Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 3 Document(s) match with the query
cover
Indriati
"Pendahuluan: Trauma maksilofasial dapat terjadi karena beberapa etiologi dan yang paling sering terjadi ialah trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien dengan trauma maksilofasial biasanya akan menjalani perawatan rawat inap dengan durasi yang lama berkaitan dengan rangkaian perawatan yang harus dilakukan. Terdapat beberapa sistem penilaian tingkat keparahan dari trauma yang terjadi yang sudah diperkenalkan dan digunakan, dan sistem penilaian Facial Injury Severity Scale (FISS) oleh Bagheri et al telah digunakan secara luas untuk menilai derajat keparahan cedera maksilofasial. Trauma maksilofasial dapat menjadi salah satu kondisi yang dapat berhubungan dengan cedera kranial, sehingga penilaian kesadaran perlu dilakukan. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem penilaian kesadaran pasien pasca trauma yang telah digunakan secara luas selama empat dekade terakhir. Namun, kemampuan kedua sistem penilaian tersebut dalam menunjukkan hubungan tingkat keparahan trauma dan tingkat kesadaran dengan lama rawat inap masih jarang digunakan dalam penelitian. Tujuan: Untuk mengevaluasi indeks keparahan trauma maksilofasial menggunakan (FISS) dan tingkat kesadaran (GCS) dengan lama rawat inap pada pasien trauma maksilofasial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Metode: Studi restrospektif, menggunakan data sekunder dengan menganalisis rekam medis trauma maksilofasial semua rentang usia di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Hasil dan pembahasan: Sebanyak 346 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diikutkan dalam studi ini. Analisis multivariat menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna tiap kelompok secara statistik (p>0,05) antara skor FISS dengan lama rawat inap dan didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama rawat inap dengan skor FISS (p > 0,05). Hubungan lama rawat inap dengan skor FISS menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif, di mana semakin bertambah skor FISS, akan menambah lama rawat inap. Analisis multivariat juga menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna tiap kelompok secara statistik (p>0,05) antara skor FISS dengan lama rawat inap dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama rawat inap dengan Nilai GCS (p > 0,05). Hubungan lama rawat inap dengan nilai GCS menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola negatif di mana semakin berkurang nilai GCS, akan menambah lama rawat inap.Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna dari skor FISS dan GCS terhadap lama rawat inap pasien.

Introduction: Maxillofacial trauma can occur due to several etiologies and the most common is trauma due to traffic accidents. Patients with maxillofacial trauma will usually undergo inpatient treatment with a long duration due to the series of treatments. There are several trauma severity rating systems that have been introduced and used, and the Facial Injury Severity Scale (FISS) rating system by Bagheri et al has been widely used to assess the severity of maxillofacial injuries. Maxillofacial trauma can be one of the conditions that can be associated with cranial injuries, so an assessment of consciousness needs to be done. The Glasgow Coma Scale (GCS) is a system for assessing the consciousness of posttraumatic patients that has been widely used over the past four decades. However, the ability of the two scoring systems to show the relationship between trauma severity and level of consciousness with length of hospitalization is rarely used in research, Objective: To evaluate the index of severity of maxillofacial trauma using FISS and level of consciousness (GCS) with length of hospitalization in maxillofacial trauma patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2019 to December 2022. Metode: Retrospective study, using secondary data by analyzing Maxillofacial Trauma medical records for all age ranges in the emergency room at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2019 to December 2022. Result and Discussion: A total of 346 patients who met the inclusion criteria were included in this study. Multivariate analysis showed that there was no statistically significant difference between each group (p>0.05) between the FISS Score and length of hospitalization and there was no significant relationship between length of hospitalization and FISS Score (p>0.05). The relationship between length of hospitalization and FISS score shows a weak relationship and has a positive pattern, where the increasing FISS score will increase the length of hospitalization. Multivariate analysis also showed that there was no statistically significant difference between each group (p>0.05) between the FISS score and length of hospitalization and there was no significant relationship between length of hospitalization and GCS score (p>0.05). The relationship between the length of hospitalization and the GCS score shows a weak relationship and has a negative pattern, where the decreasing the GCS score, the longer the length of hospitalization. Conclusion: There was no significant difference between the FISS and GCS scores on the patient's length of hospitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oditya
"Insidensi trauma maksilofasial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: budaya, latar belakang penduduk, ekonomi, dan kepadatan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi kasus trauma maksilofasial yang terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta RSUD Tarakan, RSUD Koja, RSUD Cengkareng, RSUD Budhi Asih, RSUD Pasar Rebo, RSKD Duren Sawit, RSUD Kepulauan Seribu. Ditemukan 957 pasien trauma maksilofasial dan 138 fraktur maksilofasial yang dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, penyebab dan lokasi fraktur. Kelompok usia 21-27 tahun adalah kelompok usia tertinggi dari trauma maksilofasial, jenis kelamin laki-laki 74,82, Perempuan 25,18 dengan perbandingan 3:1. Penyebab trauma maksilofasial yang tertinggi adalah kecelakaan lalu lintas.

Incidence of maxillofacial trauma affected by several factors culture, population background, economical status, and population density. This study aimed to determine the incidence of maxillofacial trauma occured in the General Hospital of DKI Jakarta RSUD Tarakan, RSUD Koja, RSUD Cengkareng, RSUD Budhi Asih, RSUD Pasar Rebo, RSKD Duren Sawit, RSUD Kepulauan Seribu. There is 957 patient with maxillofacial trauma cases and 138 patients with maxillofacial fractures cases by age, sex, cause and location of fracture. The age group of 21 27 years old is the highest group of maxillofacial trauma found, male 74.82, 25.18 women with a ratio of 3 1. The cause of maxillofacial trauma were highest traffic accident.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eisya Quatrunnada
"Latar Belakang: Trauma maksilofasial adalah cedera yang mencakup kerusakan pada jaringan lunak dan tulang di area wajah, mulai dari luka ringan seperti laserasi hingga patah tulang yang kompleks. Penyebab trauma ini sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, budaya, kelompok usia, dan lokasi geografis. Insidennya meningkat akibat berbagai faktor, termasuk kecelakaan lalu lintas, tindakan kekerasan, cedera olahraga, jatuh, dan kecelakaan rumah tangga. Hingga saat ini, data terkait frekuensi dan distribusi trauma maksilofasial di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Mengetahui frekuensi dan distribusi pasien dengan trauma maksilofasial berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi, lokasi trauma, tatalaksana trauma, dan lama rawat inap di RSUP Persahabatan periode 2019 hingga Juli 2024. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan studi retrospektif menggunakan data sekunder yang diperoleh dari poli Bedah Mulut, poli Bedah Plastik, poli Bedah Saraf, dan Poli Anak RSUP Persahabatan. Hasil: Penelitian ini mencatat 102 kasus trauma maksilofasial di RSUP Persahabatan, dengan 71 (69.61%) kasus diantaranya memenuhi kriteria inklusi penelitian ini, melibatkan total 126 macam lokasi trauma maksilofasial selama periode Januari 2019 hingga Juli 2024. Kesimpulan: Kelompok usia 10-20 tahun ditemukan terbanyak dengan persentase sebesar 39.4%. Pasien trauma maksilofasial berjenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan persentase 76.1%. Keluhan utama pasien trauma maksilofasial adalah nyeri bagian mulut dan kepala dengan persentase 70.4%. Etiologi trauma maksilofasial terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas sebanyak 76.1%. Lokasi trauma maksilofasial terbanyak adalah pada tulang zygoma dengan persentase 11.9%. Regio trauma maksilofasial terbanyak adalah ⅓ wajah bagian bawah dengan persentase 52.1%. Tipe trauma maksilofasial terbanyak adalah trauma maksilofasial multipel dengan persentase 53.5%. Tatalaksana trauma oral maksilofasial yang paling sering dilakukan adalah ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) dengan persentase 83.1%. Lama rawat inap pasien trauma yang paling sering terjadi adalah 3 hari dan 6 hari dengan persentase 12.7%. Keluhan utama pasien trauma oral maksilofasial yang paling sering adalah nyeri pada bagian mulut dan kepala dengan persentase 70.4%. Pasien trauma maksilofasial yang melakukan kunjungan control sebesar 90.1% dengan frekuensi kontrol yang paling sering adalah <3 kunjungan dengan persentase 38%.

Background: Maxillofacial trauma is an injury that includes damage to soft tissue and bones in the facial area, ranging from minor injuries such as lacerations to complex fractures. The causes of this trauma vary greatly because they are influenced by socio-economic factors, culture, age group and geographic location. The incidence is increasing due to a variety of factors, including traffic accidents, acts of violence, sports injuries, falls, and domestic accidents. Until now, data regarding the frequency and distribution of maxillofacial trauma in Indonesia is still limited. Objective: To determine the frequency and distribution of patients with maxillofacial trauma based on age, gender, etiology, location of trauma, trauma management, and length of stay at RSUP Persahabatan for the period 2019 to July 2024. Method: This research method is descriptive with a retrospective study using secondary data obtained from the Oral Surgery Polyclinic, Plastic Surgery Polyclinic, Neuro Surgery Polyclinic, and Pediatric Polyclinic at RSUP Persahabatan. Results: This study recorded 102 cases of maxillofacial trauma at RSUP Persahabatan, with 71 (69.61%) cases meeting the inclusion criteria for this study, involving a total of 126 types of maxillofacial trauma locations during the period January 2019 to July 2024. Conclusion: Age group 10-20 years found the most with a percentage of 39.4%. The majority of maxillofacial trauma patients are male with a percentage of 76.1%. The main complaint of maxillofacial trauma patients is mouth and head pain with a percentage of 70.4%. The etiology of maxillofacial trauma was mostly traffic accidents at 76.1%. The most common location of maxillofacial trauma is the zygoma bone with a percentage of 11.9%. The most common region of maxillofacial trauma is the lower ⅓ of the face with a percentage of 52.1%. The most common type of maxillofacial trauma is multiple maxillofacial trauma with a percentage of 53.5%. The most frequently performed treatment for oral maxillofacial trauma is ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) with a percentage of 83.1%. The most common length of stay for trauma patients is 3 days and 6 days with a percentage of 12.7%. The most frequent main complaint of oral maxillofacial trauma patients is pain in the mouth and head with a percentage of 70.4%. Maxillofacial trauma patients who had control visits were 90.1% with the most frequent control frequency being <3 visits with a percentage of 38%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library