Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gede Yuda Atmaja
Abstrak :
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mebandingkan efek analgetik, efek samping, lama rawatan dan perbandingan biaya antara ketorolac intravena dengan Meloxicam oral pada pasien pasca ureterorenoskopi. Metode: Pasien yang menjalani tindakan ureterorenoskopi di Rumah Sakit Meuraxa, Banda Aceh dari bulan Juli sampai September 2017. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok terapi analgetik dengan ketorolac 30 mg dan kelompok Meloxicam 7,5 mg. Efek analgetik kedua kelompok diamati selama dalam rawatan di rumah sakit yang dinilai dengan Visual Analog Scale VAS . Hubungan antar variabel dinilai dengan menggunakan Chi Square dan Mann-Whitney U. Hasil: 46 pasien yang terlibat dalam penelitian ini dengan rata-rata usia 40.57 13.53 tahun, dimana 23 pasien mendapat terapi ketorolac dan 23 pasien mendapat terapi meloxicam. Lama rata-rata rawatan pada kedua kelompok pasien adalah 3.13 0.46 hari. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada nilai VAS pada kedua kelompok analgetik baik pada rawatan hari pertama p 0.134 , kedua p 0.623 maupun ketiga p 0.529 . Komplikasi yang paling sering dikeluhkan pasien adalah mual, yang terjadi 7 30.4 pasien kelompok ketorolac dan 2 8.7 pasien kelompok meloxicam, namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok ini p 0.063 . Terdapat perbedaan yang cukup jauh pada biaya yang diperlukan untuk terapi analgetik selama dalam perawatan, dimana kelompok ketorolac rata-rata menghabiskan Rp. 162.384,00 sedangkan kelompok meloxicam sebesar Rp. 5.604,00. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok analgetik baik dari nilai VAS, efek samping maupun lama rawatan di rumah sakit. Namun kelompok analgetik meloxicam memerlukan biaya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok analgetik ketorolac. ...... Aim: Purpose of this study to compare analgesic effects, side effects, length of hospitalization and cost between intravenous ketorolac and oral Meloxicam in post ureterorenoscopy patients. Methods: Patients undergoing ureterorenoscopy at Meuraxa Hospital, Banda Aceh from July to September 2017. Patients who met the inclusion criteria were divided into two groups, analgetic therapy with ketorolac 30 mg group and the Meloxicam 7.5 mg group. The analgesic effects of both groups were observed during the hospitalization and assessed with Visual Analog Scale VAS . Association between variables were assessed using Chi Square and Mann Whitney U. Results: Forty six patients were involved in this study with an average age of 40.57 13.53 years, 23 patients received ketorolac therapy and 23 patients received meloxicam therapy. The mean length of hospitalization in both groups was 3.13 0.46 days. There was no significant difference in VAS values in both analgesic groups on the first day p 0.134 , second day p 0.623 or third day p 0.529 . The most common side effect was nausea, which occurred in 7 30.4 patients of ketorolac group and 2 8.7 patients in the meloxicam group, but there was no significant difference in both groups p 0.063 . There is a considerable difference in the costs required for analgesic therapy during hospitalization, in which the average ketorolac group spends Rp 162.384,00 while the meloxicam group spends Rp 5.604,00. Conclusion: There were no significant differences in both analgesic groups either from VAS values, side effects or length of hospitalization. However, the meloxicam analgesic group requires a lower cost when compared with the ketorolac group
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prahara Yuri
Abstrak :
Pendahuluan: Pengobatan analgesik yang ideal pasca operasi harus dapat membantu untuk menghilangkan rasa nyeri yang cepat dan efektif. Metode Penelitian: 80 pasien yang menjalani tindakan endoskopi urologi di Rumah Sakit Kardinah. Efek analgesik dinilai menggunakan Skala Analog Visual VAS. Hasil Penelitian: Pada kelompok eksperimen, tidak ada perbedaan antara kelompok B phenazopyridine HCl dan C natrium diklofenak p> 0,05. Grup A asam pipemidat menunjukkan efek analgesik yang lebih menguntungkan daripada B dan C p ...... Introduction: The ideal postoperative analgesic treat ment should provide rapid and effective pain relief. Methods: The 80 patients who underwent endoscopic urological surgery at Kardinah Hospital. The analgesic effects were assessed using the Visual Analog Scale VAS. Results: In the experimental group, there was no difference between groups B phenazopyridine HCl and C sodium diclofenac p 0.05. Group A pipemidic acid demonstrated a more favourable analgesic effect than B and C p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peri Eriad Yunir
Abstrak :
ABSTRAK
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN menjadi prosedur standar donor ginjal hidup di beberapa negara, termasuk Indonesia, khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada LLDN digunakan drain sebagai alat monitoring pasca operasi. Penelitian Randomized Controlled Trial ini dilaksanakan pada 40 pasien donor ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang dibagi ke dalam dua grup; grup tanpa drain dan yang menggunakan drain grup kontrol , untuk membandingkan lama rawatan, skala nyeri, kondisi luka operasi, dan keluhan saluran cerna pasca operasi pada kedua grup. Tidak didapatkan perbedaan pada semua parameter antara LLDN menggunakan drain dan tanpa menggunakan drain.
ABSTRACT
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN has become the standard procedure for living kidney donor in several countries, including Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta. Drainage tube in LLDN is intended as a tool of postoperative monitoring. This randomized controlled trial was performed in 40 LLDN patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, divided into two groups without drainage tube and using drainage tube control group , in order to compare postoperative length of stay, pain scale, surgical wound condition and gastrointestinal tract complaints. There were no differences found in all evaluated parameters within the two groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Herlambang
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Kasus trauma wajah di unit gawat darurat dan operasi elektif dalam penyembuhan lukanya dapat menjdi morbiditas karena parut yang berlebihan. Supaya mendapatkan hasil parut yang baik aplikasi mikropore diperlukan mencegah parut hipertrofik ataupun keloid. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perbedaan kualitas parut antara kelompok yang diaplikasi mikropore dengan kontrol.Metode: Penelitian kohort eksperimental dengan subjek pasien di unit gawat darurat dan operasi elektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Studi ini membandingkan perbedaan kualitas parut pada kelompok perlakuan dengan aplikasi mikropore dibandingkan dengan kontrol. Jumlah sampel minimal 19 sampel tiap kelompok, akan di evaluasi kualitas parut menggunakan VAS setelah enam bulan, oleh salah satu evaluator.Hasil: Dari mei ndash;juni 2016, terdapat 33 pasien dengan 55 parut,dengan grup perlakuan 24 parut, dan pada grup kontrol 29 parut. Parut tersebut dievaluasi nilai VAS score setelah parut terbentuk mnimal 6 bulan. Nilai VAS pada kelompok intervensi didapatkannilai median antara 8 ndash; 9 lebih tinggi dibanding median kelompok control antara 6-8. Nilai rerata pada intervention group 8,50 0,51, lebih besar dibandingkan rerata kelompok control yaitu 7,00 0,38. Dan uji hypothesis nilai VAS dengan nilai p-value < 0,005.Kesimpulan: Nilai VAS pada kelompok perlakuan bermakna lebih baik dibandingkan kontrol,dengan faktor umur ,jenis kelamin dan riwayat keloid atau parut hipertrofik,tidak mempengaruhi perbedaan nilai VAS. Maka disimpulkan aplikasi mikropore pada kualitas parut menjadi pilihan terapi yang lebih baik.
ABSTRACT
Abstract Background There are more traumatic wound cases in emergency department and elective surgery,the result of injuries will healed with excessive scar and morbidity. The microporous paper tappe that can be applied for better scar and to prevent hypertrophic scar and kelloid. The result of this study to compare quality of scar in two groups.Materials and Methods Experimental cohort prospective study, with patient in emergency room and elective operation at Cipto Mangunkusumo Hospital, which meet the inclusion and exclusion criterias. This study to compare the differences scar quality between the intervention group and control group. There are minimal 19 sample each groups, will be evaluated with one evaluator after 6 month,using VAS scoring system.Results From mei to jun 2016,there are 33 patients with 55 sample of scars, the intervention group were 24 scars, and in control group were 29 scars. The scars will be evaluated of VAS score after scar mnimal 6 months. VAS score in the intervention group obtained median value between 8 9 that higher than the median of the control group between 6 8. The mean value in the intervention group is 8.50 0.51, higher than the average of the control group is 7.00 0.38. the result of VAS values with hypothesis test is p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiur Farida I.S.
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui pengaruh LASER tenaga rendah, latihan isometrik tangan dan that rutin pada pasien artritis rematoid (AR) tangan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi metacarpofalangeal. Desain : Pra dan parka perlakuan. Tempat : Polildinik Rehabilitasi Medik Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Perjan RS dr Ciptomangunkusumo Jakarta Subyek : Dua puluh lima pasien wanita yang menderita artritis rematoid tangan di RS dr Cipto Mangunkusumo.Enam orang tidak termasuk dalam kriteria inklusi,dua orang mengundurkan diri dari penelitian. Intervensi : Antara bulan Juli-November 2004, tujuhbelas wanita dengan artritis reumatoid tangan yang masuk dalam kriteria inklusi dilakukan terapi LASER tenaga rendah, latihan penguatan isometrik pads otot tangan dan obat rutin selama empat minggu. Hasil : Hasil penelitian selama empat minggu adanya penurunan nyeri sendi MCP diukur dengan Visual Analog Seale ( VAS) yang bermakna (p<0,001 )dan peningkatan lingkup gerak sendi metacarpofalangeal yang bermakna (p< 0,00 I) Kesimpulan : Terapi LASER tenaga rendah dengan latihan penguatan isometrik otot tangan dan obat rutin dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi metacarpofalangeal pads pasien dengan artritis rematoid tangan.
Objective : To evaluate the influence of low level LASER therapy,isomertric hand strengthening and routine medications in patient with hand rheumatoid arthritis (RA) to reduce pain and increase the range of motion of the metacarpophalanges ( MCP ). Design : Pre and post treatment. Setting : Medical Rehabilitation policlinic, Physical Medicine and Rehabilitation Departement Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Participants : Twenty five female patients with hand rheumatoid arthritis in Cipto Mangunkusumo Hospital. Six subjects did not meet the inclusion criteria, two subjects dropped out from the study. Intervention : Between July and November 2004, seventeen female patients with hand rheumatoid arthritis, who were classified in the inclusion criteria were given low laser LASER therapy, isometric hand srengthening exercise and routine medications for four weeks. Results : After four weeks of intervention there was significant decrease on MCP joint pain, marked by decrease in Visual Analog Scale ( VAS ) (p<0,001) and significant increase of MCP range of motions (p< 0,001 ) Conclusion : Low level LASER therapy combine with isometric hand strenghthening exercise can reduce pain and increase the MCP range of motions in patients with hand rheumatoid arthritis.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Farhaniah
Abstrak :
Operasi impaksi molar 3 mandibula odontektomi dapat menimbulkan komplikasi yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Komplikasi yang sering terjadi yaitu nyeri, pembengkakan dan keterbatasan membuka mulut trismus . Berdasarkan penelitian sebelumnya, akupunktur menunjukkan hasil yang baik terhadap manajemen nyeri paska operasi gigi impaksi molar 3. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap interval waktu bebas nyeri, intensitas nyeri dan kemampuan membuka mulut pasien paska operasi. Sebanyak 44 pasien yang akan menjalani operasi impaksi molar 3 mandibula secara acak dibagi menjadi kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa n=22 dan elektroakupunktur sham dan medikamentosa n=22 . Pada kelompok elektroakupunktur, dilakukan penusukan pada titik ST6 dan ST7 pada sisi yang akan dioperasi, serta LI4 dan LR3 bilateral, kemudian dihubungkan dengan elektroda stimulator frekuensi 3/15 gelombang dense disperse intensitas rendah selama 20 menit. Elektroakupunktur dilakukan sebanyak satu kali sebelum operasi. Penilaian interval pain free time dilakukan sesaat setelah operasi sampai timbulnya nyeri akibat hilangnya efek anestesi lokal, penilaian skor VAS dilakukan pada hari ke-1, 3 dan 7 paska operasi dan penilaian interincisal distance dilakukan pada hari ke-3 dan 7 paska operasi. Hasilnya terdapat perbedaan bermakna interval pain free time pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol p
Impacted third molar operation odontectomy may cause complication that effect the quality of life of the patient. Common complications are pain, swelling and open mouth limitations trismus . Based on previous research, acupuncture showed good results for postoperative dental pain management of third molar impaction. The purpose of this study was to determine the effectivenes of electroacupuncture and medications in pain free time interval, pain intensity and mouth opening ability after surgery. A total of 44 patients undergoing mandibular third molar impaction surgery were randomly divided into groups of electroacupuncture and medication n 22 and electroacupuncture sham and medication n 22 . Electroacupuncture group received 3 15 frequency stimulator electrode of low intensity dense disperse at ST6 and ST7 on the operated side, and bilateral LI4 and LR3 for 20 minutes. Electroacupuncture was given once before surgery. Assessment of pain free time interval was performed shortly after surgery until the pain occurred due to loss of local anesthesia effect, assessment of VAS score were performed on days 1, 3 and 7 post surgery and interincisal distance assessment performed on day 3 and 7 post surgery.The result showed significant differences in pain free time interval in the treatment group compared to the control group p
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Melania Muda
Abstrak :
Latar belakang: Pramugari merupakan salah satu pekerjaan yang sering terpapar stresor ergonomik sehingga sangat rentan terkena gejala gangguan muskuloskeletal. Salah satu cara untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal adalah dengan peregangan otot. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat prevalensi gangguan muskuloskeletal dan pengaruh program latihan peregangan selama 2 mingggu menggunakan video peregangan Kemenkes RI terhadap perubahan intensitas nyeri gangguan muskuloskeletal pada pramugari pesawat komersil di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakanre -post study dengan instrumen Nordic Musculoskeletal Questionnaire dan Visual Analog Scale<. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 92 %  pramugari (n = 75) mengalami gangguan muskuloskeletal pada setidaknya 1 area tubuh dalam 12 bulan terakhir. 34 responden dijadikan sebagai subjek penelitian. Skor tingkat keluhan pada 28 area tubuh sebelum intervensi sebesar median 34 (29-84) dengan intensitas nyeri sebesar median 6 (2-9) masing-masing menjadi median 32 (28 - 67) dan  median 3 (0-9) setelah intervensi. Kesimpulan: Didapatkan adanya perubahan yang bermakna pada skor tingkat keluhan pada 28 area tubuh yang bermakna pada skor tingkat keluhan pada 28 area tubuh (p < 0,001) serta intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi latihan peregangan (p < 0,001). ......Background: Flight attendant (FA) is a job that often exposed to ergonomic stressors so they are very susceptible to symptoms of musculoskeletal disorders. One of the ways to overcome musculoskeletal complaints is to stretching. The aim of this study was to examine the prevalence of musculoskeletal disorders and the effect of a 2-week stretching exercise program using the Indonesian Ministry of Health's stretching video on changes in the intensity of musculoskeletal pain in FA on commercial aircraft in Indonesia. Methods: This is a pre-post study with Nordic Musculoskeletal Questionnaire and Visual Analog Scale as instruments. Results: The results showed that 92% of the FA (n=75) had musculoskeletal disorders in at least 1 area of the body in the last 12 months. 34 respondents were used as subjects. The complaint level score in 28 body areas before the intervention was a median of 34 (29-84) with pain intensity of a median of 6 (2-9) became a median of 32 (28-67) and a median of 3 (0-9) after the intervention, respectively. Conclusion: The stretching exercise program showed significant changes in the complaint level scores in 28 body areas (p<0.001) and pain intensity before and after the stretching exercise intervention (p<0.001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Meison Hardi
Abstrak :
Latar Belakang: Pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) merupakan prosedur invasif terbanyak yang dilakukan di rumah sakit dan merupakan prosedur yang paling sering menyebabkan rasa nyeri pada pasien. Prosedur yang berkaitan dengan jarum akan menyebabkan kecemasan, rasa takut dan trauma pada pasien, baik pasien anak maupun dewasa. EMLA merupakan campuran antara krim lidokain dan prilokain yang dicampurkan dengan perbandingan 1:1 (2.5% : 2.5%), akan menghasilkan campuran eutektik. Banyak penelitian klinis yang menyatakan bahwa EMLA memiliki efek analgesia pada prosedur pungsi vena dan pemasangan PIVC baik pada pasien anak maupun dewasa. VAD dikembangkan berdasarkan teori gate-control of pain yang bekerja dengan cara menimbulkan sensasi getar pada kulit yang akan menurunkan atau menghilangkan transmisi nyeri ke otak. Metode: Penelitian ini adalah uji eksperimental tidak tersamar pada pasien yang akan direncanakan menjalani pembedahan mata di kamar operasi Kirana RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo selama bulan September-Oktober 2018. Sebanyak 56 subjek diambil dengan metod consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok. Pasien secara acak dilakukan pemasangan PIVC dengan bantuan Vibration Anesthesia Device (VAD) atau dengan krim campuran eutektik (EMLA). Keefektifan akan dinilai dari skala nyeri visual analog scale (VAS) nyeri dan perbedaan frekuensi nadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Analisis data dilakukan dengan uji T dan Mann Whitney. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam skala VAS yang dilaporkan oleh subjek dari kelompok VAD 13.65 (10.25-18.17) dan EMLA 12.57 (8.97-17.61) dengan nilai p=0.706. Perubahan frekuensi nadi antara kedua kelompok juga menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan (p=0,557). Namun, didapatkan peningkatan frekuensi nadi yang lebih tinggi pada kelompok VAD 2 (-3 -19 ) dibandingkan kelompok EMLA 2 (-3 -16 ). Simpulan: VAD sama efektif dibandingkan dengan EMLA dalam mengurangi nyeri pada pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC)
Background: Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) is the most invasive procedure carried out in a hospital and is the procedure that most often causes pain in patients. Needle-related procedures will cause anxiety, fear and trauma in patients, both pediatric and adult patients. EMLA is a mixture of lidocaine cream and prilocaine mixed with a ratio of 1: 1 (2.5%: 2.5%), which will produce an eutectic mixture. Many clinical studies have stated that EMLA has analgesic effects on venous puncture procedures and the insertion of PIVC in both pediatric and adult patients. VAD was developed based on the gate-control of pain theory that works by causing a vibrating sensation on the skin which will reduce or eliminate pain transmission to the brain. Methods: This is an experimental study that is not disguised in patients who are planned to undergo eye surgery in the Kirana operating room, Dr. Cipto Mangunkusumo hospital during September-October 2018. A total of 56 subjects were taken by consecutive sampling method and divided into 2 groups. Patients were randomly assigned to PIVC insertion with Vibration Anesthesia Device (VAD) or with eutectic mixed cream (EMLA). Effectiveness will be assessed from pain visual analog scale (VAS) and heart rate frequency differences before and after insertion. Data analysis was performed by T-Test and Mann Whitney test. Results: There were no significant differences in the VAS scale reported by subjects from the VAD group 13.65 (10.25 -18.17) mm and EMLA group 12.57 (8.97-17.61) mm with p = 0.706. Changes in pulse frequency between the two groups also showed no significant differences (p = 0.557). However, there was a higher increase in pulse frequency in the VAD 2 group (-3 -19) compared to the EMLA 2 group (-3 -16). Conclusion: VAD is equally effective compared to EMLA in reducing pain in Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) insertion.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Sendi lutut adalah sendi yang paling sering terkena OA. Stabilitas dinamik sendi lutut dipengaruhi oleh otot-otot kuadrisep dan hamstring. Untuk mengoptimalkan gaya yang dihasilkan oleh otot, program latihan peregangan harus terintegrasi dalam program latihan penguatan pada OA. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan efek berbagai teknik peregangan terhadap hasil latihan isotonik pada pasien OA lutut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efek teknik peregangan statik dibandingkan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF terhadap outcome visual analog scale VAS, lingkup gerak sendi LGS, kekuatan otot, dan kemampuan berjalan latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut. METODE: Desain penelitian ini adalah quasi experimental. Populasi terjangkau adalah wanita penderita OA lutut berusia 50 ndash; 70 tahun yang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi. Pada kelompok pertama, subjek diberi infra red radiation IRR, latihan peregangan statik, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Pada kelompok kedua, subjek diberi IRR, latihan peregangan PNF, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Intervensi dilakukan selama 6 minggu. Penilaian nyeri menggunakan skor VAS, LGS menggunakan goniometer, kekuatan otot menggunakan hand held dynamometer, dan kemampuan berjalan menggunakan uji jalan 15 meter. HASIL: Sebanyak 30 responden mengikuti program latihan sampai selesai, kelompok pertama dan kedua masing-masing 15 orang. Setelah 6 minggu, didapatkan perbaikan skor VAS, LGS, kekuatan otot kuadrisep dan hamstring serta uji jalan 15 meter dengan perbaikan bermakna didapatkan pada kekuatan otot hamstring pada kedua kelompok. Delta skor VAS dan uji jalan 15 meter lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF tetapi tidak berbeda bermakna. Delta kekuatan otot kuadrisep didapatkan lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF dan berbeda bermakna p=0.033 . Delta LGS dan kekuatan hamstring lebih tinggi pada kelompok peregangan PNF dibandingkan statik tetapi tidak berbeda bermakna. KESIMPULAN: Pemberian latihan peregangan statik maupun PNF tidak memberikan efek yang berbeda bermakna secara keseluruhan terhadap outcome latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut. ...... BACKGROUND. Knee joints are the joints most commonly affected by OA. The dynamic stability of the knee joint is affected by the quadriceps and hamstring muscles. Stretching exercise programs should be integrated into strengthening exercise programs in OA to optimize the force that generated by the muscle. However, there have been no studies comparing the effects of various stretching techniques on the outcome of isotonic exercise in knee OA patients. The aim of this study was to find out whether there is a difference between the effect of static stretching compared to the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF to the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients. METHODS. The design of this study was quasi experimental. The study population is women suffering from knee OA aged 50-70 years who went to the Medical Rehabilitation Clinic RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta that meet the criteria of the study. Sampling was done using consecutive sampling and divided into two groups by randomization. In the first group, subjects were given infra red radiation IRR, static stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. In the second group, subjects were given IRR, PNF stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. Intervention is done for 6 weeks. Pain assessment using VAS scores, ROM measurement using a goniometer, muscle strength measurement using a hand-held dynamometer, and walking ability measurement using a 50-feet walking test. RESULTS. Thirty respondents were completed the exercise program, the first and second group consists of 15 people, respectively. After 6 weeks, the improvement of VAS, ROM, quadriceps and hamstring muscle strength and 50 feet walking test with significant improvement was obtained only hamstring muscle strength in both groups. Delta VAS scores and 50 feet walking test were higher in the static stretching group than PNF but not significantly different. Delta quadriceps muscle strength was significantly high er in the static stretch group than in PNF p = 0.033 . Delta ROM and hamstring muscle strength were higher in the PNF stretching group than in static but not significantly different. CONCLUSIONS. There is no significant difference between the effect of static stretching techniques and the PNF on the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library