Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dony Harso
Abstrak :
Advanced Persistent Threats (APT) adalah istilah yang digunakan untuk sebuah serangan cyber yang didanai oleh pemerintah asing dengan kemampuan yang sangat tinggi dalam melakukan serangannya sekaligus mampu melakukannya dalam jangka panjang dengan target yang sangat spesifik seperti pencurian informasi. Pusat Komunikasi (Puskom) merupakan unit kerja yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kementerian Luar Negeri di bidang pelaksanaan, pembinaan dan pengamanan pemberitaan serta pengelolaan sistem informasi dan komunikasi Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI. Karena tugasnya tersebut, Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri dituntut untuk dapat menjamin ketersediaan layanan dan menjamin keamanan sistem Teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam hal pemberitaan rahasia. Berdasarkan penelitian pada tahun 2012 pengelolaan keamanan informasi yang dilakukan oleh Puskom masih tergolong rentan dan memerlukan strategi penguatan dalam menghadapi ancaman yang kian meningkat. ......Advanced Persistent Threats (APT) was an adversary that possesses sophisticated levels of expertise and significant resources which allow it to create opportunities to achieve its objectives by using multiple attack vectors. Communication Center (Puskom) is a main unit in charge of carrying out some tasks of the Ministry of Foreign Affairs in the implementation and development information security management systems of Ministry of Foreign Affairs. Puskom are required to ensure the availability of services and guarantee the information security and communication technology systems, especially the secrecy of information. Based on the research in 2012 information security management conducted by the Puskom is still vulnerable and require reinforcement strategy against APTs threats.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Yudha
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji fenomena anomali pada konsep kegagalan intelijen milik Thomas Copeland dalam konteks Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Didalam memperoleh pengetahuan terkait fenomena anomali tersebut, penulis menggunakan analisa dekomposisi dan rekomposisi. Pada analisa dekomposisi penulis memecah temuan yang diperoleh dengan analisa hubungan, analisa kebudayaan, analisa anomali, analisa antisipatip serta analisa resiko politik. Setelah itu, penulis menyatukan kembali data-data tersebut dengan menggunakan analisa rekomposisi. Tahap akhir, penulis menggunakan analisa sintesis guna memperoleh suatu pengetahuan yang komprehensif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena anomali atas konsep kegagalan intelijen Thomas Copeland dalam konteks Gerakan 30 September 1965 disebabkan karena faktor sosial budaya yang khas serta faktor politik. Faktor sosial budaya telah mematahkan penyebab kegagalan intelijen dalam hal permasalahan birokrasi dan organisasi intelijen, sedangkan faktor politik, khususnya politik kekuasaan yang diterapkan oleh Presiden Soekarno menjadi pemicu munculnya anomali.
ABSTRAK
The purpose of this study is to examine the anomalous phenomena of the concept intelligence failure belonging to Thomas Copeland-in the context of events Movement 30 September 1965. In acquiring knowledge related to the anomalous phenomena, the authors used analysis of decomposition and recomposition. In the decomposition analysis the authors break down the findings obtained by analysis of the relationship, cultural analysis, anomaly analysis, antisipatip analysis and political risk analysis. After that, the author reunite these data using analysis recomposition. The final stage, the author uses the synthesis analysis in order to obtain a comprehensive knowledge. The conclusion of this study is anomalous phenomena on the concept of intelligence failures in the context of Thomas Copeland Movement 30 September 1965 due to the unique socio-cultural factors and political factors. Socio-cultural factors have broken the cause of the failure of intelligence in terms of the problems of bureaucracy and intelligence organizations, while political factors, especially political power imposed by President Soekarno to trigger the emergence of anomalies.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budi Setiawan
Abstrak :
Selat Malaka merupakan salah satu selat terpadat di dunia yang terletak di antara Indonesia dan Malaysia. Selat ini mempunyai arti penting karena menjadi salah satu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Di perairan Selat Malaka terdapat permasalahan yurisdiksi yang mengarah pada sengketa/konflik karena belum selesainya perjanjian mengenai penetapan garis perbatasan, berupa batas laut wilayah/teritorial, ZEE, dan landas kontinen, yang bersifat bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Permasalahan tersebut dipicu oleh faktor internal dari dalam negeri maupun faktor eksternal yang berasal dari luar Indonesia. Untuk mencegah dan meminimalisir timbulnya konflik tersebut, dibutuhkan adanya suatu perundingan yurisdiksi antara Indonesia dan Malaysia, Salah satunya dengan melakukan kerjasama dalam pengelolaan potensi ekonomi Selat Malaka. Dari sisi ekonomi dan kestrategisan, Selat Malaka rnerupakan jalur pelayaran terpenting dan tersibuk di dunia, yang dilintasi lebih dari 50 ribu kapal pertahun yang mengangkut hampir seperlima perdagangan laut dunia. Hal tersebut menimbulkan kerawanan- kerawanan yang menyebabkan negara-negara besar ingin terlibat dalam pengamanan Selat Malaka. Dalam hal ini peran intelijen dibutuhkan untuk penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan agar kerjasama tersebut berjalan baik dan tidak merugikan Indonesia maupun Malaysia. Selain itu, campur tangan negara lain juga harus diawasi. Wilayah perairan sepanjang Selat Malaka memiliki banyak potensi laut yang disertai kerawanan-kerawanan sehingga dibutuhkan suatu kerjasama pengelolaan wilayah Selat Malaka antara Indonesia dan Malaysia. Kerjasama pengelolaan tersebut tidak hanya dilihat dari pengamanan wilayah saja, tetapi juga dari pendekatan kesejahteraan masyarakat di sekitar Selat Malaka. Kerjasama pengelolaan ini merupakan salah satu upaya kedua negara untuk mencegah internasionalisasi Selat Malaka dan merupakan salah satu upaya untuk mempérbaiki hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang sempat memanas. Kerjasama tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif bagi Indonesia untuk menciptakan stabilitas hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia. Stabilnya hubungan bilateral kedua negara akan mampu menciptakan peningkatan hubungan bilateral, yang dapat meminimalisir konflik antara Indonesia dan Malaysia.
2010
T33328
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library