Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arfian
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang melekat di seluruh wilayah Pulau Batam yang penguasaannya dikelola oleh BP Batam. Faktanya tanah adat kampung tua berdiri di atas Hak Pengelolaan, sedangkan masyarakat adatnya sudah lama mendiami wilayahnya bahkan turun temurun.  Dengan memberikan status hak milik terhadap tanah adat tersebut merupakan bentuk perlindungan dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat di kawasan kampung tua tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai masalah yang melatarbelakangi terkait pemberian status hak atas tanah dan peran notaris dalam pemberian status hak atas tanah di wilayah adat kampung tua serta perlindungan hukumnya. Untuk menjawab permasalahan  tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat benturan kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal pemanfaatan dan penataan tanah adat kampung tua, BP Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan bagian dari Hak Pengelolaan, dan Pemerintah Kota Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan tanah adat karena masyarakat adatnya sudah terlebih dahulu menduduki wilayahnya sebelum timbulnya Hak Pengelolaan sehingga membuat permasalahan pemberian kepastian hukum status hak atas tanah di kampung tua menjadi berlarut-larut. Kemudian bentuk perlindungan hukumnya yaitu pemberian sertifikat hak milik secara massal secara bertahap dimulai pada titik wilayah dengan kategori clean and clear, Clean yaitu pemukiman dengan penataan rapi, tidak terdapat hutan lindung dan tidak terdapat pihak ketiga pemegang PL. Clear yaitu titik wilayah adat tersebut seluruh masyarakatnya sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan tidak terjadi tunggakan serta sengketa.  ......This study discusses the Management Rights inherent in the whole area of Batam Island whose control is managed by BP Batam. The fact is that the customary land of the Kampung Tua stands on Management Rights, while the indigenous people have long inhabited their territory and even hereditary. By giving the status of ownership rights to the customary land is a form of protection with the recognition of the existence of indigenous peoples in the Kampung Tua area. The issues raised in this study are the underlying issues related to the granting of the status of land rights and the role of the notary in granting the status of land rights in the traditional territory of the Kampung Tua and its legal protection. To answer these problems, this study uses normative juridical research forms, using descriptive analysis method of analysis with a qualitative approach. The results of this study are that there is a conflict of authority between BP Batam and the Batam City Government in terms of the utilization and arrangement of the old village's customary land, BP Batam considers the Kampung Tua area to be part of the Management Right, and the Batam City Government considers the Kampung Tua area to be customary land because the community the custom had already occupied its territory before the emergence of Management Rights, making the problem of granting legal certainty to the status of land rights in old villages became protracted. Then the form of legal protection is in the form of granting certificates of ownership in stages gradually starting at the point of the area with the category of clean and clear, Clean is settlement with neat arrangement, there is no protected forest and there is no third party PL holders. Clear that is the point of the customary area, all the people have paid the Authority's Annual Obligation (UWTO) with no arrears and disputes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vini Rismayanti Putri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai inspanningsverbintenis dan resultaatsverbintenis dalam program bayi tabung (Analisis Putusan No. 325/Pdt.G/2017/Pn. Sby). Fokus dari penelitian ini adalah mengenai inspanningsverbintenis dan resultaatsverbintenis di dalam suatu tindakan medis khususnya dalam penyelenggaraan program bayi tabung dan pertanggungjawaban hukum terhadap dokter dalam hal memperjanjikan hasil tertentu dalam program bayi tabung. Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif dan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa inspanningsverbintenis adalah perikatan berdasarkan usaha yang maksimal. Sedangkan, resultaatsverbintenis adalah perikatan berdasarkan hasil kerja. Penyelenggaraan program bayi tabung termasuk ke dalam perjanjian yang bersifat inspanningsverbintenis. Apabila dokter menjanjikan hasil tertentu (resultaatsverbintenis) maka dokter dapat digugat dengan alasan wanprestasi. Gugatan tersebut hanya dapat dilakukan apabila memang ada perjanjian antara para pihak. Dalam program bayi tabung gugatan atas dasar wanprestasi dapat terjadi apabila dokter telah menyanggupi suatu keberhasilan kepada pasien. Hasil penelitian ini menyarankan agar komunikasi antara dokter dengan pasien lebih ditingkatkan kembali guna menghindari suatu kesalahpahaman. Serta untuk perjanjian yang bersifat resultaatsverbintenis harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan dokter tetap harus memberikan penjelasan lengkap termasuk risiko yang melekat atas tindakan medis yang akan dilakukanya.
This study discussed about inspanningsverbintenis and resultaatsverbintenis in In Vitro Fertilization program (analysis of verdict no. 325/Pdt.G/2017/Pn.Sby. The focus of this research is on inspanningsverbintenis and resultaatsverbintenis in medical practice especially In Vitro Fertilization implementation and law responsibilities towards doctors in terms of promising certain results in In Vitro Fertilization program. The form of this thesis research is normative juridical with descriptive type and qualitative method. The results of this study concluded that Inspanningsverbintenis is an engagement based on maximum effort. Whereas, Resultaatververbintenis is an engagement based on work results. The implementation of the In Vitro Fertilization program is considered to be Inspanningsverbintenis agreement. If the doctor promises certain results, the doctor can be sued on the grounds of default. The claim can be done only if there is an agreement between the parties. In the In Vitro Fertilization program a lawsuit on the basis of default can occur if the doctor has been able to achieve success in the beginning to the patient. The results of this study suggest that communication between doctors and patients be further improved in order to avoid a misunderstanding. As well for resultaatververbintenis agreements must be done in writing and signed by the parties and the doctor must provide a full explanation including the inherent risks of medical actions that will be done.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dipta Anindita
Abstrak :

Skripsi ini menjelaskan mengenai pengaturan mediasi dalam perkara pidana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kemudian, pembahasan dalam skripsi ini akan mengerucut dan membahas kewenangan Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan mediasi atas perkara pidana medis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif, tipe penelitian deskriptif dan preskriptif, dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer serta sekunder, melalui alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara. Dari hasil penelitian dan kajian disimpulkan bahwa ketentuan mengenai mediasi dalam perkara pidana tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun terdapat beberapa instrumen hukum lain yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan mediasi dalam perkara pidana, yakni Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 dan beberapa peraturan Kepolisian. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, mediasi dalam perkara pidana dilandasi dengan kewenangan kepolisian untuk melakukan diskresi. Pengaturan terkait mediasi perkara pidana hendaknya dikembangkan dalam peraturan perundang-undangan karena hingga saat ini tidak terdapat peraturan yang kuat kedudukan hukum regulasinya dan secara tegas (konkret-operasional/aplikatif) mengatur mengenai mediasi dalam penyelesaian perkara pidana. Adapun untuk saat ini, pelaksanaan mediasi perkara pidana berdasarkan kewenangan diskresi kepolisian hendaknya dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk memberikan manfaat kepada banyak pihak.

 

 


This thesis seeks answers concerning the mediation arrangements in criminal cases according to the applicable laws and regulations in Republic of Indonesia. The discussion in this thesis will specifically explains the authority of the National Police of Indonesia in mediating medical criminal cases. The research method that being used is juridical-normative, descriptive and prescriptive research using secondary data in the form of primary and secondary legal materials, through data collection tools in the form of literature studies, and interview research. The research concluded that mediation in criminal cases is not regulated in the Criminal Law Act and the Criminal Procedure Code. However, there are several other legal instruments that can be used as guidelines in carrying out mediation in criminal cases, such as Law No. 2 of 2002 and several police regulations. In Law No. 2 of 2002, mediation in criminal cases is being conducted based on the authority of the police to conduct discretion.The regulations concerning mediation of criminal case should be developed in the legislation because currently there are not any strong legal basis (whether concrete-operational/applicative) that governs the mediation mechanism related to the settlement of criminal cases. As for now, the implementation of criminal case mediation based on the discretion of the police should be carry out based on consideration to provide benefits to many parties.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynika Ashfahani
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai Informed consent dalam tindakan medis yang merupakan program pemerintah. Terdapat pengecualian informed consent dalam keadaan khusus yaitu persetujuan tindakan kedokteran tidak perlu bagi tindakan medis yang dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis penerapan informed consent pada tindakan imunisasi yang mana merupakan salah satu program pemerintah di bidang kesehatan. Penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder dan dengan teknik pengumpulan data yang bersifat kualitatif. Persetujuan dapat berbentuk secara tertulis dan lisan. Dalam imunisasi, persetujuan yang diberikan oleh orang tua merupakan persetujuan yang diberikan secara tersirat dan dipersamakan dengan persetujuan lisan. Pemerintah perlu membuat suatu peraturan lebih lanjut mengenai frasa dari tidak diperlukannya persetujuan tindakan kedokteran dalam tindakan medis yang dilakukan sesuai dengan program pemerintah.
This thesis discusses Informed consent in medical treatment which is a government program. There is an exception for informed consent in special circumstances, namely approval of medical treatment is not necessary for medical actions carried out in accordance with government programs. The purpose of writing this thesis is to analyze the application of informed consent to immunization action which is one of the government programs in the health sector. The research for writing this thesis is a research that uses a juridical-normative approach by using secondary data and with qualitative data collection techniques. Consent can be in written and oral form. In immunization, the consent given by parents is an implied consent and is equated with verbal consent. The government needs to make a further regulation regarding the phrase that there is no need for approval of medical treatment in medical actions carried out in accordance with government programs.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirunisa Lisdiyani
Abstrak :
Skripsi ini membahas tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat dengan menganalisis perbandingan Putusan No. 104/Pid.B/2015/ PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Apotek dan toko obat merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah Apoteker pada apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian pada toko obat. Baik Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjalankan pelayanan penyerahan obat kadang kala tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana aturan yang ada. Dengan menggunakan metode penulisan berbentuk Yuridis Normatif dan tipe penelitian deskriptif, skripsi ini menjabarkan analisis mengenai tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat berdasarkan Putusan Pengadilan No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Kesimpulannya, terhadap apotek dan toko obat yang melakukan pelanggaran penyerahan obat dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Representasi dari apotek adalah Apoteker, sedangkan representasi dari toko obat adalah Tenaga Teknis Kefarmasian. Peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (B-POM) lebih aktif dalam hal pengawasan apotek dan toko obat, terutama dalam hal penyerahan obat kepada pasien dan penerbitan izin usaha pada toko obat.
This essay discusses the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drugs delivery by analyzing the comparison of Judgment No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Pharmacy and drug store are pharmaceutical service facilities where pharmacy practices are carried out by health workers. Health workers in question are Pharmacists at the pharmacy and Pharmaceutical Technical Staff at the drug store. Both Pharmacists and Pharmaceutical Technical Staff who carry out drug delivery services sometimes do not carry out their authority according to existing rules. By using Normative Juridical writing methods and descriptive research types, this essay lays out an analysis of the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drug delivery based on Juedgment Number 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/ PN.Kbr. In conclusion, pharmacy and drug store violating the drug delivery may be subject to administrative sanctions and criminal sanctions. Representatives from pharmacy are Pharmacists, while representations from drug store are Pharmaceutical Technical Staff. Researchers suggests that the Ministry of Health through the Department of Health and the Food and Drug Monitoring Agency (B-POM) be more active in terms of supervision of pharmacy and drug store, especially in terms of drug delivery to patients and issuance of business licenses at drug store.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Tuksadiah
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit dalam tindakan emergency orthopaedi. Selain itu juga membahas peranan informed consent dalam tindakan emergency orthopaedi. Penulis mempertajam penelitian ini dengan menganalisis Putusan No.11/PDT.G/2015/PN.KWG dan No.96/PDT.G/2017/PT.BDG. Permasalahan dalam skripsi ini, yaitu bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit serta peranan informed consent dalam tindakan emergency orthopaedi. Sri Lestari mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dasar malpraktek sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata. Dalam skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian, yaitu deskriptif. Untuk dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum, maka harus memenuhi unsurunsur sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Selain itu, untuk menentukan seorang dokter dan rumah sakit dapat bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi, erat hubungannya antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan. Sehingga dalam kasus ini, dokter dan rumah sakit tidak dapat bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Sri Lestari. Dari hasil penelitian ini, disarankan perlu adanya pengawasan dari pihak rumah sakit terhadap segala tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam melakukan penanganan terhadap pasien.
This thesis discusses the legal responsibilities of doctors and hospitals in orthopedic emergency actions. It also discusses the role of informed consent in orthopedic emergency action. The author sharpens this research by analyzing Decision No.11/PDT.G/2015/PN.KWG and No.96/PDT.G/2017/PT.BDG. The problem in this thesis, namely how the responsibility of doctors and hospitals and the role of informed consent in orthopedic emergency action. Sri Lestari filed a lawsuit against the law on the basis of malpractice as regulated in Articles 1365, 1366, and 1367 of the Civil Code. In this thesis, the research method used is normative juridical with the type of research, namely descriptive. To be categorized as an unlawful act, it must meet the elements as regulated in Article 1365 of the Civil Code. In addition, to determine that a doctor and hospital can be responsible and provide compensation, there is a close relationship between errors and losses caused. So in this case, doctors and hospitals cannot be held responsible for the losses suffered by Sri Lestari. From the results of this study, it is suggested that there is a need for supervision from the hospital on all medical actions taken by health workers to avoid errors in handling patients.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahya Artyasti Sumadiyo
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah banyak beredar informasi tentang penyakit pasien dalam bentuk foto dan video di berbagai media sosial Media mengangkat isu etik, yaitu pelanggaran rahasia medis. Namun, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang lain menyatakan bahwa dokter wajib menyimpan rahasia medis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka metode penelitian dalam Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang menekankan penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis preskriptif, yaitu mengkaji atau mengkaji ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kedokteran dan implementasinya ke dalam rana empiris atau tatanan sosial. Dokter dan dokter gigi diharapkan untuk menggunakan media sosial secara bijak dengan mempertimbangkan aspek etik yang tertuang dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan Dengan demikian, dokter harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan cara: penerapan sanksi etik, sanksi disiplin dan sanksi hukum.
ABSTRACT
The development of information and communication technology has circulated a lot of information about the patient's illness in the form of photos and videos on various social media. Media raises ethical issues, namely the violation of medical secrets. However, the Indonesian Medical Ethics Code (KODEKI) and Law No. 29 of 2004 concerning Medical Practice and other statutory regulations states that doctors are obliged to keep medical secrets. Based on this background, the research method in this writing uses juridical-normative research methods, namely research that emphasizes the use of legal norms in writing and is supported by the results of interviews with sources and informants. The type of research that used is prescriptive analysis, namely reviewing or reviewing the provisions of the legislation in the field of medicine and their implementation into an empirical framework or social order. Doctors and dentists are expected to use social media wisely by considering the ethical aspects contained in the Indonesian Medical Ethics Code (KODEKI) and the provisions of the laws and regulations in force in Indonesia. Thus, doctors must be able to account for their actions by: applying ethical sanctions, disciplinary sanctions and legal sanctions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Rarasati
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kompetensi serta kewenangan bidan serta meninjau tanggung jawab hukum bidan yang melakukan tindakan aborsi. Metode penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini jika ditinjau dari bentuknya merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Dapat disimpulkan bahwa kompetensi dan kewenangan bidan dalam berprofesi meliputi keluarga berencana, persalinan baik sebelum masa kehamilan, pada masa kehamilan, pada saat kehamilan dan setelah masa kehamilan serta Bidan juga memiliki wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada anak. Sehingga dalam hal ini bidan tidak memiliki kompetensi dan kewenangan dalam menangani persalinan tidak normal atau melakukan aborsi. Tanggung jawab hukum Bidan dapat dilihat dari tanggung jawab Bidan yang dilanggar, sehingga kemudian Bidan karena kesalahannya dapat dikenakan hukuman pidana. Penulis juga memiliki saran bahwa pengaturan mengenai dewan pengawas perlu diperbaiki dan ditambah serta perlunya penambahan pengetahuan hukum bagi para tenaga kesehatan di seluruh Indonesia
This thesis discusses the competence and authority of midwives and reviews the legal responsibilities of midwives who carry out abortion. The research method used in this thesis if viewed from its form is juridical-normative research using descriptive-analytical methods. It can be concluded that the competence and authority of midwives in their profession includes family planning, childbirth both before pregnancy, during pregnancy, during pregnancy and after pregnancy, and midwives also have the authority to provide health services to children. So that in this case the midwife does not have the competence and authority to handle abnormal labor or have an abortion. The legal responsibility of the Midwife can be seen from the responsibilities of the Midwife who is violated, so that later the Midwife due to his mistake can be subject to criminal punishment. The author also has suggestions that arrangements regarding the supervisory board need to be improved and added and the need for additional legal knowledge for health workers throughout Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library