Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Cahyadi
Abstrak :
Latar belakang: Nilai Behavioral Pain Scale (BPS) merupakan alat evaluasi nyeri untuk pasien unit perawatan intensif (UPI) yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi mekanik. BPS dikembangkan oleh Payen pada tahun 2001 dalam bahasa Inggris. Penerjemahan BPS ke dalam bahasa Indonesia dilakukan untuk mempermudah sosialisasi dan pemahaman mengenai kriteria dalam BPS. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada populasi, harus dilakukan penilaian kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kesahihan BPS pada pasien UPI Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Studi observasional, potong lintang dengan pengukuran berulang dilakukan terhadap pasien yang dirawat di UPI RSCM Maret-Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan Cronbach α dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Ketanggapan dinilai dengan besar efek. Hasil: Selama penelitian terkumpul 56 pasien yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi mekanik di UPI RSCM. BPS memiliki kesahihan yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.376, 0.403 dan -0.147 untuk laju nadi, tekanan arteri rata-rata dan nilai Ramsay. Keandalan yang baik dengan nilai ICC 0.941 p = <0.001 dan nilai cronbach α 0.907. Ketanggapan BPS juga baik dengan besar efek antara 2.32-2.82 antara pagi sampai dengan malam. ......Background: Behavioral Pain Scale (BPS) score is a tool to evaluate pain for unconscious patient whom using mechanical ventilation in intensive care unit (ICU). BPS has been developed by Payen in English language. Translation BPS into Indonesian language was done to make a better understanding about criteria in BPS. However, this tool need to be validated before it use in populations. The aim of this study was to validate BPS score in the intensive care unit (ICU) Cipto Mangunkusumo Hospital population. Methods: An Observational, cross sectional, repeated measures was done to patients hospitalized in the ICU Cipto Mangunkusumo Hospital from March to May 2013. Validation was assessed by Spearman Correlation test while reliability was analyzed using Cronbach α and intraclass correlation coefficient (ICC). Responsiveness was assessed by effect size. Results: A total of 56 unconscious patients using mechanical ventilation were included in this study. BPS score has a good validation with significant correlation 0.376, 0.403 and -0.147 for heart rate, MAP and Ramsay Score consecutively. Good reliability with ICC score 0.941, p = <0.001 and cronbach α 0.907. Responsiveness for BPS is good with effect size between 2.32-2.82 within morning until night group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfira Muthia Yunitasari
Abstrak :
Setiap pekerjaan memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja, tidak terkecuali di unit perawatan intensif. Perawatan yang intensif dan komplek serta kondisi yang dinamis membuat unit perawatan intensif menjadi tempat dengan risiko tinggi bahaya kerja, apalagi di situasi pandemi COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bahaya pada perawat unit perawatan intensif di masa pandemi COVID-19. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan observasional. Hasil penelitian menunjukkan terdapat bahaya kerja pada perawat unit perawatan intensif dari segi bahaya fisik, bahaya biologi, bahaya kimia, bahaya psikososial, bahaya ergonomi, serta bahaya akibat kondisi kerja. Risiko bahaya ini meningkat dalam kondisi pandemi COVID-19, terutama pada bahaya biologi terkait transmisi virus COVID-19 dan bahaya psikososial karena menghadapi pandemi yang tidak kunjung selesai. Strategi untuk meminimalkan risiko bahaya kerja sudah dilakukan dengan adanya pelatihan dan orientasi terkait keselamatan dan kesehatan kerja serta modifikasi lingkungan. Kesimpulan penelitian ini adalah potensi bahaya kerja pada perawat unit intensif masih perlu dilakukan pengendalian secara optimal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan pengendalian bahaya kerja bagi perawat. ......Every job has the risk of work accidents and work-related illnesses, including the intensive care unit. Intensive and complex care and dynamic conditions make the intensive care unit a place with a high risk of work hazards, especially in the COVID-19 pandemic situation. The purpose of this study is to determine the potential dangers to intensive care unit nurses during the COVID-19 pandemic. This type of research is descriptive qualitative with an observational approach. The results showed that there are occupational hazards in intensive care unit nurses in terms of physical hazards, biological hazards, chemical hazards, psychosocial hazards, ergonomic hazards, and hazards due to working conditions. The risk of this danger increases in the conditions of the COVID-19 pandemic, especially in the biological hazards associated with the transmission of the COVID-19 virus and the psychosocial hazards due to the ongoing pandemic. Strategies to minimize the risk of occupational hazards have been carried out with training and orientation related to occupational safety and health as well as environmental modification. This study concludes that the potential for occupational hazards in intensive unit nurses still needs to be controlled optimally. The results of this study are expected to assist the development of occupational hazard control for nurses.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Vonky Rebecca
Abstrak :
Latar Belakang : Kejadian AKI di unit perawatan intensif berhubungan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas pasca AKI dan biaya perawatan tinggi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di Indonesia khususnya RSUPN dr. Cipto Mangungkusumo belum pernah dilakukan.Tujuan: Mengetahui prevalensi AKI, angka mortalitas pasien AKI, dan faktor- faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di ICU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.Metode : Penelitian kohort retrospektif terhadap seluruh AKI di unit perawatan intensif di RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2015 ndash; Desember 2016. Dilakukan analisis hubungan bivariat saampai dengan multvariat dengan STATA Statistics 15.0 antara faktor usia >60 tahun, sepsis, ventilator, durasi ventilator, dialisis, oligoanuria, dan skor APACHE II saat admisi dengan mortalitas. Hasil : Prevalensi pasien AKI di unit perawatan intensif didapatkan 12,25 675 dari 5511 subjek dan sebanyak 220 subjek 32,59 dari 675 subjek yang dianalisis meninggal di unit perawatan intensif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada analisis multivariat adalah sepsis OR 6,174; IK95 3,116-12,233 , oligoanuria OR 4,173; IK95 2,104-8,274 , ventilator OR 3,085; IK95 1,348-7,057 , skor APACHE II saat admisi 1/2 [OR 1,597; IK95 1,154-2,209], dan durasi ventilator OR 1,062; IK95 1,012-1,114 . Simpulan : Prevalensi pasien AKI dan angka mortalitasnya di unit perawatan intensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan sebesar 12,25 dan 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, skor APACHE II saat admisi 1/2, dan durasi ventilator merupakan faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif. Kata Kunci : Acute Kidney Injury, Faktor Risiko, Mortalitas, Unit Perawatan Intensif ......Background Acute kidney Injury AKI in ICU associated with increased mortality rate, morbidity post AKI, and high health care cost. There is no previous study about factors associated with mortality of AKI patients in ICU in Indonesia, especially at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.Aim To identify prevalence, mortality rate, and factors associated with mortality of AKI patients in ICU.Method This is a retrospective cohort study. Data were obtained from all of medical records of AKI patients period January 2015 until December 2016 in ICU at Cipto Mangunkusumo hospital. Association of risk factors age 60 years old, sepsis, ventilator, duration of ventilator, oligoanuria, and APACHE II score at admission and mortality will be analyzed using STATA Statistics 15.0. Results AKI prevalence in ICU was 12,25 675 subjects from total 5511 subjects . A total of 220 subjects out of 675 subjects AKI died at ICU. Sepsis OR 6,174 95 CI 3,116 12,233 , oligoanuria OR 4,173 95 CI 2,104 8,274 , ventilator OR 3,085 95 CI 1,348 7,057 , APACHE II score at admission 1 2 OR 1,597 95 CI 1,154 2,209 , and duration of ventilator OR 1,062 95 CI 1,012 1,114 . were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Conclusion AKI prevalence and mortality rate in ICU at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital were 12,25 and 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, APACHE II score at admission 1 2, and duration of ventilator were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Keywords Acute Kidney Injury, Intensive Care Unit, Mortality, Risk Factor
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Irwansyah
Abstrak :
Pasien-pasien di unit-unit perawatan intensif {ICU) lebih banyak mengalami cedera akibat adverse events hila dibandingkan dengan pasien-pasien yang bukan dirawat di ICU. Banyaknya prosedur yang dilakukan pada pasien-pasien dalam kondisi yang kritis serta banyaknya jumlah dan jenis obat yang digunakan dalam pelayanannya juga meningkntkan resiko yang lebih tinggi hilngga dibandingkan dengan pasien lainnya. Tingginya data mortalitas dan insiden di beberapa ICU rumah saklt umum pusat bantuan regional Departemen Kesehatan menunjukkan belum ada suatu analisis yang mendalam terhadap faklor-faktor penyebab yang berkaitan dengan adverse events di unit perawatan intensif (ICU) pada rumah sakit tersebut. Hasil penelitian didapatkan bahwa adverse events di unit perawatan intensif (ICU) pada !8 (delapan belas) rumah sakit umum di Indonesia yaitu sebesar 42,7 %. Faktor faktor tidak baik, prosedur tidak lengkap, kurangnya kelengkapan dan pemeliharaan alat, berkontribusi dalarn terjarlinya adverse events di ICU pada 18 nrumah sakit. Pemahaman staf dan perawat ICU terhadap patient safety di unit perawatan intensif (ICU) sangat kurang. Penyebab dari beban kerja perawat tidak sesuai yaitu sumber daya manusia yang terbatas, uraian tugas yang tidak jelas, rasio antara petugas dengan pasien tidak sesuai, mengetjakan pekexjaan yang bukan wewenangnya dan kurangnya pelatthan. Behan kelja perawat yang tinggi berdampak stress kerja perawat. Penyebab komunikasi yang karang baik yaitu masib adanya gap antara perawat senior dan perawat yunior dalam berkomunikasi, kepala unit tidak mengikuti morning briefingkomunikasi yang kurang antara tim klinis. Miskomu­nikasi juga menyebabkan terjadinya medication error di lCU. Peralatan kesehatan tidak lengkap dan tidak sesuai standar lCU, scrta tidak adanya prosedur tertulis tentang pemakaian alat. Pimpinan unit dan supervisi klinis belum menjalankan tugrumya dengan baik. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat tentang patient safety, meningkatkan peranan kepala unit, kepala ruangan, komite keperawatan dan supervisi klinis, menetapkan standar prosedur asuhan keperawatan, prosedur pemakaian dan pemeliharaan alat serta prosedur komunikasi bagi perawat di ICU, menambab surnber daya manusia kesehatan {SDMK), meningkatkan pelatihan bagi perawat, menfasilitasi sistem infOnnasi kesehatan melalui Information Technology.
Patients in intensive care units (lCUs) may be more likely than non-ICU patients to be injured by adverse events. The procedures performed on critically ill patients and the quantity and type of drugs used in their care may also increase their risk relative to non-ICU patients. The height data incident and mortality in some ICU aids centers publics hospitals regional Department of Public Healths show there is no an circumstantial analyses to factors cause of related to adverse events intensive care units ( ICU) at the hospital. It was found from the research that adverse events in intensive care unit (!CU) at 18 (eighteen) public hospitals in Indonesia that is 42,7 %. Factors like: inappropriate nurse work load poor communications, incomplete procedure Jack of equipment and conservancy of appliance, contribution in the happening of adverse events in ICU at 18 hospitals. Understanding of nurse and staff!CU to patient safety in intensive care unit ( ICU) hardly less. The cause of inappropriate nurse work load that is limited resource, breakdown of ill defined duty, ratio between officers with inappropriate patients, do work which not the authority and lack of training, High nurse work load affect stress working nurse. The cause of unfavourable communications that is still existence of gap between senior and junior nurses in communicating, lead unit don't follow morning briefing, communications which less between teams. Miscommunication also cause medication errors in ICU. Incomplete equipments and also procedure inexistence. Leader of unit and clinical supervise not yet implement the duty. From this research result suggested to the side of hospital for increasing knowledge and understanding of nurse concerning patient safety increase role of unit director, room director, treatment committee and clinical supervise, specify treatment upbringing procedure standard, usage procedure and conservancy of appliance and also communications procedure for nurse in ICU add health human resource, increase training for nurse, health information system facility through Information Technology {IT) in the form of white line as decision support system.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21060
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Qolby Lazuardi
Abstrak :
ABSTRACT
Unit Perawatan Intensif (UPI) merupakan bagian rumah sakit yang berfungsi untuk melakukan perawatan pada pasien yang mengalami penyakit dengan potensi mengancam nyawa. Data menunjukkan angka mortalitas pasien UPI dewasa di seluruh dunia memiliki rerata sekitar 10-29%, sedangkan di RSCM berada di kisaran 28,63-33,56%. Keadaan tersebut membuat kemampuan memprediksi luaran mortalitas menjadi penting untuk menentukan perawatan yang tepat. Logistic Organ Dysfunction System (LODS) merupakan salah satu metode skoring yang dapat digunakan untuk memprediksi luaran mortalitas pasien, namun penelitian untuk menguji hal tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan skor LODS dalam memprediksi luaran mortalitas pasien dewasa UPI RSCM. Penelitian ini menggunakan 331 sampel data rekam medik pasien UPI RSCM, didapati hasil bahwa rerata pasien meninggal memiliki skor LODS yang lebih besar daripada pasien yang hidup, yaitu rerata 5,854 (median: 6) pada pasien meninggal, dan rerata 2,551 (median: 2) pada pasien yang hidup. Pada uji kalibrasi, didapati hasil Hosmer-Lemeshow test sebesar 0,524, yang menandakan hasil uji kalibrasi yang baik (>0,05). Sedangkan pada uji diskriminasi menggunakan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC), nilai Area Under the Curve (AUC) sebesar 79,2%, yang menandakan kemampuan diskriminasi dari skor LODS cukup (70-80%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor LODS dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam memprediksi luaran mortalitas pasien UPI RSCM.
ABSTRACT
Intensive Care Unit (ICU) is the part of hospital that do the care for patients with disease that threaten their life. Data shows that the mortality rate in ICU in the whole world revolved aroung 10-29%, and in RSCM revolved around 28,63-33,56%. This condition makes the ability to predict mortality outcome become important to help decide the correct treatment. Logistic Organ Dysfunction System (LODS) is one of scoring method that is able to help predict patients mortality outcome, but there is still no study for this scoring method for adult patients in Indonesia. This study inteded to evaluate the ability of LODS scoring in predicting ICU RSCM patients mortality outcome. This study used 331 ICU RSCM patients as its samples, and the result shows that the mean LODS score of the patients that died is greater than the one that lives, the mean LODS score of the patients that died is 5,854 (median: 6), and the mean score of the patients that lives is 2,551 (median: 2). In calibration test using Hosmer-Lemeshow test, the result shows a good outcome that is 0,524 (P>0,05). While in discrimantion test using Receiver Operating Characteristic (ROC) curve, the Area Under the Curve (AUC) value is 79,2%, showing that the ability of LODS score to discriminate is sufficient. This results show that LOD score can be used as one of the refference to predict patients mortality outcome in ICU RSCM.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah Haras
Abstrak :
Pasien COVID-19 memiliki kondisi klinis mulai dari tanpa gejala (asimtomatik) hingga berat atau kritis. Pasien COVID-19 dengan derajat sakit berat atau kritis berpotensi mengalami komplikasi, gagal organ, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis, sehingga membutuhkan perawatan di Intensive Care Unit (ICU). Pasien yang mendapat perawatan di ICU berisiko lebih tinggi untuk terjadinya Masalah Terkait Obat (MTO) hal ini disebabkan karena kondisi kritis dan penyakit penyerta yang membutuhkan terapi pengobatan yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi MTO pada pasien COVID-19 di ICU RSUI tahun 2020. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis. Klasifikasi MTO yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Identifikasi dilakukan pada 185 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dari penelitian menunjukan adanya MTO pada 38 pasien COVID-19 (20,54%) di ICU RSUI bulan Maret – Desember 2020 dengan kejadian MTO sebanyak 53 kejadian. Kategori MTO yang teridentifikasi, meliputi indikasi yang tidak diobati (3,77%), kesalahan pemilihan obat (5,66%), kegagalan dalam penerimaan obat (1,89%), dosis berlebih (1,89%), reaksi obat tidak diinginkan (7,55%), potensi interaksi obat (79,25%), dan tidak ditemukannya kejadian dosis subterapi serta penggunaan obat tanpa indikasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI berpotensi mengalami masalah terkait obat. ......COVID-19 patients have clinical conditions ranging from asymptomatic to severe or critical. COVID-19 patients with severe illness may experience complications, organ failure, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, and septic shock, thus requiring treatment in the Intensive Care Unit (ICU). Patients who receive treatment at the ICU are at a higher risk for the occurrence of Drug-Related Problems (DRPs) this is due to critical conditions and comorbidities that require complex treatment therapy. This study aims to identify DRPs in COVID-19 patients at ICU RSUI in 2020. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions and medical records. The DRPs classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Identification was carried out on 185 patients who met the inclusion and exclusion criteria. The results of the study showed the presence of DRPs in 38 COVID-19 patients (20,54%) at ICU RSUI in March – December 2020 with 53 DRPs events. Identified DRPs categories, included untreated indications (3,77%), improper drug selection (5,66%), failure to receive drugs (1,89%), overdosage (1,89%), adverse drug reactions (7,55%), potential drug interactions (79,25%), and there were no events of subtherapeutic dosage and drug use without indication. Therefore, it can be concluded that treatment in COVID- 19 patients at ICU RSUI has the potential to experience drug-related problems.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Okyno
Abstrak :
Latar belakang: Penilaian nyeri pada pasien-pasien UPI cukup sulit dikarenakan kendala komunikasi yang mereka dapatkan. Untuk penilaian pada pasien UPI digunakan skala evaluasi seperti Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). Skala CPOT dikembangkan oleh Gellinas pada tahun 2006, dibuat dalam bahasa Prancis lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris dan sudah dinilai kesahihannya. Pemakaian skala CPOT di UPI RSCM bisa dilakukan, namun jika diterjemahkan akan mempermudah sosialisasi dan pemahaman dalam penilaian skala CPOT. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada populasi, harus dinilai kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah menilai kesahihan CPOT dalam penggunaannya menilai nyeri pada pasien dengan Skala Koma Glagow di bawah 14 di UPI RSCM. Metode: Studi observasional, potong lintang dengan pengukuran berulang dilakukan terhadap pasien yang dirawat di UPI RSCM April ? Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan Cronbach α dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Ketanggapan dinilai dengan Besar efek. Hasil: Selama penelitian terkumpul 33 pasien dengan Skala Koma Glasgow di bawah 14 baik terintubasi maupun tidak di UPI RSCM. Skala CPOT memiliki kesahihan yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.145, 0.393 dan ? 0.205 untuk laju nadi, MAP dan skor Ramsay. Keandalan CPOT baik dengan ICC 0.981 (p<0.001) dan nilai Cronbach α 0.893. Ketanggapan CPOT juga baik dengan nilai Besar efek untuk penilaian pagi, siang dan malam adalah 2.11, 2.25 dan 2.33. Kesimpulan: CPOT sahih dalam menilai nyeri untuk pasien dengan skala koma glasgow di bawah 14 di UPI RSCM. ......Background: Assessment of Pain on ICU patient is difficult due to communication problems. To assess pain on ICU patient, we use behavioural scale such like Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). The CPOT scale was developed in French language and had been translated to English with the validity being checked. Using CPOT in ICU RSCM is doable, but if the scale is translated to Indonesian language, the understanding and socialization will be much better.However this scale must be validated before it?s use in RSCM population. The aim of this study is to validate CPOT scale in its use to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM. Method: An Observational, cross sectional, repeated measures was done to patients hospitalized in the ICU Cipto Mangunkusumo Hospital from April to May 2013. Validation was assessed by Spearman Correlation test while reliability was analyzed using Cronbach α and intraclass correlation coefficient (ICC). Responsiveness was assessed by Effect Size Results: A total of 33 patients with Glasgow Coma Scale below 14 either intubated or not were included in this study. The CPOT Scale has a good validation with significant correlation 0.145, 0.393 and -0.205 respectively for heart rate, MAP and Ramsay score. CPOT Scale has good reliability with ICC score 0.981 (p<0.001) and Cronbach α 0.893. Responsiveness for CPOT is also good with Effect Size on morning, afternoon and evening assessment are 2.11, 2.25 and 2.33 respectively. Conclusion: CPOT scale is valid to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Kurniawati
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Trakeostomi merupakan tindakan yang umum dilakukan di unit perawatan intensif. Tindakan trakeostomi dapat menurunkan hambatan udara jalan napas, memiliki potensi untuk menurunkan obat sedasi dan pneumonia terkait ventilator sehingga diharapkan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien di unit perawatan intensif. Namun batasan waktu untuk melakukan trakeostomi pada pasien kritis yang diprediksikan akan memerlukan bantuan ventilasi jangka panjang hingga saat ini masih dalam perdebatan karena berbagai penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang berbeda-beda.

Tujuan Mengetahui hubungan antara saat trakeostomi dengan mortalitas perawatan unit intensif. Mengetahui insiden mortalitas antara trakeostomi dini dan lanjut pada pasien perawatan unit intensif dengan ventilasi mekanik.

Metodologi Penelitian dengan desain kohort retrospektif, dilakukan terhadap 162 pasien kritis dengan ventilasi mekanik yang menerima tindakan trakeostomi selama perawatan intensif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada kurun waktu Januari 2008-Desember 2012. Data saat untuk melakukan trakeostomi, klinis, laboratorium, dan radiologis dikumpulkan. Pasien diamati untuk melihat kejadian mortalitas selama perawatan intensif. Analisis hubungan antara saat trakeostomi dengan mortalitas perawatan intensif menggunakan tes X2. Analisis multivariat dengan regresi logistik digunakan untuk menghitung adjusted odds ratio (dan interval kepercayaan 95%) antara kelompok trakeostomi dini dan lanjut untuk terjadinya mortalitas perawatan intensif dengan memasukkan variabel-variabel perancu sebagai kovariat. Hasil

Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara trakeostomi dini dan lanjut dengan mortalitas unit perawatan intensif pada uji X2 (p=0,07) dengan RR 0,67 (IK95% 0,51-1,05). Insiden mortalitas pada trakeostomi dini dan lanjut sebesar 28,4% dan 42%. Kesimpulan

Kelompok trakeostomi dini cenderung untuk memiliki insiden mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan trakeostomi lanjut. Namun saat trakeostomi tidak berhubungan dengan mortalitas unit perawatan intensif secara statistik.
ABSTRACT
Background Tracheostomy is a common procedure in the intensive care unit . Tracheostomy can reduce airway resistance, the usage of sedation and ventilator-associated pneumonia. Based on these advantages, tracheostomy can potentially reduce ICU mortality and morbidity . But the timing to perform a tracheostomy in critically ill patients who are predicted to require long-term ventilatory support is still under debate, because previous studies showed different results.

Objective Investigating the association between tracheostomy timing with intensive care unit mortality. Knowing the incidence of ICU mortality between early and late tracheostomy in patients with mechanical ventilation in intensive care unit.

Methods Retrospective cohort study design was conducted on 162 critically ill patients in mechanical ventilation. These patients also underwent tracheostomy procedure during intensive care treatment in Cipto Mangunkusumo during period from January 2008-December 2012. The timing to tracheostomy, clinical, laboratory, and radiological data were collected . Patients were observed for the incidence of mortality during intensive care. Chi Square test was used to analyze the relationship between tracheostomy timing with intensive care unit mortality. Multivariate analysis with logistic regression was used to calculate adjusted odds ratios ( and 95% confidence intervals ) between early and late tracheostomy group to the intensive care mortality by including confounding variables as covariates .

Results There is no significant association between early and late tracheostomy with the intensive care unit mortality ( p = 0.07 ) with a risk ratio (RR) of 0.67 ( CI 95 % 0.51 to 1.05 ) . The incidence of mortality in early and late tracheostomy was 28.4 % and 42 % .

Conclusion Early tracheostomy group tended to have a lower mortality incidence compared with late tracheostomy. Association between timing to tracheostomy with the intensive care unit mortality was not statistically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library