Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani
"Upaya pengendalian tuberkulosis paru oleh World Health Organization telah
meningkatkan angka kesembuhan dan menyelamatkan banyak jiwa, tetapi
kurang berhasil dalam menurunkan insiden tuberkulosis. Oleh karena itu,
pengendalian tuberkulosis akan lebih menekankan pada kebijakan deter-
minan sosial karena determinan sosial secara langsung maupun melalui
faktor risiko tuberkulosis berpengaruh terhadap tuberkulosis. Di Bandar
Lampung, angka notifikasi tuberkulosis dari tahun 2009 ? 2010 mengalami
peningkatan walaupun angka kesembuhan sudah lebih dari 85%. Bandar
Lampung juga merupakan bagian dari salah satu provinsi termiskin di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh determinan
sosial (yang diukur melalui indikator pendidikan, pendapatan dan kelas
sosial) terhadap kejadian tuberkulosis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli
? Oktober 2012 di seluruh pelayanan kesehatan di Bandar Lampung yang
telah melaksanakan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse.
Responden penelitian ini adalah 238 penderita tuberkulosis basil tahan
asam positif dan 238 suspek yang tidak menderita tuberkulosis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa determinan sosial yang rendah akan
meningkatkan risiko untuk terkena tuberkulosis. Oleh karena itu, pengen-
dalian tuberkulosis perlu disertai dengan peningkatan determinan sosial un-
tuk menurunkan kejadian tuberkulosis.
Tuberculosis control program conducted by World Health Organization, has
increased tuberculosis cure rate and saved million people, but has less suc-
cess in reducing tuberculosis incidence. Therefore, tuberculosis control pro-
gram needs to put more emphasis on social determinants. It is obvious,
since social determinants, directly or through its tuberculosis-risk factors, af-
fect tuberculosis. In Bandar Lampung, notification rate during the period of
2009 - 2010 has increased although the cure rate of the period was more
than 85%. Moreover, Bandar Lampung is located in Lampung, one of the
poorest provinces in Indonesia. This research aimed to study the influence
of social determinants (measured by indicators of education, income and
social class) affecting tuberculosis incidence. The study was conducted du-
ring July - October 2012 at all health services, which has been implement-
ing Directly Observed Treatment Shortcourse strategy, across the Bandar
Lampung City. Respondents of this research consisted of 238 smear-posi-
tive tuberculosis patients and 238 suspects without tuberculosis. The result
showed that the lower social determinants, the higher risk of suffering from
tuberculosis. It can be learned that tuberculosis control should be accom-
panied by an effort of improving social determinants in order to reduce the
incidence of tuberculosis."
Universitas Lampung, Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengendalian tuberkulosis telah meningkatkan angka kesembuhan dan
menyelamatkan banyak jiwa, tetapi kurang berhasil menurunkan insiden
tuberkulosis. Oleh karena itu, pengendalian tuberkulosis menekankan pada
kebijakan determinan sosial karena determinan sosial secara langsung dan
melalui faktor risiko tuberkulosis berpengaruh terhadap tuberkulosis. Hasil
telaah literatur menunjukkan bahwa stratifikasi determinan sosial me-
nyebabkan clustering tuberkulosis, berupa pengelompokkan penderita
tuberkulosis menurut lokasi geografis yang secara statistik signifikan.
Pengetahuan tentang clustering sangat bermanfaat dalam pengendalian
tuberkulosis, khususnya untuk menurunkan insiden tuberkulosis karena
dapat memberikan informasi tentang lokasi populasi yang berisiko. Selain
itu, telaah literatur menunjukkan bahwa implementasi analisis spasial
memerlukan dukungan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, se-
belum analisis cluster berbasis spasial dapat diterapkan, perlu didukung
oleh penelitian yang menunjukkan kesiapan sumber daya dan efektivitas
biaya.
Tuberculosis control has increased cure rate and saved million people, but
has less success in reducing tuberculosis incidence. Therefore, tuberculo-
sis control needs to put more emphasis on social determinants policy, since
social determinants directly or through tuberculosis-risk factors affect
tuberculosis. Literature reviews show that stratification of social determi-
nants will cause tuberculosis clustering, a grouping of tuberculosis patients
according geographical area that is statistically significant. Knowledge on
the clustering is very useful to support tuberculosis-control program, espe-
cially for reducing tuberculosis incidence through highlighting the area of
vulnerable population. On the other hand, literature reviews also show that
implementation of spatial analysis requires adequate resources. Therefore,
before tuberculosis cluster analysis can be implemented routinely, it should
Pentingnya Analisis Cluster Berbasis Spasial dalam
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
The Importance of Spatial-Based Cluster Analysis for Tuberculosis Control
in Indonesia
Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani* Lutfan Lazuardi** Yodi Mahendradhata*** Hari Kusnanto**
be supported by researches that indicate resources readiness and cost
effectiveness."
Lampung: Universitas Lampung, Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Prawira Putra
"Pendahuluan: Pada tahun 2021, penyakit kanker menggantikan stroke dan penyakit ginjal sebagai penyakit kedua penyebab klaim jaminan kesehatan nasional terbesar di Indonesia. Penelitian sebelumnya telah meneliti dampak determinan sosial kesehatan terhadap beban finansial kanker, namun tidak pada pasien kanker yang menjalani radioterapi.
Tujuan: Mengetahui insidensi dan prediktor kebangkrutan finansial pasien kanker yang menjalani radioterapi dalam jaminan kesehatan nasional di pusat rujukan bervolume tinggi di Jakarta.
Metode: Studi kohort campuran ini merekrut pasien pertama radioterapi pada Januari 2022-Maret 2023. Pasien diikuti sampai enam bulan setelah radioterapi. Analisis data dilakukan untuk mengidentifikasi kejadian dan prediktor kebangkrutan finansial, dengan kematian sebagai luaran kompetitor.
Hasil: Total 115 pasien berhasil direkrut. Rerata usia peserta adalah 50 tahun dan 67% adalah perempuan. Enam bulan setelah radioterapi, 11,3% meninggal dan 36,5% mengalami kebangkrutan finansial. Prediktor kebangkrutan finansial yang teridentifikasi adalah pendidikan, pekerjaan, asal tempat tinggal, lokasi keganasan, dan indikasi radioterapi. Setelah menganggap variabel lain konstan, sektor informal dan tidak bekerja memiliki kemungkinan kebangkrutan finansial 99,45 kali (95% CI, 51,75–191,14) dan 36,93 kali (95% CI, 12,42–109,77) dari sektor formal. Indikasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif meningkatkan kemungkinan kebangkrutan finansial 17,65 kali (95% CI, 4,614–67,476) dan 22,54 kali (95% CI, 11,934–42,589). Setelah mempertimbangkan efek perancu usia dan transportasi, pengeluaran out of pocket tidak memprediksi kebangkrutan finansial dan kematian. Kesimpulan: Prediktor kebangkrutan finansial dalam penelitian ini berguna untuk pembuat kebijakan dalam intervensi beban keuangan pasien kanker di Indonesia. Rekomendasi pendekatan terbaik adalah intervensi populasi pasien sektor informal dan tidak bekerja, serta dengan indikasi radiasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif.

Introduction: In 2021, cancer replaced stroke and kidney disease as the second largest cause of national health insurance claim in Indonesia. Previous research has examined the impact of social determinants of health on the financial burden of cancer, but not in cancer patients undergoing radiotherapy.
Objectives: To determine the incidence and predictors of financial catastrophe in cancer patients undergoing radiotherapy within the setting of national health insurance at our high-volume cancer referral center in Jakarta.
Methods: This mixed cohort study recruited patients first receiving radiotherapy within January 2022 to March 2023. Patients were followed up to six months after radiotherapy. Data analysis was conducted to identify incidence and predictors of financial catastrophe, considering death as a competing outcome.
Results: A total of 115 patients were successfully recruited. The mean age of participants was 50 years and 67% were women. Six months after radiotherapy, 11.3% died and 36.5% experienced financial catastrophe. The identified predictors of financial catastrophe were education, employment, place of residence, cancer site, and radiotherapy indication. After holding other variables constant, the informal and unemployed sectors have 99.45 times (95% CI, 51.75–191.14) and 36.93 times (95% CI, 12.42–109.77) odds of financial catastrophe than the formal sector. Adjuvant/neoadjuvant and palliative indications increased the odds of financial bankruptcy by 17.65 times (95% CI, 4.614–67.476) and 22.54 times (95% CI, 11.934–42.589), respectively. After adjusting for confounders, out-of-pocket spending did not significantly predict financial catastrophe or mortality. Conclusions: The predictors of financial catastrophe identified in this study will be useful in informing policymakers to give an impactful intervention to reduce the overlooked financial burden for cancer patients in Indonesia. The recommended approach is intervention in the informal sector and non-working population, as well as those with adjuvant/neoadjuvant and palliative radiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library