Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Murtiningsih
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi secara mendalam pengalaman hubungan seksual perempuan paska melahirkan dengan seksio sesarea. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 6 partisipan dengan karakteristik berbeda. Perempuan yang menjadi partisipan sudah diidentifikasi mempunyai pengalaman hubungan seksual paska seksio sesarea dan mampu menceritakan pengalamannya. Pengumpulan data dengan tehnik wawancara mendalam.
Metoda yang digunakan untuk analisa data yaitu metoda Colaizzi's. Setelah data dianalisa, peneliti mendapatkan 5 thema: (1) persepsi adanya perubahan hubungan seksual sesudah seksio sesarea, hubungan seksual sebagai kewajiban dan hal penting, (2) pengalaman perempuan memulai hubungan seksual setelah 7 minggu sampai 4 bulan paska seksio sesarea, atas inisiatif suami, dan respon seksualnya berbeda-beda (3) perasaan sakit dan takut saat hubungan seksual merupakan masalah yang dialami partisipan (4) perempuan mengharapkan hubungan seksual dilakukan apabila luka operasi sembuh, dilakukan dengan tenang dan perlahan (5) partisipan membutuhkan informasi atau penyuluhan dari perawat, diharapkan lebih tanggap terhadap permasalahannya.
Kesimpulan penelitian ini bahwa pengalaman hubungan seksual paska seksio sesarea dari keenam partisipan didominasi oleh perasaan takut. Rekomendasi berupa: pengembangan program disharge teaching, pemberian pendidikan kesehatan yang efektif, membentuk layanan konseling, penelitian lebih lanjut dan masukan untuk program keperawatan maternitas.

The purpose of this research was to explore deeply an experience the woman's sexual activity who delivered with caesarean section. A qualitative research used phenomenological approach. Sample in this research was six participants with different characteristics. The women who became participants were identified that they had an experience of sexual activity post caesarean section and capable to explain their experiences. Data collection utilized in-depth interviews.
Colaizzi's method was used for data analysis, so researcher found five themes: (1) perceptions of presence changing after caesarean section in sexual activity, it was as duty and important (2) women's experiences initiated intercourse after 7 weeks until 4 months post caesarean section because of their husband's initiative, and their sexual response were different (3) Feeling of pain and fear were participants problem when they were making love (4) Women's hope that intercourse should be done if the wound repaired, with calmly and slowly (5) the participants needed information or health education from nursing and they hope that nurse could bit, well aware of their problem.
Conclusion of this research, the experience of each participant was dominated with fear. Recommendations were: to develop discharge teaching program, to provide effective health education, available counseling program, continuing research and input for maternity nursing program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sri Wariyastuti
"

 

Aktivitas seksual adalah kebutuhan vital bagi manusia yang dapat terganggu setelah Infark Miokard Akut (IMA) sehingga kapan kembali melakukan aktivitas seksual merupakan hal yang harus menjadi perhatian. Namun saat ini, kembali beraktivitas seksual belum menjadi prioritas dalam pelayanan keperawatan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh dari karakteristik responden, farmakologi, komorbiditas, masalah seksual, dukungan pasangan, dukungan tenaga kesehatan, pengetahuan, fungsi fisik dan faktor psikologis (ansietas-depresi) terhadap kembali beraktivitas seksual. Penelitian menggunakan desain survey analitik cross sectional pada 107 responden rawat jalan yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Penelitian menggunakan instrumen Short-Form 12 (SF-12) untuk menilai fungsi fisik, Sex after MI Knowledge Test (SMIKT) untuk mengukur pengetahuan seksual paska IMA dan The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) untuk mengukur ansietas dan depresi. Hasil penelitian yang dianalisa dengan uji chi-square dan fishers exact menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan adalah farmakologi (beta-blocker) (p=0,020), masalah seksual (p=0,017) dan pengetahuan (p=0,038). Responden dengan beta-bloker, mempunyai masalah seksual dan pengetahuan seksual yang kurang cenderung terlambat kembali beraktivitas seksual. Program edukasi seksual dan peningkatan kolaborasi interprofesional diharapkan dapat membantu pasien lebih cepat kembali beraktivitas seksual paska IMA.

 

 


 

Sexual activity is a vital need for humans which can be distrupted due to Acute Myocardial Infarction (AMI) therefore when to resumption of sexual activity is an important matter must be concern. However, return to sexual activity have not been a priority in nursing care nowadays. The study aimed to identify influence of characteristics respondent, pharmacology, comorbidity, sexual problem, partners support, health professional support, sexual knowledge, physical function and psychology factors (anxiety-depression) on returning to sexual activity. The study used analytic survey with cross sectional approach and consecutive sampling involving 107  outpatient. The instruments used were Short Form 12 (SF-12) to assess physical function, Sex after MI Knowledge Test (SMIKT) to measure the post-IMA sexual knowledge and The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) to measure anxiety and depression level. The results were analyzed by fishers exact and chi square test showed a significant relationship between  pharmacological factor (beta-blocker) (p=0,02), sexual problems (p=0,017) and sexual knowledge (0,038) with returning to sexual activity after IMA. Respondents were receiving beta-blocker, having sexual problems and lacking of sexual knowledge tend to be late resuming sexual activity. Sexual education programe and increased interprofessional collaboration are expected to help post-IMA patients regain their sexual activity  faster.

 

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kentri Hastuti
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya berita di harian Suara Merdeka (Juli dan Oktober 1995) yang melaporkan adanya aktivitas hubungan seksual pranikah dikalangan remaja. Sebagai tanggapan, para pemuka agama dan masyarakat menganjurkan peningkatan religiusitas atau peningkatan perilaku ketaatan beragama sebagai upaya pencegahan.
Menyadari pentingnya upaya pencegahan aktivitas hubungan seks pranikah dikalangan remaja, peneliti ingin menegaskan apakah religiusitas benar-benar dapat dijadikan salah satu upaya pencegahan hubungan seks pranikah dikalangan remaja. Menurut hemat peneliti, religiusitas tidak secara langsung berhubungan dengan aktivitas hubungan seks pranikah, namun langsung berhubungan dengan konsep beraktivitas seksual yang pantas dimiliki oleh setiap remaja yang menyebut dirinya religius. Konsep-konsep perilaku religius akan berperan sebagai acuan berperilaku, yang akan mengarahkan perilaku dan mengontrol perilaku. Jadi lebih tepat bila dikaitkan dengan regulasi diri, karena regulasi diri berkaitan dengan cara dalam mengarahkan dan mengontrol perilaku diri agar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pola pikir dan perilaku. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat hubungan antara religiusitas, regulasi diri dan aktivitas seksual remaja dalam berpacaran Mengingat di Indonesia ada 5 macam agama, maka sebagai upaya untuk membatasi populasi, dipilih remaja yang beragama Kristen Protestan sesuai dengan agama yang dianut peneliti.
Penelitian menggunakan metode wawancara terstruktur terhadap 60 responden yang dipilih secara purposive. Subyek terdiri atas 30 orang siswa dan 30 orang siswi SMU Masehi Semarang, beragama Kristen Protestan. Setiap responden akan mendapatkan skor tertentu pada masing-masing variabel serta catatan khusus sehubungan dengan variabel penelitian. Data berupa skor diolah dengan statistik parametrik menggunakan teknik analisa garis regresi. Setelah dilakukan penelitian, data kuantitatif menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara religiusitas, regulasi diri dan aktivitas seksual.
Hasil pengujian hubungan antar variabel menunjukkan bahwa religiusitas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan regulasi diri maupun aktivitas seksual, tetapi regulasi diri memiliki hubungan yang signifikan dengan aktivitas seksual. Pembahasan hasil wawancara lebih lanjut terhadap 12 responden yang memiliki skor aktivitas seksual 8 (dalam kondisi berbusana tangan saling mengelus daerah sekitar pinggang kebawah) sampai 15 (melakukan hubungan seksual tanpa alat kontrasepsi), juga menunjukkan bahwa skor religiusitas tidak menentukan tingginya rendahnya skor aktivitas seksual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T2284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Rosida
"In dense and slum areas, parents often have to share bedroom with their
children, so the children have been exposed to sexual activity since early.
This study aimed to determine residential density, parents? sexual activity
and its effects to teenage sexual behavior in Yogyakarta. This study used
cross-sectional design by interviewing 268 families that had teenagers as
selected randomly in urban slum areas and rural areas on March ? May
2015. Data was analyzed using chi-square test and multivariate cox-regression.
Results showed that parents living in dense residence had risk
two times higher to commit sexual activity which had negative effect on their
children. Parents? sexual activity did not have any influence to risky sexual
behavior among teenagers. Factors significantly related to risky sexual behavior
among teenagers are male sex, negative attitude and influence of
peers. Health agency and primary health care should improve counseling
programs for teenagers and train peer counselors. Activities which have
been conducted at schools should be expanded to risky areas, such as urban
slum area with high density of residence.
Pada daerah kumuh dan padat, orangtua sering terpaksa harus berbagi ruang
tidur dengan anak-anaknya sehingga anak-anaknya sudah terpapar
dengan aktivitas seksual sejak dini. Penelitian ini bertujuan mengetahui
kepadatan hunian, aktivitas seksual orangtua, dan efeknya terhadap perilaku
seksual remaja di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong
lintang dengan mewawancarai 268 keluarga yang memiliki anak remaja
yang dipilih secara acak di daerah kumuh perkotaan dan daerah
pedesaan pada bulan Maret ? Mei 2015. Analisis data dilakukan menggunakan
uji kai kuadrat dan regresi-cox multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan menunjukkan
bahwa orangtua yang tinggal di hunian padat memiliki risiko dua
kali lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual yang berdampak negatif
bagi anaknya. Aktivitas seksual orangtua tidak berpengaruh terhadap perilaku
seksual berisiko pada remaja. Faktor yang berhubungan bermakna
dengan perilaku seksual berisiko pada remaja adalah jenis kelamin laki-laki,
sikap negatif, dan pengaruh teman sebaya. Dinas kesehatan dan
puskesmas agar terus meningkatkan program penyuluhan remaja dan
melatih konselor teman sebaya. Kegiatan yang selama ini telah dilakukan
di sekolah sebaiknya diperluas pada daerah berisiko seperti daerah kumuh perkotaan dengan kepadatan hunian yang tinggi."
Yogyakarta: Aisyah Yogyakarta School of Health Sciences, Yogyakarta, Indonesia, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Ernawati
"Cara kerja : Selama bulan Juni hingga September 2006, 97 perempuan dengan HIV positif baik yang telah mendapat terapi ARV atau belum, mengikuti penelitian di Poliklinik POKDISUS AIDS RSCM. Data didapatkan dari status dan wawancara serta pengambilan tes Pap. Dari status diketahui kadar CD4 yang telah diperiksa terakhir. Karena masalah dana hanya diambil sepuluh sampel untuk mengetahui jenis DNA HPV serviks peserta penelitian. Dilihat jugs bagaimana karakteristik penularan HIV pada perempuan yang diteliti. Pelaporan hasil tes Pap dengan sistem Bethesda.
Hasil : Temuan tes Pap abnormal adalah 23,7%, terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%, diikuti ASCUS 10,3% dan LIS derajat tinggi 2,1%. Pada perempuan HIV positif yang diteliti kadar CD4 kurang dari 200 sel/mm3 adalah 40,2% ; antara 200-500 adalah 47,4% dan lebih dari 500 adalah 12,4%. Dari sepuluh peserta yang diperiksa DNA HPV diketahui enam orang didapatkan jenis high risk. Penularan infeksi HIV pada perempuan yang diteliti adalah melalui kontak seksual dengan suami pengguna putau 44,3%, suami yang multipartner 18,6%, perilaku seksual multipartner peserta penelitian sebanyak 26,8% dan peserta penelitian yang mengkonsumsi narkoba putau 10,3%.
Kesimpulan Temuan tes Pap abnormal terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%. Kadar CD 4 sebagian besar perempuan dalam penelitian ini adalah kurang dari 500 sel per mm3 (87,6%). Enam dari sepuluh peserta penelitian yang diperiksa DNA HPV didapatkan jenis high risk (risiko tinggi). Karakteristik penularan infeksi HIV terbanyak pada perempuan yang diteliti adalah penularan melalui kontak seksual dengan suami yang telah terinfeksi HIV Iebih dulu 62,9%.

Objective: to investigate Pap smear test result of the HIV positive women at POKDISUS AIDS RSCM.
Method: Between June and September 2006, 97 HIV-positive women from POKDISUS AIDS RSCM policlinic were enrolled. Some of the women have received the ARV treatment, while some others have not. Data were obtained from the medical records, interview and Pap test of the participant. From the medical records, the last CD4 level was obtained. Causes of financial problem only ten experiment samples were collected to investigate the type of cervical HPV DNA. It was also inspected how the HIV transmission characteristic of the women involved. The Pap's test report was using the Bethesda system.
Result: the Pap test outcome shown: abnormal 23.7%, consisting: LGSIL 11.3%, followed by ASCUS 10.3% and HGSIL 2.1%. At the HIV positive women, the CD4 level less than 200 cells/mm3 is 40.2%; ranges between 200 - 500 cells/mm3 is 47.4% and more than 500 is 12.4%. From the 10 (ten) participants investigated, it is known that 6 (six) of them got the high-risk type. The transmission of HIV infection of the participants: through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses is 44.3%, through the sexual activity of the multipartners spouses is 18.6%, and by the multipartners sexual activity is 26.8% and by the drug/putaw abuse is 10.3%
Conclusion: the Pap test outcome shown the most occurrences is L;GSIL 11.3%, the CD4 level of the HIV positive women is mostly less than 500 cells/mm3 (86,7%). Further, 6 (six) out of 10 (ten) participants investigated got the high-risk type. Most of the transmission of HIV infection of the participants is through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses, who have been infected already.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Meirisa
"Pendidikan seksual oleh orang tua adalah penting bagi remaja untuk memperoleh informasi yang benar tentang masalah seksual. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pemberian pendidikan seksual oleh orang tua kepada remaja di Kelurahan Kukusan Depok. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Sebanyak 97 orang tua berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari 50% orang tua pernah memberikan informasi tentang perbedaan dan fungsi alat kelamin, pubertas, perubahan fisik setelah pubertas, pedoman berperilaku remaja, bahaya seks bebas, dan kehamilan. Hubungan seks/intim pernah diberikan 43,3% orang tua. Informasi tentang pedoman berperilaku remaja dan bahaya seks bebas paling sering-selalu diberikan. Hampir tiga-perempat orang tua memberikan pendidikan seksual sesuai inisiatif dan ketika remaja bertanya. Sebagian besar orang tua tidak setuju tabu, budaya, agama, ketidaknyamanan dan rendahnya pengetahuan orang tua sebagai penghambat. Pendidikan seksual kepada remaja oleh orang tua penting untuk terus dilakukan sebagai pengontrol perilaku seksual remaja yang tidak sehat.

Sexual education given by parents is important as it plays a role of providing the right information about sexual matters for adolescents. This descriptive designed research which involves 97 parents aims to understand the illustration of sexual education given by parents in Kelurahan Kukusan, Depok. The research shows that more than 50% percent of parents have once given information about the differences between male and female sexual organs and their function, puberty, physical changing after puberty, guidance on adolescents behavior, the danger of free sex, and pregnancy. Furthermore, information about sexual activity was given by 43, 3% of them. The research also shows that information regarding the guidance on adolescents behavior and the danger of free sex was given the most often, even always. Almost three quarters of parents gave sexual education based on their initiative and when asked by the adolescents. Most of the parents disagree that taboo, religion, the feeling of uncomfortable, and limited knowledge about sexual matters as obstacles. Sexual education by parents is indeed important, therefore, should be done continually to deal with unhealthy adolescents sexual activity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42003
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Irawati
"Disfungsi seksual merupakan masalah yang umum dialami oleh pasien hemodialisa (Hd). Studi kualitatif ini dilakukan untuk menggali pengalaman disfungsi seksual pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir (PGK) yang menjalani Hd dengan jumlah partisipan 6 laki-laki dan 6 perempuan. Terdapat lima tema yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu perubahan akibat PGK, aktivitas seksual pasien Hd, jenis disfungsi seksual pasien, penyebab timbulnya masalah seksual serta dukungan yang diperlukan pasien dalam mengatasi masalah seksualnya. Kemampuan perawat melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain untuk mengatasi masalah seksual pasien, pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Sexual dysfunction is a common problem experienced by patients on hemodialysis. This qualitative study explored the sexual dysfunction experience of patients with end stage renal disease disease (ESRD) and hemodialysis. Six female and 6 male participated as respondents on this study. There are five themes identified on this study, including changes caused by ESRD, sexual activity of patients on hemodialysis, type of sexual dysfunction, the cause of sexual dysfunction and supports needed by the patients to cope with their sexual problems. Nurse ability to cooperate with other health professionals is needed to overcome the patients sexual problem, and increasing the patients? life quality as the final impact."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Handy
"Anak jalanan adalah sebuah fenomena yang biasa dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta. Jumlah anak jalanan sulit untuk dipastikan, tapi diperkirakan di seluruh dunia terdapat tidak kurang dan 10.000.000 anak. Pada tahun 1999, Irwanto dkk mencatat sebanyak 10.000 anak di Jakarta masuk dalam kategori anak jalanan. Jumlah anak jalanan tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi, urbanisasi dan kesulitan ekonomi masyarakat.
Anak jalanan secara umum menghadapi lingkungan dan risiko yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dan tumbuh kembang mereka. Secara umum mereka menghadapi risiko kecelakaan atau penyakit akibat bekerja dan berada di jalanan. Mereka juga berisiko kehilangan hak pendidikan, hak untuk bermain, mengalami perlakuan salah serta mengalami paparan terhadap berbagai perilaku sosial yang tidak baik. Perilaku ini di antaranya adalah kebiasaan merokok, penggunaan zat psikoaktif, melakukan hubungan seks dan sikap antisosial. Semua hal tersebut merupakan ancaman terhadap pencapaian tumbuh kembang optimal termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi anak dengan lingkungannya. Salah satu risiko anak jalanan yang paling banyak dibahas adalah tingginya kemungkinan mendapatkan perlakuan salah baik secara fisik, emosi maupun seksual. Friedrich dkk mengemukakan bahwa aktivitas seksual lebih banyak dilaporkan pada anak yang memiliki riwayat perlakuan salah secara seksual. Faktor biologis dan lingkungan adalah dua faktor yang berperan pada perkembangan dan perilaku seksual seorang anak yang dapat membawa dampak sampai usia dewasa. Lingkungan hidup di jalan bersifat kondusif bagi anak-anak untuk melakukan hubungan seksual di usia yang amat muda karena tidak ada hambatan normatif yang berarti dalam komunitas mereka untuk melakukan hubungan seksual. Kebiasaan lain seperti penggunaan zat psikoaktif dan merokok, yang juga banyak terdapat di kehidupan jalanan, dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi dan perkembangan sosial anak yang akhimya dapat mendorong mereka pada perilaku seksual berisiko tinggi. Latar belakang keluarga yang bermasalah dan kehidupan jalanan yang keras juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan emosi dan perilaku yang mengarahkan mereka pada perilaku seksual risiko tinggi atau bahkan membuat mereka memilih untuk menjadi pekerja seks anak.
Perilaku seksual risiko tinggi (PSRT) adalah aktivitas seksual yang berisiko mengancam kesehatan seseorang akibat paparan terhadap berbagai penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Perilaku seksual risiko tinggi ini adalah hubungan seksual, baik genito-genital, oro-genital maupun ano-genital, yang dilakukan tanpa perlindungan (kondom) dan atau dilakukan dengan banyak pasangan (promiskuitas). Perilaku seksual risiko tinggi di antara anak dan remaja telah menjadi perhatian dunia dalam dekade terakhir karena makin maraknya penularan virus hepatitis B (VHB), virus hepatitis C (VHC), human immunodeficiency virus (HIV) dan berbagai penyakit menular seksual (PMS) Iainnya. Penyakit menular seksual dapat menyebabkan transmisi vertikal dan gangguan pada kehamilan di kemudian hari, infertilitas, penyakit keganasan serta dapat mempermudah terjadinya transmisi HIV." Kehamilan usia dini merupakan hal yang penting dan satu masalah tersendiri akibat adanya PSRT dengan dampak biopsikososial yang amat besar. lbu dengan usia yang terlalu muda berisiko tinggi terhadap rendahnya status kesehatan fisik dan jiwa, gagal dalam pencapaian pendidikan yang memadai dan ketergantungan hidup yang besar terhadap pihak lain; belum terhitung akibat yang terjadi jika ia melakukan aborsi yang tidak aman. Jika ia melahirkan, anak yang dilahirkan berisiko tinggi terhadap gagalnya pencapaian potensi tumbuh kembang yang optimal. Pada akhirnya hal ini akan memperburuk kemiskinan dan keterbelakangan yang telah ada dalam masyarakat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Barliantari
"Hingga saat ini laju penularan HIV cenderung terus meningkat, demikian pula peningkatan jumlah kasus AIDS. Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan HIV di Indonesia sejak tahun 1995 semakin memprihatinkan. Di beberapa daerah, prevalensi HIV positif di kalangan pekerja seks meningkat sampai mendekati 5%. Tingkat epidemi ini telah mengarah pada level epidemi terkonsentrasi di kalangan populasi berisiko. Angka kumulatif kasus AIDS tertinggi per September 2007 dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, dan Jawa Timur (www.aids-ina.org). AIDS memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan struktur masyarakat. Penyakit ini mempertinggi angka kematian ibu dan anak di Indonesia dan mengancam keberlangsungan hidup angkatan kerja di Indonesia karena kasus AIDS banyak ditemukan pada kalangan usia produktif. Penyakit ini juga semakin menyulitkan usaha-usaha untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia (UNDP, 2001). Tahun 2010 diperkirakan akan ada sekitar 110.000 orang yang menderita atau meninggal karena AIDS, serta 1 ? 5 juta orang yang mengidap virus HIV. Seriusnya ancaman HIV&AIDS membuat pencegahan penularan HIV& AIDS menjadi tujuan ke enam dari delapan tujuan penting dalam Millenium Development Goals (MDGs). AIDS adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini ditularkan melalui beberapa cara, salah satunya adalah melalui hubungan seks tanpa kondom, yang merupakan cara penularan dominan. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dan hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk pencegahan serta obat yang mampu menyembuhkan penyakit ini. Beberapa hasil penelitian dan survei menunjukkan bahwa tingkat pemakaian kondom di kalangan pelanggan wanita penjaja seks masih rendah. Padahal, penggunaan kondom dalam seks komersil merupakan kunci penting pencegahan penularan HIV karena hubungan seks merupakan salah satu jalur utama penularan HIV (Depkes, 2005). Mengacu pada permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja mempengaruhi perilaku penggunaan kondom di kalangan pasangan tetap wanita penjaja seks (Gendak) pada saat melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya dan/atau kelompok berisiko lainnya sebagai upaya untuk mencegah penularan IMS, HIV&AIDS. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 211 Gendak sebagai unit analisisnya, yang merupakan kelompok dampingan Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data primer yang diperoleh melalui survei untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut. Data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2002 dan SPSS for Windows Release 11.00. dengan aplikasi analisis regresi metode enter dan dilanjutkan dengan analisis jalur untuk melihat besarnya koefisien pengaruh langsung dan tidak langsung atas sejumlah varaibel yang diuji. Dilakukan uji asumsi, seperti uji normalitas sebaran, uji linieritas, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinieritas, terhadap data-data penelitian. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan kondom, sedangkan variabel independen terdiri dari delapan yaitu (1) faktor pengalaman pernah terkena IMS, HIV&AIDS, (2) faktor pengetahuan IMS, HIV&AIDS, (3) faktor sikap, (4) faktor pendidikan, (5) faktor pekerjaan, (6) faktor umur, (7) faktor status perkawinan, dan (8) faktor akses terhadap kondom. Terdapat tiga hipotesis utama yang diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan metode regresi dan analisis jalur, penelitian menyimpulkan (1) pengalaman dan pendidikan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan, (2) pengalaman, pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan dan pengetahuan secara bersama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap, dan (3) pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan, akses dan sikap secara bersama berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak. Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak adalah antara lain (1) peningkatan dan perbaikan akses kondom dengan cara: a) perluasan pembentukan outlet kondom yang dekat dengan lokasi transaksi seks; b) kondom tidak diberikan secara gratis namun dijual dengan harga yang terjangkau, c) meningkatkan kualitas fisik kondom (lebih halus, tipis dan sesuai ukurannya); (2) kampanye penggunaan kondom; (3) diseminasi informasi HIV&AIDS dilakukan melalui media massa berupa TV, radio dan surat kabar; (4) membuat kebijakan Peraturan Daerah (Perda) penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi; dan (5) pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Peer Educators di kalangan Gendak maupun wanita penjaja seks.

To date, the spread of HIV in Indonesia is increased dramatically, as well as the cases of AIDS found. The epidemiology data shows that since 1995 the HIV cases have been worsening. In several areas, the prevalence of HIV among commercial sex workers is increasing and reaching approximately 5%. As a consequence, this level of epidemic has moved Indonesia towards a concentrating epidemical category amongst high risk group. The www.aids-ina.org reported that as of September 2007, four provinces as the highest cumulative AIDS cases in Indonesia include DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, and Jawa Timur. AIDS causes significant impact on the changes of society structure. This disease increases the mortality rate of mothers and children in Indonesia, and also endangers the workers life expectancy in Indonesia as this case tends to be found among the productive age of workers. The disease also creates an obstacle in the efforts to reduce poverty in Indonesia (UNDP, 2001). In 2010, it is predicted that about 110.000 people will suffer or die due to AIDS and there will be one to five million people infected by HIV. The serious threat of HIV&AIDS had made the prevention towards the spread of HIV&AIDS was taken as one goal of amongst eight important goals in the Millennium Development Goals (MDGs). AIDS is an infected disease caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). This disease infects people through several ways and most dominant way is through unsafe sexual activity (without using condom). The disease is a very dangerous disease as it could cause death and until now, there have been no vaccines or drugs that could prevent or cure the disease. Several studies and surveys indicate that the level for the use of condom is still low among the clients of female commercial sex workers. Theoretically, the use of condom in commercial sex activities is the most important way to prevent the spread of HIV infection. Based on the above mentioned problems, this study is intended to know what factors which influence the behavior for the use of condom among the spouses of women commercial sex workers (Gendak) when they have sexual activities with their partners and/or other risky groups as one of the prevention methods to reduce the spread of HIV&AIDS. There are 211 Gendaks interviewed, consisting of 111 Gendaks, who are the assisted group of Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) and the other 100 Gendaks, who are the assisted group of Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, in East Jakarta Municipality. Researcher applies the quantitative approach by analyzing the primary data which were collected through survey method by answering the main questions of this study. The data were collected and processed by using the computer program, namely Microsoft Excel 2002 and SPSS for Windows Release 11.00, then used the regression analysis of enter method and continued with path analysis to see the coefficient of Direct Influence and Indirect Influence of several variables which were tested. In this study, the dependent variable is the condom use behavior. While the independent variables are eight factors, namely (1) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS; (2) knowledge about STI, HIV&AIDS; (3) attitude; (4) educational background; (5) jobs; (6) ages; (7) marital status; and (8) condoms accessibility. There are 3 main hypothesis are tested. Based on the statistical regression and path method analysis results conclude that (1) experience of having such diseases like STI, HIV/AIDS and educational background significantly influences on Gendak?s knowledge, (2) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS, educational background, job, age, and marital status, and knowledge about STI, HIV&AIDS significantly influence on Gendak?s attitude; and (3) educational background, job, age, marital status, condom accessibility and attitude significantly influence on Gendak?s condom use behavior. Recommendations to increase the condom use behavior amongst Gendak include (1) increasing and improving condom accessibility through ways of: a) widening the condom outlets located near by the locations of the sexual transaction, b) no distribution of free condoms, but they should be sold at an affordable price, c) increasing the physical quality of condoms (tenderer, thinner and fit in size); (2) campaigns for the use of condom; (3) information disseminations of HIV&AIDS through mass media such as TV, radio, and newspapers, (4) develop a local policy for 100% use of condom in the commercial sex locations; and (5) community empowerment through the establishment of peer educators (PE) amongst Gendaks as well as amongst the female commercial sex workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Rizka Putri
"Skripsi ini meneliti bagaimana pengaruh kelompok sosial soushokukei danshi terhadap laju shoushika dalam masyarakat Jepang kontemporer. Landasan teori yang digunakan adalah konsep amae oleh Takeo Doi. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-argumentatif dengan telaah pustaka. Hasil penelitian menyatakan bahwa keengganan soushokukei danshi untuk menjalin hubungan dengan wanita mengakibatkan mereka memiliki perubahan pandangan terhadap wanita, pola aktivitas seksual, dan pandangan terhadap pernikahan. Hal inilah yang mendorong mereka menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah sama sekali sehingga akhirnya mempengaruhi laju shoushika.

The focus of this study is how the social group soushokukei danshi influences the growth of shoushika in contemporary Japanese society. The theory used is the amae concept by Takeo Doi. This study used descriptive-argumentative analysis method with bibliographical learning. This study proved that the disinterest of soushokukei danshi to be engaged in a relationship with women causes them to have a change of view on women, pattern of sexual activity, and view on marriage. This pushes them to postpone marriage or even not to marry at all which in the end influences the growth of shoushika."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library