Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arindra Artasya Zainal
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnella
"Struktur perekonomian Propinsi Jawa Barat telah mengalami perubahan dari sektor pertanian beralih ke sektor industri. Daiam kurun waktu 10 tahun (1989-1999) telah terjadi pergeseran dimana kontribusi sektor pertanian dalam PDRB terus mengalami penurunan dari 20,35 persen menjadi 13,55 persen sedangkan sektor industri mengalami kenaikan dari 21,02 persen menjadi 35,77 persen. Penurunan peranan sektor pertanian dalam menyumbang PDRB tidak seimbang dengan penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar atau mampu memberikan pendapatan bagi sejumlah besar njmah tangga di Propinsi Jawa Barat. Keadaan ini mengakibatkan tingkat kesejahteraan pekerja di sektor pertanian lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya. Proses transformasi struktural di Propinsi Jawa Barat yang ditandai semakin turunnya peran sektor pertanian dan semakin besarnya peran sektor lain terutama sektor industri perlu diantisipasi agar kesejahteraan penduduk terutama yang berada di sektor pertanian dapat terus ditingkatkan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka penulisan tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian ternadap kinerja sektor pertanian. Karena walaupun peranan sektor pertanian telah menurun tetapi sektor ini masih tetap memegang peranan penting dalam perekonomian di Propinsi Jawa Barat. Dampak pengeluaran pemerintah ini akan mdihat pengaruh yang ditimbulkannya terhadap pembentukan output, kesempatan kerja, pendapatan, nilai tambah dari suatu sektor, khususnya sektor pertanian. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis keterkaitan sektor pertanian dengan sektor perekonomian lainnya.
Model yang digunakan menggunakan model Input-Output dengan memanfaatkan Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 1999.
Berdasarkan tabei transaksi Input-Output tahun 1999 perekonomian Propinsi Jawa Barat memperlihatkan bahwa sektor industri mempunyai peranan paling besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan output, nilai tambah, ekspor dan impor. Sedangkan peranan sektor pertanian yang terbesar dalam penyerepan tenaga kerja yaitu sekitar 32,2 persen dari jumlah total tenaga kerja di Jawa Barat. Besamya jumlah tenaga kerja dan rendahnya tingkat pendidikan para tenaga kerja di sektor pertanian mengakibatkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian jauh lebih rendah bila dibandingkan produktivitas sektor-sektor lainnya. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja, dimana upah rata-rata yang diperoleh tenaga kerja di sektor pertanian merupakan upah terendah yaitu sebesar Rp 920.000 pertahun.
Nilai multiplier output dan pendapatan yang dihasilkan berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sektor industri mempunyai nilai multiplier terbesar. Multiplier output tipe I dihasilkan oleh industri barang jadi dan logam dengan nilai 2,092 yang berarti peningkatan permintaan akhir satu-satuan akan meningkatkan output seluruh perekonomian sebesar 2,092 satuan. Multiplier pendapatan terbesar diperoleh sektor industri kertas, barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan dengan nilai 2,639. Sedangkan multiplier tenaga kerja terbesar dihasilkan oleh sektor jasa-jasa.
Di sektor pertanian, nilai multiplier output total sebesar 1,555 yang berarti apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu juta maka akan meningkatkan output seluruh perekonomian sebesar 1,555 juta. Multiplier tenaga kerja sektor ini sebesar 0,188 menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta di sektor pertanian akan menyerap 188.000 tenaga kerja baru dalam perekonomian dengan 90,03 persen kenaikan penggunaan tenaga kerja pada sektor pertanian itu sendiri. Multiplier pendapatan sektor pertanian sebesar 0,227 mempunyai arti apabila terjadi kenaikan output sektor pertanian sebesar satu jute rupiah maka akan menaikkan tingkat pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 227.000.
«
Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang rendah, dimana nilai keterkaitan dan sisi output relatif lebih besar dibandingkan sisi input.
Hal tersebut berarti sektor pertanian tidak dapat dijadikan sebagai pendukung bagi pengembangan sektor lainnya maupun dijadikan sebagai sektor utama. Reran tersebut lebih tepat diberikan pada sektor industri karena sektor industri memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai basis pengembangan perekonomian.
Berdasarkan alokasi dana pengeluaran pemerintah, dampak langsung yang dihasilkan sektor pertanian pada pembentukan total output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai tarn bah secara absdut lebih besar dibandingkan sektor industri, pertambangan dan sektor perdagangan. Hal ini disebabkan alokasi dana pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian jauh lebih besar dari ketiga sektor lainnya. Namun apabila dilihat secara proporsi terhadap nilai total, sektor pertanian menempati peringkat ketiga dari empat sektor yang diteliti. Pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian temyata kurang mendukung kinerja di sektor pertanian. Karena dari analisis menghasilkan efek pengganda pendapatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah tenaga kerjanya. Selain itu, pembentukan output yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan tiga sektor lain yang dianalisis.
Banyaknya tenaga kerja yang bergantung di sektor pertanian merupakan salah satu alasan perlunya memperbaiki kinerja sektor pertanian di Jawa Barat Sehingga pengalihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya, misalnya ke sektor industri merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan agar tingkat pendapatan yang diperoleh akan lebih besar dan akan berdampak pada meningkatnya tingkat kesejahteraan mereka. Sektor industri yang diharapkan dapat dijadikan sebagai sektor utama (leading sector1) yang dapat menampung para pekerja dari sektor pertanian adalah sektor industri yang berbasis pertanian (agroindustri), khususnya agroindustri dari jenis aneka industri dan industri kecil.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Danu Bekti Robi`u
"Selama tiga dekade distribusi komoditi pupuk Urea diatur secara ketat untuk mendukung program pemerintah di bidang peningkatan produksi pertanian dan swasembada beras. Masalahnya adalah pemerintah telah membuat kebijakan penghapusan tata niaga pupuk dan pencabutan subsidi, namun di sisi lain pemerintah masih memberikan subsidi untuk daerah sulit dijangkau (remote area) dan mengawasi ekspor Urea. Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan formulasi, implementasi dan implikasi kebijakan distribusi pupuk Urea di Indonesia dengan cara menelusuri latar belakang yang mendasari kebijakan tersebut. Kerangka pemikiran ekonomi politik digunakan untuk menjelaskan latar belakang di dalam formulasi kebijakan, dan menjelaskan implementasinya serta implikasi kebijakan terhadap pelaku distribusi. Metode penelitian menggunakan analisis deskriftif dengan satuan analisisnya adalah Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia di bidang pengadaan dan penyaluran pupuk. Data yang digunakan adalah data sekunder dari berbagai publikasi dan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam kebijakan distribusi pupuk pada departemen terkait dan pelaku distribusi yang terlibat sehingga mewakili untuk diolah, dianalisis dan diinterpretasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) formulasi kebijakan distribusi Urea di Indonesia dilatarbelakangi oleh kepentingan masing-masing departemen terkait dalam mewujudkan misi yang ingin dicapai, (2) peranan Pemerintah sangat dominan di dalam pengaturan masalah pupuk mulai dari tingkat investasi, produksi, distribusi dan penetapan harga eceran, (3) peranan pemerintah secara bertahap mulai berkurang sejak desember 1998 dengan hanya mengatur masalah pengadaan untuk kebutuhan dalam negeri dan penetapan ijin ekspor Urea, (4) implikasi kebijakan terhadap pelaku distribusi adalah mereka menikmati monopoli di dalam pendistribusian pupuk Urea untuk tanaman pangan sehingga tidak memberikan kesempatan kepada pelaku lain untuk terlibat di dalam distribusi dan pemasaran pupuk Urea, dan (5) hapusnya tata niaga pupuk telah mampu menghilangkan distorsi yang selama ini terjadi di dalam distribusi pupuk Urea untuk tanaman pangan.
Penelitian menyarankan/merekomendasikan beberapa hal berikut : (1) dalam formulasi kebijakan yang menyangkut masalah pupuk Urea hendaknya diperhatikan aspek sosio ekonomi yang berdampak pada petani, (2) pengawasan mutu perlu diatur kembali dalam rangka menertibkan peredaran pupuk alternatif, dan (3) ekonomi-politik kenaikan harga pupuk perlu dikaji dalam penelitian tersendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T16728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Muita Abdullah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan risiko kredit pada perusahaan Peer-to-Peer P2P Lending di bidang pertanian dengan studi kasus AgriFund. Penelitian ini terlebih dahulu meneliti mengenai persepsi AgriFund terhadap risiko kredit, kemudian akan dibahas mengenai proses manajemen risiko kredit pada AgriFund. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada perusahaan P2P Lending yang bergerak di bidang pertanian. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang ada pada perusahaan AgriFund.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa risiko kredit menurut AgriFund adalah risiko ketika pembiayaan atau kredit yang diberikan kepada peminjam dana tidak dapat dikembalikan, adanya ketidaksesuaian antara ekspektasi dengan hasil yang ada, dan adanya ketidaksesuaian waktu pengembalian dan jumlah yang dikembalikan kepada pemberi pinjaman. Terdapat 8 delapan faktor risiko kredit yang diidentifikasi, diukur, dan ditangani pada masing-masing risiko yang dilakukan oleh AgriFund.

The purpose of this study is to analyze credit risk management in the peer to peer lending company in agricultural sector. It uses a qualitative method with case study approach in AgriFund. Through in depth interviews, this research first examines AgriFund's perceptions of credit risk and then discusses the credit risk management process in AgriFund.
The findings show that AgriFund's perceive credit risk to arise when borrowers experience defaults and fail to honor their obligation when there is a mismatch between expectations and results, and a mismatch between of payback time and the amount paid back to the creditors. There are eight credit risk factors identified, measured, and treated by AgriFund.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Chrisna Triehadi Permana
"Pertumbuhan ekonomi nasional yang dicapai melalui pembangunan yang berwawasan industri, telah mengesampingkan sektor pertanian. Hal ini kemudian mengakibatkan timbulnya ancaman krisis pangan akibat ketersediaannya yang semakin tidak menentu di masa depan. Faktor konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan permukiman, serta beralihnya sebagian besar tenaga petani pedesaan menjadi buruh industri perkotaan, adalah beberapa alasan yang menyebabkan semakin rendahnya kontribusi sektor pertanian jika dibandingkan dengan sektor industri dalam perekonomian nasional. Provinsi Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi termaju yang juga merupakan daerah produsen pertanian terbesar di Indonesia pada masa lalu, kini menghadapi persoalan semakin meningkatnya aktivitas industri dan menurunnya aktivitas pertanian (transformasi struktural). Indikasi terjadinya transformasi struktural ini bersamaan dengan dimulainya pembangunan infrastruktur secara pesat, salah satunya adalah infrastruktur jalan. Akibatnya, timbul opini yang cenderung mengarah pada anggapan bahwa pembangunan infrastruktur jalan menstimulasi pertumbuhan aktivitas sektor industri dan mengancam pertumbuhan aktivitas sektor pertanian. Dari persoalan empirik di atas, penelitian ini dilakukan dalam rangka membuktikan secara ilmiah seberapa besar pengaruh pembangunan infrastruktur jalan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, sesuai dengan permasalahan utamanya, penelitian ini juga hendak membuktikan seperti apa pengaruh infrastruktur jalan terhadap teijadinya proses transformasi struktural di berbagai kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis ekonometrika yang mengacu pada model pertumbuhan ekonomi dan sektoral dari Teori Solow, di mana pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh fungsi produksi yakni modal (publik dan privat) dan tenaga kerja serta faktor-faktor yang terkait dengan kemajuan teknologi. Sedangkan untuk menguji pengaruh pembangunan infrastruktur jalan terhadap proses transformasi struktural, maka analisis dilakukan dengan melihat pengaruh infrastruktur jalan terhadap perubahan prosentase kontribusi output sektor pertanian terhadap total output Provinsi Jawa Barat di masing-masing kota/kabupaten.

National economic growth that achieved through development process with an industrial conception, has been put the agricultural sector as an inferior economic activities. This situation, then lead our country to the occurrence of the threat about food crisis due to the instabilized of food availability in the future. The conversion of land from agricultural function into industrial and settlements function, and urbanization which changing most of rural farmers into urban industrial workers, are some main reasons that caused the contribution of the agricultural sector compared to the industrial sector in the national cconomy getting decreased time by time. West Java Province, as one of the well-developed provinces which is also the largest agricultural producing areas in Indonesia in the past, now facing the problems of structural transformation, mean that the industrial activities increase so fast and the other side, agricultural activities decrease and growing so slow. The indication of the occurrence of this structural transformation coincides with the begin of the rapid development of infrastructure, that one of the type is road infrastructure. As a result, there a lot of opinions which likely to arise on that road infrastructure development activity stimulated the growth of the industrial sector and threaten the growth of agricultural sector activities. From above empirical issues, this research was conducted in order to scientifically prove how much the influence of road infrastructure development to the economic growth in West Java Province. In addition, in accordance with the main issues of research, second pait of the analysis also tried to prove what the influence of roads infrastructure to the occurrence of structural transformation in the various districts and municipalities in West Java Province. The research using econometrics approach analysis method that draws on the model of economic growth and sectora! from Solow's theory, where economic growth is influenced by the production function of Capital (public and private) and employment as well as factors related to the progress of technology. Meanwhile, to identify the influence of road infrastructure development to the process of structural transformation, the analysis is done by looking at how the road infrastructure influencing the changes of percentage contribution of agricultural output to the total economic output in West Java Province spread by each municipalities/district."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26274
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hayun Nurdiniyah
"Pasca Perang Dunia II, Jepang maju pesat sebagai negara industri maju. Sektor manufaktur Jepang, termasuk industri otomotif berkembang pesat. Namun, laju industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk usia produktif dari desa ke kota dan dari sektor pertanian ke sektor industri. Akibatnya, sektor pertanian hanya ditangani oleh tenaga kerja usia lanjut. Di samping itu, nilai tambah yang rendah juga menyebabkan sektor pertanian kurang diminati oleh generasi muda angkatan kerja. Akibatnya, pertanian menjadi sektor yang tidak kompetitif di Jepang. Sejak era pertumbuhan ekonomi tinggi, pemerintah Jepang menjalankan kebijakan proteksi dengan memberi subsidi kepada pelaku sektor pertanian. Memasuki abad ke-21, globalisasi dan liberalisasi perdagangan menjadi agenda utama dunia, termasuk Jepang. Untuk mengantisipasi impor produk pertanian yang lebih murah, pemerintah Jepang harus menjalankan kebijakan untuk tidak hanya melindungi, tetapi juga membantu meningkatkan daya saing sektor pertanian. Setelah menjabat sebagai perdana menteri pada Desember 2012, PM Shinzo Abe mengeluarkan paket kebijakan ekonomi salah satunya untuk sektor pertanian. Selain itu, pada Mei 2013 PM Shinzo Abe memutuskan bahwa Jepang akan berpartisipasi dalam perundingan Trans-Pacific Partnership (TPP). Di saat yang bersamaan, PM Abe mendorong implementasi beberapa kebijakan untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian Jepang.

In post World War II era, Japan has transformed itself into a leading industrial nation. Manufacturing industries, including automotive industry, has become a leading industry for Japan. However, rapid industrialization caused the urbanization and the migration of working forces from rural to urban area. Consequently, agricultural sector was left to the elderly worker. Meanwhile, the value added of the agricultural products are much lower, causing it less and less attractive to the younger generation. As a result, agricultural sector became less competitive. Since the era of high economic growth, the Japanese government has been taking a number of protective policies, including heavy subsidies, to protect the farmers. However, in the 21st century, globalization and trade liberalization has become the rule of the day, and Japan must also join itu. In order to anticipate the influx of low price agricultural product imports, the Japanese government had to implement policies not only to protect, but also to empower the farmers, and to make agricultural sector in Japan more competitive. In December 2012, prime minister Abe Shinzo came to power, and immediately after, he announced a number of economic policies, including policies to boost the growth of agricultural sector. In May 2013, PM Abe announced that Japan will join the negotiation of Trans-Pacific Partnership (TPP). At the same time, PM Abe had push the implementation of a number of policies to boost agricultural sector in Japan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T45513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhti Winar Setyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pendidikan dan turnover pekerja di sektor pertanian. Hasil analisis deskriptif menggunakan Sakernas Agustus 2021 menunjukkan pekerja pertanian yang outmover (memilih bekerja di sektor non pertanian) lebih tinggi pada tingkat pendidikan menengah dan tinggi namun lebih rendah pada tingkat pendidikan rendah. Berdasarkan analisis regresi logistik biner multilevel ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pekerja di sektor pertanian, maka semakin besar pula kecenderungan outmover. Jurusan pertanian tidak berpengaruh signifikan terhadap turnover. Pada pendidikan menengah kecenderungan outmover lebih rendah apabila pekerja pertanian tinggal di perdesaan atau berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan tinggi akan menurunkan kecenderungan outmover pada pekerja pertanian yang tinggal di perkotaan. Pengaruh pendidikan tinggi akan berbeda signifikan dengan pendidikan menengah apabila melalui variabel perantara perkotaan. Meningkatnya pendidikan juga memberikan pengaruh pada meningkatnya outmover pekerjaan di sektor pertanian (lebih besar di Pulau Jawa) setelah dilihat secara nasional maupun antar Jawa-Non Jawa, namun jurusan pertanian tidak signifikan.

This study aims to analyze the relationship between education and worker turnover in agricultural sector. Descriptive analysis using Sakernas August 2021 shows that agricultural workers who outmover (choose to work in non-agricultural sector) are higher at the middle and high education levels but lower at the low education level. Based on multilevel binary logistic regression analysis, the higher education level of a worker in the agricultural sector, the greater tendency to outmover. In secondary education, the tendency to outmover is lower if agricultural workers live in rural areas or male. Higher education will reduce the tendency to outmover for agricultural workers who live in urban areas. The effect of higher education significantly different from secondary education if moderator variable of urban/rural included. The increase in education also increasing outmover in the agricultural sector (greater in Java) nationally or between Java and non-Java. Agricultural major has no significant effect on turnover."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainul Abidin
"This study aims to determine the impact of the Covid-19 pandemic on labor productivity in the agricultural and the National Economic Recovery (PEN) Program to support labor productivity in the agricultural sector. This research method is descriptive qualitative using secondary data. The results showed that the Covid-19 pandemic had an impact on labor productivity in the agricultural sector. The pandemic increases health risks, disrupts agricultural production and marketing, increases the burden of health expenditures, and reduces access to education and training. The PEN program supports the productivity of the agricultural sector workforce by providing assistance and developing the capacity of the farm workforce using the distribution of social assistance (bansos) and additional pre-employment card allocations. The social assistance and capacity-building program for the agricultural workforce enabled the agricultural workforce to continue working and being productive, thus supporting the sustainable development of the farming sector."
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021
336 ITR 6:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>