Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darto Harnoko
Yogyakarta: BPNB D.I. Yogyakarta, 2018
633.6 DAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Pelitasari Soebekty
"Beberapa tahun terakhir industri gula yang pernah menjadi primadona di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan antara produksi dan konsumsi. Implikasinya adalah terjadi peningkatan jumlah impor gula dalam jumlah yang cukup signifikan. Pada sisi lain, seiring dengan perkembangan ekonomi negara-negara di dunia, konsumsi gula untuk industri mengalami peningkatan relatif yang lebih tinggi daripada konsumsi rumah tangga. Dalam konteks kebijakan perdagangan Indonesia, kecenderungan ini direspon antara lain dengan diaturnya tarif impor bagi gula kristal mentah (raw sugar) dan gula rafinasi (refined sugar) sebagai bahan pemanis bagi industri. Pada perkembangannya beberapa kebijakan terhadap gula rafinasi dinilai telah melahirkan realitas yang berbeda dari yang diharapkan dan diduga akan mengakibatkan distorsi pada industri ini. Dengan dasar pemikiran tersebut tesis ini disusun untuk menganalisis pasar dan strategi persaingan antar industri terkait, serta merumuskan alternatif kebijakan yang harus diprioritaskan pemerintah untuk mengembangkan industri gula rafinasi sehingga bisa melindungi kepentingan petani, konsumen tingkat rumah tangga dan sekaligus mendorong persaingan usaha yang sehat antar industri.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa industri gula rafinasi pasar termasuk dalam struktur pasar oligopoli dengan perilaku (conduct) yang mengarah pada praktek kolutif. Kinerja (performance) dan profitabilitas menunjukkan adanya margin yang cukup besar namun dari persepsi konsumen mengharuskan industri ini melakukan perbaikan, terutama pada aspek kualitas, harga dan kontinuitas suplai. Untuk itu kebijakan yang dianggap perlu menjadi prioritas pemerintah dalam mewujudkan industri gula rafinasi yang efisien dan menguntungkan semua stakeholders berturut-turut adalah : 1) Optimalisasi pabrik gula rafinasi, 2) Penerapan kuota impor, 3) Memperketat perijinan & pengawasan Industri gula rafinasi, 4) Menurunkan bea masuk refined sugar, dan 5) Menurunkan bea masuk raw sugar. Adapun prioritas strategi yang akan ditempuh oleh industri gula raflnasi menghadapi industri pesaing, dalam hal ini industri gula petani (berbasis tebu rakyat) adalah meningkatkan kapasitas & produksi, sedangkan prioritas strategi petani dalam menghadapi strategi industri gula rafinasi adalah menuntut penyesuaian harga pembelian gula.
Melihat potensi konflik yang terjadi antar stakeholders gula rafinasi, Pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih fair kepada semua pihak sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Pemerintah perlu secara konsisten untuk mulai mengurangi proteksi terhadap industri gula rafinasi sehingga mendorong bekerjanya pasar yang akan meningkatkan efisiensi.
Berdasarkan analisis strategi yang dipilih oleh masing-masing industri gula menghadapi strategi pesaingnya maka ada tiga kebijakan yang direkomendasikan, yaitu : penghapusan segmentasi pasar, jaminan pembelian gula petani dengan pola dan mekanisme baru, serta pengembangan industri gula berbasis tebu rakyat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Enny Rosmawar
"Industri gula di Indonesia berpotensi untuk menghasilkan surplus listrik yang bisa dijual kejaringan PLN. Kondisi yang ada saat ini hampir semua industri gula di Indonesia belum bisa menghasilkan surplus listrik bahkan sebagian besar tidak bisa memenuhi kebutuhan listriknya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis inefisiensi yang terjadi di pabrik gula dan melakukan usulan modifikasi konfigurasi sistem kogenerasi yang efisien sehingga bisa menghasilkan surplus listrik. Analisis eksergi dilakukan pada peralatan proses utama pengkonsumsi uap seperti: gilingan, pemurnian nira, evaporator, dan vacuum pan. Hasil perhitungan “proposed plant” dibandingkan dengan kinerja pabrik gula saat ini. Ada tiga skenario yang diusulkan untuk perbaikan efisiensi energi sistem, diperoleh efisiensi energi dan eksergi dari skenario I sebesar 77,17% dan 18,86%; skenario II sebesar 77,29% dan 19,19%; dan skenario III sebesar 80,17% dan 26,29%. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario III terjadi peningkatan efisiensi tertinggi.

The sugar industry in Indonesia has potential to generate excess electricity to export to the grid. Currently, almost all sugar mills in Indonesia has not been able to produce a surplus electricity and they can not even able to meet its own electricity. This study purpose is to analyze the inefficiency that occurs in the production of sugar and provide energy efficient solutions and the efficient cogeneration configuration as well. Energy analysis is conducted to describe the energy balance and mass balance, while exergy analysis was conducted to identify inefficiency in sugar production process and utility systems. Exergy analysis performed on the main consuming steam process equipment such a ; mills, purification, evaporator and vacuum pan. The results of calculation "proposed plant" is then compared with the performance of the existing plant. Energy and exergy efficiency obtained for the three scenarios respectively were: 77.17% and 18.86% (scenario 1), 77.29% and 19.19% (scenario 2); and 80.17% and 26.29 % (scenario 3). From the simulation results indicated that scenario 3 was the highest in increasing exergy efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embang Supiati
"Intervensi pemerintah pada komoditas gula dimulai sejak diterbitkannya Inpres No. 9 Tahun 1975 yang meliputi tiga hal yaitu, pertama kebijakan produksi gula yang meliputi kebijakan Tebu Rakyat Intensifikasi, kebijakan mendorong perkembangan industri gula ke luar Jawa dan menetapkan harga provenue gula. Kedua, kebijakan pemasaran (tataniaga) gula pasir dan ketiga, kebijakan harga gula.
Tingginya intervensi pemerintah pada waktu itu telah menyebabkan berbagai masalah inefisiensi dalam struktur pasar gula Indonesia, yang pada akhirnya mendorong rendahnya poduktivitas dan tingginya harga gula di tingkat konsumen serta meningkatnya impor gula. Kemudian adanya kesepakatan Pemerintah RI-IMF, yang tidak lagi memperbolehkan adanya subsidi pada industri gula, dan tuntutan dari WTO sebagai perwujudan dari perjanjian pelaksanaan liberalisasi perdagangan dunia, intervensi pemerintah pada industri pergulaan dicabut dengan dikeluarkannya Inpres No. 19 Tahun 1998 tanggal 21 januari 1998. Sejak itu industri pergulaan Indonesia yang seharusnya berjalan sesuai dengan mekanisme pasar, namun karena tidak adanya persiapan bagi industri antuk menghadapi liberalisasi perdagangan dunia, menimbulkan berbagai masalah baru di dalam struktur pasar gula Indonesia. Tidak adanya hambatan tarif pada saat itu menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh tarif bea masuk impor gula dan menganalisa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pasar gula Indonesia.Melalui model persamaan simultan, dibangun model dasar pasar gula Indonesia dengan menggunakan data sekunder rangkai masa tahunan dari tahun 1984-2000 yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Model terdiri dari 9 persamaan yang terdiri dari 6 persamaan struktural/perilaku dan 3 persamaan identitas. Data diolah dengan menggunakan analisa regresi linear berganda dengan metode two steps least square (2 SLS) dan dengan bantuan program TSP versi 4.3A.
Hasil pendugaan model dengan tingkat signifikansi α = 5% , dimana nilai koefisien determinasi ( R2 ) masing-masing perilaku yang berkisar antara 0,6487 - 0,9970, menunjukkan bahwa secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaman setiap variabel endogennya. Sementara itu nilai F yang berkisar antara 10,2347 - 998,23, dapat di interpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen di setiap persamaan perilakunya.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa variabel yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan keragaan pasar gula Indonesia, hanya variabel impor dan harga eceran yang dipengaruhi oleh bea masuk. Rendahnya tarif bea masuk yang dikenakan terhadap impor gula menyebabkan gula impor masuk ke Indonesia secara tak terkendali hingga menyebabkan menumpuknya stok gula di pasar dalam negeri. Menumpuknya stok gula akan merusak pasar gula dalam negeri karena harga gula menjadi rendah dan gula produksi dalam negeri terdesak oleh gula impor yang harganya lebih murah. Kondisi industri pergulaan yang demikian jika tidak segera teratasi akan menurunkan produksi gula nasional dan pada akhirnya ketergantungan Indonesia terhadap produsen gula luar negeri semakin tinggi.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kenaikan harga provenue gula yang ditetapkan oleh pemerintah yang selama ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu dan pabrik gula, ternyata telah meningkatkan marjin bagi pedagang perantara. Hal ini disebabkan kenaikan harga provenue lebih kecil dari kenaikan harga eceran akibatnya persentase harga provenue terhadap harga eceran juga semakin kecil, sedangkan selisih harga eceran terhadap harga provenue yang merupakan marjin pedagang semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunawan
"Tidak ada yang memungkiri pentingnya gula bagi kehidupan rakyat Indonesia. Gula sebagai hasil industri olahan pertanian termasuk dalam salah satu dari sembilan bahan pokok pangan. Sebagai salah satu komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak baik rumah tangga maupun industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, dan lain-lain, pemerintah memberikan perhatian yang lebih dibandingkan dengan komoditas lain dengan menjamin penyediaannya dan menjaga stabilitas harganya diantaranya melalui Bulog. Karena menyangkut hidup'orang banyak pula, gula tidak hanya dipandang sebagai komoditas ekonomis tetapi juga politis.
Selama bertahun-tahun sebelum perang dunia II Indonesia pernah menduduki tempat terkemuka sebagai negara penghasil gula. Pada masa itu, Indonesia mampu memproduksi gula sebanyak 2.970.836 ton pertahun dengan mengusahakan perkebunan tebu di Jawa seluas 200.000 Ha. Namun setelah masa kemerdekaan tidak ada kemajuan yang dicapai oleh industri gula di Indonesia. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi gula terus meningkat dan tidak dapat dikejar oleh kemampuan produksi. Bila pada waktu-waktu sebelumnya Indonesia menjadi pengekspor gula, maka sejak tahun 1967 berbalik menjadi pengimpor gula (Mubyarto, 1991).
Produksi dan konsumsi gula tampak tumbuh seimbang, namun secara absolut jumlah konsumsi selalu lebih besar daripada produksi. Walaupun pada tahun 1984 produksi mampu memenuhi kebutuhan domestik, namun tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun berikutmya. Oleh karena itu sebagian kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh impor, yang dilakukan pemerintah melalui Bulog. Melalui kebijakan impor ini kekurangan gula selalu dipenuhi (Suryana, 1996).
Untuk meningkatkan produksi gula dalam rangka menuju swasembada dan memperbaiki pendapatan petani maka pada tahun..."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Wenny Widjajanti
"Sebagai salah satu komoditas penting yang dibutuhkan masyarakat, kestabilan harga merupakan salah satu hal yang periu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada periode 1980-1997 (kebijakan monopoli BULOG/Badan Urusan Logistik), harga gula meningkat stabil. Sedangkan pada periode sesudahnya (1998-2004), harga guia berfiuktuasi. Meskipun pemerintah melakukan intervensi melaiui kebijakan, namun harga yang terjadi tetap melalui mekanisme pasar yaitu interaksi permintaan dan penawaran. Secara umum, permintaan gula tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari :produksi gula dalam negeri, sehingga Indonesia harus mengimpor gula. Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk, dan konsumsi gula. Sedangkan penawaran gula terdiri dari produksi gula dalam negeri dan impor guia. Peningkatan produksi gula dalam negeri perk] dilakukan untuk mendukung swasembada gula di tahun 2007 untuk gula konsumsi rumah tangga, dan tahun 2009 untuk total konsumsi gula. Secara teoritis harga gula akan ditentukan oleh berbagai faktor yang menentukan perubahan-perubahan terhadap penawaran dan permintaan gula dalam negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing sisi tersebut menjadi menarik untuk dipelajari, karena selain karakteristik struktur pasar gula di Indonesia bersifat oligolpoii, pemerintah juga melakukan kebijakan di bidang pergbaaan yang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Permintaan gula dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan harga gula dalam negeri. Impor gula dipengaruhi oleh produksi guia dalam negeri, dan kebijakan bea masuk impor gula. Harga gula dalam negeri dipengaruhi oleh permintaan gula, dan kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani. Penawaran gula terdiri dari produksi gula dan impor gula. Produksi tebu merupakan perkalian antara luas lahan dengan produktivitas tebu, dan produksi gula diperoleh dari perkalian antara produksi tebu dan rendemen.
Melalui pengujian ekonometrika, maka dapat disimpulkan bahwa selama periode kebijakan monopoli BULOG (1980-1997) permintaan gula, impor gula, maupun harga gula dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup stabil, dibandingkan periode setelah monopoli BULOG (1998-2004). Kebijakan yang dijalankan pemerintah selama tahun 1980-2004 antara lain kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani, yang merupakan kebijakan penting dalam upaya mengendalikan harga gula dalam negeri, dimana pemerintah menetapkan "harga dasar" gula di tingkat produsen. Namun pemerintah perlu menyesuaikan besaran nilai rupiah yang tepat sesuai dengan keadaan Indonesia.
Berdasarkan faktor produksi gula, Program Akselerasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula Nasional yang berdampak positif pada peningkatan hasil tebu dan produktivitas hablur di tahun 2004, tetap dilanjutkan dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian terutama untuk mengembangkan teknologi varietas tebu unggul dan teknologi mesin pabrik.
Sedangkan faktor kebijakan bea masuk impor gula dilakukan utnuk membatasi jumlah impor gula yang masuk ke Indonesia. Namun, tarif bea masuk impor gula Indonesia masih Iebih rendah dibanding negara-negara lain. Untuk itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menaikkan tarif bea masuk impor tersebut, namun hares secara hati-hati dan didahului dengan kajiab Iebih mendalam dan komprehensif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fahrinaldi Fajar Akbar
"Pada tahun 2002 pemerintah membuat target swasembada gula yang pada awalnya ingin dicapai pada tahun 2009. Meskipun nilai produksi gula Indonesia terus meningkat, hingga pada tahun 2009 target swasembada gula belum juga tercapai, sehingga target tersebut diundur menjadi tahun 2014. Penelitian ini ingin menganalisis produktivitas individu perusahaan gula melalui efisiensi teknis perusahaan. Dengan pendekatan stochastic frontier analysis(SFA penelitian ini juga menganalisis determinan dari efisiensi teknis pada industri gula.
Rentang waktu penelitian ini dimulai pada tahun 2002 sampai 2010 dengan menggunakan data panel perusahaan sebanyak 15 perusahaan gula di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis industri gula di Indonesia terus mengalami penurunan. Skor efisiensi pada Industri gula ini pada tahun 2002 berkisar 50%, dan terus menurun hingga pada tahun 2010 mencapai sekitar 29%. Hal ini menunjukkan bahwa produksi industri gula di Indonesia seharusnya masih bisa ditingkatkan untuk mencapai target swasembada pada Industri gula di Indonesia.

In 2002 the government made a target of self-sufficiency that was originally to be achieved by 2009. Though the value of Indonesian sugar production continued to increase, until in 2009 target of self-sufficiency has not been achieved, so that the target is postponed to 2014. The Research wants to analyze the productivity of individual sugar company through the company's technical efficiency. With the approach of stochastic frontier analysis (SFA study also analyzes the determinants of technical efficiency in the sugar industry.
Timeframe of this study began in 2002 to 2010 by using panel data companies as much as 15 sugar companies in Indonesia. Results showed that technical efficiency in the sugar industry Indonesia continued to decline. Scores efficiency in the sugar industry in 2002 is about 50%, and continued to decline until the year 2010 reached approximately 29%. This suggests that the production of the sugar industry in Indonesia should still be improved in order to achieve the target of self-sufficiency in sugar industry in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56390
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annysa Arientika Putri
"Blotong sebagai limbah padat industri gula, adalah filtrat dari proses pemisahan larutan gula dari pengotornya. Masalah dalam penelitian ini adalah belum adanya regulasi yang mengatur blotong, serta terbatasnya pemanfaatan blotong. Blotong yang tidak dimanfaatkan akan ditimbun, menghasilkan emisi GRK, menghasilkan air lindi, dan menimbulkan bau tidak sedap. Penelitian ini mengkaji rencana pemanfaatan blotong melalui regenerasi CaO. Dengan mengambil lokus penelitian di Industri Gula Rafinasi X di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan metode pemanfaatan blotong yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi dari observasi lapangan, analisis laboratorium, kuesioner AHP, dan wawancara. Data diolah menggunakan statistik. Hasil penelitian menunjukan bahwa blotong diklasifikasikan sebagai limbah padat semi-organik, dan dalam 1 tahun Industri Gula Rafinasi X dapat menghasilkan limbah blotong sebesar 3.000-5.400 ton. Saat ini pengelolaan blotong adalah dengan melibatkan proses penapisan kadar air sebelum dilakukan penimbunan, dan sikap penerimaan manajemen Industri Gula Rafinasi X terkait rencana pemanfaatan blotong adalah sangat menerima. Dari berbagai metode yang dianalisis, metode Regenerasi CaO dinilai sebagai alternatif pemanfaatan blotong yang paling potensial. Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa, untuk mencapai keberlanjutan dan efisiensi yang optimal dalam pengelolaan blotong, industri gula sebaiknya menerapkan metode pemanfaatan blotong, salah satunya melalui metode Regenerasi CaO. Metode ini tidak hanya mengurangi dampak negatif pada lingkungan tetapi juga memungkinkan penggunaan kembali senyawa yang bermanfaat, sehingga dapat menghemat biaya produksi. Selain itu, diperlukan regulasi yang komprehensif untuk mendukung implementasi pemanfaatan ini dan memastikan pengelolaan limbah yang berkelanjutan.

Blotong, as solid waste from sugar industry, is the filtrate from the separation process of sugar solution from its impurities. The problem addressed in this study include the lack of regulations governing blotong and limited utilization. Unutilized blotong is disposed of through open dumping field, resulting in greenhouse gas emissions, leachate generation, and unpleasant odors. This study examines the plan for blotong utilization through CaO regeneration. Focused on X Refinery Sugar Industry in Serang District, Banten Province, the objective of this study is to determining sustainable blotong utilization methods. The method used in this research is a combination of field observation, laboratory analysis, AHP questionnaire, and interviews. The data was processed using statistics. The results of this study indicate that blotong is classified as semi-organic solid waste, and within one year the X Refined Sugar Industry can generate 3,000-5,400 tons of blotong. Current blotong management involves pre-treatment to reduce moisture content before disposal, yet management at X Refinery Sugar Industry shows positive response for blotong utilization initiatives. Among the analyzed methods, CaO regeneration emerges as the most promising blotong utilization alternative. The conclusion of this research shows that, achieving optimal sustainability and efficiency in blotong management requires the sugar industry to adopt blotong utilization methods, including CaO regeneration. This method not only mitigates environmental impacts but also facilitates the reuse of valuable compounds, thereby reducing production costs. Comprehensive regulations are needed to support the implementation of this utilization and ensure sustainable waste management."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Aryo Nugroho
"Industri perkebunan adalah sektor industri yang sangat menguntungkan selama masa Hindia Belanda. Di tahun 1830, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa, yang mana penduduk lokal diwajibkan untuk menanam tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah, salah satunya adalah tebu. Sejak saat itu gula tebu menjadi komoditas penting di Hindia Belanda. Di tahun 1870, Pemerintah menetapkan undang- undang Agraria yang dapat memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berbisnis di Hindia Belanda. Setelah ditetapkan, banyak pabrik gula dibuka di Jawa, dan produksi gula meningkat pesat. Di Tahun 1920-1930an industri gula di Jawa mencapai masa emasnya, dengan 179 pabrik gula yang tersebar dan jumlah produksi hampir 3 juta ton pada tahun 1931. Jumlah ini menjadikan Hindia Belanda sebagai produsen gule terbesar kedua di Dunia di bawah Kuba. Dewasa ini, tidak banyak lagi pabrik gula peninggalan Hindia Belanda yang tersisa. Banyak pabrik gula yang sudah tidak melakukan produksi, ditinggalkan, atau telah beralih fungsi. Dari sedikit pabrik gula yang tersisa, terdapat satu pabrik gula yang masih beroperasi hingga sekarang. Pabrik gula itu adalah Pabrik Gula Mojo di Sragen, Jawa Tengah. Di Pabrik Gula Mojo masih terdapat banyak bangunan dan peninggalan arkeologi industri yang dapat diamati, diantaranya adalah bangunan pabrik, gudang, jalur lori, dan rumah karyawan. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi proses perjalanan komoditas gula selama masa kolonial, termasuk penanaman, proses manufaktur, dan distribusi. Rekonstruksi pada penelitian ini menggunakan pendekatan life history model. Perjalanan gula akan di klasifikasi berdasarkan prosesnya, yaitu persiapan penanaman, masa tanam, masa panen, manufaktur, dan distribusi.

The plantation industry was a profitable sector during the colonial era. In 1830 Dutch East Indies government applied the Cultivation System which forced local people to plant some plantation that has been set by the government, one of them was sugar cane. Since that time sugar had become an important commodity in Dutch East Indies. In 1870, the Dutch East Indies government passed agrarian regulations that open opportunities for those who want to develop a plantation in the Dutch East Indies. Many sugar factory opened in Java, and sugar production increased rapidly. In the 1920-1930s sugar industry reached its golden ages, with 179 sugar factories established in Java. In 1931, the amount of sugar production in the Netherlands reached almost 3 million tons which made the Dutch East Indies a second-largest sugar producer in the world at that time. However, in the present, there are not many sugar factories that still operate. Many sugar factories have been abandoned and lost. One of the factories that are still operating is Mojo Sugar Factory in Sragen, Central Java. Mojo Sugar Factory still uses a lot of heritage buildings, including the factory, warehouse, rails, and employee houses. This research aims to reconstruct the journey of sugar commodity during the colonial period, including planting, fabrication, and distribution. The reconstruction in this research uses a life history model. The journey of sugar will be classified by the processes, such as planting preparation, planting period, harvest, fabrication, and distribution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library