Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triwulan
Surabaya: ITS Press, 2012
620.105 3 TRI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Agishintya
"Perjanjian kerja dibuat untuk memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu pekerja dan pengusaha. Dalam hal ini, perjanjian kerja harus memuat unsur-unsur yang menyeimbangkan kepentingan para pihak. Faktanya saat ini, terdapat perusahaan yang mencantumkan klausula dalam perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti halnya klausula pemutusan hubungan kerja secara sepihak (PHK) dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tanpa ganti rugi. Metode penelitian yang digunakan adalah “law as it is written in the books” yaitu penelitian didasari dari pandangan bahwa hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Jenis metode penelitian adalah yuridis normatif sebagai suatu proses menemukan suatu aturan hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu analisis yang dilakukan atas dasar pengumpulan data yang sistematis dan menyeluruh untuk memperoleh gambaran tentang penelitian yang akan diteliti, serta dengan menggunakan jenis data sekunder. Berdasarkan hasil analisis, dapat diperoleh informasi bahwa adanya klausula PHK sepihak tanpa ganti rugi dalam PKWT pada PT. X menyebabkan PKWT tersebut batal demi hukum. Perlindungan hukum belum diberikan kepada pekerja yang dalam hal ini perlu adanya perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif. Pengawasan ketenagakerjaan terhadap pencatatan PKWT yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan juga masih belum optimal. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan pelanggaran norma kerja agar proses hubungan kerja dapat berjalan dengan harmonis.
......Employment agreements are made to clarify the rights and obligations of each party, namely workers and employers. In this case, the work agreement must contain elements that balance the interests of the parties. The fact is that currently, there are companies that include clauses in work agreements that are not in accordance with the provisions of laws and regulations, such as the clause on unilateral termination of employment (PHK) in a certain time work agreement (PKWT) without compensation. The research method used is "law as it is written in the books", namely research based on the view that law is positive norms in the national legal system of legislation. While the type of research method is normative juridical as a process of finding a legal rule to answer the legal problems faced. The nature of the research is descriptive analytical using qualitative data analysis methods, namely the analysis carried out on the basis of systematic and comprehensive data collection to obtain an overview of the research to be studied, as well as by using secondary data types. Based on the results of the analysis, information can be obtained that there is a unilateral termination clause without compensation in the PKWT at PT. X caused the PKWT to be null and void. Legal protection has not been given to workers, which in this case needs preventive and repressive legal protection. Labor supervision of PKWT records that are not in accordance with statutory provisions are also still not optimal. This is necessary to eliminate violations of work norms so that the work relationship process can run harmoniously."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Wulan Widaningtyas
"ABSTRACT
The focus of this study is to discuss about the consistency between the content of
Specific Time Work Agreement in PT. X with the regulation in the The Law No.
13 Year 2003 concerning Manpower. This study uses normative approach with
the aim to gain an understanding about Specific Time Work Agreement regulation
and to understand how the Specific Time Work Agreement regulation is being
applied in PT X. The result of this study suggested that there need to be a firm
consequences given to the employer who violate the regulation that has been
stated in the Law of Specific Time Work Agreement. There also need to be a
close supervision for the Specific Time Work Agreement which acquired changed
of status by the law to Unspecific Time Work Agreement, so that the contracted
employee could obtain their rights equally with regular employee. Furthermore
the manpower institution who has the duty of recording every Specific Time
Work Agreement should be more strict while checking the content of Specific
Time Work Agreement, to avoid the possibility of law violation.

ASBTRAK
Skripsi ini membahas kesesuaian antara isi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada
PT. X dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dengan menggunakan bentuk penelitian normatif, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu dan untuk mengetahui pelaksanaan pengaturan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X. Hasil penelitian
menyarankan bahwa perlu adanya pelaksanaan sanksi yang tegas untuk para
pemberi kerja yang melakukan pelanggaran ketentuan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu dalam Undang-Undang, serta pengawasan terhadap Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu yang demi hukum statusnya berubah menjadi Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu, sehingga karyawan kontrak dapat memiliki hak layaknya
karyawan tetap. Selain itu, instansi ketenagakerjaan yang bertugas untuk
melakukan pencatatan setiap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu seharusnya lebih
ketat saat melakukan pemeriksaan atas isi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
tersebut agar kemungkinan terjadinya pelanggaran peraturan dapat dihindari."
Universitas Indonesia, 2015
S60622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Azani
"Saat ini praktik hubungan kerja berlandaskan PKWT kerap dilakukan pengusaha kepada pekerjanya karena dinilai mengurangi labor cost bagi pengusaha. Namun, PKWT sering kali tidak mematuhi aturan hukum ketenagakerjaan sehingga membuka celah tercederai hak normatif pekerja. PT. X, perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan/jasa memiliki karyawan dengan jumlah 149 orang. Keseluruhan karyawan terikat hubungan kerja dengan sistem PKWT. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak normatif pekerja dengan sistem PKWT pada PT.X? 2. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dan upaya yang telah ditempuh PT.X dalam perlindungan hak normatif pekerja dengan sistem PKWT? 3. Bagaimanakah peran pengawasan ketenagakerjaan atas perlindungan hukum terhadap hak normatif pekerja dengan sistem PKWT pada PT.X? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Jenis data sekunder serta dilengkapi dengan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian: 1. Perlindungan hukum hak normatif pekerja dari aspek sosial dan eknomis pada PT. X belum dilaksanakan sesuai ketentuan hukum. 2. Kendala yang dihadapi dan upaya yang telah ditempuh PT.X dalam perlindungan hak normatif pekerja dengan sistem PKWT adalah: a. Perusahaan belum mampu menutupi biaya operasional SDM; b. Tidak mengetahui hukum ketenagakerjaan c. Peranan pemerintah belum optimal. 3. Peran pengawasan ketenagakerjaan dilakukan melalui tahapan preventif edukatif dan tahapan represif non yustisial.
......Currently, the practice of working relations based on PKWT is often carried out by employers to their workers because it is considered to reduce labour costs for employers. However, PKWT often do not comply with the rules of labour law, thus opening a gap for workers' normative rights to be injured. PT. X, a company engaged in the service sector has 149 employees. All employees are bound by a working relationship with the PKWT system. The problems studied in this paper are: 1. How is the legal protection of the normative rights of workers with the PKWT system at PT.X? 2. What are the obstacles faced and the efforts that have been taken by PT.X in protecting workers' normative rights with the PKWT system? 3. What is the role of labour inspection on legal protection of workers' normative rights with the PKWT system at PT.X? This study uses a juridical-normative approach. Types of secondary data and equipped with interviews with informants. Research results: 1. Legal protection of workers' normative rights from social and economic aspects at PT. X has not been implemented in accordance with legal provisions. 2. The obstacles faced and the efforts that have been taken by PT.X in the protection of workers' normative rights with the PKWT system are: a. The company has not been able to cover HR operational costs; b. Not knowing labour law c. The government's role is not optimal. 3. The role of labour inspection is carried out through preventive educative stages and non-judicial repressive stages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetyo
"Dalam globalisasi ekonomi yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat telah menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang pada posisi yang serba dilematis dalam menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pilihan antara upaya mensejahterakan rakyat (pekerja) melalui peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan kebijakan untuk menarik investor asing melalui keunggulan komparatif upah murah dan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan yang lunak benar-benar merupakan dilema bagi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan berusaha mengurangi resiko usaha termasuk resiko dalam hal Sumber Daya Manusianya (SDM) untuk menekan biaya produksi. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menerapkan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (kerja kontrak). Dalam menilai hukum/peraturan tidak hanya melihat hukum dalam konteks law-in-books, Akan tetapi, juga harus melihat hukum dalam kerangka law-in-action. Peraturan perundangundangan ketenagakerjaan di Indonesia, yang berlaku saat ini, antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu dalam undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 59. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di PT. HGA belum terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya hal-hal yang tidak dilaksanakan oleh PT. HGA berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelaksanaan PKWT di PT. HGA yaitu: Pertama, faktor hukumnya sendiri (peraturan), dimana masih terdapatnya multitafsir norma dan inkonsistensi pasal-pasal mengenai PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kedua, faktor penegak hukum, dimana masih kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga pengawas ketenagakerjaan. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas dimana masih kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pada PT. HGA sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum Undang-Undang Ketenagakerjaan karena tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil serta organisasi yang baik dari sebuah perusahaan tidak terpenuhi. Keempat, faktor masyarakat dimana adanya kedudukan yang berbeda atau tidak seimbang antara pekerja dengan pengusaha membuat PT.HGA mendominasi dalam membuat perjanjian sehingga perjanjian kerja waktu tertentu yang dihasilkan sesuai dengan keinginan PT.HGA. Kelima, faktor kebudayaan dimana masih terdapatnya nilai-nilai dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat mengabaikan peraturan demi ketentraman dirinya sehingga pekerja akan menerima kondisi apapun demi mendapatkan pekerjaan karena adanya penilaian kurang baik dalam masyarakat apabila seseorang tidak bekerja sehingga penegakan hukum menjadi terhambat.

In the economic globalization that is characterized by increasing competition has put Indonesia as a developing country in the position of the all dilemmas in ensuring the right to decent work and livelihood. The choice between efforts to prosper the people (workers) through legislation in the field of labor with policies to attract foreign investors through low wage comparative advantage and the software implementation of employment law is really a dilemma for the Government of Indonesia in the face of free market where companies tried to reduce business risks including the risk in terms of Human Resources (HR) to reduce the cost of production. Efforts are made by companies is to implement a specific time work agreement (employment contract). In assessing laws / regulations not only see the law in the context of law-in-books, which is a normative phenomenon in the form of a collection of norms that govern relationships between individuals in society. However, it also must see the law within the framework of lawin- action.Peraturan labor legislation in Indonesia, current, among others, the Act No. 13 of 2003 concerning Manpower. Employment agreement setting a specific time in the law are set out in Article 56 through Article 59. Understanding Specific Time Work Agreement in Law No. 13 of 2003 is an agreement between the workers with employers who only made for a specific job which, according to the type and nature of work or activity will be completed within a certain time. Execution time employment agreement pursuant to Act No. 13 of 2003 on Manpower in PT. Hasanah Graha Afiah has not been done properly. This is because still have things that are not carried out by PT. Hasanah Graha Afiah under the provisions of Act No. 13 of 2003 on Labor, The factors affecting the implementation of law enforcement PKWT at. Hasanah Graha Afiah namely: First, the law itself (rules), which still have multiple interpretations of norms and inconsistencies regarding PKWT articles in Law No. 13 of 2003 on Manpower. Second, law enforcement factor, which is still a lack of quality and quantity of labor inspectors. Third, the factor means or facilities where there is still a lack of quality and quantity of human resources at PT. Hasanah Afiah Graha causing the lack of law enforcement employment laws because of educated manpower and skilled and good organization of a company are not met. Fourth, factors of society in which a different position or out of balance between workers and employers make PT.Hasanah Graha Afiah dominate in making arrangements so that certain employment agreement when produced in accordance with the wishes PT.Hasanah Graha Afiah. As for the workers, the economic factor is very important in getting a job because it's hard to find a job so they have to accept the condition or treatment that is right in getting a job. Fifth, cultural factors which still have the values in society that causes people to ignore the rules for the sake of peace itself so that workers would accept any conditions to get their jobs because of the unfavorable rating in the community if one does not work so that law enforcement be pursued."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28051
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikki Muhammad
"Tesis ini membahas tentang status dan kedudukan hukum tenaga kerja yang diperbantukan menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan perumusan masalah mengenai pengaturan tentang pekerja perbantuan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagaimana perlindungan hukum terhadap hak dan kewajiban pekerja yang diperbantukan dan bagaimana mekanisme penyelesain perselisihan hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja yang diperbantukan.
Metodologi yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan alat pengumpulan data Studi Kasus di PT Abacus Distribution Systems Indonesia dan studi kepustakaan di perpustakaan Universitas Indonesia. G Status pegawai Garuda tersebut menurut Perjanjian Kerja Bersama Garuda Indonesia dengan Serikat Karyawan Garuda (PKB Garuda) adalah pegawai perbantuan. Terminologi status ini tidak dapat ditemui dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun jika meneliti iebih lanjut dalam PKB Garuda dapat disimpulkan bahwa status pegawai perbantuan ini mempunyai hak dan kedudukan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan terminologi pegawai dalam PKB Garuda tersebut adalah pegawai yang telah melewati masa percobaan selama 3 (tiga) bulan dimana hal tersebut sesuai dengan hubungan kerja berbentuk perjanjian keija waktu tidak tertentu dalam Pasal 60 ayat 1 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hak dan kewajiban pegawai perbantuan juga terdapat dalam PKB Garuda dan Peraturan Perusahaan Abacus (PP Abacus), dimana dalam hal ini Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan merupakan salah satu ketentuan dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini membuat hak dan kewajiban pegawai perbantuan dapat menjadikan UU No 13 Tahun 2003 sebagai acuan dan pedoman hubungan kerja. Sebagaimana hubungan kerja yang terjadi di perusahaan manapun, status pegawai perbantuan Garuda pun berpotensi akan terjadinya konflik. Hal itu dimungkinkan terjadi karena PKB Garuda dan PP Abacus tidak mengatur secara rinci mengenai mekanisme pengajuan dan penarikan pegawai perbantuan. Garuda sebagai induk perusahaan dan Abacus sebagai anak perusahaan perlu membuat mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang lebih jelas bilamana terjadi masalah yang berkaitan oleh pegawai perbantuan. PKB Garuda sendiri telah mengadopsi mekanisme bipartrit sebagaimana diamanatkan dalam UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37180
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Collina
"UMKM memberikan kontribusi pada PDB cukup besar namun dalam penerimaan pajak dari UMKM masih kecil. Penurunan tarif dimaksudkan dapat mendorong pelaku UMKM agar lebih berperan aktif dalam kegiatan ekonomi dan memperkuat basis data pelaku UMKM dalam sistem pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses formulasi dari PP Nomor 23/2018. Metode penelitian ini adalah postpositivist.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa formulasi Peraturan Pemerintah ini telah memenuhi kriteria tahapan proses formulasi berdasarkan teori kebijakan Thomas R. Dye yakni identifikasi masalah, penyusunan agenda, formulasi kebijakan, dan pengesahan kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan telah melalui proses evaluasi oleh Badan Kebijakan Fiskal berdasarkan konsep perpajakan hingga mencapai tahap disahkan oleh Presiden.
......SMEs contribution towards nation's GDP is quite significant however its contribution in tax revenues is still minor. Reduction in tariff is intended to encourage SMEs actor to play an active role in economic activities and strengthen the database of SMEs actor in the tax system. This study aims to analyze the formulation process of Government Regulation Number 23/2018. This research method is postpositivist.
The findings of this study are that the formulation of this Government Regulation has met the criteria for the formulation process based on Thomas R. Dyes policy theory of problem identification, agenda setting, policy formulation, and policy approval. The policy issued has been through an evaluation process by the Fiscal Policy Agency based on the concept of taxation until it reaches the stage authorized by the President."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Febriansyah
"Skripsi ini membahas tentang fenomena yang terjadi terkait soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dimana pembahasan dilakukan mengenai proses Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Pengusaha terhadap Buruh/Pekerja yang terikat oleh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sudah marak digunakan perusahaan-perusahaan sebagai cara alternatif mempekerjakan Buruh/Pekerja, pengaplikasian perjanjian kerja ini menjadi pertanyaan apakah Buruh/Pekerja mendapatkan haknya setelah Pemutusan Hubungan Kerja.
Skripsi ini menganalisa kasus yang terjadi antara Pekerja dan Pengusaha, hasil penelitian ini membahas mengenai status Pekerja yang di PHK setelah menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, hak Pekerja pun juga akan dibahas diakhir penelitian ini dimana penghitungan uang pesangon Pekerja yang sudah dijatuhkan Pengadilan Hubungan Industri tidak mengikuti dasar hukum, yaitu berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

This thesis discusses the phenomena to the related matter of Specified Time Working Agreement where the discussion is done on the Termination of Employment Employers committed to the Labors/Workers who are bound by the Specified Time Working Agreement. Specified Time Work Agreement has been rapidly adopted by Companies as an alternative way of employing Labor/Worker, the application of these agreements is put into question whether the Labor/Workers get their rights after the termination of their employment.
This thesis analyzes a case that occurred between a Worker and Employer, the results of this study is to discuss the status of the Worker which were laid off after signing the Specified Time Work Agreement, the Workers' rights will also be discussed at the end of the research where the calculation of the Workers severance package that has been imposed by the Industrial Relations Court did not follow the legal basis, which is based on the Manpower Law."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Samantha Hehuwat
"Secara garis besar, skripsi ini membahas mengenai pengaturan mengenai informed consent di Indonesia, pengaturan dan ruang lingkup golongan pasien dengan kondisi tertentu, serta analisis putusan Nomor 470/Pdt.G/2014/PN.Tng, Nomor 131/PDT/2015/PT.BTN, dan Nomor 3566 K/Pdt/2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan keseluruhannya dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif serta tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa informed consent, yang merupakan prosedur wajib berdasarkan Pasal 2 jo. Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 209 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis ialah persetujuan yang diberikan oleh pasien setelah diberikan informasi selengkap-lengkapnya oleh dokter tentang tindakan medis yang akan dilakukan. Selain itu, mengenai ruang lingkup golongan pasien dengan kondisi tertentu diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.00.06.6.5.1866 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik Informed Consent . Dalam kasus terkait informed consent bagi pasien dengan kondisi tertentu dalam putusan yang dianalisis, telah dilakukan proses penyampaian informed consent oleh Tergugat kepada Penggugat, namun isi dari consent form yang diberikan oleh pihak Tergugat isinya belum sesuai dengan standar Joint Commission International JCI . Hasil penelitian menyarankan hendaklah kepada tenaga kesehatan khususnya dokter untuk menjadikan informed consent sebagai suatu kewajiban penting dalam menjalankan tindakan medik, pengurus rumah sakit agar selalu berpedoman kepada Joint Commission International JCI sebagai standar akreditasi yang diakui dunia, Kementerian Kesehatan, hendaknya memberikan pendidikan dan sosialisasi yang memadai mengenai informed consent bagi pasien dengan kondisi tertentu, dan pasien atau masyarakat agar lebih kritis terhadap hak-haknya namun juga memahami tentang kewajiban-kewajibannya.

Title Informed Consent for Patients with Special Conditions Based on The Standard of Broadly speaking, this thesis discusses the arrangement of informed consent in Indonesia, the arrangement and legal scope of patient with special conditions, and analysis on case verdict Number 470 Pdt.G 2014 PN.Tng, Number 131 PDT 2015 PT.BTN, and Number 3566 K Pdt 2016. The type of research used in this thesis is normative juridical and conducted using qualitative research method as well as descriptive research type. This study indicates that informed consent, which is a mandatory procedure under Article 2 jo. Article 1 point 1 of Regulation of the Minister of Health No. 209 of 2008 on Approval of Medical Measures shall be the consent provided by the patient after being given complete information by the physician on the medical action to be performed. In addition, the legal scope of the patient with special conditions is stipulated in the Decree of the Director General of Medical Services Number HK.00.06.6.5.1866 concerning the Guidelines for Agreement of Informed Consent. In the case of informed consent for the patient with certain conditions in the case verdict analyzed, the process of delivering the informed consent by the Defendant to the Plaintiff has been made, but the contents of the consent form provided by the Defendant are not in accordance with Joint Commission International JCI standards. The results suggest that health professionals, especially doctors, should make informed consent an important obligation in carrying out medical action, the management of the hospital should always be guided by the Joint Commission International JCI as a world recognized accreditation standard, the Ministry of Health should provide education and socialization adequate information on informed consent for patients with certain conditions, and patients or citizens should be more critical of their rights but also should understand about their obligations."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Ramadhan
"Laporan magang ini membahas prosedur penelaahan pengendalian mutu pada perikatan PT. Corleone yang bergerak di bidang properti dan pembangunan dan pengembangan perkotaan. Dalam laporan magang ini dijelaskan mengenai prosedur pengendalian mutu perikatan yang dilakukan oleh divisi Quality Assurance (QA). Selain itu, dilakukan juga perbandingan atas penerapan prosedur pengendalian mutu tersebut dengan ketentuan yang diatur dalam Standar Pengendalian Mutu 1 (SPM 1) yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Secara garis besar, prosedur yang dilakukan oleh divisi QA adalah prosedur pengendalian mutu tambahan atas perikatan klien dengan kriteria tertentu, atau yang disebut high-profile client (HPC) dalam kebijakan KAP ABD, beriringan dengan prosedur pengendalian mutu yang dilakukan oleh penelaah atau EQCR / concurring partner. Secara keseluruhan prosedur yang dilakukan oleh QA KAP ABD telah sejalan dengan ketentuan SPM 1.
......This internship report discusses the quality control review procedure of PT. Corleone Audit Engagement, which engaged in property and urban development. In this internship report described the engagement quality control procedures performed by the Quality Assurance (QA) Divission of ABD Public Accounting Firm. In addition, a comparison is also made of the application of the quality control procedures with the provisions stipulated in Quality Control Standard 1 (SPM 1) established by the Indonesian Institute of Certified Public Accountings (IAPI). Broadly speaking, the procedure performed by the QA division is an additional quality control procedures on client engagements with certain criteria, or so-called high-profile client (HPC) in the ABD Public Accounting Firm’s policies, alongside the quality control procedures performed by the reviewer partner or concurring partner. Overall, the procedures performed by QA Divission of ABD Public Accounting Firm are in line with the SPM 1 provisions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>