Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Wulan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kinayung Syafira Aratuza
Abstrak :
Penelitian ini ingin mengungkap proses adaptasi arsitektur vernakular suku Bajo di desa Mola Kepulauan Wakatobi dalam mengahadapi modernitas. Suku Bajo adalah suku yang kehidupannya tidak pernah jauh dari laut, bergerak, bekerja dan tinggal di atas perahu, namun saat ini sebagian besar suku Bajo telah bermukim di pesisir pantai, hal ini terjadi karena pemerintah yang sejak dulu ingin membawa suku bajo ke daratan agar memiliki identitas dan teritori yang jelas. Perpindahan suku Bajo dari laut ke darat menyebabkan mereka terpaksa beradaptasi dengan lingkungan baru yang akhirnya menciptakan pemaknaan baru dalam kehidupan suku Bajo. Meskipun memiliki rumpun dan etnis yang sama, perkembangan tiap suku Bajo ditiap daerah pastilah memiliki cara tersendiri, yang membedakan adalah cara masyarakat beradaptasi dan memaknai rumah, sehingga rumah suku Bajo Mola merupakan salah satu objek yang mengalami proses adaptasi, perpindahan, dan perubahan. Tujuan penelitian ini adalah unuk mengetahui sejarah perkembangan arsitektur vernakular Suku Bajo di Desa Mola dan proses adaptasinya dalam menghadapi modernitas. serta melihat perubahan apa yang terjadi pada proses adaptasi tersebut terhadap kebudayaan dan identitas asli suku Bajo di Desa Mola. Penelitian dilakukan di Pemukiman Suku Bajo desa Mola Kepulauan Wakatobi. Metode penelitian yang digunakan adalah interpretasi historis dengan dua proses, pertama menganalisis bukti yang tertinggal untuk menghasilkan fakta dan kedua melakukan interpretasi sejarah, peneliti menggunakan 3 tahap dalam proses adaptasi yaitu inception, implementation, dan disposal, sebagai alat untuk menganalisa suku Bajo Mola. Penelitian ini membuktikan bahwa Suku Bajo Mola dalam menghadapi kehidupan modern tidak lantas menghilangkan atau mengganti aspek kehidupan terdahulu mereka dengan yang baru, namun mereka beradaptasi, menyesuaikan diri dengan tetap menjaga hal- hal yang penting untuk mereka yaitu kehidupan yang tetap berorientasi kepada lautan. ......This study aims to reveal the process of adapting the vernacular architecture of the Bajo tribe in Mola village, Wakatobi Islands in the face of modernity. The Bajo tribe is a tribe whose life is never far from the sea, moves, works and lives on boats, but now most of the Bajo tribe have settled on the coast, this is because the government has always wanted to bring the Bajo tribe to the mainland in order to have a clear identity and territory. The movement of the Bajo tribe from sea to land forced them to adapt to a new environment which eventually created a new meaning in the life of the Bajo tribe. Even though they have the same family and ethnicity, the development of each Bajo tribe in each area must have its own way, the difference is the way the community adapts and interprets the house, so that the Bajo Mola house is one of the objects that undergo a process of adaptation, displacement, and change. The purpose of this study was to determine the history of the development of Bajo vernacular architecture in Mola Village and its adaptation process in the face of modernity. and see what changes have occurred in the adaptation process to the culture and original identity of the Bajo tribe in Mola Village. The research was conducted in the Bajo Tribe Settlement, Mola Village, Wakatobi Islands. The research method used is historical interpretation with two processes, firstly analyzing the remaining evidence to produce facts and secondly performing historical interpretation, the researcher uses 3 stages in the adaptation process, namely inception, implementation, and disposal, as a tool to analyze the Bajo Mola tribe. This research proves that the Bajo Mola Tribe in dealing with modern life does not necessarily eliminate or replace aspects of their previous life with new ones, but they adapt, adjust while maintaining the things that are important to them, namely life that remains oriented to the ocean.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Tsabitah
Abstrak :
Bangunan Kura dari Jepang, seperti bangunan vernakular pada umumnya, memiliki rekam jejak performa yang baik dalam ketahanan terhadap gempa. Selain itu, bangunan Kura juga memiliki kelebihan tahan api, yang merupakan salah satu aspek penting dari bangunan tahan gempa. Namun, bangunan vernakular tidak dibangun oleh ahli bangunan dan belum teruji ketahanan gempanya dibanding kemajuan teknologi anti gempa sekarang, sehingga istilah bangunan vernakular tahan gempa masih banyak diragukan. Standar bangunan tahan gempa yang berlaku saat ini dapat menentukan apakah bangunan Kura dapat dikategorikan bangunan tahan gempa. Pada penulisan ini, dilakukan pembahasan mengenai ketahanan gempa bangunan Kura dengan mengkomparasi aspek-aspek bangunan Kura dengan poin-poin penilaian yang disusun dari beberapa standar bangunan tahan gempa. Standar yang digunakan adalah standar bangunan tahan gempa untuk bangunan dengan sistem struktur yang relevan dengan bangunan Kura yaitu struktur frame kayu dengan konstruksi dinding lumpur, serta standar bangunan tahan gempa untuk bangunan non-engineered, karena bangunan vernakular termasuk dalam kelompok bangunan ini yaitu bangunan yang tidak dibangun oleh ahli bangunan. Penulisan ini menggunakan metode kuantitatif dan penulisan deskriptif. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa bangunan Kura memenuhi sebagian besar poin-poin standar bangunan tahan gempa, sehingga bangunan Kura dapat dikategorikan sebagai bangunan tahan gempa menurut standar bangunan tahan gempa yang berlaku saat ini.
Kura building from Japan, like other vernacular buildings in general, has good records of performance on its resistance against an earthquake. In addition, the Kura also has fire retardant advantage which is an important aspect of earthquake-resistant building. However, vernacular buildings were not built by engineer and had not been tested on their earthquake-resistance compared with current earthquake-resistant technology advances, so the term ?earthquake-resistant vernacular buildings? is still largely doubted. Current earthquake-resistant building codes can determine whether the Kura can be categorized as an earthquake-resistant building. This thesis discussed about Kura's earthquake-resistance by comparing the building aspects with assessment points compiled from several earthquake-resistant building codes. The standards used were earthquake-resistant building codes for buildings with structural system that are relevant to the Kura, which is wooden frame structure with earthen walls construction, and also earthquake-resistant building codes for non-engineered buildings, since vernacular buildings are included in non-engineered buildings which is buildings that were not built by engineer. This thesis used quantitative method and descriptive writing. Result of the analysis showed that the Kura met most of the standards, that way the Kura can be categorized as an earthquake-resistant building according to earthquake-resistant building codes applied in the present.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezqi Adhika Prasetya
Abstrak :
ABSTRAK
Shelter sebagai hunian bagi manusia terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Kemajuan teknologi dan inovasi yang terus bermunculan turut membantu dalam proses perkembangan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pengadaan hunian terkendala dengan permasalahan populasi yang terus bertambah dengan lahan yang terbatas. Solusi hadir dengan cara yang berbeda dan disesuaikan dengan lingkungan sekitar atau lebih dikenal dengan lokalitas. Penerapan konsep compact house merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam arsitektur hunian Jepang. Studi kasus dilakukan dengan melihat prinsip compact house di Jepang untuk kemudian dikaitkan dengan compact house di Indonesia. Di Indonesia konsep tersebut coba diterapkan dengan mempertimbangkan aspek lokalitas yang dimiliki. Di Jepang, dominasi aspek budaya pada lokalitas mempengaruhi konsep compact house. Sedangkan di Indonesia, lokalitas hadir sebagai respon terhadap iklim dalam mendukung konsep compact house.
ABSTRACT
Shelter as a shelter for humans had been developed until now. Advances in technology and innovation that keeps popping helped in the development process. Over time, the provision of shelter is plagued with problems of growing population with limited land. The solution comes in different ways and adapted to the surrounding environment or better known as the locality. The application of the concept of compact house is one way in which the Japanese residential architecture. The case study done by looking at the principles of the compact house in Japan for later attributed to the compact house in Indonesia. In Indonesia the concept of trying to apply by considering the locality owned. In Japan, the dominance of the cultural aspects of the locality affect the concept of the compact house. While in Indonesia, locality comes as a response to the climate in favor of the concept of compact house.
2016
S62807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalil Gibran
Abstrak :
ABSTRACT
Arsitektur vernakular merupakan arsitektur lokal yang terbentuk dari proses budaya dan tradisi dari suatu daerah. Keberadaan arsitektur vernakular di daerah urban menjadi perhatian penulis untuk menjadi bahan penelitian skripsi ini karena kemajemukan budaya yang berada di daerah urban tentu memengaruhi nilai-nilai dari arsitektur vernakular. Kemajemukan budaya di daerah urban membuat adanya implikasi budaya sehingga terjadinya penggabungan budaya urban dengan nilai-nilai vernakular yang dimiliki oleh suatu komunitas. Dalam penelitian skripsi ini, tinjauan arsitektur vernakular yang berada di daerah urban dilakukan terhadap rumah tempat tinggal yang berasal dari sebuah keluarga yang melakukan pemindahan rumah dari Gemolong ke Ciracas, Jakarta Timur. Pemilik rumah merupakan orang Jawa yang menganut budaya dari Gemolong sehingga memiliki nilai-nilai budaya dan tradisi yang dibawa kepada rumahnya. Dalam studi kasus ini arstitektur vernakular ditinjau dengan pendekatan secara arsitektural serta menggali nilai vernakular melalui nilai abstrak dan fisik yang dimiliki oleh rumah tempat tinggal keluarga dari Gemolong.
ABSTRACT
Vernacular architecture is a local architecture formed from cultural processes and traditions of an area. The existence of vernacular architecture in urban areas become an attention to the authors to be the subject of this thesis research because of the cultural diversity that is in the urban area would affect the values of vernacular architecture. The cultural pluralism in urban areas makes cultural implications so that the incorporation of urban culture with the vernacular values possessed by a community. In this thesis research, a review of vernacular architecture located in the urban area is done to the residential house that comes from a family who do the displacement of the house from Gemolong to Ciracas, East Jakarta. Homeowners are Javanese who embrace the culture of Gemolong so have cultural values and traditions brought to his home. In this case study the vernacular architecture is reviewed in an architectural approach and explores vernacular value through the abstract and physical value of the family home of Gemolong.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Noor Khilmia Adkhanti
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem kepercayaan menjadi penuntun masyarakat dalam menjalani kehidupan. Sehingga terciptanya kehidupan yang sesuai dengan tatanan sosial yang sudah dirancang. Tabu merupakan bentuk sistem kepercayaan yang hidup dalam pola pikir masyarakat. Hal tersebut berkembang dari sebuah pengelaman budaya, seringkali berkaitan dengan mitologi kisah yang menciptakan sebuah larangan. Sebuah kampung pada Pulau Seram berdiri kokoh di tengah masyarakat yang mulai berkembang menuju masyarakat urban. Budaya dan adat menyelimuti teritori kampung, membuat warga seolah tidak terusik oleh modernisasi. Numa Posune-tempat pengasingan wanita mentrusasi dapat dijadikan sebagai sebuah contoh. Perempuan menstruasi dianggap kotor bagi masyarakat kampung Rohua. Hal tersebut memunculkan sebuah tabu, dimana lelaki dilarang membuat kontak fisik maupun visual terhadap wanita menstruasi atau mereka akan terkena penyakit. Fenomena tersebut menunjukkan bagaimana masyarakat yang masih kuat memegang tradisi, memperlihatkan bahwa tabu menjadi pengontrol kehidupannya. Skripsi ini membahas terkait pembentukan pola permukiman yang diakibatkan oleh sebuah tabu, sebagai kontrol dalam konteks permukiman rural. Metode yang digunakan dengan mengeksplorasi kehidupan masyarakat kampung Rohua secara langsung dan melihat bagaimana peran tabu dalam permukiman. Tabu secara kuat menjadi identitas serta salah satu kunci utama dalam mengatur konfigurasi spasial permukiman. Hal tersebut kemudian berdampak pada aktivitas warga terlebih yang berkaitan dengan penggunaan ruang permukiman. Temuan menunjukkan bahwa tabu kuat mempengaruhi pembentukan ruang permukiman masyarakat tradisional, salah satunya kampung Rohua.
ABSTRACT
Belief system leads society in living their life. Therefore, life prevails based on the designated social structure. Taboo is a belief that lives in the mindset of a society. It develops from a certain cultural experience, and is related to mystical things that often impose prohibitions. A village in Pulau Seram stands firm in the middle of society inhabiting an area which begins to evolve into urban area. The societys tradition lives throughout the village territory and strongly influences the villagers living space, making these villagers seem to be undisturbed by the modernization amid its existence. Take numa Posune-a place of seclusion for women on periods-as an example. Women in their period are considered impure to the villagers. This belief encourages a taboo to appear, as for men are not allowed to make contact, both visual and physical, to period women, otherwise the men will get sick. This shows how in society that still holds a strong tradition, taboo controls the societys life until now. This paper discusses settlement pattern formed as an effect of taboo and the role of taboo as a social control in rural contexts. The method of this study was exploring Kampung Rohuas life directly and seeing the role of taboo towards Kampung Rohua. Taboo strongly characterized the settlement and the main key of the spatial configuration. Its also affects society up to their daily activities especially those that are spatially related in the settlements. The findings shows that taboo strongly influenced the formation of space in a traditional rural settlement, in this case in Kampung Rohua.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji arsitektur vernakular ruang pajang kerajinan gerabah di Desa Kasongan serta memperoleh elemen-elemen inti (tetap) dan prifernya. Penelitian ini menggunakan domain evolusi (kontinyuitas dan perubahan) dalam pendekatannya serta pembahasan dengan metode klasifikasi, deskripsi dan eksplanasi. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan rancangan arsitektur vernakular di daerah pengrajin gerabah, khususnya diDesa Kasongan, untuk menungjang daerah tersebut sebgai salah satu daerah tujuan wisata.
Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, 2002
604 JT 11:1 2002
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Tjahjono
Abstrak :
ABSTRAK
Pemukiman vernakular bertahan melampaui berbagai zaman yang penuh dengan perubahan teknologi, sosial, ekonomi. Jenis pemukiman ini menjadi komponen permukiman terbesar di negara-negara berkembang. Meski kehadiran mereka menarik perhatian para pakar sehingga ingin mempelajarinya, istilah venakuler selalu berada dalam posisi yang kurang bergema bila dibandingkan dengan pembangunan bergaya tinggi. Pemukiman verkuler sering diasosiasikan dengan primitif, miskin, dan tanpa pencipta. Mungkin pengkaji masalah vernakuler terlalu romatisasikan kenyataan fisik dan mengabaikan aspek tak teraga fenomena ini. Hal ini membuka suatu kesempatan untuk menjual citra vernakuler ke industri turisme dan menimbulkan masalah kontekstual dan makna tradisi kebudaannya.

Tulisan ini membahas mengenai masalah di sekitar permukiman vernakuler dalam beraneka konteks fisik dan sosial. Ia mencoba menjernihkan kerangka konsep yang timbul dalam telaahan permukiman vernakular untuk kemudian menyediakan pandangan lain tentang jenis kehidupan komunal yang tertua di dunia ini.

Untuk melakukan hal tersebut, penulis perlu meninjau gejala ini dari (sebagai orang) dalam dan dari luar. Pandangan dari luar sering memulai dengan suatu konsep awal dan meninjau gejalanya, sementara itu, pandangan dari dalam menampilkan harapan masyarakat yang menghasilkan jenis permukimannya. Berdasarkan pengamatan atas beberapa lokasi permukiman verkular ada indikasi kuat bahwa generasi mudanya telah siap merubah keadaan mereka, tetapi generasi tua masih ingin mempertahankan keadaan seperti apa adanya. Sikap-sikap demikian mungkin membuat permukiman jenis ini tidak berkembang dan cenderung tidak terurus. Hal ini juga dapat berkonsekuensi lebih jauh dengan gejala semakin terpunahnya pengetahuan tradisi lisan yang bernilai dalam waktu dekat. Dengan perubahan sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dalam zaman informasi ini, suatu pandangan inklusive mungkin dapat menyiapkan tindakan-tindakan tepat untuk mengembangkan jenis permukiman ini.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>