Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yong, H.E. Ong Keng
Abstrak :
Setelah berdiri selama 38 tahun, Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) telah mendorong upaya integrasi ekonomi dan pencapaian visi bersama untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik bagi negara-negara anggotanya .Bidang-bidang kerjasama yang menjadi perhatian ASEAN antara lain; bidang sosial, budaya dan penanggulangan kejahatan transnasional.Dalam membina hubungan dengan Uni Eropa (EU), ASEAN telah menempatkan integrasi ekonomi sebagai hal yang paling utama. Meskipun EU dan ASEAN memiliki karakteristik yang berbeda, kerjasama antara dua organisasi regional ini mampu berkembang sehingga meliputi berbagai bidang lain di luar ekonomi.
2006
JKWE-II-2-2006-21
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lumumba, Patrice
Abstrak :
Pendahuluan Bagi negara-negara yang baru memasuki fase industri secara lokal, kebijaksanaan yang tidak mendorong lancarnya arus pertumbuhan barang dan jasa, akan menguntungkan suatu negara, tetapi secara universal cenderung merugikan negara-negara lainnya dalam mencapai kemakmuran negara-negara yang bersangkutan. Walaupun kemakmuran merupakan suatu tujuan yang universal dari diplomasi ekonomi, tetapi tidak ada suatu kesepakatan umum dalam mencapainya, bagi negara-negara maju dan terbuka yang menganut ekonomi pasar, maka perdagangan bebas, adalah sistem ekonomi yang tepat bagi negara-negara tersebut dalam mencapai sasarannya. Perdagangan bebas bagi negara-negara yang menganut prinsip kekuasan pasar, akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan akan membawa kemakmuran bagi kedua belah pihak. Negara-negara yang menganut perdagangan bebas akan melakukan spesialisasi produksi, dalam mana biaya upah pekerja rendah, dan meraup keuntungan-keuntungan penuh dari skala ekonomi. Untuk itu, negara-negara yang maju dan terbuka dalam diplomasi ekonominya, cenderung melakukan pada market integration dan policy integration , bukan pada market separtion. Policy integration, diartikan sebagai tindakan satu kelompok negara-negara dalam menjalin interdependensi ekonomi. Pembentukan NAFTA (North Amerika Free Trade Agreement) antara Amerika Serikat, Canada dan Mexico (1993), merupakan salah satu keberhasilan diplomasi ekonomi Amerika dalam mendukung perkembangan perdagangan bebas di dunia internasional sejak terbentuknya GATT: Hal ini sangat penting karena GATT sendiri secara tidak langsung mengalami berbagai kendala sejak ministerial meeting tahun 1982, Amerika Serikat mulai memandang perlunya pendekatan-pendekatan bilateral dan plurilateral dalam menciptakan pasar bebas (terbuka) dari pada pendekatan multilateral, seperti yang tertuang dalam GATT. Pembentukan NAFTA pada dasarnya bukan merupakan suatu hasil dilpomasi ekonomi langsung. Cikal bakal NAFTA adalah FTA (Free Trade Agreement) antara Amerika Serikat dan Canada yang dirintis sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 1988. FTA yang merupakan jenis perundingan perdagangan bebas, karena posisi kedua negara (Amerika Serikat dan Canada) dalam ekonomi adalah sama dan kemudian?.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tendy
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kepentingan India dalam pembentukan kerjasama Mekong - Ganga Cooperation Initiative (MGCI), yang secara resmi disepakati pada 10 Nopember 2000, di Vientiane, dalam MGC Ministerial Meeting yang pertama. Dalam periode pertama pelaksanaan kerjasama MGCI, diketahui bahwa India hanya sedikit mendapat keuntungan dari seluruh sektor kerjasama formal dalam program kerja MGCI. Namun demikian pada Fifth MGC Ministerial Meeting, di Manila tahun 2007, telah disepakati perpanjangan kerjasama MGCI untuk periode kedua hingga tahun 2013. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa sebenarnya kepentingan India dalam kerjasama MGCI. Dengan meminjam penjelasan mengenai Kerjasama Regional oleh John Ravenhill ditambah dengan ventur dalam kerjasama regional, disimpulkan bahwa kepentingan India dalam kerjasama MGCI terdiri dari dua jenis kepentingan, yaitu kepentingan ekonomis berupa: a) Alih Teknologi Komunikasi dan Informatika, dan b) Pembentukan Jalur Mekong ? Asia Tenggara, serta kepentingan strategis berupa: a) Kepentingan Energi dan b) Pembendungan Terhadap Pengaruh Cina di Asia. ...... The focus of this Thesis is to study the interest of India in forming Mekong - Ganga Cooperation Initiative, later called MGCI, which launched on November 10 2000, in Vientiane. Within the first period of MGCI, it is known that India only enjoyed little benefits. But in Manila, 2007, India and the rest of the members of MGCI agreed to extend the cooperation for the second period until 2013. Within this event, question raises about what exactly the interest of India in MGCI cooperation. Taking the approach in understanding Regional Cooperation by John Ravenhill, and the ventures of regional cooperation, it is concluded that the interest of India in MGCI initiation lies on two main forms. First, Economic Interests including the tranfer of Informations and Communication Technology (ICT) and Connectivity of India and Southeast Asia to support commerce. Second, Strategic Interests including long term Energy Supply and Containment of China's influences in Southeast Asia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huy︎, Ha Trieu
Abstrak :
This article aims to review the evolution of the Republic of Vietnam (RVN)’s involvement in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), which was founded in 1967 by Thailand, Malaysia, Singapore, the Philippines, and Indonesia. South Vietnamese leaders and diplomats designed a new foreign policy under the administration of Nguyen Van Thieu (1967–75) that shifted focus to Southeast Asia alongside the RVN’s long-standing camaraderie with the United States. This demonstrated Thieu’s keenness to engage with regional states for the purpose of nation-building and an anti-Communist future. The RVN’s engagement with ASEAN reflected its efforts to foster a regionalization process along with peace, stability, and development in Southeast Asia, particularly after the withdrawal of the US and its allies. This study uses a qualitative approach, employing a wide range of archival collections housed at the National Archives Center II, Ho Chi Minh City and a handful of desk-research papers. The relationship is periodized into two phases. During the first phase (1967–72), the RVN embraced ASEAN’s values and, despite its observer status, expected help in achieving its security and economic goals. After the 1973 Paris Peace Accords, ASEAN increasingly distanced itself from the RVN as members changed their stances, particularly as attacks by the Democratic Republic of Vietnam escalated in RVN territories. This paper aims to bridge a gap in scholarship by examining the positioning of the RVN in international and regional relations during the Cold War.
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2023
050 SEAS 12:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Ratnasari
Abstrak :
[Skripsi ini bermula dari perubahan tata ruang wilayah DKI Jakarta yang menyebabkan terjadinya masalah banjir. Peningkatan masalah banjir menarik perhatian pemerintah daerah untuk melakukan penanganan masalah banjir tersebut Karena tidak dapat diselesaikan secara parsial maka memunculkan perlunya kerjasama regional pada Jabodetabekjur. Kerjasama regional dilaksanakan melalui lembaga integrasi BKSP Untuk itu penelitian bertujuan untuk menjelaskan analisis kerjasama regional pada Jabodetabekjur melalui BKSP dalam penanganan banjir di DKI Jakarta. Berdasarkan analisis dengan metode kualitatif didapatkan kesimpulan bahwa kerjasama regional pada Jabodetabekjur sudah terjalin meskipun masih terdapat hambatan Sementara koordinasi oleh BKSP dianggap belum efektif dikarenakan keterbatasan kewenangan yang dimiliki. ......This thesis began from the spatial area changed in DKI Jakarta that cause flood The increase flood attracted the. Local Government to handle that flood Because it could not be solved partially so it needed regional cooperation among Jabodetabekjur. Regional cooperation was implemented through integration institution named Badan Kerjasama Pembangunan BKSP. The research aimed to explain regional cooperation analysis among Jabodetabekjur through BKSP in handling flood in DKI Jakarta. Based on qualitative method analysis it could be concluded that regional cooperation among Jabodetabekjur had been run out although there were still obstacle .Meanwhile the coordination by BKSP deemed ineffective due to limit authority possessed ;This thesis began from the spatial area changed in DKI Jakarta that cause flood. The increase flood attracted the Local Government to handle that flood. Because it could not be solved partially so it needed regional cooperation among Jabodetabekjur. Regional cooperation was implemented through integration institution named Badan Kerjasama Pembangunan BKSP. The research aimed to explain regional cooperation analysis among Jabodetabekjur through BKSP in handling flood in DKI Jakarta Based on qualitative method analysis it could be concluded that regional cooperation among Jabodetabekjur had been run out although there were still obstacle. Meanwhile the coordination by BKSP deemed ineffective due to limit authority possessed., This thesis began from the spatial area changed in DKI Jakarta that cause flood The increase flood attracted the Local Government to handle that flood Because it could not be solved partially so it needed regional cooperation among Jabodetabekjur Regional cooperation was implemented through integration institution named Badan Kerjasama Pembangunan BKSP The research aimed to explain regional cooperation analysis among Jabodetabekjur through BKSP in handling flood in DKI Jakarta Based on qualitative method analysis it could be concluded that regional cooperation among Jabodetabekjur had been run out although there were still obstacle Meanwhile the coordination by BKSP deemed ineffective due to limit authority possessed ]
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Supriyanto
Abstrak :
Fokus dari skripsi ini adalah membahas mengenai kerja sama yang dilakukan oleh negara pantai dalam memberantas pembajakan di laut. Pembajakan di laut merupakan salah satu bentuk kejahatan yang cukup tua. Hukum internasional khususnya UNCLOS 1982, menyatakan bahwa pembajakan harus terjadi di laut lepas di luar yurisdiksi suatu negara. Namun demikian, saat ini berkembang bentuk pembajakan baru di mana pembajakan tidak terjadi di laut lepas melainkan di perairan pedalaman, laut teritorial, dan zona tambahan, contohnya yang ada di Selat Malaka. Selain di Selat Malaka pembajakan yang terjadi di Laut Cina Selatan sendiri masih terdapat perdebatan mengenai apakah pembajakan yang terjadi di Laut Cina Selatan masuk ke dalam pembajakan sebagaimana di maksud oleh UNCLOS 1982. Lebih lanjut, letak dari Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berbatasan dengan beberapa negara pantai menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi negara manakah yang berwenang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Upaya tunggal yang dilakukan oleh satu negara pantai tidak cukup untuk memberantas pembajakan dan luasnya lautan membutuhkan kerja sama dari negara-negara pantai untuk memberantas piracy dan armed robbery di Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. ......Focus of the research is explaining regional cooperation which conducted by littoral states to combat piracy and armed robbery. Piracy is an old time crime. International law, particularly UNCLOS 1982 emphasized that piracy shall occur in the high seas beyond jurisdiction of any states. However, in modern times, a new form of piracy appeared. New form of piracy that so called armed robbery occurred in internal water, teritorial water, contigous zone of state, for instance piracy in Malacca Strait. Meanwhile, in South China Sea itself contention still exist to determine whether piracy that occurred in South China Sea can be classified as piracy within scope of UNCLOS 1982 or not. Moreover, Location of Malacca Strait and South China Sea which adjacent to littoral states raised a question with regard to jurisdiction to solve this problem. Effort from single state is not sufficient to combat piracy in the area it goes beyond vast of the sea required littoral states to cooperate to combat piracy and armed robbery in South China Sea and Malacca Strait.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43294
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Fachry Permana
Abstrak :
Regionalisme merupakan konsep yang berevolusi seiring dengan perkembangan studi dan dinamika Hubungan Internasional. Regionalisme acapkali diasosiasikan dengan integrasi dan kerja sama regional sehingga dalam perkembangannya, muncul istilah “konektivitas” sebagai turunan dari regionalisme. Melihat perkembangan ini, ASEAN memutuskan untuk mengadopsi konektivitas sebagai kerangka integrasi dan kerja sama regional. Uniknya, Konektivitas ASEAN didasari oleh mekanisme kerja sama sukarela yang difasilitasi oleh prinsip “ASEAN Way” dengan menghindari keterikatan politik yang kuat. Tulisan ini kemudian merupakan sebuah tinjauan pustaka yang memiliki tujuan untuk mengeksplorasi pembahasan Rancangan Konektivitas ASEAN sebagai instrumen integrasi dan kerja sama regional Asia Tenggara. Dengan menelaah 30 literatur akademik melalui metode taksonomi, penulis kemudian mengklasifikasikan literatur-literatur terpilih ke dalam dua tema utama, antara lain: (1) Konseptualisasi Konektivitas ASEAN; dan (2) Perkembangan Rancangan dan Implementasi Konektivitas ASEAN. Alhasil, tulisan ini menemukan bahwa Konektivitas ASEAN merupakan upaya kolektif yang perlu dijalankan melalui koordinasi tiga arah antara badan regional ASEAN, negara-negara anggota ASEAN, dan pihak eksternal yang terlibat. Upaya perwujudan Rancangan Konektivitas ASEAN pun dijumpai berbagai hambatan, yaitu keterbatasan kapasitas finansial dan teknologi, kesenjangan pembangunan antara negara-negara ASEAN, komitmen politik yang rendah, perbedaan persepsi dan potensi persaingan antarnegara, dan inefisiensi koordinasi badan regional pemantau Konektivitas ASEAN. ...... Regionalism is a concept that has evolved along with the development of the study and dynamics of International Relations. Regionalism is commonly associated with regional integration and cooperation. Therefore, the term “connectivity” appears as a derivative of regionalism. Against this background, ASEAN has adopted connectivity as a framework for regional integration and cooperation. Uniquely, the ASEAN Connectivity has implemented a voluntary cooperation mechanism facilitated by the “ASEAN Way” principle to avoid strong political ties among the institution. Accordingly, this paper constitutes a literature review which aims to explore the discussion of the Master Plan on ASEAN Connectivity as the instrument of Southeast Asia regional integration and cooperation. By examining 30 pieces of academic literature through the taxonomic method, the selected writings will be classified into two main themes: (1) The Conceptualization of the ASEAN Connectivity; and (2) The Development of the Master Plan of ASEAN Connectivity and its Implementation. As a result, this paper finds that ASEAN Connectivity is a collective effort that needs to be carried out through the three-way coordination between the ASEAN regional bodies, the ASEAN Member States, and external parties involved. However, the efforts to realize the Master Plan of ASEAN Connectivity have encountered various obstacles, specifically limited financial and technological capacity, development gaps between ASEAN Member States, low political commitment, differences in perceptions and the potential of competition between member states, and inefficiency in regional bodies monitoring the ASEAN Connectivity.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Akbar
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan terhadap laut tertutup dan laut semi tertutup dalam hukum laut. Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dan bersifat diskriptif. Pembahasan dalam tulisan ini membahas mengenai pengaturan hukum internasional terhadap laut tertutup dan semi tertutup pada UNCLOS 1982. Akan dibahas pula mengenai kerjasama regional atas laut tertutup dan semi tertutup serta disertai contoh-contoh pengaturan pada Laut Mediterania, Laut Karibia, Laut Kuning, Laut Hitam, dan Laut Arafura dan Timor. Akan dibandingkan pula ketentuan dari kerangka pengaturan yang ada di kelima contoh tersebut, yaitu Barcelona Convention di Laut Mediterania, Cartagena Convention di Laut Karibia, Bucharest Convention di Laut Hitam, dan ATSEF MoU di Laut Arafura dan Laut Timor. Serta akan disebutkan pelajaran apa yang dapat diambil untuk pengaturan pada Laut Arafura dan Laut Timor sebagai salah satu laut semi-tertutup dimana Indonesia memiliki kepentingan atas pengelolaannya. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar didorongnya pembentukan pengaturan regional atas laut tertutup dan semi tertutup, serta harus segera dibentuknya kerangka pengaturan yang mengikat di Laut Arafura dan Laut Timor, dan perlu dibuat National Action Plan yang solutif untuk menghadapi Priority Environmental Concern dari Laut Arafura dan Laut Timor. ......This thesis is will describe the existing law of the sea arrangement on the enclosed sea and semi enclosed sea. This thesis is a juridical-normative research, and well be narrated on descriptive basis. First things that will be addressed on this research is the arrangements on enclosed sea and semi enclosed sea as stipulated in UNCLOS 1982. Also will be addressed is the trend of regional approach on enclosed and semi enclosed sea, and the example in Mediterranean Sea, Caribbean Sea, Yellow Sea, Black Sea, and also the existing non-binding arrangement in Arafura and Timor Sea. It will also explains about the arrangements in those sea, namely Barcelona Convention on the Mediterranean Sea, Cartagena Convention on the Caribbean Sea, Bucharest Convention on the Black Sea, and ATSEF MoU on the Arafura and Timor Sea. This research will makes a comparison out of those existing arrangements on enclosed and semi-enclosed sea, and explains what are the good example that can be applied in furthering the regional cooperation on Arafura and Timor Sea. The result of this research are the regional cooperation in enclosed,and semi enclosed sea should be encouraged, it also underlines the need for a binding arrangements in Arafura and Timor Sea. Related to Arafura and Timor Sea, there are needs for creating a National Action Plan that will address the Priority Environmental Concern thoroughly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43218
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library