Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Phebe Anggita
"ABSTRAK
Keterampilan pijat telah diketahui sebelum berkembangnya dunia farmasi yakni sejak tahun 1800 SM. Pijat bayi kini mulai berkembang karena diketahui memiliki banyak efek positif diantaranya peningkatan kenaikan berat badan, menurunkan lama waktu perawatan bayi di rumah sakit, dan meningkatkan kelekatan antara bayi dan pemijat. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis hubungan faktor sosiodemografi terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi. Jenis penelitian yang dilakukan adalah potong lintang cross sectional dengan data primer yang didapatkan dari kuesioner yang telah divalidasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 48 subjek 50,5 berusia lebih dari 30 tahun, 47 subjek 49,5 menamatkan bangku Sekolah Menengah Atas/Kejuruan SMA/SMK , 87 subjek 91,6 tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, sebanyak 65 subjek 68,4 memiliki penghasilan keluarga dibawah Rp3.100.000,00 setiap bulannya, 67 subjek 70,5 memiliki setidaknya dua orang anak, dan sebanyak 78 subjek 82,1 dalam penelitian ini merupakan orang tua bayi. Subjek dengan pengetahuan baik sebanyak 86 orang 90,5 dengan tingkat pengetahuan baik, 87 orang 91,6 dengan tingkat sikap baik, dan sebanyak 58 orang 65,2 dengan tingkat perilaku baik mengenai pijat bayi. Hasil uji hipotesis chi-square didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan p = 0,033 , relasi subjek dengan bayi p = 0,008 , dan usia terhadap sikap subjek p = 0,027 . Namun, untuk faktor sosiodemografi lain tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi, tetapi juga faktor interaksi subjek dengan lingkungan.Kata kunci: pijat bayi, pengetahuan, sikap, perilaku, sosiodemografi

ABSTRACT
Massage has been known before pharmacies were developed since 1800 BC. Nowadays, infant massage has been well known because of its positive effects which are increasing weight on infant, decreasing time of treatment in hospital, and increasing attachment between infant and the massager. Therefore, this study is determined to analyze the association between sociodemographic factors and level of mother rsquo s knowledge, attitude, and practice regarding infant massage. This is a cross sectional study with primary data taken from validated questionnaire. This study shows that 48 subjects 50.5 aged 30 years old and above, 47 subjects 49.5 had finished their senior high school, 87 subjects 91.6 were housewife, 65 subjects 68.4 had family income below 3,100,000 rupiah each month, and 78 subjects 82.1 are parents from the infant. Moreover, 86 subjects 90.5 had good knowledge about infant massage, 87 subjects 91.6 had good attitude towards infant massage, and 58 subjects 65.2 had good practice regarding infant massage. Statistical analyze chi square shows significant relation between level of education to level of knowledge p 0.033 , relation with the infant p 0.008 , and age to level of attitude p 0.027 . However, there is no significant relation for the other sociodemographic factors. Level of mother rsquo s knowledge, attitude, and practice is not only affected by sociodemographic factors but also interaction factor between subject and environment.Keywords infant massage, knowledge, attitude, practice, sociodemographic"
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avicenna Inovasanti
"Pandemi COVID-19 meningkatkan kebutuhan dan produksi masker sehingga
mendatangkan masalah timbulan sampah masker dan berakhir di lingkungan tanpa
dikelola. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, dan
faktor sosiodemografi dengan perilaku mahasiswa dalam pengelolaan limbah masker
rumah tangga di Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Penelitian ini
menggunakan desain studi cross-sectional dengan populasi mahasiswa aktif di Provinsi
DKI Jakarta dan berusia minimal 18 tahun. Sampel penelitian berjumlah 425 responden
dengan perhitungan rumus slovin dan menggunakan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner online terdiri dari sosiodemografi
responden, pengetahuan, sikap, dan perilaku pengelolaan limbah masker di rumah tangga.
Mayoritas mahasiswa memiliki pengetahuan tinggi (63.3%), sikap positif (52.5%), dan
perilaku baik (50.6%). Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan
(p value=0.022) dan tempat tinggal (p value=0.008) dengan perilaku pengelolaan limbah
masker. Akan tetapi, tidak terdapat hubungan antara sikap, usia, jenis kelamin,
pendidikan, dan rumpun keilmuan dengan perilaku (p-value>0.05). Analisis multivariat
menunjukkan variabel tempat tinggal sebagai faktor dominan terhadap perilaku
pengelolaan limbah masker (OR=1.664, 95% CI=1.124-2.464). Pengetahuan yang rendah
lebih berisiko untuk memiliki perilaku buruk dalam pengelolaan limbah masker di rumah
tangga dibandingkan dengan mereka yang memiliki pengetahuan tinggi (OR=1.559, 95%
CI=1.044-2.330)

The COVID-19 pandemic has increased the needs and the production of masks, which
creates the problem of generating mask waste and ends up in the environment without
being managed. This research was conducted to analyze the relationship between
knowledge, attitudes, and sociodemographic factors with college student behaviors in
managing household mask waste in Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Province. This
study used a cross-sectional study design with an active college student population in DKI
Jakarta Province and at least 18 years old. The sample comprised 425 participants using
the slovin formula with purposive sampling technique. Data were obtained using an
online questionnaire consisting of the respondents sociodemographic, knowledge,
attitudes, and behaviors in managing household mask waste. The majority of students had
high knowledge (63.3%), positive attitudes (52.5%), and good behaviors (50.6%).
Statistically, there is a significant relationship between knowledge (p value=0.022) and
place of residence (p value=0.008) with the behaviors of managing mask waste. However,
there is no relationship between attitudes, age, gender, education, and study program
groups with behaviors (p-value> 0.05). Multivariate analysis shows that a place of
residence variables is a dominant factor of behavior in managing mask waste (OR=1.664,
95% CI=1.124-2.464). Low level of knowledge is more at risk of having bad behavior in
managing household mask waste compared to those with high knowledge (OR=1.559,
95% CI=1.044-2.330).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiyan Asri Laili
"Latar Belakang: Kehilangan gigi merupakan masalah yang sering ditemukan pada lanjut usia (lansia) dan berdampak buruk pada sistem fungsional, struktur anatomi, estetika, emosional, dan sosial. Dokter gigi perlu merekomendasikan perawatan prostodontik untuk merehabilitasi kondisi tersebut, namun kebutuhan perawatan gigi tiruan dikalangan lansia masih sangat terbatas. Dalam kebutuhan perawatan, keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi dapat memengaruhi prosesnya. Tujuan: Mengetahui gambaran dan menganalisis hubungan kebutuhan perawatan prostodontik pada pasien lansia berdasarkan keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien baru yang datang pada bulan Januari – November 2022. Rekam medik yang digunakan adalah rekam medik konvensional dan digital dengan dengan teknik pengambilan consecutive sampling. Hasil Penelitian: Distribusi frekuensi kebutuhan perawatan prostodontik didominasi oleh kelompok usia 60-69 tahun (56.9%), perempuan (58.8%), tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) (39.2%), jumlah kehilangan gigi sebanyak gigi (74.5%), dan jenis perawatan yang paling banyak dibutuhkan yaitu Gigi Tiruan Lengkap (GTL) (54.9%). Uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kehilangan gigi dengan kebutuhan perawatan Gigi Tiruan Jembatan (GTJ), Gigi Tiruan Sebagian (GTS), dan GTL (p=0.000) serta terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kebutuhan perawatan GTL (p=0.017). Namun, tidak terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kebutuhan perawatan GTJ, GTS, dan GTL (p 0.05). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kebutuhan perawatan prostodontik dengan tingkat pendidikan dan jumlah kehilangan gigi pada pasien lansia di RSKGM FKG UI.

Background: Tooth loss is a problem that is often found in the elderly and has a negative impact on functional systems, anatomical structures, aesthetics, emotional and social. The dentists will recommend prosthodontic treatment to rehabilitate this condition, but the need for denture treatment among the elderly is still limited. In terms of treatment needs, sociodemographic (age, gender, level of education) and the number of missing teeth can influence the process. Objective: Knowing the description and analyzing the relationship between the need for prosthodontic treatment in elderly patients based on sociodemographic conditions (age, gender, level of education) and the number of missing teeth. Methods: Observational analytic study with cross-sectional design and using secondary data from the medical records of new patients who arrived in January – November 2022. The medical records used were conventional and digital medical records with consecutive sampling technique. Result: The frequency distribution of the need for prosthodontic treatment was dominated by the age group 60-69 years (56.9%), women (58.8%), higher education level and senior high school (39.2%), the number of missing teeth was >6 teeth (74.5%), and the type of treatment most needed is complete denture (54.9%). The chi-square test showed that there is a relationship between the number of missing teeth and the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p=0.000) and there is a relationship between education level and complete denture treatment needs (p=0.017). However, there is no relationship between age and gender with the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p 0.05). Conclusion: This study shows that there is a relationship between prosthodontic treatment need with education level and the number of missing teeth in elderly patients at RSKGM FKG UI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library