Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Sapaat
Abstrak :
Perawat yang bekerja di unit khusus seperti di ruang operasi memiliki beban kerja yang tinggi, hal ini dapat menjadi sumber stres kerja bagi perawat di ruang operasi, Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat stres kerja yang dialami oleh perawat di ruang operasi Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan, Pengambilan Sampel pada penelitian ini adalah total sampling populasi yaitu sebanyak 69 responden. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat stres kerja di ruang operasi RSPI Pondok Indah Jakarta Selatan dan RSPI Bintaro Jaya, responden perawat yang mengalami tingkat stres sedang menempati urutan tertinggi dengan jumlah 65 orang dengan presentase 94.2%. menempati urutan ke dua tingkat stres yang terjadi di ruang operasi Rumah Sakit tersebut adalah dengan kategori tingkat stres berat yaitu sebanyak 3 orang 4.4%, dan minoritas tingkat stres yang dialami di ruang operasi Rumah Sakit tersebut adalah dengan kategori tingkat stres ringan yaitu sebanyak 1 orang 1.4%. dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan untuk Rumah Sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pekerjaan perawat yang mencakup aspek biopsikososial dan spiritual yang tentunya memiliki tingkat stres dengan kategori tinggi, agar lebih memperhatikan dampak psikologis dari pekerjaan khususnya perawat di ruang operasi dengan demikian perawat dapat bekerja secara optimal dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien. ......rses working in special units such as in the operating room have a high workload, this can be a source of work stress for nursing in the operating room, this descriptive research aims to identify the level of occupational stress experienced by Nurse in hospital operation Room Pondok Indah South Jakarta, sampling in this research is total population of 69 respondents. From the results of this study it can be concluded that the level of work stress in the operating room RSPI Pondok Indah South Jakarta and RSPI Bintaro Jaya, nurse respondents who experience moderate stress levels ranks highest with a total of 65 people with a percentage 94.2. Occupying the second order of stress levels that occur in the hospital operating room is by the category of severe stress levels as many as 3 people 4.4%, and the minority of stress levels experienced in the operating room of the Hospital is by the category of mild stress levels as many as 1 people 1.4%. From the results of this study, researchers suggest that for hospitals as a provider of health services to the community, nurses work that includes biopsychosocial and spiritual aspects which certainly has a high level of stress levels, so that more attention to the psychological impact of work, especially nurses in the operating room so nurses can work optimal in carrying out nursing care to patients.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phillips, Nancymarie
St Louis Missouri: Elsevier Mosby, 2013
617.023 1 PHI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem tata udara pada ruang operasi berperan penting dari segi kenyamanan tim bedah dan pasien. Selain dari segi kenyamanan, sistem tata udara juga memiliki fungsi untuk mengurangi jumlah partikel di udara ruang operasi selama proses pembedahan berlangsung. Pada ruang operasi yang diteliti didapat banyak parameter-parameter yang tidak memenuhi standar ruang operasi menurut ASHRAE 170 dan ISO 14644-1 sehingga dibutuhkan perancangan ulang sistem tata udara yang baru. Sistem tata udara yang dirancang harus memenuhi semua standar parameter ruang operasi yang berlaku seperti kebutuhan udara segar, suhu, tekanan, kecepatan udara diatas meja operasi, dan tingkat konsentrasi partikel kontaminan. Pentlitian ini menggunakan program FloVent 8.2 untuk melakukan simulasi terkait parameter ruang operasi baik pada kondisi ruang operasi existing maupun kondisi hasil desain. Hasil simulasi selanjutnya dibandingkan dan terlihat bahwa pola aliran udara pada ruang operasi existing tidak terlalu baik dalam penyapuan partikel keluar ruangan sehingga berdampak pada tingginya konsentrasi partikel yang terdisipasi di udara. Selain pola aliran udara, kondisi suhu dan kenyamanan termal pengguna ruangan masih belum sesuai dengan standar yang berlaku dan telah terjadi penurunan efisiensi HEPA filter menjadi 93 terhadap partikel ukuran 0.3 m. Sedangkan ruang operasi hasil desain menunjukan pola aliran udara laminar yang cukup baik menyapu partikel keluar ruangan. Hasil simulasi juga menunjukan bahwa sistem tata udara hasil desain telah memenuhi parameter ruang operasi yang diatur dalam standar ASHRAE 170 dan ISO 14644-1. Kata kunci: ASHRAE 170; HEPA filter; ISO 14644-1; parameter ruang operasi; pola aliran udara; ruang operasi; sistem tata udara
ABSTRACT
Air conditioning system for operating room has an important rule for surgeon and patient comfortable. Beside from comfortable side, air conditioning system has another function to decrease airborne particle in operating room during operation. At the operating room that researched, there are many parameters that are not appropriate with operating room standard based on ASHRAE 170 and ISO 14644 1, so that we need to design a new air conditioning system for the operating room. The new design has to meet all the operating room parameter standards prevail, such as fresh air needed, temperature, pressure, air speed above operating bed, and airborne contamination level. The research uses FloVent 8.2 software program to do simulation related to the operating room parameters whether in existing condition and also the new design. The simulation results than compared, and we can see that airflow pattern in existing condition operating room is not too good to sweep airborne particles out of the room, so that makes the airborne particle dissipated in the air of the operating room. Beside the airflow pattern, temperature condition and the occupation thermal comfort do not meet the standard too and the HEPA filter efficiency has decline to 93 for particle size 0.3 m. While the new operating room design shows the laminar airflow pattern that good enough to sweep particles out of the room. The simulation results show that the new air conditioning system has statisfy the operating room parameters which regulated in ASHRAE 170 and ISO 14644 1 standard. Keywords Air conditioning system airflow pattern ASHRAE 170 HEPA filter ISO 14644 1 operating room operating room parameters.
2017
S68596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurokhman Arief
Abstrak :
ABSTRAK
Penggunaan sistem ruang bersih dalam ruang operasi dirumah sakit sangat diperlukan untuk mencegah terjangkitnya infeksi khususnya ketika operasi sedang dilakukan. Tingkat keberhasilan dari suatu sistem ruang bersih salah satunya ditentukan dari tingkat distribusi kontaminan dari ruangan tersebut.

Dalam kondisi tersebut, hal yang paling berpengaruh adalah distribusi kecepatan dan tekanan dari ruangan tersebut. Dalam penelitian kali ini program PHOENICS sebagai salah satu software CFD (Computational Fluid Dynamics), dipakai untuk menghasilkan simulasi keadaan ruang operasi. Dari proses pengambilan data didapatkan kecepatan pada laminanser sebesar 2,96 m/s, sedangkan kecepatan pada tirai udara sebesar 1,44 m/s. Untuk temperatur pada laminariser dan tirai udara didapatkan sebesar 18 °C. Pada posisi dua laminariser dibuat tidak memiliki jarak satu dengan lainnya untuk melihat pengaruhnya dibandingkan dengan simulasi kondisi sebenarnya. Data-data tersebut di atas digunakan sebagai input data program CFD.

Analisa dilakukan terhadap distribusi kecepatan dan kontur tekanan, yang dihasilkan dari program tersebut setelah sebelumnya diberi masukan data yang diambil dari lapangan. Dari data di lapangan di dapatkan bilangan Archimedes sebesar 0,34 yang menandakan bahwa aliran yang mungkin terjadi adalah laminar.

Berdasarkan hasil simulasi CFD, distribusi kecepatan di atas meja operasi sudah menunjukkan pola aliran laminar. Dua laminariser yang dibuat tidak berjarak dapat menghilangkan pola aliran bersirkulasi yang dapat terjadi jika dua laminariser memiliki jarak satu dengan yang lain. Tekanan di atas meja operasi lebih tinggi dari daerah sekitarnnya dan tekanan rendah terkonsentrasi di bagian bawah ruang operasi.
2000
S36854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Putra Asmoro
Abstrak :
Latar Belakang: Dalam diagnosis varises vena tungkai bawah (VVTB), venous clinical severity score (VCSS) merupakan alat bantu diagnosis VVTB yang praktis, cepat, dan dapat dikerjakan oleh semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Hingga saat ini belum ada peneliti yang melakukan validasi eksterna penilaian VCSS yang dikerjakan oleh perawat di Indonesia. Tujuan: Mengetahui tingkat ketepatan metode skor VCSS oleh perawat dibandingkan dengan komponen klinis (C) klasifikasi clinical-etiology-anatomy-pathophysiology (CEAP) oleh dokter spesialis bedah vaskular. Metode: Studi cross-sectional ini mengikutsertakan 63 orang perawat instalasi bedah pusat RS Dr. Cipto Mangunkusumo tanpa varises sebelum menjadi perawat sebagai sampel yang diambil secara consecutive Penilaian VCSS dilakukan dengan komponen klinis klasifikasi CEAP sebagai pembanding. Variabel dianalisis dengan uji Chi-square, dilanjutkan dengan uji nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), likelihood ratio dan akurasi skor diagnostik, termasuk analisis uji diagnostik menggunakan indeks Youden. Hasil: Prevalensi VVTB pada studi ini berdasarkan skor VCSS adalah 9,5%. Korelasi antara klasifikasi CEAP dan VCSS ditemukan bermakna (p<0,05). Derajat VVTB antara klasifikasi CEAP dan VCSS berhubungan secara signifikan (p <0,05). Pada cut-offVCSS 2 didapatkan nilai sensitivitas 66,67%, spesifisitas 66,67 %, NDP 32,0%, NDN 89,47%, likelihood ratio (+) sebesar 2,00, likelihood ratio (-) sebesar 0,50, dan akurasi 66,67%. Kesimpulan: Skor VCSS memiliki akurasi lemah terhadap komponen klinis (C) klasifikasi CEAP untuk menegakkan diagnosis VVTB. ......Background: In the diagnosis of lower leg varicose veins (LLVV), the venous clinical severity score (VCSS) is practical, fast, and can be done by all health workers including nurses. Until now there has been no researcher who has conducted external validation of the VCSS assessment carried out by nurses in Indonesia. Aim: To determine the accuracy of the VCSS scoring method by nurses compared to clinical component (C) of the clinical-etiology-anatomy-pathophysiology (CEAP) classification by vascular surgeons. Method: This cross-sectional study included 63 nurses at the central surgical installation of Cipto Mangunkusumo Hospital without varicose veins before becoming a nurse as a consecutive sample. The VCSS assessment was carried out with the clinical component of CEAP classification as a comparison. Variables were analyzed by the Chi-square test. Followed by testing the value of sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), likelihood ratio, and accuracy of diagnostic scores, along with the ROC analysis using Youden Index. Results and Discussion: The prevalence of LLVV in this study is 9,5%. Bivariate analysis of CEAP and VCSS has a significant correlation (p <0,05). The degree of LLVV with CEAP and VCSS is related significantly (p <0,05). With VCSS cut off at scores of 2, the sensitivity is 66.67%, the specificity is 66.67%, the PPV is 32,0%, the NPV is 89.47%, the positive and negative likelihood ratio are 2.00 and 0.50, and the accuracy value is 66.67%. Conclusion: The VCSS score has weak level of accuracy against the clinical component (C)  of CEAP classification for diagnosing VVTB.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Naura Vathania
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien, terutama di ruang operasi dan ICU, di mana terdapat aktivitas yang tinggi. Perlu adanya pemantauan dan penjagaan kualitas udara secara bakteriologi sebagai cerminan dari kondisi kebersihan di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas udara secara bakteriologi di ruang operasi di beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya sebagai salah satu langkah pencegahan infeksi nosokomial. Desain penelitian ini adalah retroprospektif dengan menggunakan data yang bersumber dari UKK PPM LMK FKUI. Data diperoleh dari 217 pemeriksaan di ruang operasi dan 5 pemeriksaan di ICU yang dilakukan di 17 rumah sakit selama Januari 2018-Juni 2019. Pada tahun 2018, dari 137 pemeriksaan di ruang operasi, 120 (87,59%) di antaranya memenuhi standar baku mutu dan dari 4 pemeriksaan di ICU, 1 (25%) di antaranya memenuhi standar baku. Pada tahun 2019, dari 80 pemeriksaan di ruang operasi, 70 (87,50%) di antaranya memenuhi standar baku dan dari 1 pemeriksaan di ICU, 1 (100%) memenuhi standar baku. Mayoritas ruang operasi di rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya memiliki kualitas udara secara bakteriologi yang sudah baik, tetapi ICU memiliki kualitas udara yang tidak memenuhi standar baku mutu.
ABSTRACT
Nosocomial infection is known to increase morbidity and mortality of patients, especially in operating room (OR) and intensive care unit (ICU) as they have high rate of activities that may risk in infection. Monitoring and maintenance of bacteriological quality of air are needed as they can reflect the actual condition of hygiene in hospital. The aim of this study is to know the bacteriological quality of air in several hospitals in Jakarta and the greater area of Jakarta. It is expected that the results of this study can become a basis in taking preventive measures against nosocomial infection. The design of this study was retroprospective. Data were collected from 217 examinations in OR and 5 examinations in ICU done in 17 hospitals between January 2018 and June 2019 by UKK PPM LMK FKUI. In 2018, among 137 results collected in OR, 120 (87,59%) fulfilled the requirement of bacteriological quality of air and among 4 examinations done in ICU, 1 (25%) also fulfilled the requirement. In 2019, among 80 examinations done in OR, 70 (87,50%) fulfilled the requirement and among 1 check done in ICU, 1 (100%) also fulfilled the requirement. It is concluded that the bacteriological quality of air in majority of OR in hospitals in Jakarta and its greater area is good, but that in ICU is not.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Virawan Sonata
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian sistem proteksikebakaran pada rancangan bangunan gedung RSPTN UI. Penelitian deskriptif inidilakukan dengan telaah dokumen. Metode yang digunakan adalah evaluasi menggunakan checklist sesuai dengan Permen PU No.26/PRT/M/2008, Perwal Depok No. 14 Tahun 2012, Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kemenkes pada tahun 2012, serta Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini juga mengambil contoh kasus di ruang operasi untuk dibahas lebih mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasebagian besar sistem proteksi kebakaran pada rancangan bangunan gedung RSPTN UI telah sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia. Sistem proteksi kebakaran yang belum seluruh persyaratannya terpenuhi yaitu pintu eksit, detektor dan alarm kebakaran, sistem pipa tegak, alat pemadam api ringan, dan lif kebakaran. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian rancangan sistem proteksikebakaran tersebut agar sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia.
ABSTRACT
The aim of this study is to evaluate the compliance of fire protection system design in RSPTN UI in accordance to Indonesian goverment’s regulations. This descriptive study was conducted with document review. The method used is the evaluation in accordance with Permen PU No. 26/PRT/M/2008, Perwal Depok No. 14 Year 2012, Technical Guideline of Hospital Facility, Ministry of Health, Year 2012, and Indonesian National Standard (SNI). Checklist from these regulation had been developed and utilized as the tool for this study. This study also took a sample of cases in the operating room as a case study. The results of this study indicate that the majority of fire protection systems in RSPTN UI design is complied with Indonesian government regulations. Fire protection systems that not meet all the requirements are exit doors, detectors and fire alarm, standpipe systems, fire extinguisher, and fire elevator. Therefore, the necessary adjustments to the design of the fire protection system to suit the Indonesian government regulations. Therefore, required fire protection system design adjustment to suit the Indonesian goverment regulation.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Garditya
Abstrak :
Latar Belakang ; Pelayanan medis di instalasi bedah sentral membutuhkan biaya yang besar dan melibatkan sumber daya manusia (SDM) dari berbagai bidang ilmu meliputi SDM medis maupun SDM non medis. Adanya keterlambatan akan mengakibatkan peningkatan biaya dan mempengaruhi keselamatan pasien. Metode : Penelitian ini bertujuan menganalisa waktu pelayanan menggunakan metode metode kuantitatif dan kualitatif dengan desain retrospektif. Data kuantitatif didapatkan dari telaah dokumen dengan jumlah sampel 547 kasus operasi bedah saraf (358 kasus operasi kranial, 189 kasus operasi spinal), sedangkan data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam dengan delapan informan penelitian. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan uji Mann Whitney. Hasil : Didapatkan adanya keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi bedah saraf operasi kranial 54 menit dan operasi spinal 48 menit. Didapatkan perbedaan waktu klinis, waktu non klinis dan waktu keterlambatan non klinis antara operasi kranial dan spinal. Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi disebabkan oleh faktor SDM, sarana prasarana dan kebijakan. Simpulan : Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi IBS RSPON terjadi dalam tahap proses anestesi, pemasangan monitoring saraf intraoperasi, positioning pasien, draping pasien, dan pembedahan. Keterlambatan dalam pelayanan ruang operasi IBS RSPON disebabkan oleh faktor SDM, sarana prasarana, dan kebijakan ......Background : Medical services at a central surgical installation require a large amount of money and involve human resources (HR) from various fields of knowledge including medical and non-medical human resources. Delays in the operating room causes increased costs and impacts patient safety. Methods: This study aims to analyze the service time using quantitative and qualitative method with a retrospective design. Quantitative data was obtained from a document review with a sample of 547 cases of neurosurgery (358 cases of cranial surgery, 189 cases of spinal surgery), while qualitative data was obtained through in-depth interviews with eight research informants. Data analysis was carried out quantitatively with the Mann Whitney test. Result: Delays found in the neurosurgery operating room service for cranial surgery and spinal surgery was 54 minutes and 48 minutes respectively. There were differences in clinical time, non-clinical time, and non-clinical time delay between cranial and spinal surgery. Delays in the OR were caused by human resource factors, equipment, and hospital policies. Conclusion: Delays in RSPON IBS operating room services occur in the stages of the anesthesia process, installation of intraoperative nerve monitoring, patient positioning, patient draping, and surgery. Delays in RSPON IBS operating room services were caused by human resource factors, infrastructure, and policies
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfianto Wibowo
Abstrak :
Penggunaan sistem ruang bersih dalam ruang operasi di rumah sakit sangat diperlukan untuk mencegah terjangkitnya infeksi khususnya ketika operasi sedang dilakukan. Tingkat keberhasilan dari suatu sistem ruang bersih salah satunya ditentukan dari tingkat distribusi kontaminan dari ruangan tersebut. Dalam kondisi tersebut, hal yang paling berpengaruh adalah distribusi kecepatan dan tekanan dari ruangan tersebut. Dalam penelitian kali ini program PHOENICS sebagai salah satu software CFD (Computational Fluid Dynamics), dipakai untuk menghasilkan simulasi keadaan ruang operasi. Dari proses pengambilan data didapatkan kecepatan pada laminariser sebesar 2,96 m/s, sedangkan kecepatan pada tirai udara sebesar 1,44 m/s. Untuk temperatur pada laminanser dan tirai udara didapatkan sebesar 18°C. Data-data tersebut di atas digunakan sebagai input data program CFD. Analisa dilakukan terhadap distribusi kecepatan dan kontur tekanan, yang dihasilkan dari program tersebut setelah sebelumnya diberi masukan data yang diambil dari lapangan. Dari data di lapangan di dapatkan bilangan archimedes sebesar 0,34 yang menandakan bahwa aliran yang mungkin terjadi adalah laminar. Berdasarkan hasil simulasi CFD, distribusi kecepatan di atas meja operasi sudah menunjukkan pola aliran laminar. Walaupun di daerah antara dua laminariser masih terlihat aliran yang bersirkulasi. Distribusi tekanan menunjukkan tekanan di atas meja operasi lebih tinggi dari daerah sekitarnya dan tekanan rendah terkonsentrasi di bagian bawah ruang operasi. ......The using of clean room system in operation rooms on the hospital is very important to prevent infection especialiy during the operation. the degree of succes of clean rooms, one of them, is determined by the level of contaminant distribution in the rooms. In such conditions, the distribution of velocity and pressure in the rooms are the most important things. On this research, PHOENICS program, as one of CFD (Computational Fluid Dynamics) software is used to build a simulation on operation rooms condition. Based on our data, the velocity of laminarisers is 2.96 m/s and the velocity of air curtains is 1.44 m/s. And both of them, the laminarisers and air curtains, have 18°C temperature. All those datas are used as an input data of CFD program. The aim is to give an input data which is obtained from the field and then to find the velocity and pressure distribution using PHOENICS program. Based on data from the field, we got the archimedes number 0.34 which means the air flow is posibbly laminar. According to CFD simulation results, the velocity distribution on the operation table has showed the laminar air How. Although, the region between the two laminariser is still tubulent. The pressure distribution showed that on operation table the pressure is higher than its surrounding and the lower pressure concentrated on the bottom of operation room.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Wibhisono
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Operasi merupakan ruangan yang harus berada dalam kondisi steril, hal ini dikarenakan pada proses operasi pasien rentan untuk terinfeksi kuman-kuman yang berada di udara. Telah dilakukan pengambilan data pada ruang operasi di sebuah rumah sakit di Jakarta. Dari data yang diperoleh, masih terdapat beberapa parameter yang belum memenuhi standar, seperti kelembaban, dan jumlah partikel (ukuran 0.3, 0.5, dan 1µm) yang terdapat di dalam ruangan. Oleh karena itu dilakukan perancangan ulang sistem tata udara pada ruang operasi dengan memperhatikan standar ASHRAE dan Standar mentri kesehatan, mulai dari perhitungan beban pendingin, kebutuhan volume aliran udara, penentuan letak ducting dan peralatan yang dibutuhkan dalam sistem tata udara di ruang operasi. Hasil dari perancangan ini kemudian disimulasikan dengan program FloVENT versi 8.2, dan dibandingkan dengan simulasi pada keadaan aktual yang datanya disesuaikan dengan hasil pengukuran. Pada proses pembuatan model di simulasi, peletakan alat-alat operasi, jumlah orang pada proses operasi, dan beban pendingin yang berada di dalam ruangan disesuaikan dengan keadaan aktual. Dari hasil simulasi dapat terlihat perbedaan pola aliran udara antara ruang operasi dengan keadaan aktual dan ruang operasi hasil perancangan. Perbedaan pola aliran udara ini terletak pada aliran turbulensi pada ruang operasi dengan keadaan aktual yang hanya mempunyai dua bagian pembuangan. Hal ini dapat menyebabkan partikel-partikel yang berada di ruang operasi terus berputar mengikuti aliran turbulen dan meningkatkan kemungkinan partikel-partikel tersebut masuk ke dalam tubuh pasien yang dioperasi. Pada ruang operasi hasil perancangan baru terlihat bahwa aliran udara di sekitar meja operasi laminer, dan membuat partikel langsung terhisap ke bagian pembuangan udara.
ABSTRACT
Operating room is a room that must be in clean conditions, this is due to in the process of surgery patients are very vulnerable to bacterial infection in the air. Data collection has been done in the operating room in a hospital in Jakarta. From the data that obtained, there are some parameters that do not meet the standards, such as humidity, and the number of particles in the air (size 0.3, 0.5 and 1μm) contained in the room. So the writer does the redesign of the ventilation systems in the operating room that follows the ASHRAE standards and Health Minister standards. The steps of redesign the operating room are calculating the cooling load, airflow requirements, determination the location of the ducting, and equipment needed in the ventilation systems operating rooms. Then the result of the design is simulated with software FloVENT 8.2, and compared with the simulation that uses the existing data in the operating room. In the modeling simulation process, the equipment for operation, number of occupants, and the cooling load in the room are adapted to actual circumstances. From simulation results can be seen different patterns of air flow between the operating room with existing state and operating room with the new design. This air flows pattern difference lies in the turbulence flow in the operating room existing that only have two return air grill, so the airflow in the side that do not have return air grill become turbulent flows. This can cause the aerosol particles follow the turbulent flow and keep rotating in the operating room, and increase the likelihood of these particles enter the body of the patient. In the operating room design results, it can be seen that the airflow around the operating room is laminar, it make the particles inhaled directly to the return air grill.
2016
S64111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>