Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Turangan, Yuma
"Selama ini Indonesia dalam mengembalikan aset hasil tindak pidana, termasuk aset hasil tindak pidana korupsi, menggunakan perampasan in personam. Perampasan in personam ini pada prakteknya menemui banyak kendala, sehingga negara kesulitan mengembalikan aset tersebut. Salah satu tindak pidana korupsi yang asetnya masih belum bisa dikembalikan kepada negara sampai saat ini adalah tindak pidana korupsi pada kasus Golden Key yang dilakukan oleh Eddy Tansil. Salah satu solusi akan hal ini adalah perampasan in rem yang diatur dalam United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC) 2003. Perampasan in rem ini memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak terdapat pada perampasan in personam. Dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia, perampasan in rem ini diharapkan dapat lebih membantu mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi dibandingkan dengan perampasan in personam. Perampasan in rem ini dapat menjadi solusi untuk mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Eddy Tansil dalam kasus Golden Key. Atas hal tersebut dapat dibahas permasalahan mengenai bagaimanakah mekanisme (tata cara) perampasan in rem tersebut, serta perbandingannya dengan perampasan in personam.
For all this time in recovering assets as proceeds of crime, including corruption, Indonesia utilizes in personam forfeiture. On Practice, this forfeiture faces many obstacles which resulting in difficulties on the asset forfeiture. One particular corruption case with such difficulty is the notorious Golden Key Case committed by Eddy Tansil. A solution is offered by United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC) 2003 by the name of in rem forfeiture. This type of forfeiture, unlike the in personam one, has many advantages compared to the latter. On the anti-corruption context, this in rem forfeiture is expected to be more successful than the in personam one. This forfeiture could be the solution to recover assets obtained from the corruption commited by Eddy Tansil on the Golden Key Case. Based on these, there are some problems available to be discussed, such as the mechanism of in rem forfeiture and its comparisons with in personam forfeiture."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Mahardhika
"Korupsi bukan hanya menjadi masalah suatu negara saja, tetapi sudah berkembang sebagai masalah transnasional karena melibatkan berbagai negara. Contohnya adalah banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri dan aset hasil kejahatannya ke luar negeri, terutama negara-negara yang menjadi safe haven. Salah satu negara yang sering menjadi tempat penyimpanan aset hasil korupsi Indonesia adalah Singapura. Indonesia dan Singapura telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption UNCAC. UNCAC memuat berbagai strategi penting untuk penanganan korupsi baik di level nasional maupun internasional. Salah satu terobosan penting dalam UNCAC adalah kerjasama internasional dalam asset recovery yang dapat dilakukan melalui mutual legal assistance MLA. Meskipun Indonesia dan Singapura sama-sama sudah meratifikasi UNCAC, akan tetapi Indonesia menghadapi kesulitan dalam menerapkan kerjasama MLA terkait asset recovery dengan Singapura.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kerjasama MLA terkait asset recovery antara Indonesia dan Singapura menurut kerangka UNCAC dipengaruhi oleh perilaku dan faktor domestik di antara kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama MLA antara Indonesia dan Singapura dalam upaya pengembalian asset hasil korupsi belum efektif karena adanya tantangan dari faktor politik domestik serta perbedaan eksternalitas isu pemberantasan korupsi yang berpengaruh terhadap perilaku masing-masing negara.
Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan internal yang berasal di Indonesia yaitu: 1 political will kurang didukung oleh aktor-aktor di level domestik, 2 masalah harmonisasi UNCAC dengan peraturan nasional, 3 system kerahasiaan bank, 4 kemampiuan teknis yuridis yang dialami dalam proses pembuatan MLA, serta 5 masalah kapasitas dan koordinasi antar lembaga penegak hukum yang terlibat dalam MLA dan asset recovery, terutama Kemenkumham sebagai otoritas pusat. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi eksternal, yaitu: 1 kepentingan Singapura terkait investasi asing, 2 lack of trust, dan 3 prinsip dual criminality.

Corruption is not only a state solution, but it develops as a transnational problem because of various countries. An example is a lot of corruptors in Indonesia who are the result of their crimes abroad, especially the countries that become safe haven. One of the countries that is often the place where Indonesia 39s corruption is stored is Singapore. Indonesia and Singapore have ratified the United Nations Convention against Corruption UNCAC. UNCAC is an important step for both national and international handling. One of the key breakthroughs in UNCAC is to assist in the recovery of assets that can be done through mutual legal assistance MLA. Although Indonesia and Singapore have both ratified UNCAC, Indonesia is facing difficulties in implementing MLA cooperation related to asset recovery with Singapore.
This study aims to analyze how MLA cooperation related to recovery of assets between Indonesia and Singapore by UNCAC. The result of the research indicates that MLA cooperation between Indonesia and Singapore in the effort of recovering the assets of corruption has not been effective because there are factors that support the internalities and issues of externalities of corruption eradication issues that give rise to the behavior of each country.
These challenges consist of internal origin in Indonesia 1 political will is not supported by domestic actors, 2 UNCAC harmonization problems with national regulations, 3 confidential bank system, 4 juridical ability who are involved in the MLA process, and 5 capacity and inter agency coordination issues involved in MLA and asset recovery, especially Kemenkumham as the central authority. In addition, Indonesia also faces external obstacles, namely 1 investment related Singaporean interests, 2 lack of trust, and 3 dual crime principles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Hana Azizah
"Tindak pidana korupsi yang modusnya semakin berkembang hingga pengalihan hasil dari negara asal ke negara lain menjadi salah satu fokus utama munculnya kerjasama internasional yang kemudian melahirkan UNCAC. Melalui konvensi tersebut, dimuat 11 perbuatan yang dikriminalisasi sebagai korupsi, salah satunya Illicit Enrichment. Di samping definisinya yang sangat bervariasi di berbagai negara, ditemukan pula pendekatan pengaturan yang beragam, mulai dari pengaturan secara pidana, perdata, maupun administratif. Adapun penulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal atau kepustakaan dengen pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach), yakni dengan negara Hong Kong yang mengatur Illicit Enrichment secara pidana dan Australia yang mengatur Illicit Enrichment secara perdata. Untuk menghasilkan rekomendasi pengaturan Illicit Enrichment, digunakan perbandingan berdasarkan karakteristik masing-masing pendekatan yang dipandang menjadi indikator penting dalam mengatur Illicit Enrichment, yakni ruang lingkup penerapan, pembalikan beban pembuktian, instrumen yang memicu investigasi, dan sanksi. Walaupun Indonesia saat ini belum mengadopsi Illicit Enrichment yang diamanatkan UNCAC, nyatanya aparat penegak hukum menggunakan mekanisme yang dikenal dalam Illicit Enrichment sebagaimana dalam penanganan perkara gratifikasi dan pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo. Melalui tulisan ini, Penulis sangat menyarankan lembaga legislatif untuk mengadopsi Illicit Enrichment dalam RUU Perampasan Aset versi terbaru, atau bahkan dalam UU PTPK.

Corruption, whose modus operandi has evolved to the transfer of proceeds from the country of origin to other countries, has become one of the main focuses of the emergence of international cooperation which later gave birth to the UNCAC. Through this convention, 11 acts are criminalized as corruption, one of which is Illicit Enrichment. In addition to the definitions that vary widely in various countries, there are also various regulatory approaches, ranging from criminal, civil, and administrative arrangements. This paper uses a doctrinal research method with a conceptual approach and a comparative approach, namely with Hong Kong, which regulates Criminal Illicit Enrichment, and Australia, which regulates Civil Illicit Enrichment. To produce recommendations for regulating Illicit Enrichment, a comparison is made based on the characteristics of each approach that are considered to be important indicators in regulating Illicit Enrichment, namely the scope of application, reversal of the burden of proof, instruments that trigger investigations, and sanctions. Although Indonesia has not yet adopted Illicit Enrichment as mandated by UNCAC, law enforcement officers have in fact used mechanisms known in Illicit Enrichment as in the handling of graft and money laundering cases by Rafael Alun Trisambodo. Through this paper, the author strongly recommends the legislature to adopt Illicit Enrichment in the latest version of the RUU Perampasan Aset, or even in the UU PTPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Kusuma Listya
"Upaya perlawanan terhadap korupsi yang merupakan tindak kejahatan lintas batas (transnational organized crime), kini menjadi salah satu agenda global penting yang membutuhkan kerjasama internasional untuk menanggulanginya. UNCAC merupakan sebuah institusi internasional yang menyasar isu korupsi, disahkan pada tahun 2003 dan hingga kini dianggap sebagai kerangka kerjasama internasional paling penting yang memberikan pilar-pilar utama dalam pemberantasan korupsi – pencegahan, penegakan hukum, kerjasama internasional, serta asset recovery.
Penelitian ini secara khusus berupaya untuk melihat efektivitas UNCAC dalam proses asset recovery hasil korupsi Indonesia yang berada di Swiss, melalui kerangka Mutual Legal Assistance yang merupakan salah satu ketentuan di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNCAC tidak berhasil menjamin proses asset recovery melalui MLA antara Indonesia dan Swiss, karena: 1) Lemahnya proses dan mekanisme pengawasan, 2) Tertutupnya kemungkinan aksi kolektif negara-negara anggota, serta 3) Ketidakmampuan UNCAC dalam memfasilitasi proses negosiasi secara reguler dan terukur antara kedua belah pihak.

International efforts in the fight against corruption–which is considered as the transnational organized crime-has become an important global agenda that requires international cooperation. UNCAC is an international institution that focus on the corruption issues. Passed in 2003 and entered into force in 2005, UNCAC regarded as the most important international framework which provides four main pillars in the fight against corruption - prevention, law enforcement, international cooperation, and asset recovery.
This research specifically sought to measure the effectiveness of UNCAC in the asset recovery process between Indonesia and Switzerland through one of the the provisions in the convention, Mutual Legal Assistance (MLA) framework.
The results showed that UNCAC does not succeed to ensure the asset recovery process through MLA between Indonesia and Switzerland, because: 1) The lack of control mechanism process, 2) The lack of possibility of collective action among member states, and 3) the inability of UNCAC in facilitating the negotiation process on a regular basis between the two parties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Aletheia Christy
"ABSTRAK
Tindak pidana korupsi sekarang ini sedang marak terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain. Dalam beberapa kasus tindak pidana korupsi kadang pelakunya melarikan diri ke luar negeri atau menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsinya di luar negeri sehingga untuk penuntasan kasus diperlukan kerja sama internasional, yang salah satu persyaratannya adalah prinsip dual criminality. Tindak pidana korupsi yang utama di Indonesia memiliki unsur ldquo;merugikan keuangan negara rdquo;. Unsur ldquo;merugikan keuangan negara rdquo; tidak diatur dalam UNCAC yang telah diratifikasi Indonesia maupun dalam ketentuan tindak pidana korupsi di banyak negara lain. Melalui penelitian yuridis normatif yang didukung dengan wawancara ingin diperoleh jawaban tentang unsur merugikan keuangan negara ditinjau dari prinsip dual criminality. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberadaan unsur ldquo;merugikan keuangan negara rdquo; yang merupakan unsur tertulis dalam ketentuan tindak pidana korupsi di Indonesia, dapat menyulitkan kerja sama internasional, khususnya bila prinsip dual criminality dianut secara mutlak. Namun sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang telah dianggap sebagai kejahatan transnasional, dual criminality tidak lagi dimaknai secara mutlak. Bahkan UNCAC telah mengatur kerja sama internasional tanpa prinsip dual criminality sepanjang kerja sama internasional dilakukan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

ABSTRACT
Corruption is now happening not only in Indonesia, but also in many other countries. In some cases of corruption, sometimes the corruptor s fled abroad or hide the assets from corruption abroad so that for the completion of the case required international cooperation, which one of the requirements is the principle of dual criminality. The main corruption crime in Indonesia has the element of harm the state 39 s finances . The harm the state 39 s finances is not regulated in UNCAC which has been ratified by Indonesia as well as in terms of corruption in many other countries. Through normative juridical research supported by interviews, writer wants to get answers about the elements of harm the state 39 s finances in terms of dual criminality principle. From the results of the study it can be concluded that the existence of the element harm the state finance which is the element written in the provisions of corruption in Indonesia, can complicate international cooperation, especially when the dual criminality principle is embraced absolutely. But in line with the spirit of corruption eradication that has been considered a transnational crime, dual criminality is no longer interpreted in absolute terms. Even UNCAC has arranged international cooperation without dual criminality principle as long as international cooperation is conducted for prevention and eradication of corruption crime. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library