Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Ghina Novarisa
"Penelitian ini membahas bagaimana kekerasan simbolik beroperasi dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri dengan membongkar ideology patriarki sebagai ideology dominan dalam sinetron tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana Sara Mills dan teknik pengumpulan data melalui analisis teks, serta studi literatur. Konsep kekerasan simbolik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan melahirkan kekerasan simbolik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinetron Catatan Hati Seorang Istri menampilkan dominasi laki-laki terhadap perempuan berupa dominasi mengatas namakan kewajiban wilayah domestik, dominasi dengan menutup mulut perempuan, dominasi menempatkan perempuan sebagai objek seksual. dan dominasi menyebabkan perempuan bersuara. Dominasi inilah yang mendasari kekerasan simbolik pada sinetron Catatan Hati Seorang Istri.
This research explain how symbolic violence operates in the soap opera "Catatan Hati Seorang Istri" with expose the patriarchal ideology as the dominant ideology in the soap opera. This is a qualitative research with discourse by Sara Millls as the method to analyze the text and text analysis technique along with literature study to collect the data. The concept of symbolic violence, that is used in this research, assumes that domination by men against women produce symbolic violence. The result of this research indicates "Catatan Hati Seorang Istri" showing domination of men over women in the form of dominance grouped under the obligation of the domestic, dominance with shut mouth women, domination of putting women as sexual objects. And the dominance of the female-voiced cause. The dominance of underlying symbolic violence on soap opera "Catatan Hati Seorang istri"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43737
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Ning swasti (Savitri) a character in Achmad Munif's novel Primadona has been illustrated as a feminist eksistensialist....."
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nanang Haroni
"Penelitian ini menganalisis fenomena reifikasi atau pembendaan hal-hal yang bersifat abstrak dalam produksi sinetron religi sub-genre “azab” dengan fokus pada pengalaman para pelaku di baliknya. Konsep reifikasi dalam penelitian ini merujuk kepada teori pengakuan Axel Honneth yang menegaskan bahwa pengakuan (atas cinta, hak dan solidaritas) merupakan kebutuhan fundamental bagi pembentukan identitas juga integritas manusia. Pada Honneth, reifikasi merupakan konsekuensi dari ketiadaan pengakuan. Melalui lensa teori ini, penelitian membaca pengalaman subyek-subyek dibalik produksi sinetron religi yang dapat diasumsikan telah memaknai ruang dan representasi pesan agama di media sebagai pengakuan tulus meskipun pada saat yang sama mereka juga merasakan kegelisahan terhadap tekanan komersialisasi. Untuk mengurai fenomena ini, penelitian menggunakan pendekatan Analisis Fenomenologi Interpretatif yang merekomendasikan penggalian atas pengalaman subyektif individu dan bagaimana pengalaman tersebut dimaknai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku industri sinetron religi merasakan adanya pengakuan terhadap makna media sebagai sarana penyebaran pesan moral dan ruang artikulasi dakwah tokoh agama. Namun dalam pengakuan ini juga tersirat kegelisahan subyek terhadap kecenderungan instrumentalisasi media atas makna spiritual tersebut. Sebagai siginifikansi, peneliti memperkenalkan konsep Pengakuan Artifisial: bentuk pengakuan yang tampak tulus dan memberdayakan tetapi sebenarnya bersifat semu dan memiliki tujuan instrumental. Konsep ini mengeksplisitkan pengakuan ideologi Honneth dalam penggunaannya untuk konteks media, meskipun kemudian terbuka untuk fenomena-fenomena lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa pemahaman pekerja profesional media tentang kompleksitas konsep “azab” mengabaikan tafsir teologis yang beragam dan berbasis nalar kritis. Pemaknaannya hanya bersumber pada interpretasi tunggal dan dikuatkan pemahaman simplikatif dalam cerita masyarakat. Dengan demikian, konsep “azab’ yang sudah mengalami reifikasi di tingkat masyarakat, dibawa ke dalam representasi media sebagai komoditas untuk melayani logika industri ketimbang mewujud sebagai pesan agama yang rasional dan mendalam. Fenomena ini menggambarkan akar moral dari praktik representasi agama di media tampak cacat serta berpotensi menciptakan pola pikir simplistik dan tidak kritis di tengah masyarakat.
This study examines the phenomenon of reification, or the concretization of abstract concepts, in the production of religious soap operas within the “divine retribution” (azab) sub-genre, with a focus on the experiences of the practitioners involved. The concept of reification in this research refers to Axel Honneth’s theory of recognition, which posits that recognition (encompassing love, rights, and solidarity) is a fundamental need for the formation of human identity and integrity. According to Honneth, reification is a consequence of the absence of recognition. Through the lens of this theory, the study interprets the experiences of subjects involved in the production of religious soap operas, who are assumed to have perceived the space and representation of religious messages in the media as genuine recognition, despite simultaneously experiencing anxiety regarding commercialization pressures. To deconstruct this phenomenon, the research employs an Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) approach, which recommends exploring individuals’ subjective experiences and how these experiences are interpreted. The findings indicate that religious soap opera industry practitioners feel recognized for the media’s role in disseminating moral messages and as a space for religious figures to articulate their sermons. However, this recognition also implicitly contains the subjects’ anxiety about the media’s tendency to instrumentalize such spiritual meanings. As a significant part of the research, through the deepening of the experience of recognition and mis-recognition or reification, the researcher introduced the concept of Artificial Recognition: a form of recognition that appears to be sincere and empowering but is pseudo-human and serves an instrumental purpose. This concept makes explicit the recognition of ideology from Honneth’s work, as applied to media contexts, although it is later extended to other phenomena. The study also reveals that media professionals’ understanding of the complexity of the “azab” concept disregards diverse theological interpretations and critical reasoning. Their understanding is based solely on a single interpretation and reinforced by simplistic popular narratives. Consequently, the “azab” concept, already reified at the societal level, is transformed into a media commodity to serve industrial logic rather than manifesting as a rational and profound religious message. This phenomenon illustrates that the moral roots of religious representation practices in the media appear flawed and potentially foster simplistic and uncritical thinking within society."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library