sultan dan keluarga, bangsal terima tamu, kolam Roro Denok, dan pemandian Pancuran Mas.
This research intrinsically is about activity of field and non-field archaeology. Focus of this research is to know form, settlement, and room function and/or building specially undercarriage building structure which still can be seen in Surosowan keraton. Methods used for the research are excavation, bibliography study, artifact and feature analysis, special analysis, and reconstruction. The result may indicate that, according to ancient map analysis, Surosowan keraton at least have experienced of five development phase. Excavation can only show the existence of is biphase of development pursuant to building structure indication which is overlap. According to tiling remains in every room, this research can reconstruct measure and pattern of tiling installation at every room in complex of keraton. The Research also obtain data to reconstruct building wall brick couple pattern and foundation at building in complex of keraton. Meanwhile, according to field observation is also obtained an assumption for some building function which have been shown, like sultan?s residence, audience hall, garden pool of Roro Denok, and bath of Pancuran Mas.
Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hananto Anggoro Wiryawan
Abstrak :
Latar belakang: Tatalaksana rekonstruksi pada pasien reseksi mandibula dengan hanya menggunakan rekonstruksi plat umum dilakukan dibeberapa rumah sakit di Indonesia. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pasca rekonstruksi mandibula dapat berupa ekspose plat, fraktur plat dan fistula. Tujuan: Tujuan penelitian ini akan mencari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi tersebut. Material dan metode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif dari tahun 2012-2017 yang diambil dari rekam medis. Data tumor jinak mandibula (lokasi, ukuran, panjang), data sistemik pasien (riwayat merokok, diabetes, status gizi) dan data operasi (durasi, sistem plat rekonstruksi) dihubungkan dengan kejadian komplikasi yang dianalisis dengan menggunakan Kaplan Meier Survival Curve dan Cox Regresi Proportional Hazard. Hasil: Terkumpul 69 data dengan prevalensi terjadinya komplikasi sebesar 21,73%(15/69) dengan rerata lama observasi 15,4 bulan. Terdapat pengaruh riwayat merokok (p=0,000) dan faktor usia (p=0,000) terhadap terjadinya komplikasi pasca pemasangan plat dengan hazard ratio riwayat merokok 9,19 dan faktor usia 10-20 tahun dibanding diatas 60 tahun sebesar 153,8. Angka survival plat pada pasien tidak merokok berada diatas 80% pada 2 tahun pertama, tahun ketiga 60% dan setelah itu dapat menurun hingga 20-40%. Kesimpulan: Merokok dan faktor usia berpengaruh terhadap kejadian komplikasi pasca rekonstruksi mandibula. Jika memungkinkan, rekonstruksi mandibula hanya dengan plat rekonstruksi merupakan tindakan sementara, perlu dipertimbangkan penggunaan graft baik vascularized maupun non-vascularized. ......Background: Treatment of reconstruction in post-mandibular resection patients using only plate reconstruction is commonly performed in several hospitals in Indonesia. Some complications that can occur after reconstruction of the mandible can be expose plates, plate fractures and fistulas. Aim: The purpose of this study will look for several factors that influence the occurrence of these complications. Material and method: A retrospective study from 2012-2017 taken from medical records. Data on benign mandibular tumors (location, size, length), patient systemic data (smoking history, diabetes, nutritional status) and operating data (duration, reconstruction plate system) were associated with the incidence of complications, analyzed using Kaplan Meier Survival Curve and Cox Proportional Regression Hazard. Result: Sixty-nine data with the prevalence of complications 21.73% (15/69) with an average observation time 15.4 months. There was an effect of smoking history (p = 0,000) and age factor (p = 0,000) on the occurrence of postoperative complications with hazard ratio of smoking history 9,19 and age factor 10-20 years compared to over 60 years is 153,8. The plate survival rate in patients who do not smoke is above 80% in the first 2 years, the third year is 60% and after that it can decrease by 20-40%. Conclusion: Smoking and age factors influence the incidence of post-reconstruction mandibular complications. If possible, mandible reconstruction using a reconstruction plate is temporary procedure, it is necessary to consider the use of either vascularized or non-vascularized grafts.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajarani Mangkujati Djandam
Abstrak :
Apa yang tergambar dalam benak kita ketika mendengar kata "orang Dayak"? Daun telinga yang panjang, tato, perburuan kepala manusia atau mengayau, rumah panjang, ukiran, tarian yang memakai bulu burung enggang, perisai, mandau? Bisa saja semuanya benar. Namun demikian apakah semua orang Dayak di masa sekarang ini benar-benar hadir persis seperti yang telah tergambar dalam benak kita seperti itu? Tesis ini akan mengungkapkan tentang persoalan rekonstruksi identitas lokal oleh orang Dayak dari generasi yang lebih muda atau mereka yang berusia remaja. Rekonstruksi identitas ini dapat dilihat melalui aktivitas kesenian tradisional yang mereka lakukan sampai hari ini. Masalah rekonstruksi identitas Dayak melalui aktivitas kesenian tradisional ini ternyata bukan merupakan sebuah konsep sederhana, sebuah aktivitas yang ingin membangun kembali suatu konstruksi identitas masyarakat asli yang pernah ada di masa lampau. Ketika identitas tersebut direkonstruksi dan dihadirkan pada hari ini, tampaknya apa yang dilihat tidak sama dengan apa yang telah tergambarkan dalam benak kita ketika membayangkan orang Dayak. Perubahan-perubahan terjadi selama proses rekonstruksi identitas berlangsung. Dengan demikian isue identitas Dayak bukanlah sesuatu yang statis, ia seperti pendulum, bergerak dinamis dan bersentuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai kepentingan di sekitarnya. Melalui pelajaran Kesenian Daerah di SMPN 1 Malinau Selatan ini, sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki peran dan kekuasaan dalam merekonstruksi sekaligus mereproduksi identitas lokal siswanya sebagai remaja Dayak Kenyan Uma Lung hari Mi. Nilai-nilai dan pengetahuan lokal masyarakat setempat yang ditransfer dalam bentuk formal melalui sebuah sistem pendidikan menunjukkan adanya proses interaksional dialogis antara masyarakat dan sekolah dalam membentuk identitas lokal mereka sesuai dengan gambaran ideal komunitas masyarakatnya. Sementara di sisi yang lain siswa SMP secara radar jugs turut membentuk identitas mereka sendiri menurut cara dan gayanya sendiri, sebagai bagian dari remaja lain pada umumnya. Dengan demikian identitas Dayak yang direpresentasikan melalui aktivitas kesenian tradisional oleh remaja Dayak Kenyah Uma Lung desa Setulang pada masa kini merupakan hasil dari strategi, negosiasi dan adaptasi yang dilakukan, baik oleh sekolah, siswa dan masyarakat di mana mereka berada.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohmadi
Abstrak :
Penelitian ini menyampaikan sebuah desain sensor 12 Channel yang dirotasi pada ECVT sebagai ide dasar untuk perbaikan citra hasil rekontruksi. Sensor dibuat dengan menambahkan motor pada bagian atasnya untuk dapat memutar dan pada bagian samping untuk menaikan dan menurunkan sensor. Pengaruh dari rotasi dan translasi sensor dianalisa dengan membandingkan dengan sensor konvensional. Metode yang digunakan adalah coefficient correlation (cc) dan metode rekontruksi menggunakan LBP untuk mengetahui pengaruh dari rotasi dan translasi saja. Dari hasil eksperimen dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara sensor rotasi dengan nilai cc 0.76 dan 0.64 pada sensor konvensional, atau terjadi peningkatan kualitas citra sebesar 12%. ......The research proposes a design of 12-channel rotary sensor for electrical capacitance volume tomography (ECVT) toward improvement in image reconstruction result. Sensor was assembled by attaching motors at upper section to rotate in radial; also at side to move up and down. Effects of rotating and translating the sensor has been analyzed in comparison to conventional sensory system. Correlation coefficient (CC) method and linear back-projection (LBP) were used to observe the performance on rotation-translation. Experiments show a difference between rotation with CC of 0.76 and conventional with CC of 0.64. In other words, image quality is improved by 12%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>