Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Luhur Prianto
Abstrak :
Abstract. Policy formulation is laden with conflicts. Many actors can be involved in conflict and they form advocacy coalitions. This study aims to analyze the role of internal parameters and external system events of coalition in the formulation of spatial plan policy of Makassar, belief systems of the coalition actors in the process of policy formulation, and interaction between policy subsystems in the process of policy formulation. The research was conducted at several institutions related to the formulation of spatial plan policy of Makassar. This research is a qualitative research and data were collected through library and field study by employing observations and interviews which are analyzed by interactive model. The results showed that there are two influential internal parameters; technocratic approach and the weakness of legislation capacity in Makassar Council. Meanwhile, external system events of coalition came from the political situation of South Sulawesi governor election, and the release of Presidential Decree Number 122 of 2012 about reclamation of coastal regions and small islands. Belief system of coalitions in characterized by differences in the characteristics of actors from various institutions, which affect the response of actors that make up coalition formation. Policy subsystems lead to the formation of advocacy coalition (support the legalization, against the legalization, and policy brokers).

Abstrak. Formulasi kebijakan sarat konflik. Konflik dapat melibatkan berbagai kelompok aktor dan membentuk kerangka koalisi advokasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran parameter internal dan aktivitas sistem eksternal koalisi dalam formulasi kebijakan RTRW Kota Makassar, sistem kepercayaan pelaku koalisi dalam proses perumusan kebijakan dan interaksi antara subsistem kebijakan dalam proses formulasi kebijakan. Penelitian ini dilakukan di beberapa institusi yang terkait dengan perumusan kebijakan tata ruang kota Makassar. Penelitian ini bersifat kualitatif dan pengumpulan data melalui studi pustaka dan penelitian lapangan dengan menggunakan observasi dan wawancara serta di analisis dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua parameter internal yang berpengaruh, yakni pendekatan teknokratis dan lemahnya kapasitas legislasi di DPRD Kota Makassar. Sementara itu, aktivitas sistem eksternal koalisi datang dari situasi politik Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan, dan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Koalisi diwarnai perbedaan karakteristik aktor dari berbagai institusi yang berpengaruh pada respon aktor yang membentuk formasi koalisi. Policy subsystem mengarah pada pembentukan koalisi advokasi yang pro pengesahan, kontra pengesahan dan policy brokers.
2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Adi Prianto
Abstrak :
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan, dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Kota adalah suatu lingkungan binaan manusia, merupakan hasil cipta - rasa dan karsa manusia yang secara sengaja dibentuk atau tidak sengaja terbentuk, mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan daya dukung lingkungannya dan menjadi wadah bagi kegiatan manusia dengan segala aspek kehidupan yang dinamis. Perkembangan kegiatan manusia di wilayah perkotaan akan mengarahkan perkembangan tampilan fisik kota, balk secara luasan horizontal maupun luasan vertikalnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi lingkungan alam sekitarnya. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa terpeliharanya apa yang disebut dengan "total natural capital stock pada tingkat yang lama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan keadaan sekarang. Produk rancangan pengembangan kota melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) maupun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)/Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) pada umumnya berupa naskah dokumen yang dilengkapi dengan penjelasan grafis (berupa peta-peta) mengenai segala hal/faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota. Produk grafis tersebut merupakan penjabaran dari naskah dokumen rancangan yang memberikan gambaran visual secara dua dimensi tentang penggunaan wilayah atau bagian ruang sesuai dengan fungsi dan pemanfaatannya. Produk normatif dan grafis tersebut adalah merupakan suatu upaya untuk pengerahan sumber-sumber daya perkotaan, baik meliputi alam, ekonomi, dan manusia, untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang dicita-citakan. Penelitian yang dilakukan di Kota Soreang, sebagai Ibukota Kabupaten Bandung, merupakan penelitian deskriptif-ekspioratif, dengan menggunakan data sekunder, berupa kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) maupun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)/Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang serta Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK). Penelitian mengenai Analisis Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Kota Baru yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Soreang, Ibukota Kabupaten Bandung) dengan fokus pembahasan pada kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun mengacu kepada dua permasalahan, yaitu: Belum diketahui secara pasti seberapa besar kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun Kota Soreang pada pemetaan Tahun 1999 sudah sesuai dengan rencana produk normatif dan gratis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989. Belum diketahui secara pasti apakah produk normatif dan grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 maupun Rencana Terperind Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 2001-2010 telah menerapkan kaidah pembangunan kota berkelanjutan dari sisi keseimbangan ekologis. Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mencari kejelasan seberapa besar realisasi-pembiasan maupun penyimpangan kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun atas produk normatif dan grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 pada saat pemetaan Tahun 1999. Untuk mencari kejelasan apakah produk normatif dan grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 maupun Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 2001-2010 telah mempertimbangkan kaidah pembangunan kota yang berkelanjutan dari sisi keseimbangan ekologisnya. Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut, di bawah ini: Realisasi penerapan kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun melalui Produk Normatif dan Grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 dibandingkan dengan kondisi hasil pemetaan pada Tahun 1999 belum sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan (RTTRK Tahun 1989). Produk Normatif dan Grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 maupun Rencana Terperincil Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 2001-2010 kurang mempertimbangkan kaidah kota berkelanjutan dilihat dari keseimbangan ekologisnya. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah digunakan dua pendekatan yaitu secara analisis normatif dan analisis grafis. Analisis normatif dilakukan dengan melihat perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan penerapan rencana tata ruang kota. Sedangkan untuk analisis grafis dilakukan dengan pendekatan analisis melalui produk grafis, yaitu dengan melihat realisasi penerapan secara fisik antara alokasi rencana dengan kondisi waktu tertentu (10 tahun setelah rencana). Pendekatan analisis tersebut dilakukan untuk melihat realisasi penerapan rencana tata ruang dari data sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai instansi. Analisis ini mempertimbangkan penggunaan lahan dalam dua titik waktu, yaitu antara rencana Tahun 1989 dengan realisasi melalui pemetaan Tahun 1999. Berdasarkan hasil dari pembahasan data yang diperoieh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah: Bahwa Rencana Terperinci Tata Ruang Kota Soreang (RTTRK) Tahun 1989 yang diharapkan membawa pertumbuhan dan perkembangan Kota Soreang, pada pemetaan tahun 1999, khususnya pemanfaatan guna lahan melalui kawasan terbangun dan tidak terbangun, belum sesuai dengan apa yang telah diganskan dalam Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989. Perubahan yang mencolok terlihat pada kawasan terbangun perumahan, yang melebihi target rencana sebesar 75,55% (185,18 ha), sedangkan untuk kawasan tidak terbangun persawahan terjadi pengurangan terbesar, yaitu 357,64 ha dari apa yang direncanakan pada Tahun 1989. Hasil analisis terhadap produk normatif dan grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 melalui kawasan terbangun dan tidak terbangun menunjukkan bahwa dilihat dari sisi keseimbangan ekologisnya kurang mempertimbangkan pembangunan kota yang berkelanjutan, terlihat dari rencana pengalihan fungsi lahan semula lahan pertanian menjadi lahan permukiman tanpa diimbangi dengan pemecahan masalah sosial dalam hal alih lapangan pekerjaan penduduk Kota Soreang yang mayoritas berpendidikan SD. Sedangkan Hasil analisis terhadap produk normatif dan grafis antara Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 2001-Revisi dengan produk normatif dan grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota (RTTRK) Soreang Tahun 1989 menunjukkan bahwa bdak terjadi perubahan yang mendasar dalam hal rencana menjaga keseimbangan ekologisnya, terlihat dari produk grafis Rencana Terperinci Tata Ruang Kota Soreang (RTTRK) Tahun 2001-Revisi yang tetap mempertahankan pengalihan fungsi lahan seperti apa yang telah ditetapkan dalam Rencana Terperinci Tata Ruang Kota Soreang (RTTRK) Tahun 1989. Seperti telah diungkapkan bahwa sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif eksploratif, maka masih banyak hal-hal yang lain yang berkaitan dengan penerapan rencana tata ruang kota yang Iebih patting dan belum terungkap, memerlukan suatu penelitian Iebih lanjut, mengingat pentingnya penataan ruang berkaitan dengan masalah lingkungan di perkotaan.
Analysis on The Implementation of Sustainable New Town Spatial Plan (Case Study: Soreang, Capital City of Bandung Regency) A city is a symbol of human civilization, economical development, a source of innovation and creation, a center of culture and a vehicle to improve life conditions. A city is a man made environment; it is a human made creation and work of arts, deliberately constructed or not and having its own characteristics in accordance with its surrounding and it becomes a place of human activities with all dynamics approach of life. The development of human activities in cities will direct the physical appearance of the city, horizontal extension as well as vertical extension, which will influence the natural environment. A sustainable development is a development, which can fulfill the requirements present generation without ignoring the ability of the next generation in fulfilling their requirements. The minimal conditions of a sustainable development are the maintenance of the so called `total natural capital stock" on the same level or if possible higher than the present condition. Above concept is in accordance with the meaning on a sustainable community according to another concept of sustainable development which means a community which live within the limits of a mutual supporting environment. The spatial land planning such as Regional Spatial Plan (RTRW), Urban Subdivision Area Plan (RBWK), Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) and Urban Technical Spatial Plan (RTRK) usually contains document text completed with graphic methods (maps) about all fact, which influence the city development. Graphic methods are descriptions of document text planning which give two dimensions visual information about regional land use planning or a part of it according to as mentioned in document texts. Normative and graphic products are an effort to maximize the potential of city (region), like nature, economic, human to reach the ideal city development. The study held on Soreang city, being the capital of Bandung region, is a descriptive explorative study using secondary data, being regulation as mentioned in land use document text planning, Regional Spatial Plan (RTRW), Urban Subdivision Area Plan (RBWK), Urban Technical Spatial Plan (RTTRK). The research is to study carefully and find out how the effect of land use planning is in accordance to sustainable city development by studying the developed and undeveloped areas. There were two problems, such as: It is not exactly known, how much the differences are between developed and undeveloped areas of Soreang city by existing condition on year 1999 compared with the normative and graphic products of Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 1989. It is not exactly known, whether the developed and undeveloped areas expressed on normative and graphic products Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 1989 and Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 2001 has implemented the principles of sustainable city with focus on environmental aspect (ecology). The aim of this study is: To get more information, how much the differences are between developed and undeveloped area of Soreang city by existing condition in 1999 compared with the normative and graphic products of Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang in 1989. To get more information, whether the developed and undeveloped areas expressed on normative and graphic products Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang in 1989 and Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 2001 ware implemented the principles of sustainable city with focus on environmental aspect (ecology). Hypothesis of this research is as follows: Implementation of developed and undeveloped areas by normative and graphic products of Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang in 1989 compared with the existing condition in 1999 not expressed a suitable plan. Normative and graphic products Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang in 1989 and Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang in 2001 were not yet in balance with sustainable city principles focused on environmental balancing aspects. This analytical approach used two methods, i.e. normative and graphic analysis. Calculating regional realization and implementation conditions of spatial planning uses normative analysis, while the graphic analysis is done by analytical approach using graphic products by calculating the physic realization between planning at certain times. This analytical approach used secondary data collected from several agencies. This analysis is considering spatial plan at 2 different times, namely planning and realization. Based on the results of the study using data obtained for this research, the conclusion is as follows: Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 1989 which were planned to develop Soreang city to the maximum of human need, controlled by data base surveyed in 1999 focusing on developed and undeveloped area, were not yet in line with the original plan. A significant change was in the developed housing area, which excluded the planned target, 185,18 ha (75.55%) and for the undeveloped area, 357.94 ha reduced the farmland. The study of normative and graphic products Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 1989 and Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 2001 on developed and undeveloped areas expressed that focused on ecology balance was not yet in line with sustainable city development concepts. This was demonstrated by the changing on land use some land to housing-area without balancing the citizen's social aspects. It seems that on normative and graphic products Urban Technical Spatial Plan (RTTRK) Soreang 2001 is still promoted to change farmland use to the housing-area. As mentioned above, this research is descriptive and explorative, so there are still many other research matters related to the implementation of a spatial city plan, which are more important and not revealed yet.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Anindia Alif Hexagraha
Abstrak :
ABSTRAK
Kepentingan publik merupakan klaim dengan dua sisi. Pemerintah kerap menggunakannya untuk menerapkan program perencanan ruang tanpa konsen dari masyarakat terdampak. Di sisi lainnya, masyarakat juga menggunakan dalil kepentingan publik untuk membela haknya yang terdampak. Gagasan keadilan spasial lahir dari tradisi intelektual yang memiliki kesadaran tinggi akan parahnya ketidakadilan di ruang-ruang urban dan demikian menuntut rekonsepsi radikal terhadap ruang, pemerintahan, dan penataan ruang. Tradisi intelektual yang paling berpengaruh dalam keadilan spasial adalah Ruang Publik dari Habermas, Hak atas Kota dari Harvey, dan Produksi Ruang dari Lefebvre yang menekankan pada partisipasi publik yang aktif dalam pembentukan kebijakan urban khususnya pelibatan dari kelompok yang termarjinalkan karena mengalami ketidaksetaraan yang diciptakan oleh kebijakan-kebijakan urban yang tidak berkeadilan.
ABSTRACT
The idea of public interest in spatial planning is two fold. The government often uses it to enforce spatial plan program without the consent of the affected groups. On the other hand, the affected groups also use it as their defense to protect their damaged rights. The idea of spatial justice is derived from progressive intellectual tradition that is highly aware of the severeness of injustice in urban spaces and hence demands radical reconception of spaces, governance, and spatial planning. Most influential intellectual tradition in spatial justice are Habermas lsquo Public Sphere, Harvey lsquo s Right to The City, and Lefebvre lsquo s Production of Space which emphasize on active public participation in urban policy making especially for the marginalized groups who experience exacerbated inequality the long standing urban policies have produced.
2017
S68827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Stanislia Aris Wardhanie
Abstrak :
Urbanisasi, baik dalam bentuk perpindahan penduduk dari desa ke kota maupun dalam bentuk pemekaran wilayah administrasi yang mengubah dari status desa luar kota menjadi bagian wilayah kota, mempercepat pertambahan penduduk kota. Semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan sumber daya lahan untuk permukiman dan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan ini, lokasi yang dianggap strategis adalah daerah pinggir sungai. Penduduk yang tergolong relatif miskin dan kurang berpendidikan banyak yang mendirikan gubug-gubug liar dan kumuh di tanah kosong di daerah bantaran Sungai Code yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Mereka umumnya tidak mengetahui bahwa Peraturan Daerah menetapkan daerah bantaran sungai itu sebagai lahan yang berstatus kawasan lindung sempadan sungai dan direncanakan sebagai jalur hijau kota. Pada tahun 1983, Alm. Roma Mangun seorang arsitek, budayawan, dan juga sebagai rokhaniawan telah memprakarsai upaya pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan peningkatan martabat manusia, dan pembangunan lingkungan dengan merancang dan mendirikan rumah-rumah sederhana yang artistik bagi kaum marginal di Ledok Gondolayu. Hasil dari kegiatan ini telah memperoleh penghargaan internasional di bidang arsitektur tata ruang kota, yaitu Aga Khan Award. Setelah mengalami bencana banjir besar pada tahun 1984, Pemerintah Daerah menyetujui untuk dilaksanakan program rasionalisasi Sungai Code. Program utamanya meliputi pembangunan secara fisik yaitu proyek pembuatan talud dan yang nonfisik yaitu program TRIBINA, yang terdiri dari Bina Manusia, Bina Ekonomi dan Bina Lingkungan. Secara tidak langsung, program itu dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai suatu bentuk legalisasi terhadap keberadaan permukiman di daerah bantaran Sungai Code, sehingga mereka yang telah tinggal lama di permukimam tersebut enggan untuk relokasi ke kawasan di luar daerah jalur hijau kota. Perkembangan permukiman di daerah bantaran Sungai Code itu selanjutnya cenderung menyimpang dari kebijakan rencana jalur hijau kota, sehingga mengakibatkan terjadinya dilema antara realita dengan kebijakan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RUTRK dan RDTRK yang berlaku saat ini. Berdasarkan pada latar belakang seperti yang diuraikan diatas, maka timbul pemikiran untuk melakukan suatu penelitian, yaitu untuk mengevaluasi Kebijakan Jalur Hijau di Permukiman Sungai Code. Perumusan masalah peneitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah keberadaan permukiman di kawasan sepanjang koridor Sungai Code masih dapat diterima, mengingat bahwa arah perkembangannya cenderung menyimpang dari kebijakan rencana menjadikan kawasan itu sebagai jalur hijau kota? 2. Apakah peraturan RUTRK dan RDTRK yang ada masih dapat diberlakukan terus; atau perlu disempurnakan; atau harus diganti dengan yang baru sama sekali? Tujuan dari penelitian tentang Evaluasi Kebijakan Jalur Hijau di Permukiman Sungai Code Yogyakarta, sebagai berikut: 1. Untuk meneliti keberadaan permukiman di sepanjang tepi Sungai Code pada saat ini masih dapat diterima atau tidak 2. Untuk meneliti kebijakan rencana tata ruang kota yang berlaku sekarang masih relevan apa tidak, Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para pembuat kebijakan pada saat melakukan peninjauan kembali Kebijakan Rencana Tata Ruang Kota Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian 'terapan' yang termasuk pada jenis `penelitian kualitatif atau 'penelitian naturalistik'. Keadaan obyek penelitian ini digambarkan dengan cara pendekatan 'metode deskriptif. Untuk mewakili semua kawasan permukiman di kawasan sepanjang koridor Sungai Code, dipilih dua lokasi penelitian yaitu Ledok Ratmakan dan Ledok Gondolayu. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara langsung dengan penduduk setempat maupun pejabat-pejabat Pemda Yogyakarta. Data sekunder diperoleh dari buku literatur, makalah, artikel, peraturan perundang-undangan, dan dokumen resmi lainnya. Data tersebut meliputi indikator atau kriteria yang menyangkut aspek-aspek perekonomian masyarakat, keterpaduan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat, berikut sub-indikator atau sub-kriterianya. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Hasil penilaian terhadap kondisi masing-masing aspek adalah sebagai berikut: Kondisi ekonomi masyarakat di Ledok Ratmakan dan di Ledok Gondolayu pada saat ini dinilai baik Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat di lokasi penelitian pada saat ini sudah tidak termasuk golongan masyarakat yang relatif miskin. Kondisi keterpaduan lingkungan di Ledok Ratmakan dan di Ledok Gondolayu pada saat ini dinilai sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat ini daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kawasan penelitian itu masih ada dalam batas kemampuannya. Kondisi pemberdayaan masyarakat di Ledok Ratmakan dan di Ledok Gondolayu pada saat ini dinilai sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat ini masyarakatnya sudah mulai mampu untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Hasil penilaian terhadap kondisi ketiga aspek tersebut di atas secara menyeluruh nilainya termasuk sedang (dalam interval baik, sedang, dan buruk). Menurut Agenda 21 Indonesia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997) dan menurut Sustainable Community Indicators (Kline, 1997), aspek-aspek ekonomi masyarakat, keterpaduan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakatnya berpengaruh terhadap baik buruknya kualitas manusia dan kualitas lingkungannya, sehingga hasil penilaian terhadap ketiga aspek tersebut diatas dapat menggambarkan bahwa kualitas manusia dan kualitas lingkungan di Ledok Ratmakan dan Ledok Gondolayu adalah tidak buruk. Menurut R. Malthus Meadows dick. (dalam Soetaryono, 1998), kualitas manusia dan kualitas lingkungan dapat mempengaruhi baik buruknya hubungan antara manusia dengan lingkungannya, sehingga daiam studi kasus ini dapat dikatakan bahwa pada saat ini belum sampai terjadi hubungan buruk antara manusia dan lingkungan permukiman di Ledok Ratmakan dan Ledok Gondolayu. 2. Hasil pemilihan alternatif tindakan terbaik dengan menggunakan metode PHA menunjukkan, bahwa tindakan terbaik yang harus dilakukan adaiah 'menyempurnakan' RUTRK dan RDTRK yang sekarang berlaku. Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pada saat ini belum sampai terjadi hubungan buruk antara manusia dengan lingkungan permukiman di kawasan sepanjang koridor Sungal Code, sehingga keberadaan permukiman seperti yang ada pada saat ini masih dapat diterima. Meskipun begitu, untuk selanjutnya harus tetap diupayakan agar hubungan itu mencapai ke tingkat yang baik, supaya terjamin adanya 'keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidupnya yang berkelanjutan. Untuk itu, dengan tegas harus mulai adanya larangan memperluas lahan permukiman melebihi luas lahan permukiman yang ada sekarang, dan rencana pembentukan jalur hijau kota harus segera direalisir. 2. Pemilihan altematif tindakan terbaik yang diproses melalui komputer dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choise, hasilnya menunjukkan bahwa Peraturan Daerah tentang RUTRK dan RDTRK itu masih perlu disempurnakan agar lebih baik dan lebih sesuai dengan kebutuhan lingkungan hidup yang semakin berkembang. Berdasarkan hasil penyempurnaan itu, diharapkan akan dapat diperoleh suatu peraturan tentang rencana tata ruang kota yang lebih ditaati, dan dapat dilaksanakan secara efektif dalam upaya membangun komunitas masyarakat berkelanjutan di kawasan sepanjang koridor Sungai Code. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mencegah terjadinya pengangguran, pemerintah atau perusahaan swasta di sekitar kawasan itu harus terus membuka peluang kerja yang diprioritaskan kepada penduduk setempat. 2. Untuk memperluas peluang kerja, pihak pemerintah harus mempercepat realisasi pembentukan kawasan wisata sungai.Pemerintah perlu membangun instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) khusus untuk perrukiman bantaran Sungai Code yang ada sekarang. Pemerintah bersama masyarakat harus segera memulai gerakan penghijauan di daerah pinggir Sungai Code, dengan jenis tanaman vertikal dan pot-pot tanaman untuk daerah permukiman yang sudah terianjur padat. Pemerintah dan perusahaan swasta disarankan agar menghimpun dana bantuan untuk pemugaran rumah-rumah artistik yang pemah dianugrahi Aga Khan Award. 3. Untuk memberdayakan penduduk, perlu diberikan pelatihan keterampilan di bidang industri kecil seperti kerajinan kulit, keramik, daur ulang kertas bekas. 4. Untuk pemberdayaan wanita, perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu kesetaraan gender. Di dalam RUTRK dan/atau RUTRK, perlu penetapan alokasi lahan atau blok-blok peruntukan permukiman masyarakat strata bawah. Penyempurnaan kebijakan, terutama pada pasal-pasal yang berhubungan dengan masalah kependudukan, rencana tata guna lahan yang baru. Di dalam melaksanakan langkah-langkah penegakan hukum, perlu memberdayakan fungsi kontrol atau pengawasan dari lembaga masyarakat paling depan yaitu RT dan RW di kawasan yang bersangkutan. Di dalam Pasal tentang Rencana Penanganan Lingkungan dan Pasal tentang Ketentuan Pidana harus dimuat ketentuan dan sanksi yang tegas untuk melarang perluasan permukiman lebih lanjut di sepanjang koridor Sungal Code. 5. Untuk mengembangkan pemahaman pihak legislator (DPRD) terhadap materi perencanaan tata ruang kota, perlu ditingkatkan kerja sama dengan lembaga Perguruan Tinggi sebagai cumber masukan yang independent. Daftar Kepustakaan : 97 (1983-2001)
Greenbelt Policy Evaluation in Settlement Areas along the Code River: A Case Study of Ledok Ratmakan and Ledok Gondolayu, Yogyakarta) Urbanization, covering both the movement of some people from rural area to urban area and the expansion of the city territory has changed the village's status from rural territory to become a part of urban area, which will increase the population rapidly. Increasing the population rapidly will cause increasing land resources problems for human settlement areas and water resources for daily needs. To meet the demands, the most strategic locations are the riverbank areas. Therefore, the majority of the incoming people prefer to make a choice to live on the abandoned land at the Code riverbank areas belong to the state. The same case also to be doing by the old residential from the riverbank area, in the form as expansion of the settlement area to the riverside. The most of them who choose to live on the riverside areas are minim on knowledge and classified as poor people. Generally, they don't know that the local regulation stipulates that the riverbank as river's protectorate areas and planed as a greenbelt of the city in the long run. In 1983, Romo Mangun as an architect and a pastor have taken the initiative to empower society through increasing quality of live of the human being and to developed the environment by designing and making artistic houses for the poor in Gondolayu river basin. The results of those activities have got the international Aga Khan award for the best in architectural town's design. After the big flood in 1984, the local government agreed to realize the Program of Code River's Rationalization. The main programs are consist of physical development that is `riverside dike project' and non physic development that is `TRIBINA (three guidance plan) programs which consist of guidance to improve the social status, guidance to develop the economic security, and guidance to manage the ecological integrity. Indirectly, some people believe that those program activities are a form of legalization for the human settlements at the riverside areas. So that more people settle in this strategically areas. But, as time goes on they are reluctant to relocates to the areas as planned in the regulation. The settlement's development at Code Riverbank tend to deviates from policy of the city's greenbelt plan, it caused a dilemma between the reality and the policy of RUTRK and RDTRK regulations. Based on the background has been described in above, there is an idea to make a study, to evaluate the policy of greenbelt city plan at the Code Riverside settlement areas. The problem statement of this study can be formulated as follows: Are there the settlement at the Code Riverside can be accepted, because of the development has tend to deviates from the long run policy of greenbelt city plan? Are the policies of the Spatial City Plan still valid; needs to be completed; or have to be totally changed with the new one? The goal of the Evaluation policy of the greenbelt city plan at Code Riverside settlement areas are described below: 1. To study the status of the Code Riverside settlement areas at the moment, still can be accepted or not. 2. To study the policy of the City Spatial Plan, which is now, exist, still relevant or not. The advantage of this study is used as an in put for the policy makers on the continuation of the review on the policy of the Cities Spatial Plan. This study is an applied research and can be mentioned as a qualitative research or naturalistic research, with employs a descriptive method approach. To represent the whole settlement area along the Code River, there are two case study areas, Ratmakan Valley and Gondolayu Valley. The primary data are collected by using a questionnaire and by discussion approach to the resident on the site and to the government officials from Pemda Yogyakarta. The secondary data are collected from the literatures, seminar reports, articles, article of the law regulations, and the other official documents. The data have been collected from this study are consist of two data items. First, the data indicate the quality of the human life and quality of the environment in the case study area. Secondly, data can to be used, as the criteria to choose the best alternative must be done to the policy of the Cities Spatial Plan. Based on analysis result toward that indication can be estimated whether the relation between human being and its environment are in bad condition or still bad yet. So that we get the result whether the nowadays settlement is still can be accepted or not. Besides based on synthesis result toward the criteria by using Analysis Hierarchy Process (PHA), will be chosen the best action toward RUTRK and RDTRK which exist right now. The data covers indicator or criteria, which connects with Economic Society aspect, Integrated Ecology aspect, Empowerment Society aspect, and its sub indicator or in sub criteria. The data of analysis result of the study shows that: 1. The result of the condition of each aspect is as follows: The society economic condition in Ledok Gondolayu and Ledok Ratmakan now is in a good condition. This shows that the society in that location nowadays is not including in poor society. Integrated Ecology condition in Ledok Ratmakan and Ledok Gondolayu nowadays is in medium level condition. This indicates that nowadays, carrying capacity and absorbing capacity still in the range of their capability. Empowerment society condition in Ledok Ratmakan and Ledok Gondolayu is in medium level condition. This indicated that nowadays, the society have been able to decide what they to do in condition of their ability to solve their own problems Looking at the result toward those three aspects, shows that the overall condition is in the moderate ranges (from the interval point of view, it is good, moderate, or bad). Based on Agenda 21 Indonesia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997) and, based on `Sustainable Community Indicator (Kline, 1997), the Economic Security Aspect, Ecological Integrity, and Empowerment with Responsibility influence to the human quality and environmental quality. So, the judgment?s result toward the overall condition had shown that the human quality and environmental quality at Ledok Ratmakan and Ledok Gondolayu are not bad. Based on R. Malthus Meadows (in Soetaryono, 1998), the human quality and environmental quality influence to the bad relation between the human and the environment- So, in this case study relatively the relation between the human and the environment at Ledok Ratmakan and Ledok Gondolayu are not bad. 2. The best-chosen alternative action using the PHA method shows, that the best action must be done to complete RUTRK and RDTRK, which is now, exist. Based on the result of above mention study, the study gets the result: 1. The relationship between human being and the environment-along the Code River, now has not reached bad range, so the settlement nowadays still can accepted. Although the relation ship has to be reached in better range in the future, and the harmony and balance between human being and the life environment can be continued. Therefore the strict prohibition and the plan to develop the greenbelt of the city must be soon realized. 2. The best action alternatives, has been processed through the computer using software Expert Choice. The result shows, that local government policy in RUTRK and RDTRK still need to be completed to get better and more suitable with the life environment needs. From which is a getting increased from general city plan which more be obeyed and can be effectively be done in getting sustainable community society along the Code river. The suggestion to be given from the case study is as follows: 1. To prevent unemployed, local government and private company in that area must open employment chance for local resident priority. 2. To enlarge the employment chance, the government must soon realize the river eco tourism. Local government must to develop IPLC especially for the .riverbank settlement at Code River. The local government together with the society must soon start to make greenery in the Code River area for crowded settlement area.. The local government and private company are suggested to collect the funds to renovate the artistic houses, which are given by Agha Khan Award. 3. To empower the people, needs to train their ability in small industry like leather industry, ceramic industry and recycle industry 4. To empower the women, needs to give information to increase their consciousness towards the issue of gender equity. In RUTRK and RDTRK needs to allocate the land or to block the settlement of the poor. To complete the policy, especially in the articles, which connects with population problem, a land use plan and the steps of law enforcement. In the implementation of the law enforcement, the function of the RT and the RW as the institute of society in front line should be empowered. So, they can act to control the implementation in field. In the article of the Implementations of the Environment Plan and the article of the Legal must cover the regulations and the strict sanction to forbid the settlement enlargement along the Code River. 5. To get the input and to improve the knowledge of the matter's content for review the City Spatial Plan, the member of legislator must work together with the expert from the university as an independent institution. References : 97 (1983 - 2001)
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T10174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meriza
Abstrak :
Ruang terbuka hijau merupakan suatu hal penting dalam membentuk fungsi ruang perkotaan. Hal ini dikarenakan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan, keamanan, kesehatan, serta terhadap pengembangan ekonomi dan sosial. Selain itu, apabila ruang terbuka hijau ini disediakan secara baik dan proporsional, maka akan memberikan multi benefit bagi komunitas serta dapat memberikan efek positif terhadap nilai lahan properti di sekitarnya. Sejalan dengan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Penataan Ruang no. 26/2007, saat ini pemerintah provinsi DKI Jakarta sedang membangun ruang terbuka hijau. Sehubungan dengan dinamika tersebut, studi ini mencoba untuk melihat hubungan antara nilai lahan dengan ruang terbuka hijau dengan menggunakan hedonic pricing model. ......Green open space is very important for the functioning of an urban area. Moreover, it may give significant contribution for environmental sustainability, safety, health, as well as for sosial and economic development. When green open space adequately provided, it offers multi-dimensional benefits to the community and substitutes to positively impact the property values. There are recent developments of green open space in DKI Jakarta, which aligns with an obligation as regulated by law no. 26/2007 on spatial planning to provide public green space in urban area. This research try to estimate the land value which can explain the house prices in the area of study with the existencies of green open space using hedonic pricing model.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marhensa Aditya Hadi
Abstrak :
Kota Semarang mengalami pertumbuhan pesat yang mendorong perluasan ke pinggiran kota bahkan melewati batas administrasi. Pembangunan yang tidak terencana dapat menimbulkan masalah lingkungan dan dampak negatif seperti banjir, longsor, dan polusi. Dalam perencanaan pengembangan permukiman, diperlukan analisis kondisi fisik wilayah dan aspek kenyamanan agar pemanfaatan ruang optimal, aman, dan berkelanjutan. Penelitian bertujuan menganalisis hasil pemodelan lokasi-lokasi yang sesuai untuk perkembangan permukiman berbasiskan kenyamanan, menganalisis prediksi perkembangan kota, dan mensintesa perbandingan prediksi perkembangan tersebut dengan rencana tata ruang wilayah. Digunakan metode AHP dan SMCA dalam membangun model lokasi-lokasi yang sesuai untuk perkembangan permukiman, CA-Markov untuk melakukan prediksi perkembangan ke depan dan windrose untuk menganalisis arah perkembangan kota, serta olah crosstab tumpang susun SIG untuk perbandingannya terhadap rencana tata ruang. Secara keseluruhan hampir setengah cakupan kajian (41,5%) memiliki kelas kesesuaian yang sesuai seluas 381.7 km2, dan 21,1% sangat sesuai seluas 194 km2. Dari 2000-2022 hingga prediksi 2040, terdapat perkembangan seluas 214,21 km2 (97,51 km2 dan 116.74 km2), dengan arah perkembangan ke pinggiran Kota Semarang arah Selatan dan Tenggara. Dari simulasi pertumbuhan 2040 terdapat 39,75 km2 area yang berpotensi bias dari rencana tata ruangnya, selain itu hanya sedikit (3,01 km2 atau 2,7%) rencana permukiman belum terbangun yang memiliki kesesuaian lahan permukiman yang buruk. ......Semarang is experiencing rapid growth which is driving expansion to the outskirts of the city and even beyond administrative boundaries. Unplanned development can cause environmental problems and negative impacts such as flooding, landslides, and pollution. In planning of residential development, an analysis of the physical conditions of the area and aspects of livability is needed so that land utilization is optimal, safe, and sustainable. The study aims to analyze the results of modeling locations suitable for livability-based residential development, analyze predictions of urban development, and synthesize comparisons of these development predictions with spatial plans. AHP and SMCA methods were used in building models of locations suitable for residential development, CA-Markov to predict future development, and windrose to analyze the direction of urban development, as well as SIG overlay crosstab analysis for comparison with landuse plan. Almost half of the study area (41.5%) has suitable suitability classes covering 381.7 km2, and 21.1% are very suitable covering 194 km2. From 2000-2022 to the 2040 projection, there are 214.21 km2 development area (97.51 km2 and 116.74 km2), with the direction of development to the outskirts of Semarang City south and southeast. From the 2040 growth simulation there are 39.75 km2 areas that have the potential to bias from landuse plan, besides that there are only a few (3.01 km2 or 2.7%) planned residential areas that have not been built which have poor residential land suitability.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiya Ramadhani Sanda
Abstrak :
Pelaksanaan pembangunan yang didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu agenda dari Pemerintah Indonesia. Salah satu perencanaan yang memiliki urgensi tinggi khususnya sebagai salah satu pedoman untuk pelaksanaan kegiatan berusaha ialah dokumen perencanaan tata ruang. Pemerintah menyusun salah satu rencana tata ruang yang digunakan dalam rangka percepatan investasi di Indonesia yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan skala detail 1:5000. Pemerintah memberikan kemudahan pengecualian penyusunan izin lingkungan bagi RDTR yang telah memiliki KLHS. Namun saat ini pada pelaksanaannya masih menyita waktu dan biaya yang lama. Untuk itu, penyederhanaan dilakukan dengan melakukan pengintegrasian RDTR dengan KLHS yang bertujuan untuk memberikan kemudahan berusaha. Dalam rangka melakukan analisis kebijakan terkait upaya pengintegrasian dilakukan penelitian dengan pendekatan post-positivist dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam serta data sekunder melalui buku atau publikasi daring. Penelitian ini menggunakan teori analisis kebijakan retrospektif dan prospektif yang dikemukakan oleh William Dunn (2017). Hasil penelitian menunjukan bahwa secara retrospektif kebijakan RDTR dan KLHS masih memiliki beberapa hambatan dalam implementasinya khususnya berkaitan dengan sumber daya manusia, data, dan aspek politik pada kedua kebijakan. Melihat pada dimensi prospektif, kebijakan yang dapat menjawab permasalahan tersebut ialah melalui kebijakan pengintegrasian dokumen RDTR dan KLHS untuk menyederhanakan tanpa mengurangi muatan kedua dokumen. ......The implementation of development based on the concept of sustainable development is one of the agendas of Indonesia's Government. One of the plans that have high urgency, especially as a guideline for implementing business activities, is a spatial planning document. The government compiles one of the spatial plans used to accelerate investment in Indonesia, namely the Detailed Spatial Plan (RDTR), with a detailed scale of 1: 5000. The government makes it easy for exemptions to prepare environmental permits for RDTRs that already have KLHS. However, currently, the implementation is still time-consuming and costly. For this reason, simplification is carried out by integrating RDTR with KLHS, which aims to provide ease of doing business. In the context of conducting policy analysis related to integration efforts, research was carried out with a post-positivist approach with descriptive research types and primary data collection techniques through in-depth interviews and secondary data through books or online publications. This research uses retrospective and prospective policy analysis theory proposed by William Dunn (2017). The research results show that retrospectively the RDTR and KLHS policies still have several obstacles in their implementation, especially those related to human resources, data, and political aspects of both policies. Looking at the prospective dimension, an approach that can answer this problem is through the integrated policy of RDTR and KLHS documents to simplify without reducing the two documents' content.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Xadita Rahma Valentina
Abstrak :
Penulisan laporan tugas khusus dilakukan selama praktik kerja profesi apoteker di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Apotek Roxy Pitara, dan PT Anugerah Pharmindo Lestari. Dilakukan pembuatan denah tata ruang Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Universitas Indonesia beserta metode penyimpanannya. Tujuannya untuk menjaga dan memastikan ketersediaan perbekalan farmasi serta memudahkan dalam hal pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi. Penyusunan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan literatur berupa Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, dengan menyesuaikan kondisi lapangan. Kesimpulan dari penulisan laporan tugas khusus ini yaitu tata ruang yang baik, penyusunan perbekalan farmasi, dan kartu stock membantu dalam memastikan ketersediaan, memudahkan dalam pencarian dan pengawasan, serta menjaga kondisi ruangan tetap rapi. Dilakukan analisa efek samping dan interaksi obat pada resep polifarmasi di Apotek Roxy Pitara dengan menganalisis beberapa resep polifarmasi pada bulan September 2021. Analisa efek samping dan interaksi obat pada resep polifarmasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek samping dan interaksi obat pada pasien dengan resep polifarmasi serta mengetahui tingkat keparahannya dan solusi dalam mengatasinya. Sampel yang digunakan berjumlah 5 resep yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Interaksi obat pada resep polifarmasi kemudian diidentifikasi melalui database menggunakan Medscape Drug Interactions Checker dan Lexicomp®, selanjutnya tingkat keparahan dikelompokan berdasarkan pada level minor, sedang dan mayor. Sedangkan penentuan dari mekanisme interaksi obat yang termasuk farmakokinetik dan farmakodinamik dilakukan berdasarkan literatur. Resep polifarmasi yang masuk pada bulan September khususnya sampel yang diambil banyak berasal dari pasien hipertensi atau penyakit kardiovaskular baik antar golongan yang sama maupun antar golongan yang berbeda. Dari resep-resep yang dianalisa, sebagian besar tidak menghasilkan interaksi yang serius dengan tingkat keparahan cenderung sedang dan minor, sehingga pada beberapa terapi kombinasi tidak diperlukan Tindakan tambahan dan beberapa terapi kombinasi lain perlu dilakukan pemantauan. Dilakukan inovasi pengadaan QR Code yang berisi data nama produk dan golongan produk untuk mempermudah proses penerimaan dan penyimpanan produk di PBF cabang di PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). Inovasi pengadaan QR Code yang berisi data nama produk dan golongan produk ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan, memudahkan, dan mempercepat proses penerimaan dan penyimpanan produk yang dikirim oleh National Distribution Center (NDC) ke PBF cabang. ......The writing of a special assignment report was carried out during the apothecary internship at Universitas Indonesia Hospital, Apotek Roxy Pitara, and PT Anugerah Pharmindo Lestari. The spatial plan and the storage method of the emergency room at Universitas Indonesia Hospital was made. The purpose is to maintain and ensure the availability of pharmaceutical supplies and facilitate the search and control of them. Preparation of pharmaceutical supplies is carried out based on the literature in the form of Guidelines for the Management of Pharmaceutical Supplies in Hospitals, by adjusting field conditions. The conclusion is that a good spatial plan, preparation of pharmaceutical supplies, and stock cards helps in ensuring availability, makes it easier to search and supervise, and keeps the condition of the room neat. Analysis of side effects and drug interactions on polypharmacy prescriptions at Apotek Roxy Pitara was carried out by analyzing several polypharmacy prescriptions that received in September 2021. This analysis aims to knowing side effects and drug interactions in patients with polypharmacy prescriptions and knowing severity and solutions to overcome them. The sample used was 5 prescriptions which were selected based on the inclusion and exclusion criteria that have been set. Drug interactions were then identified through the database using the Medscape Drug Interactions Checker and Lexicomp®, then the severity was grouped based on minor, moderate and major levels. Meanwhile, the determination of the mechanism of drug interaction including pharmacokinetics and pharmacodynamics was carried out based on the literature. The samples taken were mostly from patients with hypertension or cardiovascular disease, either between the same drug classes or between different drug classes. From the analyzed prescriptions, most of them did not cause a serious interaction with the severity tending to be moderate and minor, so that some combination were not needed additional measures and some other combination needed to be monitored. An innovation in the procurement of QR Codes containing data on product names and drug classes was carried out to facilitate the process of receiving and storing products at the PBF branch at PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). This QR Code procurement innovation containing product name and drug class data can reduce errors, simplify, and speed up the process of receiving and storing products sent by the National Distribution Center (NDC) to PBF branches.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library