Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Pranoto
Abstrak :
Penelitian tentang penggunaan senjata api oleh anggota reserse dalam penangkapan terhadap pelaku kejahatan dengan kekerasan, menempatkan gejala-gejala pada pengambilan keputusan akibat dari adanya interaksi sosial, sehingga yang menjadi unsur penelitian Serta analisis ini adalah interaksi. Adapun model analisis yang digunakan adalah rnenggunakan pendekatan teori interaksi simbolis menurut Herbert Blumer dengan mempadankan pada analisis yang digunakan oieh David F. Luckenbill tentang interaksi sosial antara pelaku dengan korban yang berakhir dengan pembunuhan. Alasannya adalah proses pentahapan dalam interaksi ini dapat mengoperasionalkan teori interaksi simbolis menurut Herber Blumer, serta cukup relevan untuk melihat gejala-gejala penggunaan senjata api oleh anggota reserse (walaupun tidak sama persis). Metodologi penelitian yang dipergunakan adalah dengan metode kualitatif, Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan pengamatan terhadap obyek dan subyek penelitian. Peneliti mengumpulkan informasi dari para pelaku (polisi yang bertugas melakukan penangkapan) tentang peristiwa yang telah dan sedang terjadi. Informasi yang dikumpulkan melaiui tehnik wawancara lebih difokuskan pada peristiwa yang terjadi Selama penelitian. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan senjata api oleh anggota reserse sebagai suatu bentuk keputusan yang dipengaruhi oleh proses pemaknaan ketika terjadi interaksi. Proses pemaknaan mengarah pada pemberian label yang memberikan valensi negatif terhadap pelaku kejahatan, sehingga sikap dan perilaku anggota reserse yang ditugaskan melakukan penangkapan akan memiliki rencana tindak yang telah dipersiapkan dan diputuskan sebelumnya, sehingga penggunaan senjata api terhadap pelaku kejahatan pada saat penangkapan terdapat penyimpangan dalam peiaksanaannya. Diiihat dari proses pentahapan interaksi antara polisi dengan pelaku kejahatan dengan menganalogkan proses interaksi antafa pelaku dengan korban yang berakhir dengan pembunuhan (David F. Luokenbill) terdapat beberapa persamaan (walaupun tidak sama persis) dengan interaksi polisi dengan penjahat ketika penangkapan. Perbedaan terletak adanya tahap awal sebelum tahap pertama interaksi awal dimulai. Tahap initah justru yang paling menentukan tindakan anggota polisi pada saat proses penangkapan (memasuki tahap selanjutnya). Disamping ilu pada tahap terakhir akan sangat berbeda tindakan polisi ketika meiihat penjahat telah roboh diterjang senjata api, dengan tindakan pelaku kejahatan terhadap korbannya. Tindakan polisi lebih mencari upaya pembenaran secara hukum atas tindakannya. Kesimpulan penelitian adalah terdapat penyimpangan dalam penggunaan senjata api oleh anggota resérsle dalam penangkapan terhadap pelaku kejahatan dengan kekerasan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T 5811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjuk Basuki
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini mengkaji masalah interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penyidik (Polri) pada satuan reserse Polwiltabes Surabaya, khususnya yang dilakukan oleh petugas penyidik yang tergabung dalam unit kejahatan kekerasan. Kajian dalam tesis ini mencoba mengangkat dua hal pokok, yaitu tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana khususnya dalam proses pemeriksaan, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah Pertama, adanya faktor-faktor yang mernpengaruhi secara positif terhadap interaksi dan perlakuan yang dilakukan oleh petugas penyidik, sehingga proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut ialah : 1) Adanya kesamaan nilai, tekad dan semangat dari setiap petugas penyidik untuk dapat memberantas setiap pelaku tindak pidana, khususnya terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta adanya motivasi dan kesamaan pandang tentang pentingnya arti keamanan dan ketertiban. ( 2 -) Adanya sikap disiplin, kepatuhan dan tanggung jawab dari setiap petugas penyidik unit kejahatan kekerasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua faktor tersebut menjadi pendorong bagi petugas penyidik untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dalam arti bahwa petugas penyidik dapat melakukan proses pemeriksaan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Kedua, Adanya faktor-faktor yang secara negatif berpengaruh terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh petugas penyidik, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik dalam proses pemeriksaan yang dilakukan, akibatnya proses pemeriksaan yang dilakukan tidak sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : (1) Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik; (2) Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas ) petugas penyidik dan (3) Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik. Di dalam melaksanakan pemeriksaan, tehnik dan metode pemeriksaan merupakan sarana bagi petugas penyidik untuk dapat melakukan hubungan dan komunikasi dengan tersangka pelaku tindak pidana yang sedang diperiksa. Dengan tidak dikuasainya tehnik dan metode pemeriksaan dengan baik, maka proses pemeriksaan yang dilakukan akan menjurus kepada pemeriksaan yang hanya mendasarkan kepada kesewenang-wenangan atau pemeriksaan yang berdasarkan kepada kekuasaan petugas belaka. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pemeriksaan yang baik dan benar, maka perlu meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiiiki oleh petugas penyidik dengan memberi kesempatan kepada mereka ( petugas penyidik ) yang belum mengikuti pendidikan kejuruan reserse untuk mengikuti pendidikan kejuruan atau melakukan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya. Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas) dari petugas penyidik. Apabila petugas penyidik tidak lagi memiliki kepekaan terhadap perubahan sikap masyarakatnya maupun terhadap penggunaan kekerasan yang dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diperiksa, maka dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut mereka akan cenderung untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap kewenangan atau kekuasaan yang mereka miliki. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, ancaman kekerasan, sehingga membuat tersangka merasa takut atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap pelanggaran hak-hak azasi tersangka. Akibatnya proses pemeriksaan yang mereka lakukan disamping tidak profesional, juga tidak akan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar, karena keterangan, pengakuan atau kejelasan tentang terjadinya tindak pidana yang didapat petugas pemeriksa dari tersangka ( yang diperiksa ) tersebut adalah keterangan atau pengakuan yang terpaksa diberikan, sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya. Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Organisasi adalah merupakan wadah atau tempat untuk meyelenggarakan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang herarkhi kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungan jawab. Akan tetapi didalam struktur organisasi satserse Polwiltabes yang ada saat ini justru memiliki dua unit yang mempunyai kegiatan yang nyaris hampir sama, akibatnya keberadaan dua unit tersebut mendorong timbulnya rasa kecewa atau mendorong terjadinya konflik-konflik diantara anggotanya. Dengan timbulnya konflik-konflik dan rasa kecewa diantara para petugas penyidik tersebut, maka akan mendorong pula dilakukannya penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang mereka ( petugas penyidik ) dimiliki. Dengan demikian, maka struktur organisasi satserse yang ada saat ini justru merupakan penghambat terlaksananya proses pemeriksaan yang sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hairil Susanto
Abstrak :
ABSTRAK
Institusi kepolisian adalah penegak hukum sebagai salah satu dari komponen criminal justice system. Kriminalitas erat hubungannya dengan tugas Reserse sebagai salah satu fungsi teknis operasional kepolisian yang mengemban tugas dalam penegakan hukum yaitu investigasi kriminalitas yang artinya adalah serangkaian tindakan penyidikan pada setiap perbuatan yang terbukti melanggar hukum pidana. Rangkaian tindakan Reserse itu disebut tindakan represif yang terdiri dari penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penyerahan berkas perkara. Tugas investigasi kriminalitas Reserse sebagai polisi membutuhkan kehadiran langsung seorang polisi/Reserse yang tidak dapat digantikan oleh tehnologi yang paling canggih sekalipun (Kunarto, 1995), sebab sumber dasar kepolisian adalah manusianya, tehnologi hanyalah sebagai alat bantu dalam melaksanakan tugas kepolisian (Bayley, 1994). Sebagai penyidik kejahatan dan penegak hukum, Reserse merupakan pekerjaan yang berkaitan kejahatan dan kekerasan yang dapat menimbulkan stres. Beberapa aspek pekerjaan polisi/Reserse yang dapat menimbulkan stres yaitu sistem pengadilan, administrasi kepolisian, sarana/peralatan, hubungan dengan masyarakat, sistem pergantian tugas, tanggung jawab terhadap tugas dan keterpisahan sosial (Kroes, Margolis, dan Hurrel, 1974). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres dan coping stres anggota Reserse dalam tugas investigasi kriminalitas di Jakarta serta strategi coping apa yang paling banyak digunakan. Metode pengambilan sampel penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik purpusive sampling. Desain penelitian ini bertipe non experimental design yang bersifat ex posi facto field study yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan jajarannya dengan subyek 146 orang anggota Reserse Polri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber stres anggota Reserse Polri dalam tugas investigasi kriminalitas di Jakarta berdasarkakan intensitasnya berturutturut yaitu: administrasi kepolisian, tanggung jawab terhadap tugas, sistem pergantian dalam tugas, hubungan dengan masyarakat, sistem pengadilan, keterpisahan sosial, dan yang terahir sarana dan prasarana. Strategi coping yang digunakan anggota Reserse Polri dalam tugas investigasi kriminalitas di Jakarta yaitu Problem-Focused Coping. Emotion-Focused Coping, dan Maladaptive Coping. Problem-Focused Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Reserse Polri dalam tugas investigasi kriminalitas di Jakarta, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping.
2003
S3247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Rofi`atul Ngazizah
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas masalah aksi go public melalui backdoor listing. Go Public merupakan keinginan hampir seluruh perusahaan privat karena perusahaan membutuhkan modal untuk memperluas usahanya dengan tujuan meningkatkan keuntungan. Opsi pendanaan perusahaan, salah satunya adalah melalui listing di Pasar Modal karena jauh lebih menguntungkan dari pada mengajukan kredit perbankan atau alternatif pembaiayaan lain. Status listed di bursa memberikan banyak kelebihan, diantaranya (1) akses ke pasar modal dan biaya yang lebih sedkiti; (2) meningkatkan reputasi dan profil perusahaan; (3) likuiditas perusahaan terjamin; dan (4) penggunaan saham untuk membayar akuisisi dan ativitasaktivitas lain. Akan tetapi Initial Public Offering (IPO) sebagai syarat menjadi perusahaan public merupakan proses yang membutuhkan banyak biaya. Ternyata terdapat alternatif cara menjadi perusahaan terbuka tanpa melalui IPO, yaitu perusahaan yang sudah listed diakuisisi oleh perusahaan privat. Setelah akuisisi, perusahana privat akan menjadi pengendali perusahaan publik dan secara tidak langsung menjadi perusahaan publik. Go public dengan cara ini dikenal dengan istilah backdoor listing. Di dalam Pasar Modal Indonesia, belum ada pengaturan yang spesifik mengatur backdoor listing sekalipun praktek ini sudah sering dilakukan melalui akuisi dan tunduk pada ketentuan akuisisi perusahaan. Namun, pemotongan prosedur IPO tetap membutuhkan pengaturan lebih lanjut lagi terutama pengaturan yang mengatur keterbukaan informasi untuk melindungi investor.
Abstract
This thesis concerning on going public by backdoor listing. Going Public is the dream of many private companies because they need to raise capital to expand their business for raising much profit. Fundind options to company for raising capitals, one of many options is by listed in capital market because it is more profitable for gaining investors than propose credit to the bank for financing, or others alternative funding. The listing status brings a lot of advantages to the company. Some of the advanteges include (1) access to capital markets and lower cost of capital; (2) enhanced company reputation and profile; (3) providing liquidity for owners to cash out; and (4) use of stock to pay for acquisitions, and etc. However going public by Initial Public Offering (IPO) is also costly process and alternative routes for going public are also available. It is called backdoor listing. Backdoor listing is a technique in which public company is acquired by privat company as the public company is the shell or defunct company. As a result, the private company becomes public by obtaining control of the public company. In Indonesian capital market, there are no specific regulation concerning on backdoor listing activity even though this practice is often done through the acquisition and subject to the provisions of company acquisition. However, it cuts IPO procedures and still requires further regulation, especially regulation concerning on disclosure information to protect investors.
2012
S42438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Seta Jaladriyanta
Abstrak :
Untuk merespon perkembangan kejahatan, Polri harus senantiasa meningkatkan kemampuan dan kompetensinya salah satunya adalah melalui pendidikan dan latihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pendidikan dan latihan pada Diklat Reserse Polri menggunakan model Kirkpatrick variable Reaksi dan Pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode dengan metode campuran dengan 278 responden yang diambil dari seluruh peserta Dikbangspes Diklat Reserse Polri gelombang VI tahun 2018. Dari temuan penulis, memberikan kesan bahwa pelatihan pada Diklat Reserse Polri tidak dilakukan analisa kebutuhan pelatihan (training needs assessment) dengan baik. Pada evaluasi level Reaksi, peserta didik dikbangspes Diklat Reserse Polri memberikan penilaian baik dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.15. Pada dimensi Pembelajaran, peningkatan nilai tertinggi yaitu Dikbangspes Bintara Idik Tindak Pidana Siber sebesar 45. 44%. Sedangkan peningkatan nilai paling rendah yaitu Dikbangspes Pama Reserse Mobil dengan tingkat peningkatan 1.61%. Dari kesimpulan yang dapat dilihat dari penelitian ini penulis mengajukan saran diantaranya; dilaksanakan analisis kebutuhan pelatihan (training needs assessment); konsistensi untuk menugaskan anggota sesuai dengan latar belakang pendidikan yang telah dijalani, kebijakan untuk melakukan seleksi dan sertifikasi bagi tenaga pendidik, revisi terhadap kurikulum dikbangspes pada Diklat Reserse Polri untuk disesuaikan dengan karakteristik pendidikan vokasi, dikbangspes reserse mobil diperlukan perhatian khusus, diharapkan kedepanya terjadi kenaikan yang lebih signifikan terhadap hasil pembelajaran. ......To respond to the development of crime, the Indonesian National Police must always improve its capabilities and competencies, one of which is through education and training. This study aims to evaluate the effectiveness of education and training in the Diklat Reserse Polri using the Kirkpatrick model of the Reaction and Learning variable. This study used a mixed method with 278 respondents taken from all participants in Dikbangspes Diklat Reserse Polri batch VI in 2018. The findings give the impression that training at the National Police Training Center did not analyze training needs assessment properly. In the evaluation of the Reaction level, the students of the National Police Training and Education Training Unit gave a good assessment with an overall average score of 4.15. In the dimension of learning, the highest increase was in the Dikbangspes Bintara Idik Tindak Pidana Siber (45. 44%). While the lowest increase in value is Dikbangspes Pama Reserse Mobil with an increase rate of 1.61%. From the conclusions that can be seen from this study the authors make suggestions including; carried out training needs assessment; consistency in assigning members according to the educational background that has been undertaken, the policy to conduct selection and certification for teaching staff, revisions to the curriculum of dikbangspes at the National Police Detective Training Center to be adapted to the characteristics of vocational education, special caring needs, hopefully in the future there will be an increase more significant on learning outcomes.
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T55484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayaturrachman
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pendidikan dan pelatihan, dan organisasi pembelajar terhadap kompetensi anggota reserse di Polres Metro Jakarta Utara. Kompetensi anggota reserse sangat penting untuk mengatasi berbagai kejahatan khususnya di wilayah hukum polres Jakarta utara. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 116 anggota reserse berasal dari enam polsek dan polres Jakarta utara, yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Pendidikan dan pelatihan dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan likert lima skala. Organisasi pembelajar menggunakan kuesioner yang dikembangkan Marquadht. Sementara, kompetensi menggunakan tes yang terkait dengan pengetahuan dasar tentang penyelidikan kejahatan. Hasil analisis deskriptip menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan memberikan manfaat bagi kompetensi anggota reserse di enam wilayah polsek dan polres. Lima dimensi organisasi pembelajar menunjukkan bahwa dinamika belajar tertinggi di polsek penjaringan, sementara transformasi organisasi, pemberdayaan sumberdaya manusia, manajemen pengetahuan dan aplikasi teknologi dipersepsikan tertinggi di polsek koja. Adapun, kompetensi pengetahuan dasar anggota reserse tertinggi di polsek penjaringan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa organisasi pembelajar mempunyai korelasi yang paling kuat terhadap kompetensi anggota reserse (r=0.702;p<0.036) dibandingkan pendidikan dan pelatihan (r=0.228;P<0.05). Lima dimensi organisasi pembelajar dianalisis dalam model regresi berganda dan hasil menemukan bahwa transformasi organisasi paling kuat berkorelasi dengan kompetensi reserse (r=0.355; p<0.035); sumberdaya manusia (r= 0.19; p<0.852); dan pendidikan serta pelatihan (r= 0.183; p< 0.006). Sementara, dinamika belajar (r= 0.19;p< 0.0852), manajemen pengetahuan (r=0.16;p< 0.908) dan aplikasi tekonologi (r=0.041; p< 0.709) ditemukan tidak berkorelasi signifikan terhadap kompetensi reserse. Dapat disimpulkan bahwa transformasi organisasi sangat penting dan strategis untuk bergeser dari hakekat organisasi dengan struktur birokrasi menuju bentuk organisasi pembelajar. Kapasitas sumberdaya manusia harus lebih diberdayakan untuk mendukung pembangunan organisasi pembelajar dan atmospir organisasi pembelajar akan meningkatkan kompetensi reserse di polres Jakarta utara. ......The purpose of this research was to investigate the effect of education and training and learning organization to the competency of investigators at north police district. The competencies of investigators were important to cope with the varierities of crime especially in the area of north police district areas. The number of sample in this study was 116 investigators at six north police subdistricts and north police district office, which were selected using simple purposive random sampling. The education and training data was collected using questionnaire with Likert five scale. The learning organization used questionnaire developed by Marquadht. While, the competency used the test related to the basic knowledge of crime investigation. The results of descriptive analysis indicated that training has benefitted to the investigators competencies at six north police subdistricts and north police district office. The five learning organization dimensions indicated that learning dynamic was highest at Penjaringan subdistrict office; while organization transformation, human resource empowerment, knowledge management, and technology application was highest at Koja police subdistrict. The knowledge competencies of investigators were highest at penjaringan police subdistrict office. The findings of this study also indicated that learning organization has a stronger correlation to the competency of the investigators (r= 0.702;p<0.036) compare to education and training (r= 0.228; p<0.05). The five dimensions of learning organization were analysed in the multiple regression model and the results found that organization transformation has stronger correlation to the investigators competency (r= 0.355; p<0.035); human resource development (r= 0.338; p< 0.025); and education and training (r= 0.183; p< 0.06). While, learning dynamic (r=0.19; p<0.852), knowledge management (r=- 0.16;p< 0.908) dan tehnology application (r=0.041; p< 0.709) was not significantly correlated to investigators competency. It can be concluded that the organization transformation is important and strategic to shift from bureaucratic structure nature of organization to the learning organization type of organization. The human resource capacity should be more empowered to support the building of learning organization and the learning organization atmosphere will enhance the competencies of investigator at police north districts office.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Multazam Lisendra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembinaan SDM yang berkeunggulan fungsi Reserse di Polda Metro Jaya. Melalui penelitian ini, ketepatan dalam pembinaan SDM yang berkeunggulan fungsi Reserse di Polda Metro Jaya lebih tepat dan efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif berbasis studi lapangan. Kemudian, metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara observasi lapangan, studi dokumen dan wawancara. Untuk memastikan data yang dikumpulkan benar-benar valid dan relibel, peneliti menggunakan teknik keabsahan data meliputi credibility dan confirmatory. Selanjutnya, analisis data menggunakan pendekatan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembinaan SDM unggul fungsi Reserse di Polda Metro Jaya berdasarkan profil SDM, telah tercukupi berdasarkan standar DSP personel bidang Reserse termasuk kepangkatan personel. Personel fungsi Reserse di Polda Metro Jaya telah melewati proses seleksi dan penyaringan secara ketat sebelum tempatkan di fungsi Reserse Polda Metro Jaya. Model penilaian kompetensi yang diterapkan kepada SDM fungsi Reserse adalah penilaian berbasis assessment center untuk jabatan level direktur, dan assessment uji kompentensi teknis, etika dan psikologi untuk personel baru atau perwira. Sementara hasil penilaian kompetensi (pengetahuan, skil dan mental) SDM fungsi Reserse tidak terdokumentasi secara baik. Kemudian, pembinaan SDM unggul fungsi Reserse di Polda Metro Jaya berdasarkan perkap Nomor 99 Tahun 2020 tentang Sistem, Manajemen dan Standar Keberhasilan SDM Polri yang Berkeunggulan telah dijalankan dengan cukup baik, walaupun masih terdapat ketidakkonsistensi dan pelanggaran terhadap penarapan prosedur yang telah ditentukan pada perkap tersebut. Penempatan jabatan personel fungsi Reserse di Polda Metro Jaya berhubungan dengan hasil penilaian kompentensi. Penempatan jabatan level manager menggunakan hasil asssement center, sementara penempatan anggota baru pada fungsi Reserse mengacu pada penilaian kompentensi teknis, etika dan psikologi. Kemudian, faktor-faktor yang dipertimbangan dalam pembinaan SDM unggul fungsi Reserse di Polda Metro Jaya antara lain yaitu: faktor SDM, faktor metode dan faktor anggaran. ......This research aims to determine the development of superior human resources for the Detective function at Polda Metro Jaya. To achieve the research objectives, this research uses a descriptive qualitative approach based on field studies. Then, the data collection method used was field observation, document study and interviews. To ensure that the data collected is truly valid and reliable, researchers use data validity techniques including credibility and confirmatory. Next, data analysis uses a data reduction approach, data presentation and drawing conclusions. The results of the research show that the development of superior human resources for the detective function at Polda Metro Jaya based on the human resource profile has been fulfilled based on the DSP standards for personnel in the field of investigation, including personnel rank. The detective function personnel at Polda Metro Jaya have gone through a strict selection and screening process before being placed in the police detective function at Polda Metro Jaya. The competency assessment model applied to HR for the detective function is an assessment center- based assessment for director level positions, and a technical, ethical and psychological competency test assessment for new personnel or officers. Meanwhile, the results of the competency assessment (knowledge, skills and mentality) of HR for the detective function are not well documented. Then, the development of superior human resources for the detective function at Polda Metro Jaya based on Perkap Number 99 of 2020 concerning Systems, Management and Standards for the Success of Superior National Police Human Resources has been carried out quite well, although there are still inconsistencies and violations of the implementation of the procedures specified in the Perkap. The placement of positions in the Detective Function personnel at Polda Metro Jaya is related to the results of the competency assessment. The placement of manager level positions uses the results of the assessment center, while the placement of new members in the detective function refers to technical, ethical and psychological competency assessments. Then, the factors to be considered in developing superior human resources for the detective function at Polda Metro Jaya include: human resources factors, method factors and budget factors.
Jakarta: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Joko Pitoyo
Abstrak :
ABSTRAK
Bangsa Indonesia merupakan anggota PBB, dengan demikian bangsa Indonesia memiliki komitmen untuk menghormati dan menegakkan hak asasi manusia.Setiap komitmen yang dimiliki bangsa Indonesia harus dilaksanakan oleh instansi penegak hukumnya, sehingga ini merupakan kewajiban anggota Polri untuk menegakkan dan menghormati hak asasi manusia dan untuk bekeija sama dalam menegakkan hak asasi manusia. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh anggota Polri. Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap yang dimiliki oleh anggota Reserse Polri, terhadap hak asasi manusia tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Penelitian ini dilakukan pada anggota Reserse bagian Reserse umum, yang merupakan salah satu fungsi teknis dari Reserse yang menangani kasus pencurian dengan kekerasan. Subyek pada penelitian ini beijumlah 100 orang, yang diambil secara purposive sampling di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya. Pengumpulan data mengenai sikap ini dilakukan dengan menggunakan skala sikap teknik Likert. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis mean. Hasil pengolahan data dan analisis hasil yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa sikap anggota Reserse terhadap hak asasi manusia tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah unfavorable, artinya anggota Reserse mempunyai kecenderungan tidak menyukai, menentang dan tidak sependapat terhadap hak asasi manusia tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Sikap yang unfavorable dari anggota Reserse ini dibentuk oleh proses belajar dari pengalaman-pengalaman yang dilalui dalam menangani kasus. Selain itu juga terbentuk karena ketiga komponen sikapnya yang negatif terhadap HAM. Sikap yang unfavorable dari anggota Reserse terhadap hak asasi manusia tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini harus dirubah menjadi sikap yang favorable. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan materi tentang hak asasi manusia pada lembaga pendidikan Polri, selain itu perlu adanya kebijaksanaan dari kapolri, yaitu berupa tindakan tegas bagi anggota yang melanggar. Pada penelitian ini hanya menggunakan metode kuantitatif, yaitu dengan skala sikap. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya ditambah dengan metode kualitatif, yaitu dengan wawancara.
2003
S3238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>