Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukmahadi Thawaf
"ABSTRAK
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 583.000 kasus Baru TBC , dimana 200.000 penderita terdapat disekitar Puskesmas.
Puskesmas Jayagiri di kabupaten Bandung memiliki masalah cakupan pelayanan penderita TB paru yang rendah , sehingga dilakukan studi ini yang hertujuan mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali tersangka penderita TB Paru .
Penelitian ini menggunakan Disain Cross sectional dimana sampel penelitian adalah seluruh tersangka penderita Tb paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 338 penderita.
Hasil studi ini kami dapatkan Proporsi tersangka penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang adalah sebesar 0,79 %,
Perilaku Pencarian pengobatan pertama kali tersangka TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang tindakan pertama pencarian pengobatan ke puskesmas sebesar 30,7 % non puskesmas 69,3%, dan dari seluruh variabel yang diamati faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan tersangka penderita TB Paru adalah yaitu Variabel Persepsi biaya, Variabel Persepsi penyakit, Variabel Pengetahuan TB paru, Variabel status pekerjaan, variabel persepsi menyembuhkan dan variabel anjuran berobat.
Selanjutnya studi ini merekomendasikan agar Puskesmas meningkatkan mutu penyuluhan dan sosialisasi Strategi DOTS sehingga bisa terjadi perbaikan persepsi terhadap TB paru. Yang pada akhirnya meningkatkan cakupan pelayanan Puskesmas dan atau disarankan untuk memperluas pelayanan strategi DOTS ke pelayanan Rumah sakit dan pelayanan swasta lainnya.

ABSTRACT
Indonesia is approximatly has 583,000 new TB cases. It is estimated that 200,000 cases are around Community Health Centre (CHC.
The coverage of TB cases in Puskesmas Jayagiri, Bandung District is low, therefore the study aims to determine factors related to the first medical treatment seeking behavior by the suspect of pulmonary tuberculosis in puskesmas.
The study using cross sectional design, the samples are the whole of pulmonary TB suspected cases founded by screening, with the total number is 338 cases.
Conclusions:
The study founde proportion of suspected pulmonary TB founded in the area of Puskesmas Jayagiri, Lembang is 0.79 %, and the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected in the area of jurisdiction of Puskesmas Jayagiri, Lembang, such as the first action of seeking behavior treatment to the CHC is the 30.7 %, non-CHC 69.3 % and based on the all observed variables factors which related to the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected are : cost perception, occupation, disease perception, sick period, distance perception and curing suggestion.
Furthermore, this study suggested to increase the quality of personal health education and socialization of directly observed treatment short course (DOTS) strategy, to increase the coverage of TB case finding and expanded DOTS strategy service to hospital and the other private sector.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rudianto
"Analisis kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap tarif pelayanan kesehatan bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan membayar (ATP) dan kemauan membayar (WTP) terhadap- tarif pelayanan kesehatan di Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, dikaitkan dengan adanya perubahan tarif dan Rp. 700,- menjadi Rp. 2000,- sesuai Perda No. X Tahun 1997. Penelitian merupakan analisis deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara menggunakan kuesioner yang mengacu pada instrumen Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 terhadap keluarga yang pernah berobat ke Puskesmas setelah adanya kenaikan tarif. Hasil penelitian dideskripsikan melalui analisis persentase masyarakat yang "tersingkir" pada tarif tertentu. Hasil analisis antara lain terlihat masyarakat masih mempunyai kemampuan dalam membayar tarif Puskesmas sesuai Perda No. X Tahun 1997. Hal ini ditunjukkan dalam simulasi ATP1 (pengeluaran bukan makanan) dan ATP2 (pengeluaran non esensial), sedangkan bila disimulasikan dengan ATP3 (5% pengeluaran bukan makanan) maka sebesar 6% masyarakat akan "tersingkir ". Apabila biaya pelayanan berada di atas tarif yang ditetapkan yaitu misalnya ditambah dengan adanya pembebanan bagi pembelian jarum suntik, dimana tambahan biaya pembebanan juga meningkat dengan adanya kenaikan harga akibat krisis moneter akan mengakibatkan biaya pelayanan Puskesmas Cikole semakin tinggi, dan semakin banyak masyarakat yang tersingkir dari pelayanan Puskesmas. Turunnya kunjungan Puskesmas Cikole setelah diberlakukannya tarif baru - Rp.2000,- bukan sekedar disebabkan oleh adanya peningkatan tarif tersebut, tetapi merupakan dampak akumulatif dari adanya peningkatan tarif dan situasi moneter. Masyarakat yang tersingkir perlu didukung dengan program kartu sehat dan juga melaksanakan efisiensi biaya operasional untuk mengurangi pembebanan biaya pelayanan.

People's Ability to Pay and Willing to Pay Analysis upon the Health Service Tariff of Puskesmas Cikole, Kabupaten Daerah Tingkat II BandungPeople's ability to pay and willing to pay analysis upon the health service tariff' is aimed for getting the view of ability to pay and willing to pay upon the health service tariff at Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, related to the increasing tariff from Rp. 700,- to Rp. 2000,- according to Perda No. X /1997. This research is a descriptive analysis with cross sectional outline. The data gathered by carrying out interviews using questionaires according to " Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 " instrument to the families who have gone to get a medicaL treatment at the Puskesmas after the tariff increasing. The result of this reseach is described through the percentage analysis of people eliminated at a certain tariff. From the analysis, it seems that people still have the ability to pay Puskesmas tariff according to Perda No. X / 1997. This is shown in ATP 1 ( non - food expenses ) and ATP 2 ( non - essensial expenses) simulation, whereas if it was simulated by the ATP 3 ( 5% non - food expenses ), the 6 % of people will be eliminated. If the service cost is higher than the stated tariff; for example, addition with expenses for purchasing syringe, where the addition was also increased by the increasing prices as the result of monetary crisis, will make the service cost at Puskesmas Cikole higher, and more people will be eliminated from the Puskesmas services. The decreasing visits to Puskesmas Cikole after the new tariff Rp. 2000,-implemented, is not only because of the increase tariff; but also a cummulative effect from the increased tariff and monetary situation. The peoplie who are eliminated need to be supported by the " Kartu Sehat " program and also by carrying out operational cost efficiency to lessen cost burdening."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caecilia Windiyaningsih
"Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam upaya pemberantasan rabies pada manusia, tetapi masih belum berhasil menurunkan kasus rabies pada manusia menjadi nol. Selain itu kasus gigitan hewan penular rabies masih tinggi yaitu 330 kasus. Kecamatan tertular rabies ada tiga kecamatan adalah Kecamatan Pengalengan, BaIeendah, dan Bojongsoang. Belum disusun perencanaan strategi pemberantasan rabies pada manusia tahun 1999 -2004. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung perlu membuat perencanaan strategi pemberantasan rabies pada manusia untuk tahun 2000.
Rancangan penelitian adalah riset operasional atau terapan dengan analisa kualitatif dan kuantitatif untuk mendeskripsikan hasil kesepakatan dan analisa perencanaan strategi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.
Dari analisa faktor eksternal dan internal Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut :
Analisa faktor eksternal nilainya 2,78 yang artinya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung sudah memanfaatkan peluang tetapi belum optimal dan masih banyak faktor ancaman dalam pemberantasan rabies pada manusia. Analisa faktor internal nilainya 2,23 yang artinya adalah organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung masih lemah dalam melaksanakan pemberantasan rabies pada manusia. Menurut analisa faktor internal dan eksternal Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung terletak pada posisi sel V yang artinya adalah pada posisi Hold dan Maintain. Strategi yang hams dilakukan adalah market penetration dan product development.
Menurut analisa SWOT untuk strategi Market Penetration dan Product Development adalah sebagai berikut:
Strategy Market Penetration terdiri dari faktor kekuatan, kelemahan , peluang, dan ancaman adalah sebagai berikut:
Faktor Kekuatan yang harus dimanfaatkan secara optimal adalah sbb :
Desiminasi informasi dan Kemitraan dengan Biofarma, Dinas Kesehatan dan Kanwil Depkes Propinsi dan Dinas Peternakan Kabupaten Bandung.
Faktor Kelemahan yang hares dihiiangkanl diminimalisasikan adalah sebagai Belum adanya nisi, misi,dan tujuan yang jelas dalam pemberantasan rabies pada manusia serta koordinasi lintas program I lintas sektor terkait belum mantap. Faktor Peluang yang hams lebih dimanfaatkan adalah sebagai berikut : Meningkatkan program dengan lintas sektor terkait, penyuluhan kepada masyarakat, Optimalisasi Political Will dari Pengambil Keputusan Pemerintah Daerah I Dinas Peternakan Kabupaten Bandung.
Faktor Ancaman yang hams diminimalisasikan :
Dukungan politis dari lintas program I lintas sektor terkait kurang
Strategy Product Development :
Faktor Kekuatan yang hams ditingkatkan adalah sebagai berikut :
Sumber daya manusia jumlah cukup dan kinerja bagus.
Faktor kelemahan
Belum menunjuk "Rabies Center", SOP pemberantasan rabies pada manusia kurang diimplementasikan, koordinas lintas program kurang
Faktor peluang :
Penelitian tentang rabies pada manusia, pelatihan petugas, dan adanya kebijaksanaan Desentralisasi! Otonomi Daerah segera harus dilaksanakan.
Ancaman :
Kerjasama Lintas Sektor Terkait kurang memadai.
Bentut Perencanaan Strategi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Untuk tahun 1999 -- 2004 adalah sebagai berikut :
Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah bebas rabies pads manusia pada pertengahan tahun 2000.
Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah melakukan koordinasi dengan lintas program terkait dan lintas sektor terkait dengan mengadakan penjadwalan kegiatan bebas rabies pada manusia pada pertengahan tahun 2000.
Tuj uan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah :
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM terkait dalam pengendalian program rabies pada manusia.
Nilai market penetration berdasarkan Quantitative Strategic Planning Matrix untuk tahun 1999 -- 2004 sesuai dengan kesepakatan para pengambil keputusan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung nilai Market Penetration adalah 3,62 . Kegiatan utamanya desiminasi informasi tentang pemberantasan rabies pada manusia, Kemitraan dengan Biofarma, Dinas dan Kantor Wilayah Kesehatan Propinsi serta Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, dan penyuluhan kepada masyarakat tentang penanganan kasus gigitan hewan penular rabies. Nilai Product development 2,80, kegiatan utamanya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia dalam pemberantasan rabies pada manusia, menunjuk "Rabies Center" dan mengimplementasikan SOP pemberantasan rabies pada manusia.
Saran untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut :
- Sumber daya manusia di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pengetahuan dan
ketrampilan dalam pengendalian rabies perlu ditingkatkan melalui pelatihan ,
pertemuan lintas program dan lintas sektor terkait, serta tukar- menukar informasi
melalui segala media.
- Kebijaksanaan , pedoman pelaksanaan dan pedoman teknis pengendalain rabies pada manusia perlu diimplementasikan secara optimal.
- Segera menunjuk Puskesmas ! Rumah Sakit sebagai "Rabies Center" serta melengkapi tenaga yang terampil dalam penanganan kasus gigitan , peralatan dan obat untuk kasus gigitan hewan penular rabies.
- Desiminasi informasi tentang pengendalian rabies pada manusia kepada lintas program dan lintas sektor terkait.
- Diadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang penanganan luka apabila digigit anjing dan tata cara memelihara anjing yang benar .
- Melakukan penelitian tentang faktor -faktor yang beperan terhadap tingginya kasus gigitan oleh anjing liar.

Bandung District of Health Services has carried out of some other activities on human rabies control programme, but at present human rabies still there and number of animal bite by stray dog is high that is 330 cases. The sub District has rabies infected such as : Pengalengan, Baleendah, and Bojongsoang Sub Districts. According above problem, researcher would to design of strategic planning for human rabies eradication.
The design of research use Qualitative and Quantitative to discrption of agreement from the analysis of planning strategic from Bandung District of Health Services. The value of external factors is 2,78, it's mean Bandung District of Health Services has applied of opportunity, but they have some threats to rabies control programme. The value of internal factors is 2.23, it's mean Bandung District of Health Services not strong , because there are some weakness to rabies control programme. The position of Internal - external Matrix is 5 sel , that is mean Bandung District of Health Services Hold and Maintain position and will be succes must use strategic Market Penetration and Product Development.
The Strategic of Market Penetration base on SWOT analysis as follows : Market Penetration Strategic :
Strength Factors :
Desimination of information of human control programme and patnership with Biofarma, Provincial Health Services and Regional Office of Health in Prance also Bandung District of Livestock Services.
Weakness Factors :
Vision, Mission, and Goal not clearence yet about human rabies control programme and cooperation with others program me and others sector that concerned to rabies eradication programme not available yet.
Opportunity Factors :
To improve the human rabies control programme with other sector that concerned to rabies eradication programme, health education to community about tackling of animal bite case and optimalization of political will to decision makers.
Threat Factors :
Cooperation with others sector that concerned to rabies eradication not available yet.
Product Development :
Strength Factors :
Human Resources is avaible.
Weakness Factors :
"Rabies Center not determined yet and coordination with others programme not available yet.
Opportunity Factors :
To propose of research animal bite cases by stray dog, training to health officer for human rabies control programme, and there is desentralization 1 otonomy.
Threat factors:
Cooperation with others sector that concerned to rabies eradication not available yet.
The design of strategy planning to eradication human rabies by Bandung District of Health Services in 1999-2004 as follows :
Vission : human rabies eradication in middle 2000 year.
Mission : coordination with other sectors programme and sector that concerned to human rabies eradication activities in 1999-2004 years.
Goal : to improve knowledge and skill of human resources that concerned of human rabies control program.
The value of number quantitative strategic planning by market penetration to 1999 - 2004 is 3.62, and the main of activities as follows : desimination information about human rabies control programme,patnership with Biofarma, Provincial of Health Services and Regional Office of Health also Bandung District of Livestock Services, health education to community about to tackling of animal bite case.
The value of number quantitative strategic planning by product development to 1999-2004 is 2.80, and the main of activities as follows : to improve of knowledge and skill of human resources that concerned of human rabies control programme and to determined of "Rabies Center" also to optimalized of SOP.
The sugestion to Bandung District of Health Services for rabies control programme as follows :
- To improve quality and frequention of the resource person at Bandung District of Health Services of the human rabies control programme.
- To apply of the rabies policy, operational and technical guidelines of human rabies control programme.
- To determined of "Rabies Center" as soon as possible from Health Center/Hospital is strategy location in rabies endemic areas , and Equipment also Human Rabies Vaccine must available.
- Desimination about vision,mission, and goal of other sectors that concerned of rabies control programme.
- To improve quality and frequention of health education to community about case management of animal bite case and to care of animal (dog)
- To propose of animal bite case research by stray dog."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Monika S.N. Andarmawanti
"Latar Belakang: Barodontalgia adalah nyeri gigi yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara lingkungan dan dapat terjadi pada penerbang yang mengalami perubahan tekanan udara saat fase terbang. Barodontalgia merupakan gejala perkembangan dari kondisi patologis gigi yang sudah ada sebelumnya.
Tujuan: Menganalisis hubungan kondisi patologis karies dentin, pulpitis, nekrosis, periodontitis apikalis, restorasi rusak, serta impaksi molar ketiga dengan kejadian barodontalgia pada penerbang sipil Indonesia.
Metode: Cross-sectional, subjek dipilih non-random yang memiliki kondisi patologis. Pemeriksaan klinis dan kuesioner diberikan pada 210 subjek.
Hasil dan Kesimpulan: Dua puluh lima subjek (12,3%) dari 204 subjek mengalami barodontalgia. Kondisi patologis yang berhubungan dengan barodontalgia adalah pulpitis.

Background: Barodontalgia is a tooth pain caused by changes in ambient barometric pressure and could affected a pilot. Barodontalgia is a symptom of pre-existing pathological condition of tooth.
Aim: To analyze the relationship of pathological conditions dentine caries, pulpitis, pulp necrosis, apical periodontitis, defective tooth restoration, and impacted third molars with barodontalgia on Indonesian civilian pilots.
Methods: Cross-sectional study. Selected non-random, based on dental pathological conditions. Clinical examination and questionnaire were given to 210 subjects.
Results and Summary: Twenty five (12,3%) from 204 subjects experienced barodontalgia. Pathological condition that has significant relationship with barodontalgia is pulpitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi Afian
"Latar belakang: Tekanan darah tinggi diantara pilot sipil akan menyebabkan gangguan kardiovaskular sehingga akan mengganggu kelangsungan dan kelancaran penerbangan serta bagi perusahaan maskapai juga akan kekurangan pilot. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor dominan terhadap tekanan darah sistolik tinggi pada pilot sipil.
Metode: Penelitian potong lintang dengan metode sampling purposif pada pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan pada tanggal 18-29 Mei 2015. Data dikumpulkan dengan menggunakan formulir khusus untuk penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik demografi dan pekerjaan, klinis, kebiasaan olahraga, kebiasaan makan, indeks massa tubuh dan riwayat penyakit. Tekanan darah sistolik tinggi ialah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
Hasil: Dari 690 pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, 428 pilot laki-laki bersedia berpartisipasi mengikuti penelitian ini. Usia dan riwayat penyakit hipertensi merupakan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan tekanan darah sistolik tinggi. Jika dibandingkan dengan pilot usia 19-39 tahun, yang berusia 40-65 tahun mempunyai 15,1 kali lipat lebih besar risiko terkena tekanan darah sistolik tinggi [rasio odds suaian (ORa)= 15,12; p= 0,001]. Pilot dengan riwayat penyakit hipertensi dibandingkan dengan yang tidak ada riwayat memiliki risiko tekanan darah sistolik tinggi 93,2 kali lipat lebih besar (ORa= 93,21; p= 0,001).
Kesimpulan: Usia 40-65 tahun dan memiliki riwayat hipertensi meningkatkan risiko tekanan darah sistolik tinggi di antara pilot sipil di Indonesia.

Background: High blood pressure among civilian pilot will cause cardiovascular disease and this condition will disrupt the flight and for the airline company will have problem with pilot shortage. The purpose of this study was to identified the dominant factors related to high systolic blood pressure on the civilian pilot.
Methods: A cross-sectional study with a purposive sampling method on a pilot who perform periodic medical examinations in the Civil Aviation Medical Center on 18 to 29 May 2015. Data were collected using a special form for this study. The data collected were demographic and job characteristics, clinical, exercise habits, eating habits, body mass index and history of the disease. High systolic blood pressure is systolic blood pressure ≥ 140 mmHg.
Results: Of the 690 pilots who conduct periodic health examinations, 428 male pilots willing to participate to follow this study. Age and history of hypertension is the predominant risk factor associated with high systolic blood pressure. When compared with the pilot age 19-39 years, 40-65 years old have a 15.1-fold greater risk of high systolic blood pressure [odds ratio (adjusted ORa)= 15.12; p= 0.001]. Pilot with a history of hypertension compared to those without a history of having high systolic blood pressure risk 93.2 times larger (ORa= 93.21; p= 0.001).
Conclusion: Age of 40-65 years and had history of hypertension increased the riskj of systolic blood pressure among civilian pilot in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Indah Imelda R.H.
"Latar belakang: Kebiasaan makan protein yang berlebihan dapat berdampak terhadap timbulnya penyakit ginjal, hati dan risiko tinggi penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan terjadinya inkapasitasi pada pilot. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor sosiodemografi dan faktor lainnya terhadap kebiasaan makan protein berlebih pada pilot sipil di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder Survei kebiasaan makan, minum dan latihan fisik pada pilot sipil di Indonesia 2016. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik demografi, kebiasaan latihan fisik, pengetahuan, indeks massa tubuh dan karakteristik penerbangan. Analisis regresi cox dipakai untuk menganalisis faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan kebiasaan makan protein berlebih.
Hasil: Di antara 528 pilot yang berusia 19-64 tahun, kebiasaan makan protein berlebih ditemukan pada 194 (36.74%) pilot. Lama masa kerja dan indeks massa tubuh menjadi faktor risiko dominan yang berkaitan dengan kebiasaan makan protein berlebih pada pilot. Jika dibandingkan dengan pilot dengan lama masa kerja 1 - 9 tahun, pilot dengan masa kerja 10 ? 40 tahun berisiko 35% lebih kecil memiliki kebiasaan makan protein berlebih (RRa = 0.65 ; 95% CI 0.49 ? 0.87). Jika dibandingkan dengan pilot dengan indeks massa tubuh normal, pilot yang overweight berisiko 34% lebih kecil memiliki kebiasaan makan protein berlebih (RRa = 0.66 ; 95% CI 0.47 - 0.93).
Kesimpulan: Lama masa kerja dan overweight memiliki risiko lebih rendah kebiasaan makan protein berlebih.

Background: Excessive protein eating habits can have an impact on the incidence of kidney disease, liver and high risk of cardiovascular disease that can cause incapacity on the pilot. The purpose of this study was to identify sociodemographic factors and other factors on eating proteins habits in civilian pilots in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study using secondary data from Survey of eating habits, drinking and physical exercise on a civilian pilot in Indonesia in 2016. Data were collected on demographic characteristics, physical exercise habits, smoking habits, knowledge, body mass index and flight characteristics. Cox regression analysis was used to analyze the dominant factors associated with protein eating habits.
Results: Among the 528 pilots aged 19-64 years, the eating habits of excessive protein found in 194 (36.74%) pilots. Long working periode and body mass index was the dominant risk factors associated with protein eating habit in the pilot. When compared to the pilot with working 1-9 years, pilot with working periode 10-40 years 35% lower risk of eating habits of excess protein (RRA = 0.65; 95% CI 0:49 - 0.87). When compared to normal body mass index, pilot overweight had 34% lower risk of eating habits of excess protein (RRA = 0.66; 95% CI 0:47 - 0.93).
Conclusion: longer working periode and overweight have a lower risk of excessive protein eating habits.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Yunia Candra
"ABSTRAK
Latar belakang : Penerbang Sipil merupakan profesi pekerjaan yang memiliki resiko mengalamistres karena tantangan yang dihadapinya setiap hari, seperti lingkungan penerbangan, ketinggian,kebisingan, komunikasi, dan getaran. Penerbangan jarak dekat yang terjadi di Indonesia sebagainegara kepulauan tidak dapat dihindirai oleh penerbang sehingga dapat menjadi pemicu terjadikelelahan yang menyebabkan stres. Untuk mengukur kelelahan yang menyebabkan stres padapenerbang sipil dapat diketahui berdasarkan kuesioner dan biomarker stres dapat mengunakansampel saliva dengan mendeteksi kadar enzim alfa amilase saliva. Tujuan : Dengan mengetahuihubungan stres akibat faktor kelelahan pada penerbang sipil Indonesia terhadap kadar enzim alfaamilase saliva, maka diharapkan dapat meningkatkan keselamatan penerbangan sipil Indonesia.Metode : membandingkan kadar enzim alfa amilase saliva pada dua kelompok penerbang sipilIndonesia yang melakukan penerbangan sektor dan memiliki jam terbang total lebih dari 6624 jamdengan kelompok penerbang sipil Indonesia yang yidak melakukan penerbangan sektor danmemiliki jam terbang total kurang dari 6624 jam. Hasil : Terdapat hubungan peningkatan kadarenzim alfa amilase saliva pada kelompok penerbang sipil dengan Indonesia yang melakukanpenerbangan sektor dan memiliki jam terbang total lebih dari 6624 jam dengan kelompokpenerbang sipil Indonesia yang tidak melakukan penerbangan sektor dan memiliki jam terbangtotal kurang dari 6624 jam. Kesimpulan : Kadar enzim alfa amilsae saliva berbeda secarasignifikan pada dua kelompok penerbang, sehingga enzim alfa amilase saliva dapat dijadikanbiomarker untuk mengetahui adanya stres pada penerbang sipil Indonesia.

ABSTRACT
Background Aviators are one of the high risk jobs that have high levels of stress due to aviationenvironment, altitude, noise, communication and vibration. Indonesia as an archipelagic countryrequires its civilian aviators to go through high frequency intersection routes between islands. Thiscircumstance triggers fatigue that leads to a stress condition. Salivary amylase is an enzyme thatcan be used as a stress biomarker. Aim This study aims at analyzing the effect of stress on salivary amylase levels in Indonesian civil aviators. Methods comparing salivary alpha amylaseenzyme levels in two groups of Indonesian civil aviators who are on a sector flight and have a totalflight time of more than 6624 hours with Indonesian civil aviation groups that do not fly sectorsand have a total flight time of less than 6624 hours. Result Nineteen people 47.5 from 40subjects were clinically diagnosed fatigue. Ten out of nineteen subjects 52.6 had high SAAlevel and the rest had moderate one. Summary Based on this study, SAA level can be utilized asan effective tool for forensic investigation on aviation accidents and or incidents caused by humanfactors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library