Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1984
398.9 UNG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elmansyah
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2019
900 HAN 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fariastuti
Abstrak :
Since the formal opening of the Border Crossing Inspection Posts (Pos Pemeriksaan Lintas Batas-PPLB) in Entikong West Kalimantan and Tebedu Sarawak, mobility of people and goods between West Kalimantan and Sarawak has increased significantly. This paper discusses the nature of mobility of goods and people between the two neighboring regions. Mobility of cars and labour is also discussed since mobility of cars affects mobility of people and goods while mobility of labour is an important part of mobility of people. The data show that the number of goods and people, which are out from the Entikong Post, is always greater than the number of goods and people, which enters to the Entikong Post. It is finally predicted, that economic benefits gained by West Kalimantan due to the Entikong Post, will be difficult to sustain in the future era of free trade. Especially if the government at the border districts does not enhance the capability of people to compete with foreign labour as well as foreign products
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Sahat
Abstrak :
Gambaran hasil-hasil pembangunan pada umumnya merupakan refleksi dari pada pengelolaan potensi sumber daya yang dimiliki, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, investasi, keberadaan infrastruktur dan sumber daya lainnya. Mengingat pembangunan bidang ekonomi selalu berhubungan dengan permasalahan bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, maka selain ketersediaan sumber daya, peranan perencanaan pembangunan atau faktor kebijaksanaan diharapkan dapat memberikan arti yang signifikan terhadap hasil-hasil yang telah maupun yang akan dicapai.

Untuk mengetahui hal dimaksud di suatu daerah, selain memperhatikan apakah perencanaan sebelumnya sudah mempertimbangkan kondisi obyektif yang dimiliki daerah, juga apakah dari hasil pengelolaan sumber daya yang dimiliki tersebut telah memenuhi harapan atau belum. Secara umum, hal tersebut dapat diamati meialui penilaian terhadap kebijaksanaan dan berbagai indikator pembangunan.

Sehubungan dengan lokasi yang akan menjadi obyek penelitian adalah wilayah Propinsi Kalimantan Barat, beberapa hal yang perlu dicermati adalah menilai keberhasilan ataupun ketidak berhasilan yang telah dicapai, tentu saja dengan memperhatikan problematika yang terjadi sebagai faktor yang sangat mempengaruhi pembangunan itu sendiri. Untuk beberapa hal, indikator penting perlu dikemukakan dan dibandingkan dengan skala Nasional.

Secara teoritis gabungan dari potensi yang dimiliki suatu daerah dimaksud, idealnya diarahkan atau diprogramkan dalam kerangka pembangunan sektor-sektor yang memiliki potensi dengan keunggulan komparatif dan sektorsektor yang akan mendukung keunggulan kompetitif. Untuk menilai keberadaan potensi unggulan dimaksud, studi ini dibantu dua peralatan analisis, yaitu input-output dan ekonometrika. Serdasar analisis itu potensi yang tergolong unggul adalah sektor yang secara umum berkemampuan untuk menarik atau mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnnya lebih besar dari pada kemampuan rata-rata pertumbuhan ekonomi, dilihat dari beberapa kriteria.

Kedepan, mengingat kehadiran Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diperkirakan akan menumbuhkan nuansa dan harapan baru bagi Daerah, khususnya dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan. Apabila periode sebelumnya penyusunan perencanaan lebih bersifat top, down maka dengan adanya kehendak perubahan tali, tampaknya daerah dapat mengubah orientasi pembangunan dari yang tadinya lebih menitikberatkan pada pendekatan sektoral ke pendekatan regional atau merupakan kebijaksanaan yang senantiasa berawal dari potensi yang dimiliki daerah.

Dengan didasarkan atas penilaian historis terhadap hasil-hasil pembangunan dihubungkan dengan penilaian apakah potensi yang dimiliki daerah sudah diberdayakan secara optimal atau belum baik terhadap yang sedang bergulir maupun yang belum dimanfaatkan maka perencanaan pembangunan daerah nantinya diarahkan dalam upaya pemberdayaan potensi unggulan setelah sebelumnya dilakukan prediksi.

Mengingat prediksi sebagai salah satu unsur penting datam perencanaan pembangunan, maka dalam hal untuk keperluan dimaksud, selain sudah memperhatikan kondisi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi suatu daerah, juga perkiraan kondisi perekonomian nasional pada umumnya, untuk selanjutnya dikernukakan rekomendasi kebijaksanaan yang sesuai, yaitu kebijakan pemberdayaan sektor unggulan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T7239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi
Abstrak :
Melalui kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengalur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi yang berkembang masyarakat. Berdasarkan kebijakan tersebut memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi secara aktif dalam seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Untuk mengkaji apakah dalam proses perencanan pembangunan daerah telah melibatkan masyarakat didalamnya, studi ini memfokuskan penelitiannya pada pelaksanaan proses perencanaan pembangunan dan perspektif partisipasi masyarakat, kendala-kendala apa saja yang dihadapi di wilayah Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat dan bagaimana upaya-upaya untuk menanggulanginya. Dengan demikian dapat diformulasikan program apa yang dapat dikembangkan,untuk mengatasinya di Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini mengunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Sumber datanya adalah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka mutakhir yang relevan dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian meliputi peneliti sendiri dan pedoman wawancara dengan prosedur penelitian melalui wawancara dan diskusi secara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa proses perencanaan pembangunan belum dapat mempertemukan aspirasi yang berasal dari bawah dengan aspirasi yang berasal dari atas. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi berasal dari baik: dari dalam pemerintah dan masyarakat. Dari dalam pemerintah yaitu perilaku dan kualitas aparat pemerintah, dari dalam masyarakat berupa perilaku dan kualitas masyarakat dana. Sedangkan dari luar pemerintah meliputi banyaknya jenjang perencanaan yang tidak berpihak pada perencanaan dari bawah, dan masih dominannya perencanaan dari atas. Kendala dari luar masyarakat berupa perubahan kondisi masyarakat sebagai akibat dari kerusuhan etnis yang tcrjadi di Sambas. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perubahan terhadap pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dalam menjalankan tugasnya harus berpegang pada tugas dan fungsi sebagai fasilator dan mediator yang dapat memberikainpelayanan yang baik kepada masyarakat. sehingga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih berpartisipasi secara aktif. Masyarakat juga dituntut untuk melakukan perubahan terhadap dirinya, mau perduli dan mendukung keseluruhan proses perencanaan pembangunan. Penerapan prinsip-prinsip perencanaan yang partisipastif dalam perencanaan pembangunan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmayadi
Abstrak :
Kalimantan Barat mempunyai hutan seluas 14.680.700 hektar, terdiri dari 3.812.740 ha kawasan lindung, dan 10.867.960 ha kawasan budidaya. Pada tahun 2002 jumlah lahan kritis dalam kawasan hutan telah mencapai 2.163.570 ha dan di luar kawasan hutan 2.978.700 ha. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan karena: (a) penebangan oleh pemegang izin HPH; (b) pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan; (c) kebakaran hutan; dan (d) penebangan Liar. Belakangan ini penebangan liar (illegal logging) di kawasan perbatasan Kalimantan Barat Sarawak muncul sebagai isu terhangat di bidang kehutanan karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya pada kerusakan ekosistem hutan, tetapi juga pada aspek legal, sosial, ekonomi, politik, dan bahkan pertahanan keamanan. Illegal logging adalah sebuah bentuk aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya hutan di luar sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu secara sistematis baik dalam sebuah jaringan maupun cara-cara lain untuk kepentingan perorangan atau kelompok dengan cara illegal. Oleh karena itu, rangkaian proses aktivitas illegal logging umumnya terdiri atas: pencurian kayu, penebangan, pengolahan, pengangkutan, perdagangan dan penyelundupan. Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat Sarawak masih terus terjadi dan belum dapat dikendalikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan masih terus berlangsung dan sulit untuk dikendalikan; (2) untuk mengetahui besamya pengaruh faktor-faktor penyebab terhadap aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Tingkat aktivitas illegal logging dipengaruhi oleh tingkat penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan asumsi jika aparat penegak hukum mampu meningkatkan tindakan preventif dan represif, kesadaran hukum masyarakat dapat ditingkatkan, serta kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor illegal logging maupun yang tinggal disekitar kawasan hutan dapat ditingkatkan, maka aktivitas illegal logging akan dapat ditekan/dikurangi. Variabel dalam penelitian adalah: aktivitas illegal logging (Y), Penegakan hukum (X1), Kesadaran Hukun (Xz) Kesejahteraan Masyarakat (X3), sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif (survey) dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dilakukan selama enam bulan (Pebruari-Juli 2003) di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau dan Instansi/lembaga terkait di Propinsi Kalimantan Barat. Penentuan Entikong sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa: (a) Entikong adalah salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak dan cukup maju dibandingkan kecamatan lainnya; (b) semua rangkaian proses illegal logging mulai dari penebangan sampai pada penyelundupan terjadi di Entikong. Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik sampling aksidenlal yaitu siapa saja di lokasi penelitian yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan diketahui terlibat langsung dalam aktivitas illegal logging, serta dipandang cocok sebagai sumber data. Karena jumlah populasi tidak diketahui secara pasti maka jumlah sampel diambil sebanyak 40 prang dengan mempertimbangan persyaratan ukuran sampel untuk analisis, waktu, biaya dan tenaga. Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara terstruktur atau menggunakan instrumen penelitian, sebelum dilakukan survey, instrumen diujicoba di lokasi penelitian untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi regresi berganda multikolinieritas, uji heteroskedastisiitas, uji normalitas, dan uji autokorelasi, selanjutnya data di analisis dengan regresi berganda, dan korelasi parsial, sedangkan koefisien regresi dilakukan uji F dan Uji t. Hasil perhitungan regresi berganda melalui persamaan regresi dengan menggunakan 5P55 (1.0 for windowsdiperoleh: Y = 102.213 - 0.651 (Xi) - 0.444 (X2) - 1.262 (X3) Artinya penambahan atau peningkatan salah satu nilai pada variabei X sebesar 1 unit akan menurunkan aktivitas illegal logging sebesar nilai salah satu variabel X dengan konstanta 102.213. Adapun nilai R2= 0.724. berarti bahwa 72,4 % variabel aktivitas illegal logging secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 27,6 % dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji F menunjukkan sangat signifikan karena nilai F hitung = 31.422 masih jauh lebih besar dari F tabel4.38 pada a a 0.01 Hasil uji t juga menunjukkan sangat signifikan karena nilai t hitung pada Xi = 7.164, Xz = 5.331, X3 = 3.271, semuanya lebih besar dari t label pada 2.704 dengan tingkat signifikan pada a > 0.01. Ini menunjukkan bahwa seluruh koefisien persamaan regresi secara sendiri-sendiri mampu menjelaskan variabel aktivitas Illegal logging. Kesimpulan penelitian adalah: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal lagging sulit diberantas dan cenderung meningkat adalah: a. Masih Iemahnya penegakan hukum, yang disebabkan oleh: (1) terbatasnya jumlah aparat penegak hukum, (2) terbatasnya sarana dan prasarana penegakan hukum, (3) terdapat oknum aparat yang terlibat dalam praktek kolusi dan korupsi (4) pressure dari oknum atau kelompok masyarakat terhadap aparat penegak hukum, (5) kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat, (6) terdapat peraturan yang tidak sinkron antara kepentingan pemerintah di setiap tingkatan, (7) terdapat hukum lokal/adat yang kurang selaras dengan hukum positif. b. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya sosialisasi peraturan tentang kehutanan, (2) adanya sikap dan perilaku oknum aparat penegak hukum yang kadang-kadang belum dapat menjadi tauladan bagi masyarakat, (3) kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hukum, (4) keterpaksaan melanggar hukum karena dorongan kondisi ekonomi, (5) tidak adanya penjatuhan sanksi terhadap pelaku yang dapat membuat masyarakat jera, (6) kejadian sebelum era reformasi yang kurang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat, kondisi tersebut dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan illegal logging. c. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya komitmen pemerintah untuk membangun kawasan perbatasan menyebabkan terbatasnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, (2) terbatasnya lapangan pekerjaan yang lebih layak untuk menopang kehidupan. 2. Besarnya pengaruh penegakan hukum (XI), kesadaran hukum (X2), dan kesejahteraan masyarakat (X3) terhadap aktivitas illegal logging (Y), adalah sebesar nilai R2 yaitu 0.724, yang berarti bahwa 72,4 % faktor penegakan hukum, kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat, secara bersama-sama mernpengaruhi aktivitas illegal logging, sedangkan selebihnya sebesar 27,6 % ditentukan oleh faktor lain. Saran yang dikemukakan adalah: (1) perlu penambahan jumlah aparat penegak hukum dari Kepolisian, Bea dan Cukai, Berta lagawana/Polhut untuk ditempatkan pada Pos-pos pengawasan di sepanjang kawasan perbatasan, (2) Pemerintah Daerah Kalimantan Barat perlu mengintensifkan kegiatan sosialisasi melalui kampanye anti illegal logging, (3) perlu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat perbatasan melalui berbagai pelatihan keterampilan, (4) memberikan peran pengelaiaan hutan yang lebih besar kepada masyarakat lokal/adat, (5) meninjau kernbali berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang tidak sinkron serta berpotensi merusak kelestarian hutan dan menimbulkan illegal logging, (6) Pemerintah Daerah Kalimantan Barest secara bertahap perlu mengupayakan pembangunan jalan di sepanjang garis perbatasan guna mempermudah pengawasan perbatasan dan tindak penyelundupan, (7) untuk mengatasi penyelundupan di Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong perlu menugaskan satuan TNI secara bergilir antara 1-3 bulan, (8) melakukan operasi penertiban secara rutin dengan mengikutsertakan aparat penegak hukum dan instansi terkait di daerah, (9) meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Negeri Sarawak untuk lebih mengintensifkan patroli di garis perbatasan masing-masing. Daftar Kepustakaan: 52 (1981-2003).
The Illegal Logging Activity and Control in the Border Area of West Kalimantan - Sarawak (Case study: Entikong Sub District of Sanggau Regency, West Kalimantan Province) The width of natural forest of in West Kalimantan is approximately 14.680.700 ha covers 3.812.740 ha of protected area and 10.867.960 ha of cultivated one. In 2002, the number of critical land within forest area has been 2.163.570 ha, and out of the area has been 2.978.700 ha. The damage is caused by: (a) Tree Cutting by IHPH license holder, (b) Land clearing for agriculture and plantation projects, (c) Forest fire, and (d) Illegal logging. Recently, Illegal Logging in the bordering area of West Kalimantan and Sarawak has been the main issue in forestry sector as it brings impact not only on the damage of forest ecosystem, but also on legal aspect, social, economy, politics, and even security and defense. Illegal logging is an illegal activity done by people to exploit forest resources out of preserved forest management system done by individual or certain group of people systematically either in a network or other ways for personal interest or group interest. Therefore, what people do in line with illegal logging consists of: woods robbing, cutting tree, processing, transporting, trading, and smuggling. The main problem put forward in this research is the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak is still happening and has not been controlled yet. The purposes of the research are: (1) To identify the causal factors of why illegal logging activity along the way of Bordering Area is still happening and difficult to control. (2) To identify to what extent the causal factors influence the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak. Hypothesis proposed in this research is: " the level of activity of Illegal togging is influenced by law enforcement, law awareness, and social welfare". By assuming that if Law Officials were capable to increase preventive and repressive actions, public law awareness was able to increase , and standard of living of people who working in illegal logging sector and living nearby the forest area was able to increase, so activity of illegal logging would be able to control or minimize. Variables in this research are : illegal logging activity (Y), Law Enforcement (XI), Law Awareness (X2), Social Welfare (X3). Method used is descriptive (survey) through both quantitative and qualitative approach. The research is undertaken for the period of 6 (six) months (February - July 2003) by taking place in Entikong Sub District of Sanggau Regency and visiting related Department or Institution in West Kalimantan. By doing purposive sampling, Entikong is selected as the location to do research by considering: (a) Entikong is one of Sub Districts that borders directly with Sarawak and more developed than other Sub Districts. (b) Sets of activity illegal logging started from cutting the tree up to smuggling is happening in Entikong. Selection of samples done through accidental sampling method, that is anyone the author meet, who is recognized getting involved directly in the activity of illegal logging and qualified to give data needed. As the number of population is unknown exactly, so the author just pick 40 (forty) people as sample by considering sample size requirement for analyzing process, time, cost, and ability. Primary data is collected through structured interview method or research instrument. Before doing survey, the instrument is examined at the research location to identify the validity and reliability. Before analyzing the data collected, the author 1) lack of socialization of forestry regulations 2) Poor performance of Law Officials 3) Low of people's knowledge and understanding about law 4) Economic pressure 5) No sanction or punishment to those who break the rule 6) Past experience, before reform era,that was less to consider public interest being justification to legal the illegal logging c. Low of social welfare caused by: 1) less commitment from government to develop the bordered area caused the area has no sufficient infrastructure to support economic growth 2) Limited feasible job opportunity to improve people's standard of living 2. The big impact of law enforcement (XI), law awareness (X2), and social welfare (X3) on illegal logging activity (Y) is big as point R2 , that is 0.724. it means that 72,4 % of factors of law enforcement, law awareness, and social welfare altogether influence the illegal logging activity, while the rest (27,6 %) is determined by others. Suggestion to propose is as follows: 1. The government need to increase the number if law officials come from Police department, Custom, Forest Guard I Forest Policy 2. Socialization must be done intensively trough anti illegal logging campaign 3. Job opportunity should be provided through various skill training 4. Local people should be given a bigger role to manage the forest 5. Regional Regulation should be reviewed back 6. Assign Armed Forces take turns for the period 1-- 3 month to guard the Entikong Borderline Post in order to anticipate smuggling 7. The government should cooperate with the local law official and related institutions to do a regular inspection 8. The West Kalimantan Government should develop road along the borderline to ease and facilitate control system in order to anticipate and prevent the smuggling. 9. Enhance international cooperation with Sarawak State Government to do joint patrol at the borderline. Number Reference: 52 (1981-2003)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rakhman
Abstrak :
Kalimantan Barat adalah bagian dari wilayah Negara Republik Indonesia yang terdiri atas 6 Kabupaten dan 1 Kotamadya dengan luas wilayah 146.760 Km2 dan merupakan seperlima luas dari pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk ± 3.228.073 jiwa, yang jumlah Pria 1.644.509 jiwa dan jumlah Wanita 1.583.564 jiwa (BPS Kai.-Bar 1990). Kalimantan Barat mempunyai potensi sumber daya alam yang relatif cukup besar terutama hasil hutan, pertambangan, perkebunan, namun pemanfaatannya masih terbatas, sehingga perlu mendapat perhatian khusus untuk dikembangkan. Luas kawasan hutan Kalimantan Barat meliputi 9.121.093 Ha (62%)dengan rincian sebagai berikut : Hutan Suaka dan Satwa : 1.303.106 ha Hutan Lindung : 2.011.045 ha -- Hutan Produksi : 4.347.296 ha Hutan Produksi yang dikonversi : 1.459.291 ha Kebijaksanaan pada saat ini ditekankan pada usaha-usaha rehabilitasi hutan melalui program penghijauan dan reboisasi serta hutan tanam industri (Parjoko S. 1993).
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Irwan Valevi K.
Abstrak :
Kasus trafiking merupakan kasus yang berawal dari suatu kondisi dimana seseorang berusaha untuk meneari kehidupan yang lebih baik akan tetapi dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi tanpa melihat akibat buruk yang ditimbulkan bagi korban. Dewasa ini kasus trafiking perempuan dan anak telah berkembang menjadi permasalahan yang kompleks dan menimbulkan dampak multidimensi. Kalimantan Barat merupakan daerah yang paling tinggi peringkatnya dalam kasus trafiking di Indonesia. Hal ini tentu saja berpengaruh pada ketahanan wilayah setempat. Tesis ini meneliti tentang perdagangan perempuan dan anak (trafiking) di Kalimantan Barat dalam hubungannya dengan Ketahanan Wilayah. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai motif, modus dan pola kejahatan trafiking, serta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Tesis ini juga menganalisis peraturan perundang-undangan yang ada untuk menindak kejahatan trafiking, berikut kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penanggulangannya. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan teknik analisis data fenomenologi, deskriptif analisis dan sosiologi hukum. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan responden dan narasumber serta berbagai sumber lain. Temuan yang panting dalam penelitian ini adalah trafiking merupakan kegiatan yang rantai aktivitasnya melibatkan banyak pihak. Pola kasus trafiking ada yang terputus dan terorganisir. Pola trafiking yang terputus biasanya melibatkan keluarga, dimana orangtua atau suaminya sendiri yang memperdagangkan perempuan dan anak yang menjadi korban atau melibatkan pihak ketiga secara individual, tanpa terorganisir. Sementara pola trafiking yang terorganisir ditunjukkan dengan rantai aktivitas yang melibatkan berbagai pihak, yakni: agen-agen pencari tenaga kerja (calo), masyarakat, PJTKI, petugas pemerintah dari Perangkat Desa, Petugas Kecamatan, termasuk Petugas Imigrasi, dan Petugas Kepolisian. Keterlibatan berbagai pihak dalam rantai aktivitas ini disebabkan karena sindikat kasus trafiking biasanya sudah memiliki jaringan di luar negeri. Korban trafiking biasanya mudah terbujuk oleh modus dan motif pelaku karena berbagai faktor, antara lain kebutuhan ekonomi keluarga dan tingkat pendidikan yang rendah. Kalimantan Barat dalam skala nasional merupakan salah satu wilayah penerima para korban trafiking anak dan perempuan yang didatangkan dari berbagai daerah luar Kalimantan Barat yang bertujuan untuk bekerja ke Malaysia melalui Pontianak. Selain menjadi daerah penerima, Kalimantan Barat juga merupakan daerah pengirim korban trafiking dan transit kegiatan trafiking yang korbannya dikirim hingga keluar negeri. Faktor-faktor penyebab terjadinya trafiking yang sangat kompleks dan multidimensi sangat mempengaruhi Ketahanan Wilayah Kalimantan Barat. Upaya penanggulangannya membutuhkan peraturan perundang-undangan yang kuat untuk mengantisipasi tindak kejahatan trafiking dengan didukung kebijakan pemerintah yang tegas, balk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Kalimantan Barat.
Trafficking is a case started from a condition where someone tries to find a better life but hen used by certain parties to find personal benefit without seeing the bad impact to the victim. Recently, woman and child trafficking has developed to be a complex problem and aroused a multidimensional impact. West Kalimantan has the highest rank of trafficking case in Indonesia. This, of course, has influence to its local territorial defense. This thesis researches about woman and child trafficking in West Kalimantan in relation with its local territorial defense. Problems discussed in this thesis are about motives, modus and crime patterns of trafficking, also its factors. This thesis also analyses the existing law and regulation for taking action against the trafficking crime including problems faced in its prevention process. This qualitative research was conducted by using phenomenal data analysis technique, descriptive analysis and sociology of law. This research uses primary data and secondary data received by direct observation on site, interviewing respondents and resource persons also other supporting resources. The important finding in this research is that many parties has involved in this trafficking chain activities. It has two kinds of case pattern, a broken and organized one. The broken trafficking pattern usually involves family members, where parents or husband trafficking their wife and daughter or involving the third party, individually without being organized. Meanwhile, the organized trafficking pattern is showed by chain activity involving many parties, namely job agents (intermediaries), civil people, PJTKI, government officials such as village officials, district officials, including immigration officials and police. The involvement of many parties in this chain activities due to the trafficking syndicate usually has already have network abroad. Usually, trafficking victims are easily persuaded by actors' modus or motives due to many factors, such as family economic problem and low education. West Kalimantan, in national scale, is one of receiver regions of woman and child trafficking victims coming from many regions out of West Kalimantan that intend to work in Malaysia via Pontianak. Besides, West Kalimantan is also a sender region and transit place of trafficking activity whose victims sent out of the country. Factors cause the trafficking are very complex and multidimensional so as to influence West Kalimantan territorial defense. The prevention efforts need a strong law and regulations to anticipate trafficking crime supported by determined government policy, either central government or local government of West Kalimantan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidhues, Mary Somers
Ithaca, New York : Southeast Asia Program Cornell University , 2003
305.859 HEI g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>