Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tetriana Vivi Oktora Taolin
Abstrak :
Kehidupan kita dipengaruhi oleh kota tempat tinggal kita, oleh sistem yang berjalan di dalam kota. Karakter urban tertentu menghasilkan reaksi yang tertentu pula. Misalnya jika sebuah kota tidak menyediakan ruang terbuka publik sementara pusat perbelanjaan tersebar dimana-mana, maka masyarakat kota cenderung konsumtif karena tempat tersebut menjadi sarana utama kehidupan sosial dan rekreasi mereka. Dampaknya, komunitas semakin terpisah satu sama lain. Orang akan membentuk kelompok sosial berdasar kesamaan minat, gaya hidup atau klasifikasi sosial lainnya, sementara tidak mengenal orang-orang di lingkungan tinggalnya sendiri. Kehidupan publik juga banyak dipengaruhi oleh sirkulasi dan pergerakan dalam kota. Transportasi adalah salah satu penentu tataran urban. Salah satu konsep baru mengenai pembangunan tata kota berkaitan dengan sistem transportasi adalah Transit Oriented Development. TOD adalah konsep pengembangan kawasan yang mengutamakan perbaikan di sekitar titik transit dengan radius sejauh jarak yang dapat dijangkau berjalan kaki. Dalam konsep TOD, kawasan tersebut harus menggunakan tata guna lahan mixed-use. Tujuannya adalah merangsang penggunaan transit dan merevitalisasi kehidupan komunitas di area tersebut. Agar orang beraktivitas di kawasan TOD, menggunakan transit dan berinteraksi sosial, harus diadakan sebuah tataran lingkungan fisik yang mendukung. Karakteristik dan tataran fisik di kawasan TOD diyakini dapat mempengaruhi kehidupan publik penggunanya menjadi lebih baik. ......We are shaped by our city. Our daily life is much affected by networks of system that occur in the city we live in. Certain urban setting can lead to specific reaction. For example, when there is lack of urban open space and many large-format retail spread out the entire city, there will be no doubt that citizens will become consumptive and socially segregated each other. People tend to gather in a community of interest and lifestyle rather than community of place, of geographical proximity towards each other. The latter is what we known as traditional neighborhood. Public life in the city is also much affected by the way we move within the city. Transportation system is a key determinant to urban setting. One arising concept about urban planning related with transportation system is Transit Oriented Development. TOD is a planning concept that basically encourages development along transit nodes. It implies that an area within walking distance from station should be enriched by variety of land use. The goals are to increase transit ridership and revitalize community's life. TOD will only succeed when it implement an comprehensive planning to create attractive and functional environment that induce people to walk trough the development, use transit and also be involved in social interaction. Therefore, a certain characteristic and criteria needed to be applied. Urban planners believe that physical settings of TOD can influent public realm of the city.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48453
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gibran
Abstrak :
Ruang publik kota merupakan sebuah tempat berkumpulnya banyak orang untuk melakukan aktifitas yang beragam. Aktifitas yang berbeda-beda antar satu orang dengan orang yang lainnya merupakan potensi konflik. Diperlukan sebuah aturan yang mampu mengatur kegiatan dan orang-orang yang berada di ruang publik tersebut agar konflik tidak terjadi. Aturan tersebut mencakup adanya pengawasan terhadap orang-orang yang beraktifitas di ruang publik tersebut. Ketidakteraturan terjadi ketika kurangnya pengawasan diberlakukan atas aturan yang berlaku terhadap orang-orang tersebut. Semakin lemah pengawasan, semakin kuat potensi ketidakteraturan muncul, semakin kuat pengawasan, semakin lemah potensi ketidakteraturan muncul. Skripsi ini akan membahas bagaimana peran surveillance dalam menjaga order pada ruang publik yang berupa non-place¸dan akibat dari tidak ketatnya surveillance pada non-place tersebut.
Public space is a place which a lot of people gather to do many kind of activity. Different activities of people is a conflict potential. Rule is needed to manage people?s activities in public space to avoid conflict. the rule consist of surveillance to peoples that doing activities in that public space. Disorder happen when the surveillance to the rule is lack. The more lack of surveillance, the more disorder appear, the more strong of surveillance, the more disorder disappear. This writing is about to discuss how the surveillance contribute in maintaining order in an non-place public space, and the effect of the lack of surveillance in that non-place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48433
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 11 (3-4) 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deazaskia Prihutami
Abstrak :
Seiring dengan perkembangan kota dan manusia yang hidup di dalamnya, ruang publik selain menjadi gaya hidup juga menjadi suatu kebutuhan. Manusia secara alami membutuhkan ruang publik sebagai ruang berkegiatan yang memenuhi berbagai macam kualitas yang diinginkan oleh mereka, ruang berkegiatan yang dapat memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan banyak orang, ruang yang memberikan pengalaman berbeda dari biasanya, atau sekedar untuk menghirup udara segar, istirahat sejenak dari kesibukan pekerjaan.

Apapun bentuk ruang publiknya, sebuah ruang publik harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dianggap berhasil dan sukses dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakatnya. Ruang publik baik terbuka maupun tertutup harus dapat memfasilitasi warganya untuk beraktivitas, beraspirasi, hingga memberikan rasa kepemilikan terhadap ruang publik tersebut sebagai identitas suatu kota tempat ruang publik itu berada.

Alun-alun, sebuah bentuk ruang publik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Jawa, merupakan wujud nyata penghargaan masyarakat terhadap ruang public terbuka. Namun, alun-alun maupun ruang publik terbuka lainnya saat ini dinilai kurang menarik untuk dikunjungi jika dibandingkan dengan ruang publik tertutup yang lebih modern. Apakah hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang semakin ingin mengikuti kemajuan zaman dan perkembangan tren yang ada? Atau memang ruang publik terbuka seperti alun-alun tidak dapat menawarkan sesuatu yang diminati oleh warganya?
Together with the development of the city and humankind that live inside, the public space apart from becoming the lifestyle also to a requirement. Humankind naturally need the public space as space to do activities that filled various qualities that were wanted by them, space that could enable them to interact with many people, space that gives the different experience from normal, or only to take a walk in the fresh air, rested for a moment from the activity of the work.

Anything the form of the public space, a public space must fill certain conditions so that it was considered successful also success in supporting persistence to live of its community. The public space, whether it is an open space or an enclosed one, must be able to facilitate its resident to do their activities, to aspire, also giving the feeling of ownership so that the public space becomes the identity of a city.

The town square, a form of the public available since the Javanese royal time, was the real shape of the appreciation of the community to an open public space. However, the town square and other open public spaces at this time are thought uninteresting to be visited if compared with the enclosed public spaces that are more modern. Is this matter caused by the community that increasingly wants to follow the progress of the time and the development trends that available nowadays? Or indeed the open public space as the town square could not offer something that has an interest taken in it by its resident?
2008
S48436
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margie Civitaria Siahay
Abstrak :
ABSTRAK
Kota Ambon merupakan salah satu kota yang pernah dilanda konflik agama beberapa tahun yang silam (1999-2004). Meskipun kini telah dinyatakan aman dan kondusif, namun terlihat bekas konflik masih terasa, terutama di ruang bermukim masyarakat yang sudah terpola sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing sejak konflik dahulu hingga kini. Hal ini pada akhirnya turut berdampak pada keberadaan ruang kota (ruang publik) yang semakin menurun kualitas lingkungannya. Segregrasi yang terjadi di dalam kawasan bermukim pada akhirnya menurunkan kualitas ruang kota. Ruang kota yang dapat menjadi ruang publik yang digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari publik pun tidak tercapai dengan baik. Desain dihadirkan sebagai mediator di antara kedua pihak yang terpisah dalam pola bermukim ini. Perancangan dengan menggunakan konsep Shared Space diharapkan akan dapat mengembalikan harmoni ruang kota dengan menghadirkan desain ruang yang menjadi mediasi atau jembatan dengan tujuan untuk menjadi pemersatu keragaman etnis dan agama di dalam ruang publik di kota Ambon. Konsep shared space akan menampilkan kembali integritas dan keseimbangan serta ‘sense of place’ dalam kawasan pusat kota terkususnya ruang publik, dan mengembalikan identitas Ambon pasca konflik agar menjadi ruang ruang kebersamaan antar komunitas dengan culture oriented dan berlandaskan kearifan lokal ikatan persaudaraan Pela-Gandong.
ABSTRACT
Ambon city is one of the city that has been hit by religious conflict many years ago (1999-2004). Although it has now been declared safe and conducive, but it appears that the conflict is still felt, especially in communities living space (residences) that has been patterned in accordance with their religious beliefs since the conflict a few years ago until now. Therefore, it affects the existence of the urban space (public space), this causes a decreased quality of the city environment. Segregation that occurred in the area of residences in the end make the quality of urban space has decreased significantly. Urban space should be a public space that is used by the community as part of the public was not achieved well. In this thesis, the design presented as a mediator between the two parties separated in this living space. Design by using the concept of Shared Space is expected to be able to restore the harmony of urban space which can be a mediation or a bridge with the aim to unite ethnic and religious diversity in the public space in the city of Ambon. The concept of Shared Space will bring back integrity and balance as well as the 'sense of place' in the downtown area especially public space, and returns the identity of the city of Ambon in the post-conflict period, in order to become a space of togetherness among communities with culture-oriented and based on local wisdom, which is the bond of Pela- Gandong.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T43456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Farhan Rizqullah
Abstrak :
Penyediaan trotoar yang dirancang dengan baik pada lingkungan perkotaan dengan fungsi mixed-use dapat meningkatkan aktivitas pejalan kaki. Tujuan dari penelitian ini adalah mencoba menelaah bagaimana peran substances dan surfaces dalam ruang publik kota. Sasaran dari penelitian ini adalah membuat panduan rancang kota bagi ruang publik di perkotaan yang livable dan interaktif. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, pendekatan dari Gibson (1979), tentang substances dan surface, dan walking experience dari Jacobs (1993); Speck (2013) digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara berjalan kaki, pengamatan langsung, wawancara, dokumentasi visual dengan foto, video, dan sketsa. Analisis dengan cara naratif deskriptif. Penelitian ini melihat bahwa pendekatan substance dan surface dapat mewujudkan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki melalui 4 unsur indikator yaitu (1) safe walk, (2) comfortable walk, (3) attractiveness, dan (4) accessible. Keempat unsur tersebut berfungsi untuk menata kembali pola penggunaan ruang oleh pedagang toko dan pedagang kaki lima (PKL), serta mengoptimalkan potensi toko-toko yang sudah tutup menjadi ruang yang atraktif, sehingga menciptakan ruang kota yang livabilitas bagi semua pengguna ruang kota. ......The provision of well-designed sidewalks in urban environments with mixed-use functions can increase pedestrian activity. This research aims to examine the role of substances and surfaces in the city's public space. The objective of this research is to create a city design guide for livable and interactive urban public spaces. The research was conducted using qualitative methods, the approach of Gibson (1979) about substance and surface, and the walking experience from Jacobs (1993); Speck (2013) was used in this study. Data collection was done by walking, direct observation, interviews, and visual documentation with photos, videos, and sketches. Analysis using descriptive narrative. This study sees that the substance and surface approach can create a pedestrian-friendly road space through 4 indicator elements, namely (1) safe walk, (2) comfortable walk, (3) attractiveness, and (4) accessibility. These four elements function to reorganize the pattern of use of space by shop traders and street vendors, as well as optimize the potential of closed shops into attractive spaces, thereby creating livable urban space for all city space users.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library