Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Saffanah Yusuf
"Skripsi ini membahas mengenai adanya dugaan pelanggaran tying agreement dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Telkom pada produk IndiHome berdasarkan putusan KPPU No. 10/KPPU-I/2016. Adanya dugaan praktik anti persaingan tersebut ditenggarai dengan adanya perjanjian berupa formulir berlangganan triple play IndiHome yang diduga memaksa konsumen untuk berlangganan triple play IndiHome sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain dan wajib untuk menggunakan ketiga layanan sekaligus. Selain itu Telkom sebagai market leader dengan presentase 99 pangsa pasar atas jasa layanan telepon tetap di Indonesia diduga berpotensi melakukan penyalahgunaan posisi dominan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah penjualan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome secara bundling diperbolehkan UU No. 5 Tahun 1999 dan apakah tindakan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha. Penulisan skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa penjualan triple play IndiHome yang dilakukan Telkom merupakan mixed bundling dan saat ini dikenal sebagai technological tying sehingga hal tersebut tidak melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

In this research, the author brings an issue about alleged violation of tying agreement and abuse of dominant position which done by PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkom on IndiHome product based on The KPPU Verdict No. 10 KPPU I 2016. This presumption about anti competition practice caused by an agreement form of IndiHome triple play subscription which allegedly force customers to subscribe triple play IndiHome and to use all three services at once, without giving any options. Beside that, as a market leader fixed line services with 99 market share in Indonesia, Telkom is potentially misusing its dominant position which will interrupt the healthy competition in the industry.
The core issue in author's research is to discuss whether sales efforts on IndiHome product undertaken by Telkom in bundling strategy is legal or not according to Monopoly Law Number 5 1999 and whether the actions taken by Telkom on IndiHome product can be regarded as the practice of tying agreement according to business competition law. This is juridical normative research using primary and secondary data.
The result of author's research shows that triple play Indihome selling efforts done by Telkom is one example of mixed bundling practice and known as technological tying nowadays, so that it does not break the rule of Monopoly Law Number 5 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, James Marihottua
"Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang hukum di bidang persaingan usaha dan bagaimana pelaku usaha di bidang kepelabuhanan menerapkannya dalam praktek bisnis yang dilakukan. Hasil penelitian akan menjelaskan tentang proses bisnis yang dilakukan PT. Pelindo II (Persero) di Cabang Pelabuhan Teluk Bayur sebagai BUMN di bidang kepelabuhanan ditinjau dari aspek undang-undang persaingan usaha. Selain itu juga untuk memahami pertimbangan hukum KPPU dan Pengadilan Negeri dalam memutus perkara pelanggaran hukum persaingan usaha yang dilakukan PT. Pelindo II (Persero). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi hukum secara horizontal, dimana permasalahan hukum yang menjadi objek kajian, kemudian dianalisis berdasarkan pada sumber-sumber/ bahan hukum berupa peraturan-peraturan perundangundangan yang berlaku, teori-teori hukum, buku/ literatur dan pendapat ahli. Dalam keputusannya Komisi Pengawas Persaingan Usaha menetapkan bahwa PT. Pelindo II (Persero) terbukti melakukan tying agreement dalam perjanjian penyewaan lahan pergudangan di Pelabuhan Teluk Bayur Sumatera Barat, dimana lahan pergudangan sebagai tying product dan jasa bongkar muat sebagai tied product. Sedangkan dalam putusan Judex Factie Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan bahwa perjanjian mengikat yang dilakukan PT. Pelindo II (Persero) adalah tidak termasuk dan merupakan pengecualian penerapan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, dengan pertimbangan bahwa dampak positif dari perjanjian mengikat yang dilakukan dalam perkara tersebut lebih besar dari dampak negatifnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, baik pertimbangan hukum atas fakta persidangan oleh Majelis Komisi dalam menjatuhkan hukuman terhadap PT. Pelindo II (Persero) maupun pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim dalam membatalkan putusan KPPU dipandang kurang kuat, karena analisis terhadap data dan fakta dalam persidangan hanya dilakukan secara kualitatif dan tidak memiliki tolak ukur yang jelas sehingga dapat menimbulkan interpretasi yang cenderung subjektif. Pada masa mendatang diperlukan peningkatan kompetensi Investigator KPPU, Majelis Komisi dan Majelis Hakim dalam menjalankan proses hukum terhadap kasus persaingan usaha, selain itu peraturan komisi terkait pedoman penerapan Pasal tertentu dalam Undang-undang Persaingan Usaha perlu dibuat secara jelas, sehingga mudah dipahami dan dapat dihindari adanya kesalahan penafsiran.

This research aims to increase the understanding of business competition law and how the business entity in port sector to implementation the regulation in business activities. The result of research is to clarify the business process by Indonesian Port Company (PT. Pelindo II) branch Teluk Bayur Port as a State Owned Enterprise (BUMN) in related to business competition law aspect. Another aim is to clarify of legal judgment by Business Competition Supervision Commission and District Court to make decision of unfair business competition cases. This research use normative research method by examination of the cases based on business competition law, government regulations, text book/ literature and expert opinions. The results of this research is the Council of Commissioners of Business Competition Supervisory Commission (KPPU) decided that Indonesian Port Company (PT. Pelindo II) has doing the tying agreement in agreement of warehouse space rent in Teluk Bayur Port branch, warehouse space as a tying product and loading servicing as a tied product. This decision in accordance with the examination of evidence in court process. But the Judge of District Court decided that practicing tying agreement by PT. Pelindo II (Persero) is not a part of and is a exemption of Article 15 No. 2 Indonesian Law No.5/1999, because the tying agreement implementation have a more positive impact than negative impact. Final conclusion of District Court related existing cases is not clear enough, in particularly on the basis of consideration in making decisions. Furthermore, it is necessary to upgrading of competence of Investigator, Council of Commissioners and Judges of Court to do legal proceedings in Competition Business Law and all regulation of Commission related practices guidance of any article in Competition Business Law, need to be made clear and systematic to avoided misinterpretation in implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Zeruscha Abigail
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan hukum persaingan usaha di dalam putusan kasasi dengan nomor putusan 703 K/Pdt.Sus-KPPU/2015, yang adalah putusan tingkat akhir terhadap dugaan adanya praktek anti persaingan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, dan PT Heksa Eka Life Insurance, terkait kerjasama bancassurance dalam produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI. Adapun putusan ini merupakan putusan yang menguatkan putusan keberatan Nomor 05/KPPU-I/2014, yang berisi pembatalan terhadap putusan KPPU yang menyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, dan PT Heksa Eka Life Insurance merupakan bentuk tying agreement yang dilarang di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Dalam pewujudan
skripsi ini, dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, untuk membuktikan adanya praktek anti persaingan yang diatur di dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang kemudian didapatkan hasil bahwa kegiatan kerjasama tersebut merupakan kerjasama yang dilarang dalam hukum persaingan usaha, sehingga putusan serta pertimbangan yang dicantumkan di dalam putusan Mahkamah Agung No. 703 K/Pdt.Sus-KPPU/2015 merupakan putusan yang adalah kurang tepat apabila dilandaskan oleh Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999.
This thesis discusses about the law enforcement of competition law in the Supreme Court's verdict number 703 K/Pdt.Sus-KPPU/2015, which is the final verdict regarding assumption of actions against the competition law, done by PT Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, and PT Heksa Eka Life Insurance, which was about bancassurance cooperation in one of BRI's product, Kredit Pemilikan Rumah (KPR). This verdict strengthened an objection presented in verdict number 05/KPPU-I/2014, which cancelled one of KPPU's verdict about the cooperation of PT Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, and PT Heksa Eka Life Insurance being a tying agreement, which is forbidden in Law Number 5/1999. A research using normative juridicial approach was done to prove the occurence of actions against the competition law, which was regulated in Article 15 (2) and Article 19 (a) of Law Number 5/1999, with the result that the cooperation done between the mentioned subjects was forbidden by competition law, thus proving the Supreme Court's verdict, Number 703 K/Pdt. Sus-KPPU/2015, is incorrect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Faishal Rifqi Aly
"Skripsi ini membahas mengenai dugaan praktik Tying Agreement dan Vertical Agreement on Discount yang dilakukan oleh PT. AHM terkait dengan perjanjian eksklusif antara PT. AHM dengan Main Dealer dan/atau bengkel AHASS. Dugaan bentuk pelanggaran berupa Tying Agreement terdiri atas dua bentuk pengikatan, yaitu kewajiban bagi calon pemilik bengkel AHASS untuk membeli strategic tools yang disediakan oleh PT. AHM pada saat pertama kali membuka bengkel AHASS dan kewajiban bagi pemilik bengkel AHASS untuk hanya menjual suku cadang (termasuk pelumas) asli PT. AHM. Sedangkan dugaan bentuk pelanggaran berupa Vertical Agreement on Discount yaitu kebijakan pemberian insentif berupa potongan harga bagi bengkel AHASS atas pembelian pelumas AHM Oil pada Main Dealer jika bengkel AHASS tersebut hanya menjual pelumas AHM Oil dan/atau tidak menjual pelumas merek lain. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan keterangan para saksi, para ahli, dan terlapor, PT. AHM tidak terbukti melakukan Tying Agreement dan Vertical Agreement on Discount sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Persaingan Usaha.

This thesis discusses about the alleged practice of Tying Agreement and Vertical Agreement on Discount conducted by PT. AHM regarding to the exclusive agreement between PT. AHM with the Main Dealer and/or the AHASS workshop. The alleged violation of a tying agreement consists of two forms of binding. First, the obligation for the prospective AHASS workshop owner to purchase strategic tools that provided by PT. AHM and the second form is the obligation for the AHASS workshop owner to only sell genuine spare parts (including lubricants) by PT. AHM. Meanwhile, the alleged violation of a Vertical Agreement on Discount is the provisions of providing incentives in the form of discounted prices for AHASS workshops for the purchase of AHM Oil lubricants at the Main Dealer if the AHASS workshops only sell AHM Oil lubricants and/or does not sell other brands of lubricants. This research uses a normative juridical method using a qualitative data analysis approach. The results showed that based on the statements of the witnesses, experts and reported parties, PT. AHM is not proven guilty of performing Tying Agreement and Vertical Agreement on Discount as regulated in Article 15 verse (2) and (3) of the Monopoly Law 5/1999"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Yosep
"Skripsi ini membahas mengenai putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang kewajiban penggunaan alat bongkar muat Gantry Luffing Crane. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas bongkar muat di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, Para terlapor yakni PT Pelabuhan Indonesia II dan PT Multi Terminal Indonesia mengeluarkan surat pemberitahuan pemakaian alat bongkar muat Gantry Luffing Crane secara bersama-sama di Dermaga 101, 101 utara, 102, 114 dan 115 bagi para pengguna jasa pelabuhan. Tindakan tersebut dirasa KPPU merupakan salah satu bentuk persaingan yang tidak sehat karena PT Pelabuhan Indonesia II dan PT Multi Terminal Indonesia dinilai telah melakukan tying agreement dan praktik monopoli yang merugikan pengguna jasa pelabuhan. Dalam memutus perkara ini, KPPU menjatuhkan hukuman kepada mereka dengan ketentuan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Skripsi yang dibuat dengan metode yuridis normatif ini meyimpulkan bahwa KPPU tidak tepat dalam memutus bersalah para terlapor dengan ketentuan mengenai tying agreement dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengingat surat pemberitahuan bukanlah termasuk dalam pengertian perjanjian.

This thesis discusses about Decision of The Commission for The Supervision of Bussiness Competition (KPPU) about the obligation to use loading and unloading equipment, Gantry Luffing Crane.In order to improve the efficiency and productivity of loading and unloading in the Port of Tanjung Priok, The Parties, PT Pelabuhan Indonesia II and PT Mult Terminal Indonesia issued a letter of notification of the use of loading and unloading equipment Gantry Luffing Crane together at pier 101, 101 north, 102, 114 dan 115 for the users port services. According the Commision, this case one form of unfair bussiness competition because PT Pelabuhan Indonesia II and PT Multi Terminal Indonesia have done a tying agreement and monopoly practices that harm users port service. In deciding this case, the Commission condemned them with the provisions of Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 of 1999. Thesis created with this normative juridical method concludes that the Commission was not appropriate in deciding the guilt of the reported with the provisions of the agreement tying in Law No. 5 of 1999, considering letter of the notification is not included in the definition of the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erica Winlie
"Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua pendekatan, yaitu per se dan rule of reason. Umumnya, pasal-pasal di UU Monopoli menggunakan salah satu dari pendekatan tersebut, namun ternyata terdapat pasal yang dapat diperiksa dengan keduanya, salah satunya adalah Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement. Kaidah ini dapat ditemukan dalam Peraturan KPPU No 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15, namun belum secara menyeluruh diaplikasikan. Jauh sebelum Indonesia, negara Amerika Serikat sebagai negara pelopor hukum persaingan usaha ternyata telah menerapkan dua pendekatan tersebut pada tying agreement lebih dulu, dan tampaknya lebih konsisten dalam membedakan antar kedua pendekatan tersebut. Tulisan ini menganalisis: (1) pengaturan tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat; dan (2) penerapan pendekatan per se dan rule of reason pada perkara tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk menganalisis fenomena tersebut, tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tying agreement di kedua negara tersebut dilandasi oleh model pengaturan dan instrumen pengubah yang berbeda, yaitu Indonesia pada UU Monopoli diikuti dengan perkembangan pada Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15, dan Amerika Serikat pada Sherman Act dan Clayton Act diikuti dengan perkembangan melalui presedens. Dalam penerapannya, hakim Amerika Serikat lebih konsisten memisahkan antara kedua pendekatan dibandingkan Majelis Komisi yang tidak secara menyeluruh menerapkan Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15. Maka, penting bagi Majelis Komisi untuk menerapkan pedoman tersebut secara menyeluruh, juga bagi KPPU untuk membentuk pedoman baru yang lebih tegas atau setidak-tidaknya mensosialisasikan pedoman yang sudah ada kepada masyarakat.

In antitrust law, there are two approaches, namely per se and rule of reason. Generally, articles in the Monopoly Law use one of these approaches, but there are articles that can be examined with both, one of which is Article 15 paragraph (2) on tying agreements. This provision can be found in KPPU Regulation No. 5/2011 on Article 15 Guidelines, but it has not been thoroughly applied. Long before Indonesia, USA as a pioneer of antitrust law has applied the two approaches to tying agreements and has been more consistent in distinguishing between them. This paper analyzes: (1) the regulation of tying agreements in Indonesia and USA; and (2) the application of per se and rule of reason approaches in tying agreement cases in Indonesia and USA. To analyze the phenomenon, this paper uses normative juridical research method with comparative study. The results show that the regulation of tying agreements in both countries is based on different regulatory models and changing instruments, Indonesia in Monopoly Law followed by developments in KPPU Regulation on Article 15 Guidelines, and USA in Sherman Act and Clayton Act followed by developments through precedence. In its application, USA judges are more consistent in separating between the two approaches than the Majelis Komisi which does not thoroughly apply the KPPU Regulation on Article 15 Guidelines. Therefore, it is important for Majelis Komisi to apply the guidelines thoroughly, for KPPU to establish new guidelines that are stricter or at least socialize the existing guidelines to the society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kamal Pashaa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas bagaimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memandang permasalahan tindakan PT Telkom Tbk dalam menjual produk Triple Play IndiHome, dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari Triple Play IndiHome tersebut bagi pelaku usaha lain dan hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT Telkom Tbk melalui Triple Play IndiHome berpotensi melanggar Pasal 15 ayat 2 tentang Tying Agreement dan Pasal 25 tentang Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha dikarenakan PT Telkom memanfaatkan posisi dominannya sebagai satu-satunya pemilik jasa layanan telepon tetap untuk menjual produk internet dan tv kabel.

ABSTRACT
This thesis discusses how the Act No. 5, 1999 being used towards the problems of PT Telkom Tbk action in selling Triple Play IndiHome, and how the impact of the Triple Play IndiHome for other businesses and competition law. This study is a normative juridical using primary and secondary data. The results of this study indicate that PT Telkom Tbk through Triple Play IndiHome potentially infringe Article 15 2 of the Tying Agreement and Article 25 of Dominance in Competition Law because PT Telkom take advantage of its dominant position as the sole owner of telephone services remains to sell product internet and cable tv."
2017
S66723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando
"Skripsi ini membahas mengenai praktik tying agreement yang terdapat pada perjanjian kredit bank dalam memasarkan syarat keberadaan produk asuransi. Praktik tying agreement pada perjanjian kredit bank dapat dikatakan terjadi jika pihak bank meniadakan asas kebebasan memilih perusahaan asuransi, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam SEOJK No. 32/SEOJK. 05/2016, selain juga diatur pada SEOJK No. 33/SEOJK.03/2016.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun suatu perjanjian kredit bank mempraktikkan tying agreement dalam memasarkan persyaratan keberadaan produk asuransi, penegak hukum, dalam hal ini KPPU ataupun Pengadilan di tingkat Banding dan Kasasi seyogyianya menerapkan pendekatan rule of reason.

This thesis discusses the practice of tying agreement contained in bank credit accord in marketing of the requirement of existence of insurance product. The practice of tying agreement on bank credit accord can be said to occur if the bank negates the principle of choice of insurance company, as further stipulated in SEOJK No. 32 SEOJK. 05 2016, as well set on SEOJK No. 33 SEOJK. 03 2016.
The result of this research reveals although the bank credit accord practicing tying agreement in marketing the requirement of the existence of insurance product, law enforcers, which in this case KPPU or Court at appeal level and Cassation should apply the approach of rule of reason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nuril Aqmarina
"Persaingan usaha di Indonesia, yang pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara garis besar dibuat untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang sama rata kepada seluruh pelaku usaha dalam menjalankan usaha dengan membatasi terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk praktik usaha yang dilarang dalam UU tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan melakukan perjanjian tertutup, dimana perwujudan dari adanya perjanjian tertutup dapat berupa perjanjian mengikat (Tying Agreement). Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ketentuan pasal 15 ayat 2 mengenai tying agreement yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Terlapor) terkait dengan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dan pemasaran pupuk non-subsidi. Dugaan tersebut didasari dengan ditemukannya Perjanjian Jual Beli Pupuk Bersubsidi yang memuat klausul tambahan dimana distributor diharuskan membeli produk lain (pupuk non-subsidi) dari pihak Terlapor. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha, dan apa langkah yang kemudian dapat dilakukan oleh pihak Terlapor atas kasus tersebut. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk terbukti memenuhi unsur pelanggaran tying agreement danĀ  melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

Business competition in Indonesia, regulated under Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, was created to give legal clarity and equal protection to all business actors in conducting business by limiting the establishment of monopolies and/or unfair business competition. One condition of an unfair business practice prohibited by the law is the abuse of the dominant position and entering into closed agreements, where the embodiment of closed agreements can be in the form of tying agreements. In this thesis, the author will discuss the alleged violation of Law Number 5 Year 1999 provisions of article 15 paragraph 2 regarding the tying agreement by PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Reported Party) related to the distribution of subsidized fertilizers and the marketing of non-subsidized fertilizers. This alleged violation was based on the discovery of the Sale and Purchase Agreement of Subsidized Fertilizer, which contained an additional clause in which the distributor was required to purchase another product (non-subsidized fertilizer) from the Reported Party. The issues addressed in this thesis are whether or not the PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk agreement is classified as a tying agreement according to business competition law and what actions can be taken by the Reported Party according to this case. The results of writing this thesis show that PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk has fulfilled all of the tying agreement elements, thus violating Law no. 5 Year 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Gumirlang
"Tesis ini hendak mengkaji terkait dengan Putusan KPPU No. 31/KPPU-1/2019. Terdapat dua pertimbangan hakim yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yakni hakim membenarkan perjanjian tertutup (tying agreement). Kemudian hakim memilih rule of reason daripada per se illegal. Akan tetapi, penelitian ini akan berfokus hanya pada kajian mengenai tying agreement. Perjanjian antara PT. AHM dengan Main dealer dan Dealer yang memiliki persyaratan bahwa pihak yang ingin mempunyai bengkel AHASS harus bersedia menerima dan membeli barang dan jasa lain dari PT. AHM selain itu terdapat klausula perjanjian potongan harga suku cadang yang diperoleh pemilik bengkel AHASS. Rumusan masalah yang peneliti bahas yaitu apakah tindakan PT AHM melakukan perjanjian tertutup dengan Main Dealer dan Dealer di Indonesia masuk kategori pelanggaran pasal 15 ayat 2 dan 3 berdasarkan UU Persaingan usaha dan apakah pendekatan Rule of Reason yang digunakan dalam putusan KPPU No: 31/KPPU-I/2019 sudah tepat dalam memutus pelanggaran pasal 15 ayat 2 dan 3 UU Persaingan Usaha. Metode penelitian yang digunakan yaitu normatif, sifat penelitian yang digunakan yaitu deskriptif-analitis, jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder, analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif, serta pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif.

This thesis intends to examine the KPPU's Decision No. 31/KPPU-1/2019. There are two interesting judges' considerations for further study, namely the judge justifying a closed agreement, tying agreement. Then the judge chose the rule of reason rather than per se illegal. However, this research will focus only on the study of tying agreement. Agreement between PT. AHM with Main dealers and Dealers who have a requirement that parties who want to have an AHASS workshop must be willing to accept and buy other goods and services from PT. In addition to that, AHM has a clause on the spare parts discount agreement which is obtained by the AHASS workshop owner. The formulation of the problem that the researcher discusses is whether the action of PT AHM in entering into closed agreements with Main Dealers and Dealers in Indonesia is categorized as a violation of Article 15 paragraphs 2 and 3 based on the Business Competition Law and whether the Rule of Reason approach used in KPPU's decision No: 31/KPPU- I/2019 has been right in deciding violations of Article 15 paragraphs 2 and 3 of the Business Competition Law. The research method used is normative, the nature of the research used is descriptive-analytical, the types of data used are primary and secondary data, data analysis is carried out descriptively-qualitatively, and conclusions are drawn using deductive logic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>