Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Kartika Cendrasari
Abstrak :
Seperti umumnya negara-negara berkembang, Indonesia ditandai dengan kelebihan tenaga kerja atau labor surplus economy. Hal ini berarti bahwa jumlah angkatan kerja yang ada lebih banyak dari kesempatan kerja yang tersedia, oleh karena itu maka sebagian angkatan kerja terpaksa tidak dapat memperoleh pekerjaan (penganggur) atau sebagian sudah bekerja tetapi belum berdaya guna secara optimal (setengah penganggur). Namun demikian angka pengangguran di Indonesia relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara maju yang memberlakukan sistim tunjangan sosial. Di Indonesia, tidak adanya tunjangan dari pemerintah menyebabkan angkatan kerja yang menganggur apabila tidak mendapat dukungan finansial dari keluarganya atau diri sendirinya, sangat kecil kemungkinan mereka untuk berdiam diri tanpa menghasilkan sesuatu. Akibatnya mereka bersedia bekerja apapun walaupun dengan penghasilan yang sedikit, sehingga angka pengangguran terbuka di Indonesia relatif kecil. Bagi masyarakat Indonesia, pendidikan merupakan sesuatu yang mahal, hanya keluarga yang relatif kaya yang mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga umumnya tenaga kerja terdidik datang dari keluarga berada. Apabila suatu keluarga mampu menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi, biasanya keluarga tersebut akan mampu membiayai anakanya menganggur dalam proses mecari kerja. Maka tidak mengherankan apabila kelompok tenaga kerja terdidik yang mampu menjadi full timer dalam mencari pekerjaan. Sebaliknya pencari kerja tak terdidik biasanya datang dari keluarga kurang mampu dimana tidak mampu membiayai masa menganggur lebih lama, sehingga mereka terpaksa harus menerima bekerja apa saja. Dalam studi ini dengan menggunakan data Sakerti tahun 1993 diperoleh hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin tanpa variabel kontrol ternyata proporsi pengangguran perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Janis kelamin mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Perempuan mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dan bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal, proporsi penganggur perempuan lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan, demikian pula dengan laki-laki. Dilihat dari kelompok umur tanpa menggunakan variabel kontrol, ternyata proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan kelompok umur yang lain. Mereka yang berusia 35 tahun keatas mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan yang berusia muda. Setelah dikontrol dengan variabel tempat tinggal, ditemukan bahwa baik di perkotaan maupun pedesaan proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan yang berusia lebih muda. Ditinjau dari segi pendidikan, tanpa menggunakan variabel kontrol, mereka yang berpendidikan SD/Tidak Sekolah mempunyai resiko menganggur lebih besar dibandingkan yang berpendidikan di atasnya. Dengan menggunakan variabel kontrol tempat tinggal, terlihat di perkotaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan tinggi (Diploma/universitas) lebih tinggi daripada yang berpendidikan dibawahnya, sedangkan di pedesaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan SLTA lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lainnya. Bila dilihat dari segi status perkawinan tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, ternyata mereka yang kawin resiko menganggurnya lebih tinggi dibandingkan yang belum kawin. Namun bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara proporsi penganggur yang berstatus kawin dengan yang berstatus kawin. Dilihat dari pengalaman kerja tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, terlihat bahwa proporsi penganggur yang belum pernah bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan yang pernah kerja. Pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Mereka yang belum pernah kerja sebelumnya mempunyai resiko untuk menganggur dibandingkan dengan yang berpengalaman kerja. Dengan mengontrol variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa di perkotaan mereka yang berpengalaman kerja mempunyai resiko menganggur lebih kecil dibandingkan dengan yang belum pernah bekerja sebelumnya, pals yang sama ditemui di pedesaan. Dari segi pendapatan keluarga tanpa atau dengan memperhatikan variabel kontrol, ditemukan bahwa pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pekei, Dominikus
Abstrak :
Pembangunan merupakan perubahan sosial yang terencana (baik pada skala nasional maupun regional), untuk meningkatkan taraf hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat. Tidak ada pembangunan yang tidak menggunakan manusia, dan tidak ada pula pembangunan yang bukan untuk kepentingan hidup manusia. Pembangunan berwujud sebagai program-program dan diimplementasikan melalui proyek-proyek kegiatan. Berbagai program yang ditetapkan dengan suatu kebijakan di tingkat pusat (nasional), perlu dijalankan sesuai dengan keadaan (Bench Hark) regional dan selanjutnya disesuaikan pelaksanaannya dengan keadaan di tingkat Propinsi dan Kabupaten. Pada hakekatnya, pembangunan itu adalah pembangunan manusia seutuhnya dan meliputi seluruh masyarakat dan daerah. Karena itu, aspirasi dan kebutuban masyarakat (penduduk di desa terpencil dan pekerja informal diperkotaan) haruslah diperhatikan dan dimasukkan dalam Daftar Usulan Proyek (DUP) atau Daftar Isian Proyek (DIP) di tingkat Kabupaten dan Propinsi. Pembangunan Indonesia (termasuk Irian Jaya), kini telah berada pada PELITA ke VI- Tahapan dimana hendak memasuki periode lepas landas (Take off Period). Penerapan teori W.W. Rostow itu, dalam perspektif Indonesia mengandung sejumlah dimensi; diantaranya dimensi ekonomi (pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembagian pendapatan) dan dimensi sosial (menyiapkan suatu generasi manusia yang secara fisik, pendidikan, keterampilan, mental dan spiritual; akan menjadi asset pembangunan). Khusus di daerah Irian Jaya, kemajuan pembangunan ekonomi dari indikator pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto atau PDRB dan kegiatan ekspor-impor; memberi gambaran yang menggembirakan, dimana sejak Pelita I sampai dengan Pelita ke V selalu menunjukkan peningkatan pada tiap tahunnya. Namun, indikator lainnya, seperti : penyediaan lowongan pekerjaan, perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan pengembangan mutu modal manusia; gambaran perkembangannya belum diketahui secara memadai. Bahkan awal tahun 1995 (awal Pelita ke VI), telah muncul beberapa masalah di dalam masyarakat pedesaan, yang berkaitan dengan ketidak-merataan pembangunan di Irian Jaya. Kegiatan Ekonosi selalu berkaitan dengan aktivitas memproduksi, konsu'si, dan distribusi. Selanjutnya, ekonomi modern ini bertumpu pada ekonomi uang maka aktivitas ekonomi tertuju pada usaba-usaha pembentukan kapital (Capital Formation) atau akumulasi kapital (Capital Accumulation). Sedang kegiatan ekonomi berarti semua aktivitas (pada seseorang atau suatu masyarakat) yang bertujuan memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas jumlah dan mutunya. Dengan demikian, keterlibatan seseorang dalam aktivitas ekonolm, membutuhkan kesehatan fisik, pengetahuan (Knowledge), keterampilan (Skill), watak atau sikap (Attitude) dan lain-lain, untuk dapat menawarkan tenaga kerja (Supply of Labor) ke "pasar kerja* maupun untuk memenuhi persyaratan permintaan pekerja (Demand of Labor), hingga orang bersangkutan dapat memiliki pekerjaan yang layak (sebagai karyas4n/buruh) atau dapat berwiraswasta dan memperoleh pendapatan per bulan yang memadai. Pada kesempatan ini penulis menyajikan sebuah tulisan hasil penelitian mengenai : " Kinerja Kegiatan Ekonomi Angkatan Kerja", kasus Dati I Propinsi Irian Jaya selama tahun 1980 - tahun 1990. Topik tulisan sekaligus merupakan tujuan utama penelitian dan selanjutnya diperinci menjadi lima tujuan khusus. Fokus perhatian utama diarahkan pada upaya pemahaman komponen-komponen kegiatan ekonomi angkatan kerja, sehubungan dengan pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama di Irian Jaya. Sumber data utama diperoleh dari data hasil Sensus Penduduk tahun 1980, Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1985 dan Sensus Penduduk tahun 1990. Data tambahan berasal dari sumber instansi terkait di Irian Jaya dan suinber informasi lainnya. Kegiatan ekonomi terwujud sebagai aktivitas mencari peluang usaha dan atau mencari lowongan pekerjaan. Di dalam pekerjaan yang ditekuninya, terdapat pula komponen-kosponen jenis pekerjaan, status pekerjaan, jumlab jam kerja per bulan dan kemampuan berproduksi. Imbalan atas kerja yang dicurahkannya, para pekerja akan memperoleb sejumlab uang (atau barang) baik sebagai upab (Wage) maupun sebagai pengbasilan usabanya sendiri. Imbalan atau peroleban pendapatan dari hasil pencurahan kerja ini adalah labor incose. Sedang pendapatan total (Total Incase) merupakan penjumlahan labor lncose dan non labor incose. Selanjutnya, pendapatan ini akan dipergunakan untuk memenubi berbagai kebutuban bidup pekerja dan keluarganya (consumption). Bila memungkinkan, maka sebagian pendapatan akan disimpan sebagai tabungan (Saving). Tingkat pemenuhan kebutuban akan menunjukkan apa yang disebut taraf bidup atau tingkat kesejahteraan. Beberapa temuan menarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1). Sekitar 72 % - 75 % pekerja terkonsentrasi pada lapangan pekerjaan utama pertanian. Lapangan pekerjaan utama kedua yang relatif penting adalah jasa kemasyarakatan yang menampung sekitar 15 % pekerja. Sisanya pada lapangan pekerjaan utama lainnya. Jenis pekerjaan atau jabatan yang paling dominan adalah petani (72 % - 74%), disusul oleh produksi/angkutan (5% - 10%) dan Tata usaha atau administrasi (5% - 8%). Sisanya tersebar pada jenis pekerjaan lainnya. Berdasarkan Status Pekerjaan maka pekerja keluarga berkisar 31,75 %, bekerja dengan dibantu anggota keluarga berkisar 29,24% dan berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain sekitar 14,40%. Hal ini berarti sekitar 75 % pekerja berstatus pekerjaan sebagai usaha keluarga. Sekitar 52,72 % pekerja, tergolong setengah menganggur karena jumlah jam kerjanya kurang dari 35 jam per minggu. Jumlah dan prosentase pekerja setengah menganggur ini diperkirakan akan meningkat pada waktu mendatang bila perluasan kesempatan kerja belum memadai. Perluasan kesempatan kerja dibutuhkan, bukan hanya diperuntukan bagi angkatan kerja baru tetapi juga untuk memberi peluang kerja yang lebih layak bagi sekian banyak pekerja setengah menganggur. Dari segi kemampuan berproduksi , tampak bahwa Produktivitas Marginal (PM) lebih tinggi daripada Produktivitas rata-rata per pekerja (PR), atau wilayah operasi berkisar titik optimun (dalam kurva produksi, pada wilayah A ). Keadaan ini berarti bila ada penambahan pekerja pada masa kini dan waktu berikutnya, make akan diikuti dengan peningkatan produksi. Pendapatan pekerja di Irian Jaya tidak seimbang dengan Pendapatan regional bruto yang relatif besar tiap tahunnya. Pendapatan pekerja ini juga tidak seimbang dengan ketersediaan cumber daya alam yang berlimpah dan ketersediaan lahan pertanian yang relatif luas. Bahkan dijumpai adanya perbedaan pendapatan yang mencolok antara pekerja disektor modern dengan pekerja di desadesa jauh dari kota. Setelah para pekerja yang bekerja setengah menganggur itu disetarakan dengan bekerja penuh (menjadi bekerja penuh equivalent) maka diketahui bahwa jumlah pengangguran tak kentara relatif besar. Dengan kalimat lain, Jumlah jam kerja yang terbuang atau tidak terpakai (tersirat dalam pekerja setengah menganggur) relatif besar. Setelah mempelajari hubungan antara variabel pendidikan pekerja dan variabel lapangan peker-jaan terhadap variabel jumlah jam kerja, maka diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan proporsi setengah menganggurnya semakin rendah pada semua lapangan pekerjaan. Dengan kalimat lain, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin tinggi pula proporsi bekerja penuh pada semua lapangan pekerjaan. (9) Dengan memperhatikan beberapa temuan ini maka penulis memberi saran bahwa Di Irian Jaya perlu membentuk suatu lembaga recruitment labor. Saran tersebut disajikan sebagai sumbangan pemikiran untuk arah implementasi perluasan kesempatan kerja di Irian Jaya. Tulisan ini adalah "Tesis", Program Pascasarjana Universitas Indonesia, bidang Multidisipliner, Program Studi Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Sehingga latar belakang permasalahan, cakupan pengamatan, metode, hasil penelitian dan beberapa kesimpulan dibahas sebagaimana penulisan ilmiah. Harapan penulis, kiranya bermanfaat dalam memahami Bench Mark regional dimasa kini dan kiranya menjadi salah satu cumber informasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Selain itu, diharapkan tulisan ini dapat menjadi pemicu bagi studi evaluasi atau penelitian lain yang lebih lengkap di Irian Jaya.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumelar Fajar Rakhman
Abstrak :
Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan Hall,1985). Tidak adanya pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas diri dan aspek lain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu, konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri. Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekerjaan dan dampak psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif yang rendah terhadap stres, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan juga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan (stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres adalah pola pengendaiian atau disebut locus of control (Parkes, 1994). Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control internal dan individu yang memiliki locus of control eksternal selanjutnya juga mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi stress. Folkman dan Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang lebih luas meliputi strategi kognitif dan tingkah laku mengatasi suatu situasi yang dapat menimbulkan stres (problem-focused coping) dan yang disertai emosi-emosi negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983) menyatakan bahwa semakin individu memahami dan mendekatkan situasi stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar kesempatannya untuk berhasil pada coping terhadap masalahnya. Dari paparan di atas, peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekolah Menengah Kejuruan. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused coping (r = -0,227 dan ?0,267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga diri dan locus of control signifikan terhadap strategi coping.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerrard, Jane
Abstrak :
In difficult economic times, people turn to their local library for help seeking new work. "Crisis in Employment" offers the tools you need to support this growing group of patrons. Based on interviews with librarians across the country, as well as research from "ALA's Office for Research and Statistics", this "ALA Editions Special Report" offers advice and methods for providing appropriate training and education to job seekers with: tips for maximizing your library's physical resources; key reference resources useful to job seekers; and, advice on building partnerships with key community organizations. "Crisis in Employment" will help you meet the needs of patrons seeking new work, making career changes, or starting their own businesses in a comprehensive way that suits your local community's conditions.
Chicago: American Management Association, 2009
e20437550
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfirah Maulany Aqmarina
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara kepuasan pernikahan dan stres pengasuhan pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dengan anak usia 0-5 tahun. Pengukuran kepuasan pernikahan menggunakan ENRICH Marital Satisfaction EMS Scale, sedangkan stres pengasuhan diukur dengan Parenting Stress Index-Short Form PSI-SF. Sebanyak 227 orang ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dengan anak berusia 0-5 tahun direkrut menjadi partisipan melalui tautan kuesioner daring yang disebarkan kepada komunitas ibu dan melalui institusi pengembangan anak lainnya. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan independent sample t-test dan analysis of variance ANOVA. Didapatkan dua hasil utama dari penelitian ini. Pertama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kepuasan pernikahan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja t=-.251, p>.05 . Kedua, terdapat perbedaan yang signifikan antara stres pengasuhan ibu bekerja dan tidak bekerja t=-2.025. ...... This study was conducted to compare marital satisfaction and parenting stress among employed mother and unemployed mother with 0 5 years old children. Mother rsquo s marital satisfaction was measured with ENRICH Marital Satisfaction Scale, and parenting stress was measured with Parenting Stress Index Short Form PSI SF . 227 employed and unemployed mothers with 0 5 years old children were recruited through online links distributed to young mother communities, and other child development institutions. Independent sample t test and analysis of variance ANOVA were used to analyze data. There were two main results from the current study. First, there was no significant difference in marital satisfaction among employed and unemployed mothers t .251, p .05. Second, the study found significant difference in parenting stress among employed and unemployed mothers t 2.025.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library