Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyhouse, Carol
New york: Routledge , 2006
378.1 DYH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brembeck, Cole S.
New York : John Wiley & Sons, 1967
370.19 BRE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Mike Wijaya
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk membahas bentuk-bentuk rasisme intra-ras yang terjadi di dalam novel Home to Harlem 1928 karya Claude McKay dan sekaligus mengetahui posisi Claude McKay sebagai penulis implied author terhadap persoalan rasisme intra-ras di awal abad ke-20. Novel ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan tekstual dengan memakai konsep ras, kelas dan gender, dan konsep rasisme intra-ras. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasisme intra-ras yang ditemukan di dalam novel ini terbagi di dalam 2 bentuk, yaitu: colorism dan borderism. Teks menunjukkan adanya relasi yang linear antara tingkat kecerahan warna kulit dengan hierarki kelas sosial tokoh-tokoh di dalam novel. Selain itu, teks juga menunjukkan adanya perasaan berbeda perceptions of difference yang mengakibatkan terjadinya borderism di antara kedua tokoh utama, Jake dan Ray, dalam hal penggunaan bahasa, pengetahuan, gaya hidup, dan tujuan hidup. Dari analisis kedua bentuk rasisme intra-ras tersebut diketahui bahwa McKay sebagai penulis novel implied author menunjukkan keberpihakannya pada peradaban kulit putih.
ABSTRACT
This thesis aims to discuss the forms of intraracial racism found in the Claude McKay rsquo s novel Home to Harlem 1928 , as well as to know McKay 39 s position as an implied author on the issue of intraracial racism in the early 20th century. The novel is analysed using a textual approach and the concepts of race, class gender, and intraracial racism. The result shows that there are two forms of intraracial racism found in the novel, colorism and borderism. The text shows that there is a linear relation between the brightness of skin color and the social class hierarchy of characters in the novel. In addition, the text also shows the perceptions of difference causing the borderism between the two main characters, Jake and Ray, in terms of language use, knowledge, lifestyle, and life purpose. From the analysis of these two forms of intraracial racism, it is known that McKay as an implied author shows his inclination towards white civilization.
2018
T49585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adtria Fakhri Azwir
Abstrak :
ABSTRAK
American Psycho adalah film thriller yang bercerita seputar yuppies, sekelompok sosial eksekutif muda yang sukses dan juga sering dijadikan sasaran stereotip. Menurut media yang digambarkan pada saat itu, Yuppies terkenal di tahun 1980an karena terlalu sombong, egois, dan memiliki sifat negatif lainnya yang berkaitan dengan individualisme. Penggambaran American Psycho tentang yuppies tidak sepenuhnya berbeda dengan media, tapi ada beberapa elemen yang membuat berlebihan pada yuppies versi American Psycho, yang terkait dengan kesatiran film dan penggambaran karakter utama sebagai pembunuh psikopat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana film tersebut mewakili stereotip kelompok sosial ini, dengan fokus pada keangkuhan dan kurangnya identitas, dan juga menjadi kritis untuk fenomena yuppies ini dengan menggunakan analisis kejadian dan tinjauan pustaka.
ABSTRACT
American Psycho is a thriller movie which story revolves around yuppies, a social group of successful young executives often targeted as an object of stereotyping. According to what the media depicted them at that time, Yuppies were famous in the 1980 rsquo s for being too snobbish, egoistical, and possessing other negative traits related to individualism. American Psycho rsquo s portrayal of yuppies is not entirely different with the media rsquo s, but there are some elements that create an exaggeration in American Psycho rsquo s yuppies, which is related to the satirical nature of the movie and the depiction of the main character as a psychopath killer. The goal of this study is to reveal how the movie represents the stereotypes of this social group, focusing on their snobbery and lack of identity, while also being critical to this yuppies phenomenon by using scene analysis and literature review.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Kurniawan Saputra
Abstrak :
Produk Apple Airpods telah menarik banyak kontroversi, dimana beberapa orang mengejek hal tersebut, dan ada juga yang hanya menanggapinya dengan biasa. Berbagai reaksi tersebut telah diberikan melalui berbagai bentuk, seperti dari berbagai meme yang diposting di Twitter. Makalah ini akan meneliti bagaimana penggambaran Airpods dan penggunanya yang direpresentasikan melalui beberapa meme yang tersebar di media sosial Twitter untuk menentukan bagaimana hal tersebut dapat membentuk kelompok tertentu. Korpus penelitian merupakan sepuluh meme yang diambil dari Twitter, terutama yang diposting pada akhir tahun 2018. Makalah ini menggunakan Mitologi Roland Barthes untuk menganalisis penelitian yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana AirPod direpresentasikan dalam meme, bagaimana meme AirPod merepresentasikan citra diri penggunanya, dan bagaimana representasi AirPods berkorelasi dengan kelas sosial. Penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi pada pengetahuan dan studi representasi dalam literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk AirPods masih direpresentasikan dengan konotasi negatif dalam beberapa kasus, yang sebagai hasilnya menciptakan citra negatif bagi penggunanya dari sudut pandang orang lain. Namun, konotasi negatif menjadi kontraproduktif yang digunakan untuk membuat kelompok kelas sosial mereka sendiri yang didasarkan pada kekayaan.
The Apple Airpods product has drawn numerous controversies, where some people ridiculed it, the others just get along with it. Those various reactions have been given through many forms, such as from the various memes posted on Twitter. This paper will examine how the Airpods images and its users are represented through several memes that spread in social media twitter in order to determine how it forms a certain particular group. The corpus is ten memes taken from Twitter, especially the one posted in late 2018. This paper uses Roland Barthes`s Mythologies in order to analyze the corpus which is used to illustrate how the AirPods are represented in the memes, how the AirPods memes represented the user`s self-image, and how AirPods representation correlates with the social class. The study aims to contribute to the knowledge and studies of representation in literature. The results show that the AirPods product still being represented in negative connotations in some cases, which as a result creates a negative image to its user from other people's perspectives. However, the negative connotations become counterproductive that is used to create a high social class group of their own which based on wealth.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
Abstrak :
Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturan-aturan, norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara. Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang di dalamnya dikandung etika dan estetika. Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi, dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data; dan laporan penelitian. Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, ?luas? (totalitas gerak tokoh) dan ?sempit? (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara); prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.
Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance. Puppet movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet. Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa (true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research. This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow (fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now, puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
Abstrak :
Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturanaturan, norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara. Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang di dalamnya dikandung etika dan estetika. Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi, dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data; dan laporan penelitian. Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, “luas” (totalitas gerak tokoh) dan “sempit” (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara); prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.

Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance. Puppet movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet. Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa (true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research. This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow (fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now, puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rubiana Soeboer
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian mengenai persepsi ketidak adilan berdasarkan stratifikasi mayoritas-minoritas ini disusun berdasarkan konstruksi teoritik mengenai stratifikasi sosial yang ada di masyarakat (Jeffries dan Ransford, 1980). Menurut Jeffries dan Ransford, stratifikasi sosial di masyarakat secara hirarkis terdiri dari stratifikasi kelas (aset ekonomi, posisi pekerjaan, tingkat pendidikan, dan gaya hidup), etnik, jenis kelamin, dan usia. Stratifikasi sosial yang ada di masyarakat akan membedakan mereka yang berada pada posisi manoritas (kelompok yang menguasai surplus kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise) dan mereka yang berada pada posisi minoritas (kelompok yang kurang memiliki aset kekuasaan, kekayaan, previlegi, dan prestise). Secara obyektif diasumsikan bahwa mereka yang berada pada posisi minoritas akan merasakan adanya ketidak adilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya ini. Namun demikian, kondisi obyektif ini tidak selalu ada pada semua kelompok masyarakat. Pada masyarakat dengan budaya tertentu seperti budaya Jawa, persepsi ketidak adilan yang dirasakan oleh kelompok minoritas (kelas bawah) tergantung pada hubungan baik (kekerabatan) antara kelompok kelas ini dengan si pelaku.

Dalam studi ini, di samping kondisi obyektif dan subyektif, tipe "distribusi reward" serta sumber pertukaran dalam interaksi mayoritas-minoritas juga perlu dilihat. Alasannya adalah tipe "distribusi reward" yang ada di masyarakat terkait dengan setting kultural di mans individu tersebut berada. Dalam studi ini

diasumsikan bahwa subyek penelitian balk Jawa maupun Cina melakukan "ditribusi reward" yang equity. Bila "equity" dalam kelompok Jawa berarti adanya pola pertukaran yang tidak sejajar antara atasan bawahan sesuai dengan input yang diberikan oleh masing-masing pihak, maka dasar "equity" kelompok Cina adalah input yang berupa kapasitas pribadi (uang yang diiniliki, informasi, atau barang).

Berdasarkan asumsi teoritik di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah teori tersebut sesuai bila diterapkan pada kondisi masyarakat Indonesia khususnya Jakarta yang terpilah berdasarkan (1) variabel stratifikasi kelas, yaitu kelas menengah sebagai kelompok mayoritas dan kelas bawah kelompok minoritas, (2) variabel stratifikasi etnik, yaitu kelompok etnik Jawa sebagai kelompok mayoritas dan kelompok Cina sebagai kelompok etnik minoritas, dan (3) interaksi antara variabel stratifikasi kelas dan variabel stratifikasi etnik. Diasumsikan bahwa ketiga variabel penentu di atas akan berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian mengenai pengalaman yang dianggapnya tidak adil. Di samping pengaruh kondisi obyektif struktur mayoritas-minoritas, kondisi subyektif yaitu nilai-nilai budaya tradisional juga ikut berpengaruh terhadap persepsi subyek penelitian.

Sampel penelitian yang diambil adalah 200 sampel penelitian masyarakat Jakarta dewasa (berusia 21 tahun ke atas) dan telah bekerja. Jumlah sampel tersebut terbagi menjadi 100 subyek Jawa golongan menengah dan golongan bawah, dan 100 subyek Cina golongan menengah bawah.

Alat ukur disususun berdasarkan teori dan klasterisasi yang telah dibuat oleh Mikula dkk. (1990).

Secara keseluruhan hasil-studi ini menunjukkan bahwa:

Pada kelompok kelas menengah dan bawah persepsi subyek tidak semata-mata dipengaruhi oleh kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya, melainkan ia juga dipengaruhi oleh kondisi subyektif mereka yaitu nilai-nilai budaya tradisional yang

mengutamakan hubungan baik antara subyek dengan pelaku ketidak adilan. Pada kelompok Jawa, persepsi tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai subyektif budaya tradisional subyek yaitu nilai-nilai kekerabatan. Pada kelompok Cina, persepsi subyek dipengaruhi kondisi obyektif mereka dalam stratifikasi sosialnya. Pada masyarakat Jakarta baik kelompok Jawa maupun Cina, terdapat kecenderung untuk mempraktekkan "distribusi reward" negatif bilamana kelompok tersebut dalam interaksinya berada pada posisi super-ordinat.

Tujuan studi ini, selain untuk mengetahui masalah ketidak adilan pada masyarakat yang terstruktur berdasarkan stratifikasi mayoritas minoritas, studi ini juga dilakukan untuk membentuk klaster ketidak adilan yang khas Indonesia khususnya Jakarta.

Berdasarkan hasil studi ini, ternyata pertama, tipe ketidak adilan yang dominan muncul adalah adanya perlakuan sewenang-wenang atasan di tempat kerja, perlakuan sewenang-wenang figur otoritas pegawai pemerintah, dan perlakuan tidak adil oleh atasan di tempat kerja dalam hal distribusi barang dan keuntungan. Kedua,masalah diskriminasi seks bagi wanita dan diskriminasi etnik baik bagi kelompok etnik Jawa maupun.kelompok etnik Cina muncul sebagai salah satu tipe ketidak adilan yang ada di Jakarta.

Berdasarkan hasil studi ini, saran yang dapat diberikan mencakup dua hal, yang pertama saran yang dapat diberikan seandainya dilakukan penelitian berikutnya yang menyangkut topik penelitian ini, dan yang kedua saran aplikatif yang dapat diterapkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khairul Imam
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi kelas sosial dalam big data di Indonesia. Penelitian ini berargumen bahwa persoalan pengaplikasian big data terletak pada bias yang disebabkan tidak reprsentatifnya data yang diproduksi. Berdasarkan konteks struktural pada masyarakat Indonesia, dimana secara kuantitatif melalui analisis terhadap data Susenas 2016 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelas sosial, konteks sosial desa-kota, dan konteks spasial terhadap akses internet dalam proses transformasi struktur sosial kedalam masyarakat jaringan yang berimplikasi terhadap produksi data. Dimana terdapat kecenderungan menghilangkan representasi kelas bawah di Indonesia. ...... The research purposes are to study the social class representation of big data in Indonesia. This research argues that problems of big data are situated by bias in how the data are produced. Based on Indonesian socio structural context, analyzed quantitatively on Susenas 2016 data show that there is a linear statistical relationship from social class to internet access controlled by rural urban social context and spatial context. This relationship creating a significant impact on structural transformation toward network society, and how data are produced by the tendency of eliminating lower class in data generating process.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajrul Rahman
Abstrak :
Banyak studi telah dilakukan untuk menjelaskan proses demokratisasi yang dialami Indonesia pasca-Reformasi 1998, khususnya melalui penyelidikan mendalam terhadap pemilihan umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali sejak 1999. Dari segi objek kajian, penelitian komunikasi politik terkait perilaku memilih berdasarkan kelas sosial masih relatif pinggiran dibandingkan beberapa objek kajian lain, seperti sistem kepartaian yang banyak ditulis dalam berbagai studi selama dekade pertama tahun 2000-an, maupun politik identitas dan gender yang menjadi sorotan pada dekade berikutnya. Dari segi kerangka teoretis, teori kelas sosial jarang digunakan, setelah selama lebih dari tiga dekade kekuasaan Orde Baru, teori ini relatif tidak berkembang dalam ilmu sosial di Indonesia. Disertasi ini mencoba mempertemukan pendekatan komunikasi politik dan kelas sosial dengan mempergunakan teori kelas sosial baru berdasarkan pendekatan strukturalisme genetik Pierre Bourdieu sebagai pisau analitis untuk menjelaskan perilaku memilih berbasis kelas sosial di Indonesia. Khususnya pemrosesan informasi oleh pemilih berbasis kelas sosial untuk memproduksi opini politik dan pilihan politik pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Metode yang digunakan adalah convergent parallel mixed method—pendekatan kuantitatif dengan analisis kluster digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kelas-kelas sosial di Indonesia, sementara pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan para informan kunci digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang habitus kelas dan modus produksi opini politik masing-masing kelas sosial dengan menggunakan the modes of production of opinion Bourdieu. Hasil analisis kuantitatif dan kualitatif dengan interpretative phenomenological analysis berhasil mengidentifikasi empat kelas sosial di Indonesia lengkap dengan habitus kelas masing-masing, yakni kelas elite, kelas menengah profesional, kelas menengah tradisional, dan kelas marhaen. Tiap-tiap kelas sosial memiliki jumlah dan komposisi kapital ekonomi, budaya, dan sosial yang berbeda, serta habitus kelas yang berbeda pula dan memiliki modus produksi opini politik yang juga menunjukkan perbedaan (distinction). Perbedaan modus produksi opini politik berhubungan langsung dengan perbedaan habitus kelas masing-masing kelas sosial. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa modus produksi opini politik dan pilihan politik tersebut terkondisikan secara sosial. Kelas elite dan kelas menengah profesional mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan etos kelas atau produksi orang-pertama, sementara kelas menengah tradisional dan kelas marhaen mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan production by proxy. Akibatnya, kelas menengah tradisional dan kelas marhaen rentan terhadap doxa, propaganda dan kekerasan simbolik. ......Much have been written about the democratization process experienced by Indonesia after the 1998 Reformation, especially through in-depth investigations into general elections, which have been held every five years since 1999. In terms of the object of study, studies on political communication related to voting behavior based on social class are relatively marginalized compared to other objects, such as the party system, which has been widely studied in the firstdecade of the 2000s, as well as politics of identity and gender, which became the spotlighted topic in the following decade. In terms of the theoretical framework, social class theory has been rarely used, and after more than three decades of New Order rule, this theory remains relatively underdeveloped in social sciences in Indonesia. This dissertation attempts to reconcile political communication and social class approaches, by using a new social class theory based on Pierre Bourdieu's genetic structuralism approach as an analytical tool to explain social class-based voting behavior in Indonesia, particularly the processing of information by social class-based voters in producing political opinions and political choices in the presidential and vice presidential elections of April 17, 2019. The method used is the convergent parallel mixed method - a quantitative approach using cluster analysis is used to identify and describe social classes in Indonesia, while a qualitative approach through in-depth interviews with key informants is used to get an understanding of the class habitus and the mode of production of political opinion of each social class, using Bourdieu’s concept of mode of production of opinion. The results of the quantitative and qualitative analysis, using interpretative phenomenological analysis, have succeeded in identifying four social classes in Indonesia, complete with their respective class habitus, namely the elite class, the professional middle class, the traditional middle class, and the marhaen class. Each social class has a different number and composition of economic, cultural and social capital, as well as a different class habitus and distinctive mode of production of political opinion. The different modes of production of political opinion are directly related to differences in the class habitus of each social class. This research also shows that the mode of production of political opinion and political choice is socially conditioned. The elite and professional middle classes experience a mode of production of opinion and political choice based on a class ethos, or first-person production; while the traditional middle and marhaen classes experience a mode of production of opinion and political choice based on production by proxy. As a result, the traditional middle class and the marhaen class are vulnerable to doxa, propaganda and symbolic violence.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>