Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Yessi Nadia Giatma
"Hukuman disiplin merupakan hak dan kebebasan guru. Penelitian ini bermaksud menjawab permasalahan terkait perbedaan pandangan antara guru dan orangtua terkait pengenaan hukuman hukuman disiplin terhadap siswa. Bagaimana pengaturan hak dan perlindungan hukum bagi guru yang mendisiplinkan siswa di Indonesia. Bagaimana pengaturan hak dan perlindungan hukum yang ideal bagi guru dalam mendisiplinkan siswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode yuridis normatif melalui studi literatur, dengan perbandingan Negara Australia, Jepang, Albania, Norwegia, Britania Raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak atas pendidikan di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945, namun pengaturan hak siswa dan guru dalam UU Sisdiknas masih kurang memadai, terutama dalam mencakup empat kategori penting hak anak dan hak guru dalam mendisiplinkan siswa. Selain itu, UU Guru dan Dosen memberikan landasan kuat bagi hak guru sebagai profesi bermartabat, namun perlu pengaturan lebih jelas terkait disiplin siswa untuk memastikan praktik mendidik tetap proporsional dan etis. Kemudian, PP Guru perubahan tahun 2017 melarang hukuman disiplin yang merendahkan martabat siswa, sementara Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 menunjukkan komitmen negara melindungi guru dari kriminalisasi saat menjalankan tugas. Lalu, Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memberikan perlindungan hukum bagi guru, tetapi perbedaan pendekatan antara keduanya menyoroti perlunya sinkronisasi norma terkait disiplin dan perlindungan hak siswa. Untuk itu dibutuhkan pengaturan ideal disiplin siswa mencakup larangan kekerasan fisik, corporal punishment dan mengatur penggunaan metode disiplin positif untuk mendisiplinkan siswa, serta penggunaan hukuman disiplin seperti eksklusi, dikeluarkan, skorsing, dan penahanan dengan melibatkan orang tua dalam prosesnya. Selain itu, hak siswa untuk mengemukakan pendapat harus diakui, termasuk kesempatan untuk banding atas hukuman disiplin yang diberikan oleh sekolah, sebagaimana diterapkan di beberapa negara lain. Kemudian, regulasi yang jelas mengenai definisi disiplin dan hukuman disiplin diperlukan untuk memisahkan pelanggaran disiplin dari pidana, guna menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung dan adil. Saran penelitian, UU Guru dan Dosen, PP Guru, dan Pedoman Kerja antara Polri PGRI perlu diubah untuk mengkriminalisasi diskriminasi dan kekerasan terhadap siswa, menetapkan kebijakan pendisiplinan yang dibenarkan, melibatkan orang tua dan siswa dalam pengambilan keputusan disiplin, menyediakan prosedur banding atas hukuman disiplin, dan memastikan keputusan akhir melibatkan Dewan Komite Sekolah untuk menjaga keadilan dan transparansi.

Disciplinary punishment is the right and freedom of teachers. This research intends to answer problems related to differences in views between teachers and parents regarding the imposition of disciplinary punishment on students. How is the regulation of rights and legal protection for teachers who discipline students in Indonesia. How is the ideal regulation of rights and legal protection for teachers in disciplining students. This research was conducted using normative juridical method through literature study, with comparison to Australia, Japan, Albania, Norway, United Kingdom. The results show that the right to education in Indonesia has been regulated in the 1945 Constitution, but the regulation of students' and teachers' rights in the National Education System Law is still inadequate, especially in covering four important categories of children's rights and teachers' rights in disciplining students. In addition, the Teachers and Lecturers Law provides a strong foundation for teachers' rights as a dignified profession, but needs clearer arrangements regarding student discipline to ensure that educational practices remain proportional and ethical. Then, the Teacher Regulation of 2017 prohibits disciplinary punishment that degrades the dignity of students, while Permendikbud Number 10 of 2017 shows the state's commitment to protect teachers from criminalization while carrying out their duties. Then, the Supreme Court and Constitutional Court decisions provide legal protection for teachers, but the difference in approach between the two highlights the need for synchronization of norms related to discipline and protection of student rights. This requires that the ideal regulation of student discipline includes the prohibition of physical violence, corporal punishment and regulates the use of positive discipline methods to discipline students, as well as the use of disciplinary punishments such as exclusion, expulsion, suspension, and detention by involving parents in the process. In addition, students' right to express opinions should be recognized, including the opportunity to appeal disciplinary punishments given by schools, as implemented in several other countries. Then, clear regulations regarding the definition of discipline and disciplinary punishment are needed to separate disciplinary offenses from criminal offenses, in order to create a supportive and fair educational environment. As suggested by the research, the Teacher and Lecturer Law, the Teacher Government Regulation, and the Working Guidelines between Polri and PGRI need to be amended to criminalize discrimination and violence against students, establish justified disciplinary policies, involve parents and students in disciplinary decision-making, provide appeal procedures for disciplinary punishment, and ensure final decisions involve the School Committee Council to maintain fairness and transparency."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusti Fatmaningdyah
"Penelitian ini bertujuan menggambarkan pelaksanaan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS, pengaktifan kembali PNS yang terlibat penyalahgunaan NAPZA dan juga kendala-kendala yang dihadapi. Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diambil sebagai studi, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Ibu kota negara dan pusat pemerintah dan Kementerian Hukum dan HAM sebagai Kementerian besar dengan kepegawaian terbaik nomor empat menurut BKN serta kementerian yang membawahi Lembaga Pemasyarakatan khusus narkoba. Pendekatan penelitian menggunakan post-positivist dan metode data analisis successive approximation, karena berangkat dari hubungan antara perilaku dan tindakan manusia. Kosep teori manajemen sumber daya manusia dengan variabel disiplin pegawai dan penempatan pegawai digunakan dalam menganalisis pelaksanaan proses dan prosedur dalam penjatuhan hukuman disiplin dan pengaktifan kembali PNS dengan kasus penyalahgunaan NAPZA. Hasil dalam pelaksanaan penjatuhan hukuman disiplin adalah keputusannya dilakukan secara terpusat dalam instansi tertinggi sesuai golongan dan jabatannya. Hasil yang didapatkan adalah kedua proses dan prosedur belum berjalan dengan baik, karena penjatuhan hukuman disiplin yang seharusnya berjalan paralel dengan berjalannya tuntutan hukum pidana kenyataannya menunggu keputusan hukuman yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan negeri setempat. Pengaktifan kembali bagi PNS yang telah selesai menjalankan hukuman inkracht di bawah dua tahun dapat dikembalikan ke instansi, namun belum memiliki aturan yang jelas bagaimana proses dan prosedur penempatan yang digunakan setelah pengaktifan kembali PNS tersebut. Kementerian Hukum dan HAM memiliki proses dan prosedur yang lebih memadai dibandingkan dengan pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta, hal ini dikarenakan jumlah dari pelanggar disiplin tindak pidana khusus ini lebih banyak dilakukan oleh pegawai Kementerian Hukum dan HAM. Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang spesifik bagi setiap PNS yang melanggar disiplin khususnya penyalahgunaan NAPZA dibutuhkan guna menentukan penanganan rehabilitasinya, serta pengaktifan kembali jika diperlukan. Pada kenyataannya peraturan perundang-undangan khusus yang mendasari tentang PNS yang terlibat narkoba belum ada, sehingga banyak terkaan yang dilakukan oleh PPK dan PyB hanya berdasar pada UU No. 5 Tahun 2014, PP 53 Tahun 2010 dan PP 11 Tahun 2017.

This study aims to describe the implementation of disciplinary sentences for civil servants, reactivation of civil servants involved in drug abuse and also the obstacles faced. The DKI Jakarta provincial government and the Ministry of Law and Human Rights were taken as a study, because the DKI Jakarta Provincial Government and the central government and the Ministry of Law and Human Rights as major ministries with the best staffing number four according to BKN and the ministry in charge of special drug prison. The research approach uses post-positivist and data analysis methods of successive approximation, because it departs from the relationship between human behavior and actions. The concept of human resource management theory with employee discipline variables and employee placement is used in analyzing the implementation of processes and procedures in the imposition of disciplinary penalties and reactivation of civil servants with drug abuse cases. The result of implementing disciplinary penalties is that decisions are made centrally in the highest institutions according to their class and position. The results obtained are that both processes and procedures have not gone well, because the imposition of disciplinary sentences that should have run parallel with the passage of criminal lawsuits in fact awaits a verdict that has permanent legal force from the local district court. Reactivation of civil servants who have finished running an inkracht sentence under two years can be returned to the agency, but do not yet have clear rules on how the placement process and procedures are used after reactivating the civil servant. The Ministry of Law and Human Rights has more adequate processes and procedures compared to the provincial government of DKI Jakarta, this is because the number of violators of special criminal acts is mostly carried out by employees of the Ministry of Law and Human Rights. The need for specific legislation for every civil servant who violates discipline, especially drug abuse, is needed to determine the handling of rehabilitation, and reactivation if needed. In fact, the specific legislation that underlies the civil servants involved in drugs does not yet exist, so many of the guesswork done by build officer and authorized officer  is only based on Law No. 5 of 2014, Government Regulation 53 of 2010 and Government Regulation 11 of 2017."
Universitas Indonesia, 2019
T54279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsan Yudhistira
"Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan RI yang melanggar hukuman Disiplin akan diberikan sanksi hukuman disiplin sesuai peraturan yang berlaku untuk menjaga kehormatan dan martabat proesi selaku pejabat fungsional yang menurut Undang-Undang berwewenang guna menangani perkara yang mewakili kepentingan masyarakat indonesia sesuai dengan kewajiban jaksa kepada yakni menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Profesi, akan tetapi dewasa ini Masyarakat Indonesia merasa bahwa penegakan Hukuman Disiplin dirasakan belum efektif dibuktikan bahwa kurun waktu 2017-2020 Kejaksaan RI merupakah salah satu instansi yang para pegawainya paling banyak dijatuhi Hukuman Disiplin dan mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terkait efektivitas penerapan Hukuman Disiplin pada para Pegawai Kejaksaan RI. Peneliti memakai metode penelitian Yuridis Normatif dengan sifat deskriptif yang memakai data sekunder dan memakai sifat penelitian Preskriptif dari menerapkan alat pengumpul data meliputi studi kepustakaan dengan Metode analisis data secara Kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa untuk menegakan hukuman disiplin Kejaksaan RI dapat diterapkan berdasarkan Peraturan BKN ataupun ditindak oleh Komisi Kejaksaan dan juga mada kurangnya kesadaran PNS terkait Tindakan Disiplin menyebabkan Penjatuhan Hukuman Disiplin yang selalu tinggi tiap tahunnya, dan seharusnya Penerapan hukuman disiplin pegawai Kejaksaan RI harus mengutamakan keefektifitasan bukan hanya berdasar statistic yang tinggi serta harus dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penjatuhan hukuman disiplin dari Pejabat yang Bersangkutan.

The Civil Servants of the Attorney General’s Office of Indonesia who violates the disciplinary penalty should be given the sentence according to the valid regulations as the purpose of maintaining the profession and dignity as a functionary who given an authorization based on the act to coping up with the case to deputize the society needs. According to the attorney’s obligation: uphold the profession and dignity, on the other hand, society found that the enforcement of disciplinary penalties is ineffective nowadays. It is proven on the years 2017- 2020, employees of the Attorney General's Office of Indonesia have neglected their obligations and being punished due to disciplinary penalties, this case causes society’s trust regarding the effectivity the use of the disciplinary penalties of the Attorney General's Office of Indonesia. The research method used is normative juridical with descriptive that utilize the secondary data, prescriptive research to utilizing the data collection tools in the form of literature study with qualitative analysis method. The outcome would indicate that the enforcement of disciplinary penalties for civil servants of the Attorney General's Office of Indonesia could be applied to BKN regulation. Moreover, the lack of civil servants’ awareness regarding the disciplinary penalties causes an increase in the number of employees sentenced each year. It is a necessity that the practice of disciplinary penalties for civil servants of the Attorney General's Office of Indonesia prioritizes the effectiveness. Furthermore, the prevention of this case is highly important to reduce the number of employees sentenced."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library