Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Puteri Wahyuningtias
"ABSTRAK
Berbagai iklan produk kecantikan yang beredar di masyarakat berperan penting dalam membentuk standar
kecantikan bagi perempuan. Salah satunya adalah iklan produk alat pencukur bulu Gillette Venus yang turut
membentuk standar kecantikan, di Jerman khususnya. Dengan menganalisis iklan alat pencukur bulu, ‘Gillette
Venus’, penelitian ini membuktikan adanya mitos kecantikan dalam sebuah iklan. Penelitian ini mendasari
analisis dengan pemikiran Stuart Hall mengenai representasi, Mitos Kecantikan karya Naomi Woolf, dan sebuah
studi teori Male Gaze oleh Laura Mulvey. Penelitian ini menggunakan metode analisis tekstual, yaitu dengan
menganalisis gambar dan teks dalam iklan ‘Gillette Venus’.

ABSTRACT
Various advertising beauty products that evolving in the society plays an important role in order to shape
woman’s beauty standard. Gillette Venus is one of the beauty advertisement that ‘help’ shaping the standard of
beauty, especially in Germany. By analyzing this ‘Gillette Venus’ advertisement, this study proves that there is a
beauty myth there. The theories that used in this research is Representation by Stuart Hall, then the Beauty Myth
by Naomi Woolf, and a study of Male Gaze by Laura Mulvey. The method used in this research is textual
analysis, by analyzing the images and text in the ‘Gillette Venus’ advertisement."
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, ], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yulindra Dwitya Nugrahany
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang standar kecantikan wanita Korea Selatan yang ditinjau melalui video tutorial makeup beauty vloggers Korea Selatan. Industri kecantikan Korea Selatan telah berkembang pesat dan mempunyai ciri khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan video-video tutorial makeup dengan estetika Korea Selatan yang diunggah ke situs YouTube sebagai bahan analisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan standar kecantikan wanita di Korea Selatan yang tampak pada video-video tutorial makeup tersebut. Instrumen pengumpulan data adalah studi pustaka dan analisis video. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa standar kecantikan di Korea Selatan merupakan hasil penggabungan antara standar kecantikan tradisional Korea dengan standar kecantikan Barat.

ABSTRACT
his journal discusses about the beauty standard of women in South Korea that were reviewed on makeup tutorial videos by South Korean beauty vloggers. South Korean beauty industry has been growing rapidly and have characteristics that differ from other countries. This study uses descriptive qualitative theory and also uses the makeup tutorial videos of South Korean beauty vloggers which was uploaded to the YouTube for analysis. The purpose of this study is to describe the beauty standard of women in South through the makeup tutorial videos. The author uses the review of literature method and video analysis to support this research. The result of this study explains that South Korean women rsquo s beauty standard is an assimilation product of Korea rsquo s traditional beauty standard and western rsquo s beauty standard."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Hadiva
"Tulisan ini akan membahas mengenai standar kecantikan khususnya pada perempuan. Perempuan dan kecantikan merupakan suatu kesatuan yang identik. Kecantikan sebagai sifat feminin telah berakar kuat dalam sistem sosial yang lebih luas dan terprogram secara budaya. Pada tren kecantikan modern umumnya mematok pada tubuh yang tinggi semampai dan langsing, memiliki bokong dan dada yang padat, berkulit putih, berhidung mancung, pipi tirus, bibir kemerahan, dan rambut hitam maupun berwarna yang berkilau. Berbagai tren yang terbentuk tersebut membuat perempuan merasa tertekan atas tubuhnya sendiri. Khususnya pada sejarah perbudakan orang kulit hitam yang membuat mereka trauma dan takut untuk menjadi diri mereka sendiri. Kini mereka berusaha tampil putih dan cantik agar tidak mengulang sejarah buruk. Ini dapat melukai Hak Asasi Manusia dalam hal diskriminasi kecantikan dan diskriminasi terhadap orang kulit hitam. Metode yang peneliti gunakan adalah metode penelitian kualitatif, studi literatur, dan deskripsi analitis filosofis. Menggunakan beberapa teori mengenai standar kecantikan, dengan melihat bahwa banyak orang kulit hitam mencoba menjadi cantik dan putih agar mereka merasa aman dengan penampilannya. Hal ini juga menjelaskan bagaimana kolonialisme dapat berpengaruh pada keadaan ras, warna, dan kecantikan dimasa sekarang dan dapat berpengaruh juga kepada HAM.

This paper will discuss beauty standards, especially in women. Women and beauty are an identical unity. Beauty as a feminine nature has been rooted strongly in a broader and culturally programmed social system. In modern beauty trends generally pegged in a tall and slim body, have a solid buttocks and chest, white -skinned, sharp nose, gaunt cheeks, reddish lips, and black or shiny colored hair. Various trends formed make women feel depressed over their own body. Especially in the history of black slavery that makes them traumatized and afraid to be themselves. Now they are trying to look white and beautiful so as not to repeat bad history. This can hurt human rights in terms of beauty discrimination and discrimination against black people. The methods that researchers use are qualitative research methods, literature studies, and philosophical analytical descriptions. Using several theories about beauty standards, by seeing that many black people try to be beautiful and white so they feel safe with their appearance. It also explains how colonialism can affect the state of race, color, and beauty in the present and can also affect human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Harfiana Ashari
"Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana beauty influencer berupaya meredefinisi kecantikan di media sosial dan bagaimana audiens menegosiasikan wacana tersebut. Studi sebelumnya telah menunjukkan beauty influencer dapat membuat sebuah tindakan untuk meredefinisikan standar kecantikan, salah satunya dengan meluncurkan produk kecantikan dengan model yang memiliki tampilan visual tidak sesuai dengan standar kecantikan. Meskipun demikian, belum banyak studi membahas upaya beauty influencer meredefinisi standar kecantikan di media sosial, bagaimana strategi penyebaran wacana tersebut, dan bagaimana audiens menegosiasikannya. Berdasarkan konsep Mitos Kecantikan Naomi Wolf, studi ini melihat beberapa beauty influencer berperan dalam mereproduksi diskursus yang meredefinisikan standar kecantikan ideal. Berpijak dari teori resepsi Stuart Hall, maka studi ini berargumen beauty influencer yang berupaya meredefinisi kecantikan masih menjadi pihak yang juga melanggengkan standar kecantikan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa beauty influencer menggunakan lima strategi untuk menyebarkan wacana redefinisi standar kecantikan, yaitu foto tanpa filter, video, berkolaborasi dengan industri kecantikan dan beauty influencer lain, menjadi narasumber webinar, dan menjalin relasi dengan audiens. Namun hal tersebut masih dinegosiasikan karena relasi kuasa dari budaya patriarkal dan kapitalisme di kalangan audiens. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, sehingga teknik pengambilan data menggunakan teknik observasi daring melalui berbagai praktik yang dilakukan beauty influencer di media sosial dan wawancara mendalam.

This study aims to explain how beauty influencers try to redefine beauty standards on social media and how audiences negotiate it. Previous studies have shown that female beauty influencers are able to make an action to redefine beauty standards, one of which is by launching a beauty product that displays a model with a visual form that is not in accordance with beauty standards. However, there are not many studies yet that discuss the beauty influencers’s method to redefine beauty standards on social media, how to spread, and how audiences negotiate it. Reflecting on the concept of the Beauty Myth by Naomi Wolf, this study sees several beauty influencers play a role in reproducing the discourse that redefines the ideal beauty standards. Based on reception theory by Stuart Hall, this study argues that beauty influencers who try to redefine beauty are still the ones who also perpetuate beauty standards. The research findings show that beauty influencers use five strategies to spread the discourse on redefining beauty standards, namely unfiltered photos, making videos, collaborating with the beauty industry and other beauty influencers, hosting webinars, and establishing relationships with the audiences. The efforts is still being negotiated due to the power of the relation between patriarchal cultural values and capitalism among the audiences. This research uses a case study method, so that the techniques for the data collection will use online observation through various practices carried out by beauty influencer on social media and in-depth interviews.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaeda Noor Siti Ghifari
"Webtoon adalah jenis komik digital yang mempunyai banyak pembaca, salah satunya webtoon berjudul Yeosingangnim. Penelitian ini menganalisis sikap tokoh Jugyeong dan Seungho dalam webtoon Yeosingangnim terhadap standar kecantikan Korea. Webtoon Yeosingangnim menceritakan seseorang yang merasa tidak percaya diri karena wajah dan penampilannya tidak menarik atau tidak sesuai dengan standar kecantikan Korea. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap tokoh Jugyeong dan Seungho terhadap standar kecantikan Korea dan menunjukkan keterkaitan antara gender dengan sikap tersebut. Dalam menganalisis sikap tokoh, metode yang digunakan adalah deskriptif- kualitatif dengan teori penokohan tokoh berkembang oleh Nurgiyantoro. Data penelitian ini adalah kutipan dialog tokoh Jugyeong dan Seungho. Teknik pengumpulan yang digunakan adalah baca dan catat. Hasil temuan menunjukkan adanya keterkaitan gender antara perempuan dan laki-laki dalam webtoon Yeosingangnim yang mendapatkan tuntutan sosial dan tekanan terkait penampilannya. Pada awalnya mereka mengikuti tuntutan tersebut agar dapat diterima oleh masyarakat dengan menggunakan makeup. Namun, karena beberapa faktor yang mendorong mereka, sehingga mereka memutuskan untuk menolak mengikuti tuntutan tersebut.

Webtoon is a type of digital comic that has many readers, one of which is the webtoon entitled Yeosingangnim. This research analyzes the attitudes of the characters Jugyeong and Seungho in the Yeosingangnim webtoon towards Korean beauty standards. The Yeosingangnim webtoon tells the story of someone who feels lacking in self-confidence due to a face and appearance that is unattractive or does not fit Korean beauty standards. This research aims to identify the attitudes of the characters Jugyeong and Seungho towards Korean beauty standards and show the correlation between gender and these attitudes. This research uses a descriptive-qualitative method with Nurgiyantoro's development characterization theory. The research data consists of quotations from the dialogues of the characters Jugyeong and Seungho. The data collection techniques used for this research are reading and taking notes. The result of this research shows that there is a gender correlation between women and men in the Yeosingangnim webtoon who face societal demands and pressure regarding their appearance. At first, they followed these demands in order to be accepted by society through the use of makeup. However, due to several factors that encouraged them, they decided to refuse to comply with the demands."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Layla Pradipta
"Media sering kali menggambarkan perempuan secara ideal dan sempurna. Hal ini berkontribusi pada body shaming pada perempuan yang dianggap tidak memenuhi gambaran ideal tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, gerakan body positivity atau pandangan positif mengenai tubuh semakin berkembang. Salah satu media yang menggunakan konsep body positivity adalah Germany's Next Topmodel (GNTM). Pada tahun 2022 program ini menggunakan tema keberagaman dan menampilkan kontestan dari beragam kelompok usia, bentuk tubuh, dan ras. Penelitian ini menganalisis secara semiotik keberagaman yang ditampilkan dalam GNTM 2022 dan menemukan bahwa keberagaman tersebut menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan yang ada di Jerman, khususnya dalam dunia mode. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun GNTM 2022 mempromosikan ide keberagaman dan menunjukkan perlawanan terhadap penggambaran ideal perempuan, tetapi standar kecantikan yang seragam masih sangat melekat dalam industri mode di Jerman.

The media often portrays women as idealized and perfect. This contributes to body shaming of women who are perceived as not living up to that idealized image. However, over time, the body positivity movement has grown. One of the media that uses the concept of body positivity is Germany's Next Topmodel (GNTM). In 2022 this program used diversity and featured contestants from various age groups, body shapes, and races. This research semiotically analyzes the diversity displayed in GNTM 2022 and finds that diversity is a form of resistance to existing beauty standards in Germany, especially in the fashion world. The results of the analysis show that although GNTM 2022 promotes the idea of diversity and shows resistance to the ideal depiction of women, uniform beauty standards are still very much embedded in the fashion industry in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Aisya Su'ada
"Penelitian ini bertujuan untuk menggali reproduksi counter-discourse di antara acne fighter pengikut beauty influencer Ratu Ghania di Instagram. Berbagai studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer berperan dalam mereproduksi diskursus standar kecantikan maupun counter-discourse; yang kemudian direproduksi oleh para pengikut mereka. Namun, studi sebelumnya berfokus pada pengikut beauty influencer yang melakukan counter-discourse tidak membahas lebih lanjut mengenai partisipasi para pengikut dalam mereproduksi counter-discourse melalui representasi diri tertentu di media sosial. Dengan menggunakan pemikiran Foucault mengenai counter-discourse dan representasi diri lewat media sosial dari Rettberg, peneliti berargumen bahwa acne fighter mereproduksi counter-discourse terhadap diskursus standar kecantikan secara diskursif dengan menganggap kulit wajah berjerawat itu cantik serta mendefinisikan kecantikan melalui kecantikan dari dalam (inner beauty) sebagai bargaining power dalam perlawanan mereka. Kemudian, counter-discourse diwujudkan secara material melalui tindakan representasi diri di media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acne fighter mereproduksi counter-discourse melalui representasi diri yang dilakukan di Instagram secara visual, tekstual, dan kuantitatif. Narasi counter-discourse berupa kecantikan wajah berjerawat serta kecantikan dari dalam yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan representasi dari diskursus yang dioperasikan oleh industri kecantikan melalui beauty influencer serta kontes kecantikan. Diskursus yang direproduksi acne fighter merupakan negosiasi terhadap diskursus dominan mengenai kecantikan perempuan. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi non partisipan, serta photo elicitation.

This research aims to explain counter-discourse reproduction among acne fighters who follow beauty Influencer Ratu Ghania on Instagram. Previous studies have shown that beauty influencers participate in the reproduction of beauty standards discourse as well as the counter-discourse; which is then being reproduced by their followers. However, previous studies focusing on beauty influencer’s followers who reproduced counter-discourse did not discuss further about their participation in self representation in social media. Through Foucault's concept of counter-discourse and Rettberg’s model of self representation in social media, the researcher argues that acne fighters reproduce counter-discourse against the discourse of beauty standards discursively by stating acne-prone skin as beautiful and defining beauty through inner beauty as bargaining power in their resistance. Counter-discourse is also manifested materially through acts of self-representation on social media. This research finds that acne fighters reproduce counter-discourse by engaging in self representation on Instagram through visual, textual, and quantitative forms. The counter-discourse narrative, in the form of the beauty of acne and inner beauty found in this study, represents the discourse that is operated by the beauty industry through beauty influencers and beauty pageants. The discourse that is being reproduced by acne fighters could be seen as negotiation of dominant discourse on women’s beauty. The research data were obtained through in-depth interview, observation, and photo elicitation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prameswari Noor Andytyaputri
"Remaja perempuan di Indonesia banyak terpapar oleh media yang dengan kaku menggambarkan kulit putih sebagai salah satu karakateristik yang menunjukkan standar kecantikan. Paparan terhadap standar kecantikan tersebut dapat berpengaruh pada internalisasi standar kecantikan bahwa kulit putih dianggap lebih menarik dan memberikan pengaruh pada bagaimana perempuan di Indonesia menilai warna kulit dan penampilan tubuhnya secara keseluruhan. Internalisasi standar kecantikan adalah salah satu faktor yang memengaruhi kepuasan warna kulit dan kepuasan tubuh perempuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antarvariabel internalisasi standar kecantikan kulit putih, kepuasan warna kulit, dan kepuasan tubuh pada remaja perempuan di salah satu kota besar di Indonesia. Kuesioner disusun menggunakan adaptasi alat ukur Sociocultural Attitude Towards Appearance Questionnaire (SATAQ), Skin Color Satisfaction Scale (SCSS), dan Multidimensional Body Self-Report Questionnaire (MBSRQ). Survey dan wawancara dilakukan pada 228 pelajar perempuan berusia 13-23 tahun dari berbagai SMP, SMA, dan Universitas di Jabodetabek untuk melihat hubungan antarvariabel. Hasil penelitian menemukan adanya hubungan yang signifikan antara internalisasi dengan kepuasan warna kulit dan kepuasan kulit dengan kepuasan tubuh, namun tidak pada internalisasi dengan kepuasan tubuh. Semakin tinggi internalisasi remaja perempuan, semakin rendah kepuasannya terhadap warna kulitnya. Walaupun kepuasan warna kulit memiliki hubungan positif dengan kepuasan tubuh, internalisasi standar kecantikan kulit putih tidak memiliki hubungan langsung dengan kepuasan tubuh secara keseluruhan.

Despite having a racial characteristic of darker skin, Indonesian teenage girls are exposed to media promoting a rigid beauty ideal that lighter skin color is more desirable. Exposure to this white-idealization can affect the way they perceive their own appearance. The present study examines the relationship between white-ideal beauty internalization, skin color satisfaction, and body satisfaction among female adolescents in a big city in Indonesia. The questionnaire used was arranged using scales from Attitude Towards Appearance Questionnaire (SATAQ), Skin Color Satisfaction Scale (SCSS), dan Multidimensional Body Self-Report Questionnaire (MBSRQ). Surveys and interviews were conducted on 228 female students between the age of 13 and 23 from various middle school, high school, and university in Jakarta and its surrounding areas. Study finds significant correlations between internalization and skin color satisfaction, also between skin color satisfaction and body satisfaction, but not between skin color satisfaction and body satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvella Aubrey Altaira
"Isu body image di kalangan para wanita muda Korea Selatan sedang hangat dibicarakan. Tubuh kurus dan langsing dianggap sebagai tubuh yang ideal dan menjadi salah satu standar kecantikan di Korea Selatan. Berbagai macam cara dilakukan terutama oleh para wanita muda agar bisa mendapatkan tubuh yang ideal, salah satunya adalah dengan mengonsumsi suplemen pelangsing. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui standar kecantikan yang ada di Korea Selatan ditinjau dari sudut pandang mahasiswi Korea sebagai perwakilan dari para wanita muda dalam mengonsumsi suplemen pelangsing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan pragmatik. Hasil analisis menunjukkan bahwa menurut mahasiswi Korea, tubuh yang kurus dan langsing dianggap sebagai tubuh ideal dan termasuk dalam standar kecantikan di Korea Selatan. Mengonsumsi suplemen pelangsing untuk mendapatkan tubuh ideal dianggap sebagai pilihan yang mudah, meskipun hal tersebut tidak selalu membuahkan hasil yang memuaskan dan justru memiliki efek samping yang buruk bagi tubuh. Pengaruh media, terutama selebriti dan influencer sangat besar dalam membentuk keinginan mahasiswi untuk mengonsumsi suplemen pelangsing. Selain itu, terdapat perbedaan persepsi mahasiswi Korea terhadap keefektifan dan risiko penggunaan suplemen pelangsing terutama terkait pertimbangan dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan.
The issue of body image among young women in South Korea is currently a hot topic. A slim and slender body is considered ideal and is one of the beauty standards in South Korea. Various methods are employed especially by young women to achieve the ideal body, one of which is by consuming slimming supplements. This study aims to understand the beauty standards in South Korea by examining the preferences of Korean female university students, as representatives of young women, in consuming slimming supplements. The research method used is qualitative with a pragmatic approach. The result of this study shows that according to Korean female students, a slim and slender body is considered ideal and indeed a part of the beauty standards in South Korea. Consuming slimming supplements to achieve an ideal body is regarded as an easy option, although it does not always yield satisfactory results and often has adverse side effects on the body. The media's influences, especially from celebrities and influencers, play a significant role in shaping the desire of the students to consume slimming supplements. Additionally, there are varying perceptions among the students regarding the effectiveness and risks of using slimming supplements particularly in relation to considerations of social and health impacts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Setiasih Aurelie
"This research is situated in the context where the influence of the Korean Wave (Hallyu) and the idols serving as cultural ambassadors of the country are changing conventional attractiveness standards across the globe. By applying Stuart Hall's theory of representation and establishing connections with the dissemination of Korean beauty products in the Indonesian market, this article examines the messages within the ads of these idols which may influence the reframing the concept of conventional beauty in the Indonesia. The research focuses on three local products that use K-Pop idols to represent the ideal beauty: Cha Eun-woo as the ambassador for MS Glow, Han So Hee who represents Somethinc, and TWICE who is supporting Scarlett Whitening. The main argument asserts that the aesthetic appeal of these idols, serving as brand representatives, conveys messages that have the potential to alter Indonesian beauty standards. The study is conducted through descriptive qualitative observation of the three mentioned product advertisements on Instagram. Findings and discussions reveal the intricate relationship between media representation, brand endorsements, and the potential for changing beauty standards embraced by social media users who are fans of these idols.

Penelitian ini ditempatkan dalam konteks dimana pengaruh Korean Wave (Hallyu) dan idola-idola yang menjadi duta budaya negara tersebut mengubah standar daya tarik konvensional di berbagai belahan dunia. Dengan menerapkan teori representasi Stuart Hall dan menjalin keterhubungan dengan penyebaran produk kecantikan Korea di pasar Indonesia, artikel ini mengkaji pesan lewat iklan dari idola-idola ini dan kemungkinannya membingkai ulang konsep kecantikan konvensional di Indonesia. Penelitian ini mengkaji tiga produk local yang menggunakan idol K-Pop sebagai representasi ideal kecantikan, yaitu Cha Eun-woo (sebagai duta MS Glow), Han So Hee (mewakili Somethinc), dan TWICE yang mendukung Scarlett Whitening. Argumen utama menegaskan bahwa daya tarik estetis dari idola-idola ini, yang berfungsi sebagai perwakilan merek, memberikan pesan-pesan yang berpotensi mengubah standar kecantikan Indonesia. Studi dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan observasi terhadap tiga iklan produk tersebut di Instagram. Temuan dan dikusi mengungkapkan hubungan rumit antara representasi media, dukungan merek, dan potensi perubahan standar kecantikan yang diterima oleh pengguna sosial media yang adalah penggemar para idola ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>