Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yazirman
Abstrak :
BASTRAK
Propinsi Daerah Tingkat I Jambi merupakan daerah agraris, baik dilihat dari struktur PDRB maupun dari struktur tenaga kerja Struktur demikian itu, tampaknya akan tetap bertahan dalam jangka panjang, mengingat adanya kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi mengembangkan sektor pertanian, utamanya sub-sektor perkebunan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana dampak pengembangan sub-sektor perkebunan terhadap perekonomian daerah ini.

Penelitian ini menggunakan pendekatan malaria regional, untuk menganalisis dampak pengembangan sub-sektor perkebunan, khususnya komoditas karet dan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian Daerah Tingkat I Propinsi Jambi. Konsep pemikiran teoritis yang melandasi analisis dalam penelitian ini adalah konsepsi pembangunan pertanian-industri yang dewasa ini lebih dikenal dengan konsep agroindustri dan agribisnis. Konsepsi demikian ini dipayungi oleh pemikiran tentang pembangunan yang berdimensi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with distribution).

Sejalan dengan kerangka pemikiran demikian itu, maka analisis dalam penelitian ini diawali dengan kajian tentang pertumbuhan dan transformasi struktural perekonomian Daerah Tingkat I Propinsi Jambi. Dalam hal ini pendekatan analisis yang dipergunakan adalah model transformasi struktural yang dikembangkan oleh Muhammad Arsjad Anwar. Pendekatan tersebut menekankan pada pergeseran kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDF3 (yang dalam penelitian ini adalah PDRB), serta pergeseran kontribusi sub-sub sektor dalam sektor pertanian dan dalam sektor industri terhadap sektor masing-masing. Dengan analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi, transformasi struktural dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Analisis mengenai dampak pengembangan sub-sektor perkebunan khususnya karet dan kelapa sawit, menggunakan teknik Stint Share. Dengan teknik analisis ini dimaksudkan untuk melihat eksistensi pertumbuhan subsektor perkebunan dalam posisinya sebagai bagian dari perekonomian daerah Jambi dan dalam posisinya sebagai bagian dari perekonomian nasional.

Untuk mengetahui aspek keterkaitan industri kedua komoditas yang dianalisis (karet dan kelapa sawit), dipergunakan model Input-Output Regional. Karena Dati I Propinsi Jambi sampai saat penelitian ini dilaksanakan belum memiliki Publikasi Tabel Input-Output Regional, maka dipergunakan Tabel Input-Output Regional Propinsi Dati I Riau, dengan pertimbangan antara lain bahwa, baik di Propinsi Riau maupun di Propinsi Jambi, kedua komoditas yang dianalisis same sama merupakan komoditas yang dirancang untuk menjadi komoditas unggulan bagi perekonomian rakyat daerah ini.

Hasil analisis tentang pertumbuhan dan transpormasi struktural daerah Jambi selama 1983-1994 menunjukkan bahwa (a) pertumbuhan ekonomi daerah Jambi tergolong sangat tinggi; (b) telah terjadi transformasi struktural dalam perekonomian daerah Jambi, dilihat dari pergeseran kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB dan sub-sektor dalam sektor pertanian dan sektor industri terhadap masing-masing sektor yang bersangkutan. Namun demikian, jika diperhatikan aspek kesejahteraan yang dilihat dari perkembangan. gini ratio, ternyata justru kurang mengalami perubahan dan cenderung memburuk. Untuk hal tersebut, menurut batasan dalam penelitian ini, disebabkan oleh belum adanya keterkaitan dan kedalaman industri yang cukup berarti dalam struktur perekonomian daerah Jambi. Kesimpulan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa selama periode yang diamati, struktur perdagangan internasional daerah ini yang tidak mengalami perubahan, atau tetap bertahan pada perdagangan komaditas yang berbasis sumberdaya alam berupa kayu olahan dan karet olahan. Kedua kelompok komoditas tersebut masih dalam tahapan produksi yang awal sehingga niiai tambahnya relatif rendah.

Hasil analisis yang menggunakan teknik Shift-Share m.enunjukkan bahwa pertambuhan sektor-sektor ekonomi dan sub-sektor perkebunan selama periode yang diamati cukup menggembirakan, baik dilihat dari variabel output maupun variabel employment. Dari hasil analisis ditemukan bahwa kebijakan pengembangan sub-sektor perkebunan, khususnya komoditas karet dan kelapa sawit, cukup beralasan.

Sementara itu hasil analisis keterkaitan industri atas sektor karet dan sektor kelapa sawit menemukan bahwa dalam transaksi non-kompetitif, kedua komoditas ini mempunyai keterkaitan ke belakang yang lemah tetapi keterkaitan ke depan yang cukup kuat. Meskipun dalam konteks transaksi kompetitif menunjukkan keterkaitan ke depan pun kurang memuaskan. Namun demikian, karena karet dan kelapa sawit: (a) cukup mempunyai keunggulan dalam keterkaitan ke depan pada transaksi domestik; (b) merupakan lapangan usaha bagi sebagian besar penduduk pedesaan di daerah Jambi; (c) komoditas ekspor; dan (d) bahan baku bagi berbagai industri hilir, sehingga mempunyai peranan yang berarti terhadap perekonomian regional dan perekonomian nasional, maka rekomendasinya adalah tetap meningkatkan pengembangan kedua komoditas Sejalan dengan itu, maka dalam jangka menengah dan jangka panjang pengembangan komoditas karet dan kelapa sawit hendaklah diimbangi dengan kebijakan-kebijakan makro dan mikro yang memungkinkan tumbuhkembangnya industri industri hilir dan industri penunjangnya di daerah ini, sehingga akan memberi dampak multiplier secara luas terhadap perekonomian daerah dan perekonomian nasional.

Hasil analisis pertumbuhan dan transformasi struktural dan hasil analisis keterkaitan, memperkuat kesimpulan bahwa struktur perekonomian daerah Jambi belum didukung oleh keterkaitan dan kedalaman industri yang memadai. Kedua hasil analisis tersebut menurut hemat penulis merupakan faktor pernyebab mengapa gird ratio Propinsi Jambi tidak membaik. Kenyataan tersebut menjadi pertanyaan, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan pertanian-industri yang tertuang dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah Tingkat I Jambi.

Di sisi lain, ternyata dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan sub-sektor perkebunan ini, masih ditemukan berbagai kendala kelembagaan. Kendala dimaksud lebih bersifat `birokratis' dan `egosektoral', yang antara lain berpangkal dari keputusan yang masih sentralistis. Keadaan yang mengakibatkan Bappeda sebagai lembaga yang bertanggungjawab mengkoordinir perencanaan pembangunan di daerah menjadi serba sulit.
ABSTRACT
Based on the economic and employment structure, Jambi is known as an agriculture-based economy. Rubber and Palm Oil are the main commodities which produced by rural people in this province. That is why local government of Jambi Province develops these two commodities as the strategy to increase the regional economic performance, especially in term of economic growth and income distribution.

Using regional macroeconomic approach, the aim of this research is to analyze the impact of the development of plantation sector to the regional economic performance of Jambi Province. Theoretically, this research is based on the concept of agro industry and agribusiness as the implementation of `growth with distribution' development strategy.

This research began with the analysis of Jambi economic structural transformation. The analysis stressed on the shift of industries output share to the Gross Regional Domestic Product, and the shift of sub-sectors in agriculture sector and manufacturing sector each. Using this model, it is expected to be able to analyze the relationship between regional economic growth, structural change and social welfare.

Shift-share analysis used to analyze the growth of plantation sector (rubber and palm oil) in term of output and employment, and as the part of regional and national economic.

Subject to the absence of Jambi Input-Output Table, therefore this research, was make use of Riau Province Input-Output Table in order to analyze the industrial linkage of rubber and palm oil with other sectors in the economy. It is also expected to know whether this sector is leading sector or not in the economy.

Concerning the analysis of economic growth and structural change, will found out that during 1983 to 1994, Jambi economic has : (a) high growth; and (b) well economic structural change. But according to gini ratio, the income distribution is not good enough. The problem is considered the influence of less linkage and deepening of the industry. That conclusion is proved by the export structure which never change from natural-based commodities, such as wood and rubber, while both of commodities has relatively low value added.

The growth of economic sector and plantation sub-sector in term of output and employment, indicates that the development of plantation is reasonable.

Going on the basis of non-competitive transaction of Input-Output Analysis, founded out that the commodities has weakly backward linkage but strongly enough in forward linkage. And, based on competitive transaction, both commodities has weakly backward and forward linkage, but causing by : (a) strongly forward linkage; (b) the main income source for most of rural people in Jambi; (c) the export commodities; and (d) raw material for several downstream industries, therefore it is recommended to increase the development of both of the commodities.

In order to increase the role and contribution of the commodities to the economy, macro and micro policies are suggested, for both in medium and long term planning. The policies are needed to accommodate the investment activities in Jambi, especially in downstream industries, because the industries has consequences in create multiplier effect for the economy, both regional and national.

The result of structural change analysis, growth analysis, and industry linkage analysis, takes support the conclusion that the growth and structural change of Jambi regional economic has not been supported by linkage and deepening of industry, therefore all this condition clarified why the `gini ratio' of this province is not getting better. That is being main problem related to Jambi's development strategy which has put on the concept of agriculture-based industry and rural economic-based development strategy.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rutiatik Ruslim
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rigiyanto
Abstrak :
ABSTRAK
DKI Jakarta sebagai kota metropolitan telah berkembang ke prakondisi sebagai kota jasa. Selama PJP I transformasi perekonomian telah membawa DKI Jakarta ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat mengesankan selain meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus telah mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun di sisi lain meningkatnya pendapatan belum diikuti dengan distribusi pendapatan yang merata. Gini ratio telah meningkat dari 0,29 pada 1984 menjadi 0,36 pada 1996.

Keberhasilan pembangunan ekonomi selain telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga berdampak pada peningktab jumlah penduduk yang menuntut tersedianya lahan untuk pemukiman, lapangan kerja dan supplai bahan panagan dan non pangan dari pertanian serta berdampak kepada semakin terdesaknya daerah hijau pertanian hutan dan taman kota serta daerah-daerah resapan.

Kondisi krisis ekonomi yang telah berlangsung sejak pertengangahan 1997 menimbulkan kelesuan kegiatan perekonomian dan berdampak langsung kepada sector-sektor modern yang bercirikan pada ketergantungan pada meningkatnya pengangguran yang berasal dari angkatan kerja yang tidak terserap lapangan kerja dan dari pemutuasan hubungan kerja (PHK).

Ditinjau dari potensi sumber daya, DKI Jakarta memiliki cukup tenaga kerja dan potensi lahan yang perlu dimanfaatkan, lahan di daerah dengan koefisien dasar bangunan rendah, melalui pengembangan system agribisnis yang menggunakan bahan baku impor relative kecil.

System agribisnis diartikan sebagai suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhaan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud ada hubungannya dengan arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi kebijakan pembangunan pertanian subsector pertanian tanaman pangan dan hortikuktura DKI Jakarta dalam pengembangan system agribisnis dengan metode pengambilan keputusan the analytical hierarchy process (AHP).

AHP adalah metode pengambilan keputusan dengan cara memecah suatu masalah yang kompleks dan mengaturnya ke dalam suatu hirarki. Dalam penelitian ini untuk keperluan simulasi, dilakukan penilaian oleh lima orang responden yang dianggap ekspert dalam masalah pertanian pada umumnya dan permasalahhan agribsnis di DKI Jakarta pada khususnya dengan menggunakan daftar kuesioner.

Analisis mengenai strategi kebijakan pembangunan pertanian TPH DKI Jakarta diawali dengan melakukan kajian tentang gambaran umum perekonomian DKI Jakarta dengan titik berat pada subsector pertanian TPH melalui mdel pendekatan transformasi struktur perekonomian terhadap PDRB DKI Jakarta khususnya pergeseran kontribusi subsector pertanian TPH. Dengan analisis ini dimaksudnkan untuk memperoleh gambaran permasalahan yang dihadadpi dalam pembangunan pertanian system agribisnis. Kemudian hirarki permasalahan dianalisa dengan mengaplikasikan pendekatan AHP.

Berdasarkan hasil kajian terhadap rata-rata pendapatan petani dibandingkan dengan rata-rata pendapatan regional Jakarta perkapita dan terhadap indek produktivitas relative petani (IPR) serta meningkatnya gini ratio maka secara tidak langusng menunjukkan bahwa probabilitas distribusi pendapatan terendah dari pertanian makin signifikan.

Sementara itu, hasil kajian terhadap kendala peluang dan tantangan dalam pengembnagan agribisnis di DKI Jakrta ternyata menunjukkan bahwa upaya pengembangan industry dan jasa yang menunjang dan ditunjang oleh kegiatan usaha pertanian makin terbuka lebar.

Hasil sintesa akhir terhadap hirarki system agribisnis dari jawaban ke lima responden dengan pendekatan AHP ternyata sasaran satu mendapat prioritas tinggi di atas ke dua sasaran lainnya yaitu peningktan lapangan kerja dan peningktan pendapatan. Hasil ini juga sama dengan prioritas consensus. Dan kebijakan yang paling diinginkan responden dalam pengembangan system agribisnis di DKI Jakarta adalah kebijakan pengembnagna SDM dan kelembagaan pertanian.

Dengan menjalankan kebijakan pengembangan SDM dan kelembagaan pertanian maka peluang atau kesempatan usaha di bidang agribisnis, ekspor-impor, perdaganagn pascpanen, rental tanaman, konsultan agribisnis dan lain-lain sejlaan dengan peningkatan penduduk, pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan permintaan hasil pertanian dan bahan baku dari hasil pertanian untuk industry dan perdaganagan di tingkat nasional maupun internasional. Kenytaaan ini merupakan tantangan bagi pemda untuk lebih mengoptimalkan pencapaian sasaran kebijakan pembangunan pertanian TPH.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurhayati
Abstrak :
Didasari pandangan bahwa peranan pemerintah diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi sehingga berkembang teori-teori perencanaan pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi berbagai akibat yang ditimbulkan oleh mekanisme pasar. Di sisi lain, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan lahan atau ruang sebagai wadah kegiatan untuk menciptakan nilai tambah, yang keberadaannya terbatas. Sehingga diperlukan upaya untuk pengaturan pemanfaatan ruang agar tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Penataan ruang merupakan salah satu bentuk peran pemerintah dalam mengalokasikan dan mengatur pemanfaatan lahan. Kondisi Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam mengalokasikan sumber daya lahan yang terbatas dan adanya berbagai kendala dalam menciptakan pertumbuhan wilayah. Tujuan dari penelitian adalah menelaah mengenai penggunaan lahan yang ada serta rencana penggunaan lahan yang telah ditetapkan RTRWP, apakah dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Bagaimana pengaruh suatu kebijakan pengaturan penggunaan lahan terhadap tercapainya pertumbuhan ekonomi. Penelitian difokuskan pada pengaruh kebijakan pengaturan penggunaan lahan terhadap pencapaian alokasi penggunaan lahan yang optimal sehingga pencapaian PDRB maksimal. Kebijakan pengaturan penggunaan lahan merupakan kebijakan pemerintah daerah yang diterapkan, yaitu kebijakan mengenai penentuan batasan juga penggunaan lahan untuk kawasan industri dan kebijakan mengenai perlunya swasembada pangan yang memerlukan batasan luas penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah pertama, bahwa suatu penggunaan lahan untuk kegiatan tertentu akan menghasilkan nilai tambah bruto bagi lapangan usaha yang bersangkutan; kedua, besarnya nilai tambah bruto yang dihasilkan dari suatu penggunaan lahan dianggap tetap; ketiga, luas lahan yang dapat dimanfaatkan dianggap tetap. Kesimpulan penelitian adalah: - Luas penggunaan lahan suatu kegiatan tertentu mempuyai pengaruh yang positip terhadap pembentukan nilai tambah bruto sektoral yang bersangkutan. Semakin besar luas penggunaan lahan suatu kegiatan akan semakin besar pula terbentuknya nilai tambah bruto sektor yang bersangkutan. - Kebijakan pengaturan penggunaan akan mempengaruhi pencapaian alokasi penggunaan lahan optimal dan besarnya PDRB yang dihasilkan - Komposisi penggunaan lahan saat ini (kondisi obyektif tahun 1998) menghasilkan PDRB yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi pada komposisi penggunaan lahan optimal (kondisi pada pemecahan optimal). - Komposisi penggunaan lahan sesuai RTRWP Jawa Barat yang telah ditetapkan diperkirakan akan menghasilkan PDRB yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi komposisi penggunaan lahan optimal (kondisi pada pemecahan optimal). - Dengan melihat pemecahan optimal yang menghasilkan PDRB maksimal adalah alternatif 2.c. Hal ini akan mengimplikasikan pada akan berubahnya penggunaan lahan kegiatan pertanian menjadi kegiatan non pertanian, yang semula (tahun 1998) seluas 3.596.214 hektar menjadi 888.696,23 hektar. Semakin meluasnya penggunaan lahan untuk kegiatan industri, permukiman, perdagangan, jasa dan kegiatan lainnya. Penggunaan lahan industri dari 30.151 hektar menjadi 472.120,94 hektar. Penggunaan lahan permukiman, perdagangan dan jasa dari 482.236 hektar menjadi 928.899,88 hektar. Penggunaan lahan lainnya dari 158.169 hektar menjadi 371.559,95 hektar. - Analisis sensitivitas koefisien variabel fungsi tujuan menunjukkan bahwa koefisien variabel penggunaan lahan untuk pertanian dan industri (koefisien variabel XI dan X2) menunjukkan pengaruhnya yang peka terhadap perubahan nilai fungsi tujuan, namun tidak mempengaruhi komposisi penggunaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas penggunaan lahan untuk pertanian dan industri dengan memanfaatkan luas lahan yang tersedia, masih dapat meningkatkan pencapaian PDRB yang maksimal. Sebagai masukan untuk kebijakan pengaturan penggunaan lahan disarankan hal-hal sebagai berikut: - Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengalokasikan komposisi penggunaan lahan yang optimal pada masing-masing kabupaten dan kotamadya berdasarkan kondisi dan keterbatasan masing-masing kabupaten atau kotamadya sehingga dapat menciptakan PDRB yang optimal pada tingkat kabupaten/kotamadya maupun pada tingkat propinsi. - Perlu dilakukan peninjauan ulang dan revisi RTRWP untuk mencapai kondisi penggunaan lahan yang optimal sehingga pencapaian nilai PDRB dapat maksimal. Namun perlu dipertimbangkan bahwa dalam penelitian ini fungsi tujuan yang dirumuskan adalah memaksimalkan output atau pendapatan, belum mempertimbangkan aspek pemerataan, lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga untuk peninjauan ulang RTRWP terlebih dahulu perlu disempurnakan fungsi tujuan sehingga semua aspek dapat dipertimbangkan. - Melihat implikasi yang akan terjadi jika alternatif 2.c akan diterapkan maka perlu dilakukan: a. Untuk meningkatkan PDRB namun tidak mengubah komposisi penggunaan lahan optimal dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas atau nilai tambah bruto per hektar penggunaan lahan pertanian. b. Upaya pengendalian perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi kegiatan non pertanian, terutama berkaitan dengan aspek lokasi yang diijinkan berubah dan tidak diijinkan berubah. Terutama pada wilayah-wilayah pertanian dengan produktivitas per hektar yang tinggi perlu dipertahankan agar pencapaian PDRB tetap maksimal. c. Perlunya pengendalian dalam mengalokasikan luas penggunaan lahan untuk industri, permukiman, perdagangan, jasa dan lainnya pada wilayah-wilayah kabupaten dan kotamadya - Antisipasi yang perlu dilakukan bila kondisi kebijakan pada alternatif 2.c akan diterapkan, yaitu: a. Penggunaan lahan untuk industri, permukiman, perdagangan, jasa dan kegiatan lainnya akan meningkat sehingga perlu dikaji masalah lingkungan yang akan terjadi seperti polusi, kemacetan dll. b. Adanya peningkatan kebutuhan listrik, bagaimana antisipasi penyediaannya. c. Masalah penduduk yang akan masuk karena adanya daya tarik kegiatan bagi penduduk dari luar Jawa Barat, yang tentunya akan menimbulkan berbagai masalah dalam pelayanan penduduk oleh pemerintah daerah, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T5016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library