Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Nina Aspasia Harli
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan tantangan dan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di dunia. Insidens TB paru di kota Bekasi tahun 2014 adalah 1359/2.510.951 penduduk dan 3099 total kasus selama tahun 2014. Defisiensi mikronutrien seperti retinol dapat terjadi akibat hilangnya nafsu makan, gangguan absorbsi usus halus yang menyebabkan keadaan imununosupresi sehingga meningkatkan risiko infeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar retinol serum dengan derajat bacterial TB paru kasus baru di tingkat pelayanan primer. Metode: Penelitian mempergunakan desain potong lintang dengan 135 sampel yang diambil dengan cara cluster consecutive sampling di puskesmas wilayah kota Bekasi pada penderita TB paru kasus baru yang belum mendapatkan terapi obat anti tuberkulosis (OAT). Hasil: Karakteristik subjek TB paru kasus baru di puskesmas menurut usia dengan nilai tengah 35,5 tahun (IQR 18-65), laki-laki 62,3%, perokok 44,9%, IMT gizi kurang 56,5%, hipoalbumin 17,4%, kadar retinol serum defisien 40,6%. Lesi kavitas 30,4?% dan derajat bacterial load mayoritas scanty dan +1 dengan persentase berturut-turut 10,1% dan 39,1%. Terdapat perbedaan bermakna kadar albumin, IMT, lesi kavitas dengan bacterial load dengan nilai p=0,003, p=0,014, p=0,011 namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar retinol serum dengan bacterial load. Kesimpulan: Kadar retinol serum tidak berhubungan dengan derajat bacterial load pasien TB paru kasus baru di wilayah kerja kota Bekasi serta terdapat hubungan bermakna antara IMT, kadar albumin dan lesi radiologis dengan bacterial load. ......Background: Tuberculosis (TB) remains a threat for community health across the globe including Indonesia. The incidence of pulmonary TB in Bekasi, Indonesia in 2014 is 1,395/2,510,951 people and there were 3.099 cases in 2014. Micronutrient deficiency such as retinol can be caused by loss of appetite and disorder in intestinal absorption which could lead to immunosuppressive condition that increased the risk of TB. This study aims to find the correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load in new case of pulmonary TB at a community health center. Methods: This cross-sectional study involved 135 subjects collected through cluster consecutive sampling in a primary health care in Bekasi, Indonesia. The study included new pulmonary TB cases which had no history of taking any anti-TB drugs. Results: The median age of the subjects was 35.5 years old (IQR 18-65) and most of subjects were males (62.3%), smokers (44.9%), had low body mass index (BMI) (56.5%), had hypoalbuminemia (17.4%), serum retinol deficient (40.6%), presented with cavity lesion (30.4%) and presented with scanty and +1 semi-quantitative bacterial load (10.1% and 39.1%, respectively). There was no significant correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load. However, there were significant correlations between serum albumin level, BMI and presence of cavity lesion and semi-quantitative bacterial load (p=0.003, p=0.014, and p=0.011, respectively). Conclusion: There was no correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load in new cases of pulmonary TB patients. There were significant correlations between serum albumin level, BMI and presence of cavity lesion and semi-quantitative bacterial load.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widyastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Prevalensi preeklampsia di Indonesia terus meningkat sehingga menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan janin. Penyebab dari preeklampsia masih belum dapat diketahui, defisiensi vitamin A kemungkinan dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia ibu hamil. Data mengenai status dari vitamin A pada kehamilan masih sangat terbatas. Penelitian ini untuk membandingkan retinol serum antara perempuan hamil normal dengan preeklampsia pada usia ≥18 tahun, usia kehamilan diatas 20 minggu. Penelitian ini merupakan studi potong lintang, yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, Jakarta Pusat pada bulan Mei – Oktober 2014. Subyek penelitian didapatkan melalui consecutive sampling, sebanyak 96 orang yang sesuai kriteria penelitian ditetapkan sebagai subyek penelitian. Diagnosis ditegakan oleh dokter spesialis kebidanan. Interview data asupan retinol dilakukan menggunakan metode FFQ semiquantitative. Pada penelitian ini didapatkan subjek diatas usia 35 tahun dan hamil diatas 28 minggu, cenderung lebih banyak pada dengan kelompok preeklampsia. Terdapat perbedaan bermakna asupan retinol antara subjek hamil normal dengan preeklampsia. Kadar retinol serum antara subjek hamil normal dengan kehamilan preeklampsia tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang bermakna kadar retinol serum antara hamil normal dan preeklampsia.
ABSTRACT
The prevalence of preeclampsia in Indonesia still high, caused high mortality rates in women and fetus. Vitamin A deficiency or retinol during pregnancy may increase the risk of preeclampsia. Data on retinol serum of pregnant women and pregnant women with preeclampsia in Indonesia is still limited. The aim of this study was to compare retinol serum betwen normal pregnancy and pregnancy with preeclampsia. The method used in this study was cross sectional, held in Tarakan Hospital, Central Jakarta during Mei to October 2014. The subject was obtained by concecutive sampling and 96 subjects who meet study criteria were enrolled in this study. Diagnosis of preeclampsia was determined by an attending gynecologist and interview on demographic chatacteristics and obstetric history was performed. Nutritional status and dietary intake of retinol were assessed using FFQ semiquantitative and MUAC measurement, respectively. Non-fasting serum retinol concentration was determined by HPLC method. Result : More older subject and gestational age above 28 weeks were observed among pregnancy with preeclampsia. There was a significant difference of retinol intake, but no significant difference in serum retinol concentration between subjects with preeclampsia as compared to normal pregnancy. Conclusion :. There is no significant difference of retinol serum levels betwen subject with preeclampsia and normal pregnancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrijono
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah melakukan usaha untuk menurunkan kejadian keganasan pasca molahidatidosa, hal ini disebabkan adanya risiko keganasan pasca molahidatidosa pada pasien molahidatidosa berkisar 23%: Pasien molahidatidosa umumnya wanita usia muda ( kurang lebih 20 tahun) dan belum mempunyai anak. Usaha menurunkan kejadian keganasan ini akan kami lakukan dengan pemberian retinol palmitat. Sampai saat ini belum ditemukan suatu cara untuk menurunkan kejadian keganasan tersebut, sehingga pasien pasca molahidatidosa tidak mendapatkan pengobatan hanya dilakukan pengamatan saja. Bila dalam pengamatan ditemukan perubahan menjadi keganasan, pasien akan diberikan terapi dengan sitostatika. Pengobatan dengan sitostatika merupakan pengobatan yang mahal dengan kegagalan pengobatan berkisar 20.30%. Kegagalan ini umumnya disebabkan karena penyebaran keganasan keorgan tubuh yang jauh. Penelitian yang akan dilakukan adalah uji klinik, satu kelompok mendapat plasebo sedangkan kelompok lainnya mendapat retinol palmitat. Beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh terhadap kejadian keganasan seperti status imunologi, kadar vitamin A, ploiditas sel dan genetika sel akan diperiksa sebagai faktor pengganggu. Pengamatann terjadinya keganasan dengan menggunakan tumor marker HCG.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hui, Ling Liem
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Vitamin A berperan terhadap fungsi mengatur sistem imun tubuh baik imunitas humoral maupun seluler. Kekebalan terhadap infeksi malaria berkembang secara perlahan-lahan tergantung pada intensitas paparan infeksi. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan terbalik antara kadar retinol darah dengan parasit baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta ada tidaknya gejala klinis.Sedangkan tolok ukur keberhasilan pengobatan adalah jumlah parasit dan ada tidaknya gejala Minis. Oleh karena itu dilakukan pengukuran kadar retinol dalam darah terhadap penderita malaria yang telah diberikan pengobatan obat standar malaria (klorokui atau sulfadoksin-pirimetamin) sesuai dengan berat badan penderita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian obat antimalaria akan lebih efcktif pada individu dengan kadar retinol tinggi dibandingkan dengan individu dengan kadar retinol rendah. Penelitian ini merupakan studi nested case control yaitu suatu studi case control yang bersarang pada proses penelitian kohort retrospektif. Sebanyak 69 orang penderita malaria falciparum yang datang berobat ke Puskesrnas Hanura, Lampung Selatan diobati dengan klorokuin atau sulfakksin-pirimetamin (pemberian obat dilakukan secara randomisasi) dengan dosis sesuai dengan berat badan. Pasien tersebut diamati selama 28 hari untuk dilakukan uji in vivo efikasi that malaria sesuai dengan kriteria WHO. Terhadap 56 dari 69 penderita tersebut kemudian diperiksa kadar retinol serum. Basil dan Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar retinol dengan jumlah parasit (p= 0,028) dan dengan suhu tubuh (p0,026). Sebanyak 48,2% (27156) penderita yang diperiksa kadar retinol berhasil dalam pengobatan, sedangkan 51,8% (29156) penderita gagal dalam pengobatan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar retinol dengan keberhasilan pengobatan (p=4,064), tetapi secara klinis kadar retinol z4,7 lcMo1/L mempunyai peluang untuk berhasil dalam pengobatan sebesar 2,857 kali dibandingkan dengan kelompok retinol <0,7 p.MoIIL. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kemungkinan ada pengaruh Minis kadar retinol dengan keberhasilan pengobatan malaria (terutama dengan klorokuin), meskipun secara statistik tidak bermakna, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalumpiu, Jane Florida
Abstrak :
Infeksi STH (Soil transmitted helminth) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan dapat ditemukan bersamaan dengan Kurang Vitamin A (KVA). Infeksi STH dapat menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi termasuk vitamin A. Belum diketahui pengaruh pengobatan cacingan terhadap status vitamin A anak SD. Penelitian pre-eksperimental dilakukan pada anak SD kelas 3-5 di salah satu SDN di Jakarta Utara. Sampel tinja dan darah diambil sebelum dan tiga minggu sesudah pengobatan (albendazol 400mg tiga hari berturut-turut). Pemeriksaan FLOTAC dilakukan untuk infeksi STH dan High Performance Liquid Chromatography untuk retinol. Prevalensi STH didapatkan sebesar 61,9%. Dari 99 anak, prevalensi KVA kategori ringan (<1,05 μmol/l) ditemukan pada 17,2% anak dan sedang (<0,70 μmol/l) pada 2% anak. Status infeksi STH tidak berhubungan signifikan dengan konsentrasi retinol baseline. Anak laki-laki memiliki konsentrasi retinol baseline lebih rendah dibandingkan anak perempuan (p=0,045). Terjadi kenaikan konsentrasi retinol mendekati bermakna (p=0,05) setelah pengobatan, pada anak terinfeksi STH dan tidak terinfeksi. Konsentrasi retinol baseline memiliki hubungan terbalik dengan perubahan konsentrasi retinol (􀀁= -0,340, p=0,002). Dapat disimpulkan bahwa infeksi STH tidak mempengaruhi konsentrasi retinol baseline atau perubahan konsentrasi retinol setelah pengobatan. Jenis kelamin berperan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi retinol baseline. Selisih konsentrasi retinol setelah pengobatan dapat diprediksi oleh konsentrasi retinol baseline. ......Soil Transmitted Helminthes (STH) infection is still a health problem in Indonesia and often found together with Vitamin A Deficiency (VAD). STH infection can impair absorption of nutrients including vitamin A. The effect of deworming on the vitamin A status of primary school children is unknown. Pre-experimental study was carried on children of grade 3-5 at one of primary schools in North Jakarta. Stool and blood samples were taken before and three weeks after treatment (albendazole 400 mg for three consecutive days). FLOTAC examination was used to determine STH infections and High Performance Liquid Chromatography for serum retinol. The prevalence of STH was 61.9%. Of 99 children, 2% had moderate deficiency (<0,7 μmol/l) and 17,2% had mild (<1,05 μmol/l) deficiency of vitamin A. STH infection was not significantly associated with serum retinol concentration at baseline. Boys had lower serum retinol concentration compared to girls (p = 0.045). After treatment serum retinol concentrations was increased with marginal significance (p = 0.05), occurring in those infected with STH or not. Serum retinol concentration at baseline had an inverse association with the change in serum retinol concentration after treatment (ß = -0.340, p = 0.002). To conclude, STH infection had no effect on serum retinol concentration before treatment as well as the change in serum retinol concentration after treatment. Gender was one of the factors that influenced the serum retinol concentrations at baseline. Serum retinol concentration at baseline can be used as a predictor for the magnitude of change in serum retinol concentration after treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Indrawati
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan vitamin A dan kadar retinol dengan status anemia pada dua kelompok ibu hamil trimester tiga, yaitu kelompok anemia dan non anemia. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilaksanakan di sepuluh puskesmas kecamatan Jakarta Timur dan merupakan bagian dari penelitian besar Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berjudul “Peran Gizi, Faktor Maternal dan Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga terhadap Komposisi Mikrobiota Ibu dan Berat Lahir Bayi: Studi Kohort di Jakarta”. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Sebanyak 113 subjek ibu hamil trimester tiga dengan usia kehamilan diatas 32 minggu ikut dalam penelitansetelah memenuhi kriteria penelitian dan dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kadar hemoglobin yaitu anemia (Hb<11g/dL) dan non anemia (Hb≥11g/dL). Setelah itu dilakukan pengukuran antropometri, wawancara asupan, pemeriksaan hemoglobin, dan serum retinol. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, antropometri, asupan makanan (makronutrien dan mikronutrien), kadar hemoglobin, dankadar serum retinol. Rentang usia subjek dalam penelitian ini adalah 19-44 tahun. Sebagian besar subjek (59,6%) memiliki tingkat pendidikan menengah (lulus SMP atau SMA). Rerata usia kehamilan pada subjek penelitian ini adalah 34,32 ± 1,86 minggu pada kelompok anemia dan 35,18±1,73 minggu pada kelompok non anemia.Rerata asupan protein pada kedua kelompok ibu masih berada di bawah AKG yaitu <77g/hari. Rerata asupan lemak pada kelompok anemia lebih tinggi daripada kelompok non anemia (p=0,04). Asupan Fe kedua kelompok sudah sesuai dengan AKG yaitu 40mg/hari (p=0,82). Asupan folat pada kelompok anemia lebih rendahdan kurang dari AKG dibandingkan kelompok non anemia (p=0,16).Asupan vitamin B12, hampir tidak ada perbedaan rerata antara dua kelompok dan sudah sesuai dengan AKG. Median asupan vitamin A pada kelompok non anemia lebih tinggi dari kelompok anemia (p=0,52). Rerata kadar retinol pada kelompok anemia adalah 1,40±0,50 dan pada kelompok non anemia adalah 1,45±0,44. (p=0,55).Tidak didapatkan hasil yang bermakna setelah dilakukan analisis multivariat sebagai kontrol perancu.
ABSTRACT
The aim of the study was to determine the relationship between vitamin A and retinol levels with anemia status in two groups of three trimester pregnant women, namely the anemic and non anemic. This was a cross-sectional study conducted in ten sub-district Government Health Centre in East Jakarta and which part of a large research department of Nutrition Faculty of Medicine, University of Indonesia, entitled "The Role of Nutrition, Maternal Factors and Maternal Health Services with the Composition of the Microbiota in Third Trimester Maternal and Infant Birth Weight : The study cohort in Jakarta". Data was collected from April untill May 2015. A total of 113 third trimester pregnant women with gestational age above 32 weeks (35.0 ± 1.8) were participated in research after met the study criterions. They were divided into two groups based on the levels of hemoglobin which were anemic (Hb<11g /dL) and non anemic(Hb≥ 11g / dL), and continue with anthropometric examination, interview and Hb measurement. The data collected included demographic characteristics, anthropometry, food intake (macronutrients and micronutrients), hemoglobin, and serum retinol. The age range of the subjects in this study was 19-44 years old. Most subjects (59.6%) had secondary education (graduated from high school or high school). The mean gestational age of the subjects was 34.32 ± 1.86 weeks in anemic group and 35.18 ± 1.73 weeks in non anemic. Mean of protein intake in both groups are still under RDA which < 77g/day. The mean of fat intake in anemic group was higher than non-anemic group (p=0.04). Iron intake in both groups are in accordance with the RDA which 40mg/day (p=0.82). Folate intake was lower in anemia group than non-anemic group (p=0.16). There was no difference between vitamin B12 intake in both group andwere in accordance with RDA. The median of vitamin A intake in non-anemic group was higher than non-anemic group (p = 0.52). The mean retinol serum levels in anemic group was 1.40 ± 0.50 and non-anemic group was 1.45 ± 0.44. (P = 0.55). No significant results obtained from multivariate analysis in order to control the confounders., The aim of the study was to determine the relationship between vitamin A and retinol levels with anemia status in two groups of three trimester pregnant women, namely the anemic and non anemic. This was a cross-sectional study conducted in ten sub-district Government Health Centre in East Jakarta and which part of a large research department of Nutrition Faculty of Medicine, University of Indonesia, entitled "The Role of Nutrition, Maternal Factors and Maternal Health Services with the Composition of the Microbiota in Third Trimester Maternal and Infant Birth Weight : The study cohort in Jakarta". Data was collected from April untill May 2015. A total of 113 third trimester pregnant women with gestational age above 32 weeks (35.0 ± 1.8) were participated in research after met the study criterions. They were divided into two groups based on the levels of hemoglobin which were anemic (Hb<11g /dL) and non anemic(Hb≥ 11g / dL), and continue with anthropometric examination, interview and Hb measurement. The data collected included demographic characteristics, anthropometry, food intake (macronutrients and micronutrients), hemoglobin, and serum retinol. The age range of the subjects in this study was 19-44 years old. Most subjects (59.6%) had secondary education (graduated from high school or high school). The mean gestational age of the subjects was 34.32 ± 1.86 weeks in anemic group and 35.18 ± 1.73 weeks in non anemic. Mean of protein intake in both groups are still under RDA which < 77g/day. The mean of fat intake in anemic group was higher than non-anemic group (p=0.04). Iron intake in both groups are in accordance with the RDA which 40mg/day (p=0.82). Folate intake was lower in anemia group than non-anemic group (p=0.16). There was no difference between vitamin B12 intake in both group andwere in accordance with RDA. The median of vitamin A intake in non-anemic group was higher than non-anemic group (p = 0.52). The mean retinol serum levels in anemic group was 1.40 ± 0.50 and non-anemic group was 1.45 ± 0.44. (P = 0.55). No significant results obtained from multivariate analysis in order to control the confounders.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurani Fauziah
Abstrak :
Latar Belakang: Akne vulgaris AV adalah peradangan kronis pilosebasea yang terutama dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Peranan diet pada patogenesis AV terus menjadi perdebatan. Salah satu mikronutrien yang diduga berperan dalam patogenesis AV adalah vitamin A atau retinol. Tujuan: Mengetahui kadar retinol serum dan korelasinya dengan derajat keparahan AV, serta asupan vitamin A pasien AV. Metode: Studi potong lintang dengan 20 subjek penelitian SP yang direkrut secara consecutive sampling. Kadar retinol serum diukur menggunakan high performance liquid chromatography HPLC, sedangkan asupan vitamin A dinilai dengan metode food frequency questionnaire FFQ semikuantitatif. Hasil: Rerata kadar retinol serum kelompok AVR, AVS, dan AVB yaitu 0,962 SB 0,145 mol/L, 0,695 SB 0,054 mol/L, dan 0,613 SB 0,125 mol/L. Terdapat korelasi bermakna antara kadar retinol serum dengan derajat keparahan AV r = -0,798, p = 0,000. Rerata asupan vitamin A per hari pada kelompok AVR, AVS, dan AVB sebesar 476,21 SB 221,32 g, 823,71 SB 221,32 g, dan 780,99 SB 530,45 g. Simpulan: Kadar retinol serum ditemukan rendah pada kelompok AVS dan AVB. Hasil penelitian ini membuktikan semakin rendah kadar retinol serum, semakin berat derajat keparahan AV. Tidak terdapat perbedaan asupan vitamin A di antara ketiga kelompok. ...... Background: Acne vulgaris AV is a chronic inflammation of pilosebaceus that is primarily found in adolescents and young adults. The role of diet in the pathogenesis of AV continues to be a debate. One of micronutrients alleged in the pathogenesis of AV is vitamin A or retinol. Objective: This study aims to know the levels of serum retinol and its correlation with the degree of severity of the AV, as well as the patient 39 s intake of vitamin A. Method: This cross sectional study included 20 subjects divided into mild, moderate, and severe groups based on Lehman rsquo s classification. Serum retinol levels measured using high performance liquid chromatography, whereas the intake of vitamin A was assessed by semiquantitative food frequency questionnaire method. Results: The mean serum retinol levels of mild, moderate, and severe groups were respectively 0.962 SD 0.145 mol L, 0.695 SD 0.054 mol L, and 0.613 SD 0.125 mol L. There was significant correlation between serum retinol levels with the degree of severity of the AV r 0.798, p 0.000. The mean intake of vitamin A per day of mild, moderate, and severe groups were respectively 476.21 SD 221.32 g, 823.71 SD 221.32 g, and 780.99 SD 530.45 g. Conclusion: Levels of serum retinol found lower on the moderate and severe groups. The results has proven that the lower the levels of serum retinol, the more severe the degree of severity of the AV. There was no difference in vitamin A intake among the three groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tito Achmad Satori
Abstrak :
Kadar seng dalam darah anak balita merupakan indikator yang paling tepat untuk menentukan status seng pada manusia. Defisiensi seng pada anak balita berkaitan erat dengan gangguan pertumbuhan, imunitas tubuh menurun, gangguan pada kulit, disfungsi kognitif dan anoreksia sedangkan kelebihan seng dapat berakibat degenerasi otot jantung, muntah, diare, demam dan anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model prediksi terhadap status seng dalam darah pada anak balita (6-59 bulan) di Propinsi Maluku tahun 2007. Rancangan penelitian ini adalah analisis data sekunder Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia dengan rancangan penelitian cross sectional (potong lintang) pada bulan Juni-Juli 2012. Jumlah sampel sebanyak 351 anak balita (6-59 bulan). Pengolahan dan analisis data menggunakan Uji T Independen dan Uji Korelasi untuk bivariat sedangkan untuk multivariat menggunakan Uji Regresi Linear dengan Model Prediksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi gizi mikro di Propinsi Maluku Tahun 2007 masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana prevalensi defisiensi seng sebesar 39,6%, prevalensi defisiensi vitamin A sebesar 27,4% dan prevalensi anemia sebesar 39%. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kadar retinol dalam darah, kadar hemoglobin dalam darah, dan status kesehatan anak dengan kadar seng dalam darah anak balita. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel kadar retinol dalam darah, kadar hemoglobin dalam darah, status kesehatan anak dan pendidikan ibu dapat digunakan untuk menentukan kadar seng dalam darah anak balita adalah. Hasil penelitian menyarankan untuk menggunakan kadar hemoglobin dan kadar retinol sebagai prediksi kadar seng dalam darah, memberikan perhatian khusus terhadap program penanggulangan masalah gizi mikro, meningkatkan konsumsi zat gizi mikro sesuai dengan AKG serta disarankan untuk dapat melakukan penelitian gizi mikro tingkat nasional secara berkala. ......Zinc levels in the blood of underfive children are the most appropriate indicator to determine the zinc status in humans. Zinc deficiency in underfive children are closely related to impaired growth, decreased body immunity, skin disorders, cognitive dysfunction and anorexia while excess zinc can cause heart muscle degeneration, vomiting, diarrhea, fever and anemia. This study aims to obtain a predictive model of zinc levels in the blood of underfive children (6-59 months) in Maluku in 2007. The design of this study is secondary data analysis of Micronutrient Problem Studies in Indonesia with a cross sectional study design. The size of sample are 351 underfive children (6-59 months). Processing and data analysis using Independent T Test and Simple Correlations and Regression Test for bivariate analysis, while for the multivariate analysis using Correlations and Regression Linear Test Prediction Model. The results showed that the prevalence of micronutrient deficiencies in the province of Maluku in 2007 still a public health problem which the prevalence of zinc deficiency by 39.6%, vitamin A deficiency by 27.4% and anemia by 39%. Results from bivariate analysis showed significant correlation between retinol and hemoglobin levels in the blood, and children health status with zinc levels in the blood of underfive children. The results of the multivariate test showed that variable into the linear regression model to determine levels of zinc in the blood of underfive children are the levels of retinol in the blood, hemoglobin levels in the blood, children health status and maternal education. The results suggested to using retinol level and hemoglobin levels as a predictor of zinc levels in the blood, giving special attention to micronutrient program, to increase consumption of micronutrients in accordance with the RDA, and micronutrient research at national le
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T39081
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tofan Widya Utami
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Persistensi infeksi HPV onkogenik merupakan penyebab kanker serviks. Retinol sebagai mikronutrien antioksidan memiliki peran esensial dalam sistem imun mencegah persistensi. Retinol memodulasi sel T CD4+/CD8+ serta produksi sitokin. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-) adalah sitokin pro-inflamasi yang mampu mengendalikan HPV, namun pada infeksi persisten TNF- justru memicu karsinogenesis. Rasio sel T CD4+:CD8+ dan TNF- yang adekuat di awal infeksi HPV merupakan titik kunci klirens. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecukupan deposit retinol, ekspresi TNF-, dan rasio sel T CD4+:CD8+ pada kelompok serviks normal, infeksi subklinis HPV klirens, persisten, dan kanker serviks. Metode: Tingkat kecukupan deposit retinol diketahui berdasarkan pemeriksaan darah perifer dengan metode ELISA. Stimulasi spesifik epitop E6 HPV tipe 16 dilakukan pada sel sekret servikovaginal yang telah diinkubasi 24 jam, diamati ekspresi TNF- secara semikuantitatif dengan metode ELISpot. Pemeriksaan sel T CD4+ dan CD8+ dari sekret servikovaginal secara kuantitatif dengan metode flowsitometri. Hasil: Deposit retinol yang cukup pada kelompok serviks normal, infeksi subklinis HPV klirens, persisten, dan kanker serviks berturut-turut adalah 85%, 75% (OR 1,89), 33,3% (OR 11,33), dan 75% (OR 1,89). Ekspresi TNF- pada kelompok serviks normal adalah 10%, sedangkan kanker serviks 75% (OR 27,00; p<0,001). Tidak tampak ekspresi TNF- pada kelompok infeksi subklinis HPV klirens dan persisten. Rasio sel T CD4+:CD8+ yang tinggi pada kelompok serviks normal adalah 10% dan kanker serviks 25% (OR 0,33). Tidak terdapat rasio sel T CD4+:CD8+ yang tinggi pada kelompok infeksi subklinis HPV klirens (OR 1,22) dan persisten (OR 0,95). Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat kecukupan deposit retinol dengan ekspresi TNF- (p=0,147), tingkat kecukupan deposit retinol dengan rasio sel T CD4+:CD8+ (p=0,726), dan rasio sel T CD4+:CD8+ dengan ekspresi TNF- (p=0,690). Kesimpulan: Penelitian ini mampu membuktikan bahwa tingkat kecukupan deposit retinol tertinggi dijumpai pada kelompok serviks normal dan ekspresi TNF- tertinggi pada kelompok kanker serviks (OR 27,00; p<0,001). Tingkat kecukupan deposit retinol terendah bukan pada kelompok kanker serviks, melainkan pada infeksi subklinis HPV persisten (OR 11,33). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada tingkat kecukupan deposit retinol dan rasio sel T CD4+:CD8+. Terdapat perbedaan bermakna pada ekspresi TNF- antara kelompok kanker serviks dengan serviks normal (p<0,001), kanker serviks dengan infeksi HPV subklinis klirens (p=0,024), dan klirens dengan persisten (p=0,007). Tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi TNF- antara kelompok kanker serviks dengan infeksi HPV subklinis persisten (p=0,058). Tidak bermaknanya beberapa hasil terkait imunitas masih mungkin dikarenakan tingkat kecukupan deposit retinol kelompok kanker serviks pada penelitian ini sangat baik dimana bertentangan dengan kepustakaan.
ABSTRACT Background: Persistency of oncogenic-HPV infection is the cause of cervical cancer. Retinol is one of antioxidant micronutrients that plays essential roles in immune system to prevent the persistency by modulating CD4+ and CD8+T cells and cytokines production. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-) is an acute pro-inflammatory cytokine which has many crucial roles in controlling HPV. In contrast, when persistent infection occurs, TNF- induces carcinogenesis. Ratio of CD4+:CD8+ T cells and adequate TNF- production in acute HPV infection are keypoints for clearance. The aim of this research is to analyze sufficency level of retinol deposit, expression of TNF-, and ratio of CD4+:CD8+ T cells in normal cervix, clearance and persistent HPV subclinical infection, and cervical cancer group. Methods : Sufficiency level of retinol deposit was analyzed from peripheral blood by ELISA method. The cervicovaginal secretions which had 24 hours incubated were stimulated specifically by E6 epitope HPV type-16, measuring TNF- expression semiquantitatively by ELISpot method and CD4+/CD8+ T cells quantitatively by flowcytometry method. Results: Sufficient level of retinol deposit in normal cervix, clearance HPV subclinical infection, persistent, and cervical cancer group was 85%, 75% (OR 1.89), 33.3% (OR 11.33), and 75% (OR 1.89), respectively. The expression of TNF- in normal cervix group was 10%, while in cervical cancer was 75% (OR 27.00; p<0.001). There were no expression in clearance and persistent HPV subclinical infection groups. High ratio of CD4+:CD8+ T cells in normal cervix and cervical cancer group was 10% and 25% (OR 0.33). There were no high ratio of CD4+:CD8+ T cells in clearance (OR 1,22) and persistent (OR 0.95) HPV subclinical infection groups. There was no significant correlation between sufficiency level of retinol deposit and TNF- expression (p=0.147), sufficiency level of retinol deposit and ratio of CD4+:CD8+ T cells (p=0.726), ratio of CD4+:CD8+ T cells and TNF- expression (p=0.690). Conclusions: This study was able to prove that normal cervix group has the highest retinol deposit sufficiency level and cervical cancer group has the highest TNF- expression (OR 27,00; p<0,001). The lowest of retinol deposit sufficiency level was not in cervical cancer, but in persistent HPV subclinical infection group (OR 11.33). There was no significant correlation in sufficiency level of retinol deposit and ratio of CD4+:CD8+ T cells. There was significant correlation in TNF- expression between cervical cancer and normal cervix (p<0.001), cervical cancer and clearance subclinical HPV infection (p=0.024), and between clearance and persistent group (p=0.007). There was no significant correlation in TNF- expression between cervical cancer and persistent subclinical HPV infection group (p=0.058). Not significant some results related immunity that might be due to retinol deposit sufficiency level in cervical cancer group in this study was very good, which conflicted with literatures.
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Rafael Tandaju
Abstrak :
Latar Belakang: Anemia adalah kondisi sel darah merah yang tidak cukup untuk menunjang kebutuhan fisiologis. Pada kehamilan, anemia cenderung terjadi pada trimester kedua dan ketiga serta menimbulkan komplikasi bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Konsumsi vitamin A pada kehamilan masih kurang populer, padahal berguna untuk menolong pertumbuhan dan perkembangan sel serta memediasi metabolisme besi. Tujuan: Mengetahui hubungan antara status asupan vitamin A dan status anemia pada ibu hamil trimester ketiga. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang komparatif, dilakukan selama Agustus–Oktober 2018 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dengan total 57 subjek yang merupakan ibu hamil pada trimester ketiga dengan usia di atas 18 tahun. Untuk menyamakan jumlah subjek per kelompok, dilakukan simple random sampling menjadi 44 subjek dengan 22 subjek masing-masing pada kelompok anemia dan non-anemia. Status asupan vitamin A diukur menggunakan food frequency questionnaire semi-kuantitatif dengan bantuan database NutriSurvey dan status anemia diukur dengan uji konsentrasi hemoglobin menggunakan metode flowcytometry. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS 20.0 untuk iOS dengan uji komparatif tidak berpasangan. Hasil: Berdasarkan uji T tidak berpasangan, usia rerata pada kelompok anemia (31,6 7,1) tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok non-anemia (31,2 6,4) (p>0,05). Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat perbedaan usia gestasi secara statistik antara kelompok anemia dan non-anemia (p>0,05), namun terdapat perbedaan klinis (>10%) di mana usia gestasi kelompok >36 minggu memiliki prevalensi 15,2% lebih tinggi dibandingkan kelompok <36 minggu. Didapati bahwa 36 (81,8%) subjek tidak mendapatkan asupan vitamin A yang cukup. Uji Fischer menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan status asupan vitamin A antara kelompok anemia dan non-anemia (p>0,05). Pembahasan: Tidak terdapat hubungan antara usia dan usia gestasi dengan status anemia. Akan tetapi, usia gestasi memiliki perbedaan klinis akibat peningkatan intensitas inflamasi seiring dengan usia gestasi yang menua. Tidak terdapat hubungan antara status asupan vitamin A dan status anemia. Hal ini disebabkan oleh peran vitamin A sebagai faktor pertumbuhan sehingga tetap membutuhkan komponen pembangunnya seperti zat besi, asam folat, dan kobalamin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang mempelajari status asupan vitamin A dan nutrisi lainnya dan hubungannya dengan anemia pada ibu hamil di populasi umum......Background: Anemia is condition in which red blood cells not adequate to support physiological needs. Anemia in pregnancy tends to occur in second–third trimester and serves complications both for mother and her child. Vitamin A is helpful for helping iron metabolism and cell differentiation and proliferation, but still considered unpopular. Aim: Acquire information about relation between vitamin A dietary status and anemia status on third semester pregnant woman. Method: This is a comparative cross-sectional research, conducted on August–October 2018 in Cipto Mangunkusumo National General Hospital, with total 57 subjects which are third trimester pregnant mothers aged more than 18 years old. Simple random sampling was done in-order to equalize number of subjects in two groups, into 22 subjects on each of anemia and non-anemia group. Vitamin A dietary status was measured with semi-quantitative food frequency questionnaire with the help of NutriSurvey database and anemia status was measured by hemoglobin concentration with flowcytometry method. Statistical analysis was done using SPSS 20.0 for iOS with unpaired comparative test. Results: Based on unpaired t-test, mean age on anemia group (31.6 7.1) is not different compared to non-anemia group (31.2 6.4) (p>0.05). Based on chi-square test there is no difference of gestation age between anemia and non-anemia group (p>0.05), however there is clinical difference (>10%) in which gestation age group of >36 weeks has prevalence of 15.2% higher compared to gestation age group of <36 weeks. This research found that 36 (81.8%) subject did not get adequate intake of vitamin A, where as Fischer test shown there is no difference of vitamin A dietary status between anemia and non-anemia group (p>0.05). Discussion: There is no relation between maternal age and gestational age towards anemia status. However, gestational age has clinical difference as results of increase of inflammation incident with aging of gestational age. There is no relation between vitamin A dietary status and anemia status, which explained by vitamin A role as growth factor which still need the building blocks of erythrocyte such as iron, folic acid, and cobalamin. Thus, further research should study link between vitamin A and other nutrients dietary status towards anemia status on pregnant mothers on general population.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>