Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulisch, Harry van
Amsterdam: De Bezige Bij, 2001 ; 2004
BLD 839.313 MUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Vira Chandra Darmelianti
"Skripsi ini membahas fungsi bahasa manusia sebagai alat komunikasi yang pada kenyataannya dapat pula berubah menjadi salah satu faktor penyebab alienasi individu. Analisis dilakukan terhadap bahasa yang dilontarkan para tokoh dalam roman der Verlust karya Siegfried Lenz, yang ditinjau berdasarkan sudut pandang Ludwig Wittgenstein dengan teori Permainan Bahasa-nya. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa verbal bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan suatu komunikasi. Bahasa verbal dapat pula tidak bermakna dan dengan demikian tidak dapat berfungsi sebagai alat komunikasi. Kekacauan tersebut terjadi bila bahasa digunakan dalam konteks yang tidak tepat. Demikian pula sebaliknya, bahasa nonverbal dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang ampuh bila ditempatkan pada konteks yang tepat. Kenyataan ini berakhir pada simpulan bahwa keberhasilan komunikasi bergantung pada konteks, dan bukan pada verbalitas bahasa. Hal ini sejalan dengan Permainan Bahasa. Analisis terhadap bahasa yang digunakan para tokoh memperlihatkan bahwa ketidakhandalan individu dalam memilih kata yang tepat sesuai makna dan konteksnya dapat mengakibatkan individu tersebut tidak mampu menjembatani hubungannya dengan individu lain. Di pihak lain, tuntutan dari seorang individu akan komunikasi verbal dalam interaksi sosial juga akan berakibat serupa. Individu lain yang tak mampu memenuhi tuntutan tersebut akan mengalami alienasi, baik dari lingkungannya maupun yang lebih parah dan dirinya sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia
"Kekerasan simbolik terhadap perempuan dapat tercermin, salah satunya, melalui tayangan FTV Suara Hati Istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri (disingkat SHI) menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui bahasa. Tiga episode FTV SHI, yaitu episode Sakitnya Hatiku Tak Pernah Mendapat Cinta Suami (disingkat SHTMCS), Pernikahan Yang Dipaksa Pasti Akan Penuh Air Mata (disingkat PDPPA), dan Istri Bayaran (disingkat IB) dipilih sebagai sumber data penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, konsep-konsep dan langkah-langkah dalam pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) Siegfried Jäger (2009) digunakan sebagai landasan penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori gender dari Oakley (1972), patriarki dari Walby (1990), kelas kata dari Moeliono dkk. (2017), modalitas dari Alwi (1992), dan tindak tutur dari Searle (1969) sebagai landasan acuan analisis. Metode analisis data dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah yang digagas Jäger (2009). Untuk menjawab pertanyaan pertama, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri merepresentasikan patriarki, peneliti melakukan analisis terhadap konteks diskursif (diskursiver Kontext), analisis struktur (Strukturanalyse), dan analisis terhadap posisi wacana (Diskursposition). Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri mengonstruksi karakter laki-laki dan perempuan, peneliti melakukan analisis rinci (Feinanalyse), yang terdiri atas kerangka kelembagaan (institutioneller Rahmen), permukaan teks (Text-Oberfläche), alat retoris linguistik (sprachlich-rhetorische Miitel), dan pernyataan-pernyataan ideologis (inhaltlich-ideologische Aussagen), dan diakhiri dengan interpretasi. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan FTV SHI ditampilkan melalui kosakata (verba, nomina, adjektiva, dan adverbia), modalitas, idiom, implikasi, dan tindak tutur. Salah satu contohnya, tindak tutur yang paling banyak muncul dalam percakapan antartokoh, yaitu tindak tutur komisif dan direktif, mengartikan bahwa tokoh laki-laki lebih cenderung memiliki kewenangan pribadi, sebaliknya, tokoh perempuan lebih cenderung menganggap sesuatu sebagai sebuah keharusan baginya sendiri. Kekerasan simbolik tersebut merupakan sarana untuk melanggengkan ideologi patriarki.
......Symbolic acts of violence against women have become more prevalent in its portrayal especially through the TV Movie Suara Hati Istri. This study aims to reveal how the TV Movie Suara Hati Istri (abbreviated as SHI) displays symbolic violence against women through language. Three episodes of the TV Movie SHI, i.e. Sakitnya Hatiku Tidak Pernah Mendapat Cinta Suami (abbreviated as SHTMCS), Pernikahan yang Dipaksa Pasti akan Penuh Air Mata (abbreviated as PDPPA), and Istri Bayaran (abbreviated as IB) are selected as the sources of research data. To achieve the objectives, the concepts and steps in Siegfried Jäger's (2009) Critical Discourse Analysis (CDA) approach were used as the basis of the research. The researcher also uses various theories, such as gender from Oakley (1972), patriarchy from Walby (1990), word classes from Moeliono et al. (2017), modalities from Alwi (1992), and speech acts from Searle (1969) for the analysis. To answer the question of how the TV Movie SHI represents patriarchy, the researchers conducted an analysis on the discursive context (diskursiver Kontext), structural analysis (Strukturanalyse), and the discourse position (Diskursposition). Then, in answering the second question of how the TV Movie SHI constructs male-female characters, the researcher conducted a detailed analysis (Feinanalyse) on the institutional framework (institutioneller Rahmen), text surface (Text-Oberfläche), rhetorical linguistics tools (sprachlich-rhetorische Mittel), and ideological statements (inhaltlich-ideologische Aussagen), and then the interpretation. From the results, symbolic violence against women in the TV Movie SHI is displayed through vocabularies (verbs, nouns, adjectives, and adverbs), modalities, idioms, implications, and speech acts. For example, the speech acts that mostly appear in the conversations, i.e. commissive and directive, showed that male characters are likely to have personal authority and female characters are likely to perceive something as a necessity. Thus the symbolic violence became a tool to perpetuate patriarchal ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library