Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Donna Almira
"ABSTRAK
Pendahuluan: Jumlah pasien HIV/AIDS berkembang khususnya di Indonesia, salah satu faktor yang menghambat penanganan pasien adalah diagnosis yang kurang baik. Pemerintah telah memfasilitasi tes diagnostik di setiap puskesmas dengan kombinasi tes cepat anti-HIV menggunakan strategi tiga World Health Organization WHO . Penggunaan kombinasi reagen yang baik diharapkan dapat meningkatkan akurasi dari tes tersebut dalam mendiagnosis HIV/AIDS.Data diperoleh dari bank sampel Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Departemen Patologi Klinik.Metode: Kombinasi dari tiga reagen dipilih berdasarkan persyaratan WHO. Hasil kombinasi reagen dibandingkan dengan status sampel yang dikonfirmasi dengan Western Blot, sehingga dapat dilakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, dan diskordansi setiap kombinasi.Hasil: Dari sensitivitas, spesifisitas serta diskordansi berbagai kombinasi diperoleh dua kombinasi terbaik dengan hasil yang sama, yaitu SD Bioline HIV -1/2 3.0 Alere -HIV 1 2 Antibody Rapid Oncoprobe Utama - Vikia HIV 1/2 BioMerieux dan Advance Quality Rapid Anti-HIV 1 2 Test Intec - Abon HIV 1/2/O Abon - Vikia HIV 1/2 BioMerieux dengan sensitivitas dan spesifisitas 100 dan nilai diskordansi rendah yaitu 1,53 . Berdasarkan WHO diskordansi masih dianggap baik bila di bawah 5 .Diskusi: Dari kombinasi reagen yang tidak mengikuti persyaratan strategi tiga WHO, ternyata sensitivitas dan spesifisitas dapat mencapai 100 , namun angka diskordansi menunjukkan angka yang sangat tinggi, yaitu 4,3 . Dapat disimpulkan bahwa penerapan persyaratan WHO pada kombinasi reagen meningkatkan sensitivitas, spesifisitas, dan mengurangi diskordansi, sehingga akurasi diagnosis dapat ditingkatkan.

ABSTRACT
Introduction The number of patients with HIV AIDS develops, especially in Indonesia, One of the factors is unfavorable diagnosis. Government facilitated the diagnostic tests in every health center with a combination of anti HIV rapid test using strategy III of World Health Organization WHO . The use of a good combination of reagents is expected to improve the accuracy in the diagnosis of HIV AIDS. Data is obtained from the sample bank rsquo s in Department of Clinical Pathology Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo.Method The combination of three reagents has been selected based on the requirements of WHO. The result is compared to the sample status confirmed by Western Blot, which can be calculated the sensitivity, specificity, and discordant of any combination.Results Based on sensitivity, specificity and discordant from various combinations, it is obtained two best combinations with the same result, namely SD Bioline HIV 1 2 3.0 Alere HIV 1 2 Rapid Antibody Main Oncoprobe Vikia HIV 1 2 bioMerieux and Advance Quality Rapid Anti HIV 1 2 Test Intec ndash Abon HIV 1 2 O Shredded Vikia HIV 1 2 bioMerieux with a sensitivity and specificity of 100 and the discordant value at 1.53 . Based on the WHO the discordant value is still considered as good as long as it is below 5 . Discussion If the combination do not follow the requirements of WHO using strategy III, the sensitivity and specificity can reach 100 , but the discordant value indicate high number, whichis 4.3 . As conclusion, application of the requirements of the WHO on a combination of reagents can increased sensitivity, specificity, and reduce the discordant, so the accuracy of diagnosis can be improved. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junaedi Yunding
"[ABSTRAK
Pengkajian risiko luka tekan penting untuk menentukan intervensi pencengahan terjadinya luka tekan. Sensitivitas dan spesifisitas skala Braden dan Skala Modifikasi Norton (SMN) menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam berbagai penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan nilai sensitifitas dan spesifisitas skala Braden, dengan SMN dalam mendeteksi risiko luka tekan di ruang ICU. Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik. Jumlah sampel sebanyak 50 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala Braden memiliki nilai sensitifitas 83.3%, dan spesifitas pada hari ke-1 90.9%, Hari ke-3 93.2%, hari ke-5 95.5%. Nilai Sensitifitas SMN 83.3%, dan spesifitas hari ke-1 75.0%, hari ke-3 77.3%, hari ke-5 79.5%. Skala Braden memiliki nilai validitas lebih tinggi dibandingkan skala SMN.

ABSTRACT
Assessment of the pressure ulcer risk is important to prevent its complications.
Sensitivity and specificity of Braden scale and Modified Norton Scale (MNS)
showed the different results in many different studies. The purpose of this study to
identify Sensitivity and specificity of Braden scale and MNS to predict pressure
ulcer risk in ICU. It was the diagnostic research. There were 50 respondents in
this study. The result shows that Braden scale had sensitivity value 83.3%, and
specificity values ; day-1 90.9%, day-3 93.2%, day-5 95.5%. MNS sensitivity
value is 83.3%, and specificity values ; day-1 75.0%, day-3 77.3%, day-5 79.5%.
Braden scale had high validity value compared to MNS.
, Pengkajian risiko luka tekan penting untuk menentukan intervensi pencengahan terjadinya luka tekan. Sensitivitas dan spesifisitas skala Braden dan Skala Modifikasi Norton (SMN) menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam berbagai penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan nilai sensitifitas dan spesifisitas skala Braden, dengan SMN dalam mendeteksi risiko luka tekan di ruang ICU. Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik. Jumlah sampel sebanyak 50 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala Braden memiliki nilai sensitifitas 83.3%, dan spesifitas pada hari ke-1 90.9%, Hari ke-3 93.2%, hari ke-5 95.5%. Nilai Sensitifitas SMN 83.3%, dan spesifitas hari ke-1 75.0%, hari ke-3 77.3%, hari ke-5 79.5%. Skala Braden memiliki nilai validitas lebih tinggi dibandingkan skala SMN.
]"
2015
T43510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofani Munzila
"Tujuan
Menemukan metode diagnostik sederhana dalam mendeteksi vaginosis bakterial dalarn kehamilan dengan menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaian pemeriksaan pH dan LEA (leukosit esetrase) vagina dengan menggunakan dipstick dibandingkan pewarnaan Gram.
Tempat
Poliklinik Obstetri Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan. Jakarta
Bahan dan Cara Kerja
Wanita hamil sang datang ke poliklinik obstetri dengan usia kehamilan 16-24 minggu dengan atau tanpa keluhan keputihan diminta kesediaannya unruk mengikuti penelitian. Dilakukan pemeriksaan antenatal meliputi anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang dicatat dalam formulir status penelitian (lampiran I). Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo dan pengambilan apusan lendir servikovagina sesuai dengan prosedur (lampiran IV). Kemudian dilakukan pemeriksaan pH vagina dan kadar LEA (leukosit esterase) dengan menggunakan dipstick Uriscan dan pengambilan apusan vagina (diwarnai dengan pewarnaan Gram sebagai baku emas) untuk menilai adanya infeksi vaginosis bakterial dengan menggunakan skor Nugent. Penilaian mikroskopis vaginosis bakterial selain dilakukan oleh peneliti, dilakukan juga oleh dua orang ahli yang salah satunya ahli mikrobiologi untuk menjaga validitas dan objektivitas interpretasi. Bila dari penilaian mikroskopis didapatkan skor Nugent 7-10, maka sampel dinyalakan sebagai vaginosis bakterial positif dan dilakukan analisis selanjutnya. Hasil yang didapat dari pemeriksaan dipstick Uriscan dibandingkan dengan basil yang didapat dari pewamaan Gram, kemudian dibuat analisis sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaiannya.
Hasil
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Mei-Agustus 2006 di Poliklinik Obstetri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan. Jakarta. Dari 155 sampel yang diperlukan, didapatkan 80 subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Sebagian besar subyek penelitian berusia 20-25 tahun dengan rerata usia 27,84 + 4,46 tahun, 47,5% adalah primigravida. Usia kehamilan sebagian besar dalam kelompok 16-20 minggu, dengan rerala usia kehamilan 19,98-2,58 minggu. Keluhan keputihan dijumpai pada 41 orang, namun hanya 18 orang dengan keputihan berbau. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 32,5% subyek dengan vaginosis bakterial positif. Dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan adanya hubungan yang bermakna (p=4,001) antara pH vagina dengan kejadian vaginosis bakterial. namun didapatkan hubungan yang tidak bermakna (p=0,46) antara LEA vagina dengan basil pemeriksaan Gram. Sensitivitas pemeriksaan LEA (leukasit esterase) vagina dengan menggunakan dipstick (titik potong LEA +2) adalah 42,3%. spesifisitas 61%, niiai duga positif 343% dan nilai duga negatif 68.7%. Rasio kemungkinan positif l.1 dan kemungkinan negatil' 0.92. Derajat kesesuaian 55% dengan nilai kappa 0,032. Pada kurva ROC LEA vagina didapatkan nilai AUC 0.51 yang artinya tes tersebut memiliki akurasi yang buruk dalam membedakan kelompok yang sakit dengan yang bukan. Sensitivitas pemeriksaan pH vagina dalam mendeteksi VB sebesar 61%, spesifisitas 79%, nilai duga positif 59%, dan nilai duga negatif 81%. Rasio kemungkinan positif 3,1 dan kemungkinan negatif 0,48. Pada kurva ROC pH vagina didapatkan nilai AUC 0,70 yang berarti akurasi pemeriksaan pH cukup baik dalam membedakan kelompok VB positif dan yang bukan. Dengan memakai 2 kriteria pemeriksaan yaitu pH >5 dan LEA positif +2 didapatkan angka sensitivitas 50%, spesifisitas 64%, nilai duga positif 67%, dan nilai duga negatif 47%. Rasio kemungkinan positif 1,4 dan kemungkinan negatif 0,79.
Kesimpulan
Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick dapat digunakan dalam mendeteksi vaginosis bakterial secara cepat dan sederhana dalam klinik. Pemeriksaan pH vagina memiliki sensitivitas yang lebih balk dibandingkan LEA vagina. Namun dibandingkan pewaranaan Gram, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini masih belum memuaskan. Parka penelitian lanjutan untuk memenuhi jumlah sampel yang diperlukan sehingga didapatkan angka sensitivitas yang lebih relevan dan valid."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Budi Hartawan
"Latar belakang: Penilaian fluid responsiveness merupakan masalah dalam tatalaksana pasien, terutama pasien dengan penyakit kritis. Stroke volume variation (SVV) adalah parameter hemodinamik untuk menilai fluid responsiveness. Pengukuran SVV dapat dilakukan dengan USCOM, yang merupakan alat pemantauan hemodinamik non invasif berbasis ekokardiografi Doppler
Tujuan: Mengetahui nilai cut-off point (titik potong optimal) SVV dengan USCOM sebagai prediktor fluid responsiveness pada pasien yang bernapas spontan maupn dengan ventilasi mekanik.
Metode: Penelitan dilaksanakan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan UGD (Unit Gawat Darurat). Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan menggunakan peningkatan stroke volume (SV) setelah challenge cairan ringer laktat 10 ml/kg berat badan selama 15 menit sebagai indek. Subyek penelitian baik yang bernapas spontan maupun dengan ventilasi mekanik. Peningkatan nilai SV ≥10% disebut responder dan < 10% disebut non responder. Pengukuran SV dengan USCOM dilakukan sebelum dan setelah challenge, dan pengukuran SVV dilakukan sebelum challenge cairan.
Hasil: Sebanyak 73 pengukuran terhadap subyek di PICU dan UGD. Area under curve (AUC) untuk seluruh subyek adalah 85,6% (95% IK 77,1% - 94,1%), p < 0,05. Titik potong optimal SVV adalah 28,5%, dengan sensitivitas 81,8% dan spesisifitas 75,9%. AUC subyek ventilasi mekanik adalah 76,6% (95% IK 60,1%-93,1%), p < 0,05. Titik potong optimal SVV adalah 30%, dengan sensitivitas 72,7% dan spesisifitas 70%. AUC subyek dengan pernapasan spontan adalah 93,7% (95% IK 84,6% - 100%), p < 0,05. Titik potong optimal SVV 28,5%, dengan sensitivitas 90,9% dan spesisifitas 84,2%.
Simpulan USCOM memilki validitas yang baik untuk menilai SVV baik pada pasien bernapas spontan maupun dengan ventilasi mekanik.

Background: Assessment of fluid responsiveness is a problem in the management of patients, particularly patients with critical illness. Stroke volume variation (SVV) is a hemodynamic parameter to assess fluid responsiveness. Measurement of SVV could be done by USCOM, which is a non-invasive hemodynamic monitoring tool based on Doppler echocardiography.
Objective: To determine the optimal SVV cut-off point measured by USCOM as a predictor of fluid responsiveness in spontaneously breathing and mechanically ventilated patients.
Methods: Research was conducted in the pediatric intensive care unit (PICU) and emergency room (ER). This study is a diagnostic test based on the increment of stroke volume (SV) after fluid challenge using Ringer's lactate 10 mL / kg body weight for 15 minutes as an index. The subjects are both spontaneously breathing and mechanically ventilated patients. Responders are those who experienced increment ≥10% from baseline SV, and non-responders are those who did not meet the criteria. Measurements of SV using USCOM were performed before and after fluid challenge, meanwhile SVV measurement was performed before fluid challenge.
Results: A total of 73 measurements were performed at the PICU and ER. Area under the curve (AUC) for all subjects was 85.6% (95% CI 77.1% - 94.1%), p value <0.05. Optimal SVV cut-off point was 28.5%, with sensitivity of 81.8% and specificity 75.9%. In mechanically ventilated subgroup, the AUC was 76.6% (95% CI 60.1% -93.1%), p value <0.05. The optimal SVV cut-off point of this group was 30%, with sensitivity of 72.7% and specificity of 70%. Lastly, the AUC of subjects with spontaneous breathing was 93.7% (95% CI 84.6% - 100%), p value <0.05. The optimal SVV cut of point in this group was 28.5%, with sensitivity of 90.9% and specificity of 84.2%.
Conclusion: USCOM is valid for assessing SVV as a fluid responsiveness predictor, in patients with spontaneous breathing and mechanical ventilation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenab
"Infeksi sistem saraf pusat diantaranya dapat disebabkan oleh S. pneumoniae dan S. agalactiae. Serotipe dari kedua bakteri tersebut dibedakan berdasarkan kapsul polisakaridanya yang merupakan faktor virulensi dominan ketika menginfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis spesifisitas dan sensitivitas antibodi poliklonal anti-vaksin konjugat pneumokokus 13-valen (PCV13) terhadap kapsul polisakarida S. pneumoniae dan S. agalactiae untuk pengembangan uji immunodiagnostik pada infeksi sistem saraf pusat. Pada penelitian ini dilakukan produksi antibodi poliklonal anti-kapsul PCV13 pada kelinci, isolasi kapsul polisakarida dari S. pneumoniae serotipe 6B dan 19F isolat Indonesia juga S. agalactiae serotipe II untuk melihat reaksi silang antar spesies. Metode indirect ELISA, multipleks PCR, purifikasi kapsul, dan western blot dilakukan dalam penelitian ini. Antibodi anti-kapsul PCV13 antara kelompok kontrol dan uji memiliki perbedaan bermakna terhadap kapsul polisakarida S. pneumoniae serotipe 6B dan 19F. Sensitivitas tertinggi antara kapsul S. pneumoniae standar dan hasil isolasi yaitu pada serotipe 6B sebesar 88% dengan spesifisitas 67%. Namun, S.agalactiae menunjukkan nilai spesifisitas yang cukup tinggi juga dengan S.pneumoniae 6B sebesar 80%. Hal tersebut dikonfirmasi juga berdasarkan hasil western blot yang menunjukkan adanya pita pada tiga kapsul polisakarida hasil isolasi tersebut. Sehingga hasil penelitian menunjukkan adanya reaksi silang pada antibodi poliklonal anti-PCV13 terhadap S. agalactiae serotipe II.
......Central nervous system infections can be caused by S. pneumoniae and S.agalactiae. The serotypes of the two bacteria are differentiated based on their polysaccharide capsule which is the dominant virulence factor when infecting. This study aims to analyze the specificity and sensitivity of the anti-capsule polyclonal antibody of the 13-valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV13) against the polysaccharide capsules of S.pneumoniae and S.agalactiae for the development of an immunodiagnostic test in central nervous system infections. In this research, the production of anti-PCV13 polyclonal antibodies was carried out in rabbits, isolation of polysaccharide capsules from Indonesian isolates S. pneumoniae serotypes 6B and 19F, and S. agalactiae serotype II to observe cross-reactions between species. Indirect ELISA, capsule purification, and western blot methods were performed in this study. The anti-capsule PCV13 antibodies between control and test groups had significant differences against polysaccharide capsules of S. pneumoniae serotypes 6B and 19F. The highest sensitivity between standard S. pneumoniae capsule and isolated results was serotype 6B of 88% with a specificity of 67%. However, S.agalactiae also showed a high specificity value with S.pneumoniae 6B of 80%. So the results of the study showed that there was a cross-reaction of the anti-PCV13 polyclonal antibody against S.agalactiae serotype II."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noval Aldino
"Infeksi Human Papillomavirus (HPV) pada kasus karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut dan orofaring semakin meningkat, keterlibatan HPV sudah banyak dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya keganasan selain konsumsi rokok dan alkohol. Keterlibatan HPV terbukti memberikan respon radiasi yang lebih baik yang berujung kepada prognosis. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan baku emas diagnostik infeksi HPV yang memiliki kekurangan hanya bisa dilakukan di laboratorium tertentu dengan biaya relatif mahal, sementara metode lain menggunakan p16 surrogate biomarker dengan imunohistokimia (IHK) sangat tergantung dari cutoff point yang ditetapkan. Penelitian ini merupakan uji diagnostik p16 surrogate biomarker dengan IHK terhadap baku emas pada kasus KSS rongga mulut dan orofaring. Hasil penelitian ini menunjukkkan cutoff point p16 IHK yang mendekati hasil PCR adalah 50%, dengan sensitivitas 66% dan spesifisitas 84%, dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi HPV pada kasus KSS rongga mulut dan orofaring.
......
Prevalence of Human Papillomavirus (HPV) infection in cases of oral and oropharyngeal squamous cell carcinoma (SSC) is increasing, HPV involvement has been shown to increase the risk of malignancy in addition to cigarette and alcohol consumption. HPV involvement proves to provide a better radiation response that leads to better prognosis. Polymerase Chain Reaction (PCR) is the gold standard examination for diagnostics of HPV infection yet can only be performed in certain laboratories at relatively expensive cost, while other methods using surrogate biomarkers p16 with immunohistochemistry (IHC) are highly dependent on the specified cutoff point. This study was a diagnostic test of surrogate biomarker p16 with IHC on HPV examination using PCR in cases of oral cavity and oropharynx SSC. The results of this study obtained a minimum 50% cutoff point of IHC approaching PCR result with sensitivity of 66% and specificity of 84%, and applicable to diagnose HPV infection in cases of oral cavity and oropharynx SCC replacing PCR examination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anzany Tania Dwi Putri
"Komplikasi medis dalam perawatan gigi diprediksi meningkat seiring dengan peningkatan  usia harapan hidup. Hal ini terjadi karena banyaknya penyakit sistemik yang dikendalikan oleh pengobatan jangka panjang. Diketahuinya riwayat medis secara menyeluruh untuk menilai risiko yang dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah prosedur dental sangat diperlukan. Kuesioner European Medical Risk-Related History (EMRRH) merupakan kuesioner yang telah digunakan secara luas di benua Eropa sebagai alat ukur penapisan risiko medis pada pasien gigi.  Sampai saat ini di Asia, khususnya di Indonesia belum ada instrumen serupa yang digunakan. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang bertujuan untuk melakukan adaptasi lintas budaya, uji validitas dan reliabilitas, serta uji sensitivitas dan spesifisitas (dengan konfirmasi verbal oleh dokter umum dan hasil pemeriksaan medis lengkap sebagai baku emas) kuesioner EMRRH pada sampel kecil populasi Indonesia yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Sebanyak 172 responden yang terlibat dalam penelitian ini. Nilai koefisien relevansi penilaian pakar ahli sebesar 0,91 dan nilai signifikansi (p) validitas konstruk dan diskriminan < 0,05. Nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,79, nilai kappa inter-examiner dan intraexaminer sebesar 0,86 dan 1, dan nilai Intraclass Correlation Coeficient (ICC) sebesar 0,85. Nilai sensitivitas dan spesifisitas adalah 69,31% dan 92,20%. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kuesioner EMRRH versi bahasa Indonesia valid, reliabel, sensitif, dan spesifik untuk digunakan dalam menilai risiko medis pasien pada populasi penelitian.
......
Medical complications during dental treatment are increasingly predicted, since life expectancy is longer as the illness has been controlled by long term medications. A thorough medical history to measure medical risks that may occur before, during and after dental procedures is required. The European Medical Risk-Related History (EMRRH) questionnaire has been used  in Europe, to detect medical problems and determine the degree of risk. However such questionnaire has not been developed in Indonesia. Cross-cultural adaptation, validity and reliability test, and sensitivity and specificity test of EMRRH questionnaire to small Indonesian-speaking population are the purpose of this study by using cross-sectional design. In results, there were 172 respondents contributing in this study. The relevant coefficient from content validity was 0.91 with p value of contruct and discriminant validity was < 0.05. The Cronbach’s Alpha was 0.79, inter-examiner and intra-examiner Kappa were 0.86 and 1, and Intraclass Correlation Coefficient (ICC) score was 0.85. The sensitivity and specificity values were 69.31% and 92.20% with verbal confirmation by physicians and medical test results during 6 months as the gold standards. In conclusion, the Indonesian version of EMRRH questionnaire is valid, reliable, sensitive, and specific in research population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Ayu Sasmita
"[ABSTRAK
DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) merupakan metode pengukuran yang akurat untuk menilai komposisi tubuh. Namun metode ini mahal, rumit dan tidak aplikatif jika digunakan masyarakat. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang lebih sederhana, murah dan mudah digunakan untuk evaluasi status gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengukuran yang lebih sederhana namun akurat dalam mengevaluasi kasus obesitas dengan gold standard BIA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-April 2015 dengan jumlah total responden 18 laki-laki dan 79 perempuan yang merupakan PNS Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2015. Desain studi yang digunakan yaitu cross sectional dengan mengukur variabel independen yaitu persen lemak tubuh serta variabel bebas meliputi IMT, lingkar pinggang, lingkar panggul, skinfold tricep, ILT dan RLPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RLPP memiliki nilai koefisien korelasi paling tinggi yaitu (0,938) dibandingkan dengan pengukuran lainnya. Namun berdasarkan kurva ROC IMT memiliki performa uji paling baik untuk digunakan pada semua jenis kelamin dengan (AUC 0,948; Se = 90,9,5%; Sp = 85,7%; NPP 90%; NPN 85%; LR+ 6,35; LR- 0,10) pada laki-dengan cut off 25,5 kg/m2 sedangkan pada perempuan (AUC 0,943; Se = 81,5%; Sp = 96,2%; NPP 91%; NPN 90%; LR+ 21,4; LR- 0,19) dengan cut off 26,5 kg/m2. Akan tetapi masih diperlukan studi validasi lain dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin dan etnis.

ABSTRACT
;DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), and Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) are accurate measurement methods to assess body composition. However, these methods are expensive, complicated, and not applicative if used by society. Anthropometric measurement is a measurement that is more simple, inexpensive and easy to use for the evaluation of nutritional status. This study aims to procure simpler measurement but accurate in evaluating cases of obesity used BIA as a gold standard. This study was conducted in May-April 2015 with a total number of respondents are 18 male and 79 female who are Civil Servants from Depok Health Departement in 2015. The study used cross sectional design with measure of independent variables which is body fat percentage as well as independent variables include BMI, waist circumference, hip circumference, triceps skinfold, ILT and waist to hip ratio. The result of this study showed that waist to hip ratio had a highest correlation coeffisient (0,938) compared with other measurements. However based on ROC curve, IMT has the best test performance for use on all genders with (AUC 0.948; Se = 90,9,5%; Sp = 85.7%; 90% NPP; NPN 85%, LR + 6.35; LR- 0 , 10) in men with cut-off of 25.5 kg/m2, while the test performence on women (AUC 0.943; Se = 81.5%; Sp = 96.2%; 91% NPP; NPN 90%; LR + 21.4; LR - 0.19) with cut-off 26.5 kg/m2. However another similiar studies were still needed to validate several factors such as age, gender and ethnicity.
, DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), and Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) are accurate measurement methods to assess body composition. However, these methods are expensive, complicated, and not applicative if used by society. Anthropometric measurement is a measurement that is more simple, inexpensive and easy to use for the evaluation of nutritional status. This study aims to procure simpler measurement but accurate in evaluating cases of obesity used BIA as a gold standard. This study was conducted in May-April 2015 with a total number of respondents are 18 male and 79 female who are Civil Servants from Depok Health Departement in 2015. The study used cross sectional design with measure of independent variables which is body fat percentage as well as independent variables include BMI, waist circumference, hip circumference, triceps skinfold, ILT and waist to hip ratio. The result of this study showed that waist to hip ratio had a highest correlation coeffisient (0,938) compared with other measurements. However based on ROC curve, IMT has the best test performance for use on all genders with (AUC 0.948; Se = 90,9,5%; Sp = 85.7%; 90% NPP; NPN 85%, LR + 6.35; LR- 0 , 10) in men with cut-off of 25.5 kg/m2, while the test performence on women (AUC 0.943; Se = 81.5%; Sp = 96.2%; 91% NPP; NPN 90%; LR + 21.4; LR - 0.19) with cut-off 26.5 kg/m2. However another similiar studies were still needed to validate several factors such as age, gender and ethnicity.
]"
2015
S60414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Valentino
"ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyakit multifaktorial dan penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Riskesdas 2007, menyatakan sekitar 4.6 penduduk Indonesia menderita glaukoma. Baku emas penegakkan diagnosis glaukoma menggunakan nilai rerata RNFL. Tujuan penelitian ini untuk melihat korelasi nilai rim area dengan rerata RNFL sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka. Penelitian ini menggunakan metode studi potong-lintang dengan jumlah sampel sebanyak 55 subjek yang diambil dari total data rekam medis bulan februari 2015 hingga juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien glaukoma primer sudut terbuka berusia >58 tahun 56.4 , laki-laki 61.8 , cup-disk rasio >0.7 63.6 , nilai rerata RNFL 60.76 19.86 ?m, dan nilai rim area 0.73 0.56 mm2. Hasil uji korelasi pearson antara Rim area dengan rerata RNFL didapatkan nilai r 0,734 dan nilai p< 0,05 yang menyatakan kedua variabel memiliki korelasi kuat dan secara statistik bermakna. Pengukuran menggunakan ROC curve didapatkan nilai cut-off rim area sebasar 1.049 dengan nilai sensitivitas 81.8 dan spesifisitas 95.5 . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Rim area memiliki korelasi dengan nilai rerata RNFL dan dapat digunakan sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka.

ABSTRAK
Glaucoma is a multifactorial disease and the second biggest cause of death in the world. Riskesdas 2007 report rsquo s stated around 4.6 population in Indonesia was diagnosed with glaucoma. The gold standard in diagnosing glaucoma is using the average RNFL.The purpose of this research is finding the correlation of rim area with average of RNFL as a diagnostic tools for primary open angle glaucoma. The method used in this research is a cross sectional study, the samples of which use 55 patient medical records from 2015 February until 2016 June. The result consist of the data that most of the patient with primary open angle glaucoma are older than 58 years old 56.4 , male 61.8 , cup disk ratio 0.7 63.6 , the average RNFL 60.76 19.86 m and rim area 0.73 0.56 mm2. Rim area and average RNFL are analyzed with pearson corelation test and the result of which are r value 0,734 and p value less than 0,05 which represent a strong correlation and statistically significant result. Measurement with ROC curve found that the cut off of rim area is 1.049 with 81.8 sensitivity and 95.5 specificity. As the conclution, rim area has corelation with average RNFL and can be used as a diagnostic tool for primary open angle glaucoma. "
2016
S70378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Faradisa Hatta
"Mayoritas kasus tuberkulosis yang tidak terdiagnosis memiliki hasil sputum basil tahan asam negatif. Pembiakan Mycobacteria Growth Indicator Tube diperhitungkan sebagai penunjang pemeriksaan basil tahan asam dalam konfirmasi diagnosis tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan basil tahan asam terhadap BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960. Penelitian ini menggunakan studi uji diagnosis pada 188 sampel yang memenuhi kriteria penelitian dari Laboratorium Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo FKUI-RSCM. Data dianalisis secara komparatif kategorik berpasangan dengan uji McNemar. Dari 188 sampel 107 laki-laki dan 31 perempuan dengan median usia 35[17-76 tahun , hasil positif basil tahan asam scanty, 1 , 2 , 3 dan BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 berturut-turut adalah 32,9 62 sampel dan 59,6 112 sampel. Sensitivitas pewarnaan basil tahan asam terhadap BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 berbeda signifikan p=0,000 [8,1371e-13] . Melalui tabel 2x2 diketahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif pewarnaan basil tahan asam terhadap BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 berturut-turut adalah 52,7 ; 96,1 ; 95,1 ; dan 57,9 . Pemeriksaan BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih unggul daripada pemeriksaan BTA dan dapat digunakan untuk menunjang pemeriksaan BTA sebagai uji diagnostik TB.
......
The majority of undiagnosed tuberculosis cases have negative acid fast bacilli result. Culture with Mycobacteria Growth Indicator Tube is considered as a support to acid fast bacilli smear in confirmation of tuberculosis diagnosis. This study aims to determine the sensitivity and spesificity of acid fast bacilli smear against BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960. This study used a diagnostic test study in 188 samples that met the study criteria obtained from Clinical Microbiology Laboratory of Faculty of Medicine Universitas Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital FMUI RSCM . Data were analyzed with McNemar test. Out of 188 samples 107 males and 31 females with an average age of 35 17 76 years , positive results for acid fast bacilli scanty, 1 , 2 , 3 and BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 respectively were 32.9 62 samples and 59.6 112 samples. The sensitivity of acid fast bacilli smear against BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 is significantly different p 0,000 8,1371e 13 . Through the 2x2 table, the sensitivity, specificity, positive and negative predictive value respectively were 52.7 , 96.1 , 95.1 , and 57.9 . BACTEC Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 has superior sensitivity than acid fast bacilli smear and can be used to support acid fast bacilli smear in diagnosing tuberculosis cases."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>