Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Raudy
Abstrak :
Penelitian ini membahas permasalahan klaim moralitas dalam dokumen resmi Pemerintah- Amerika Serikat (The National Security Strategy of the United States of America 2002/ NSS 2002) atau yang dikenal juga dengan terma The Bush Doctrine. Klaim yang diajukan dalam Bush Doctrine adalah bahwa aksi militer Amerika Serikat terhadap negara-negara- yang ditengarai sebagai pemilik dan pengembang senjata pemusnah massal. (WMD) secara tidak sah yang dapat membahayakan dan menghadirkan ancaman terhadap Amerika Serikat dan para negara sekutunya, adalah dapat dibenarkan secara moral dan hukum internasional, karena dilakukan dalam kerangka self-defense atau bela-diri oleh sebab itu diklaim sebagai memiliki just cause (alasan yang adil/sah). Periodesasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurun waktu sejak diberlakukannya NSS 2002 yaitu September 2002 - Maret 2003 bertepatan dengan serangan militer Amerika Serikat dan Inggris ke Irak. Dalam masa ini Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden George W. Bush, Jr membuat klaim-klaim untuk menjustifikasi tindakan penegakan hukum /law enforcement terhadap Irak yang diduga memiliki dan mengembangkan senjata pemusnah massal secara tidak sah. Sebagai pemegang Hak Veto - bersama Inggris, Russia, China dan Perancis, Amerika Serikat pada awalnya mengagendakan sebuah resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengizinkan adanya sebuah serangan militer terhadap Irak di bawah Presiden Saddam Husain. Namun ketika resolusi terkait tidak/belum didapat sampai bulan Maret 2003, akhirnya Amerika Serikat dan Inggris melakukan invasi ke Irak secara unilateral. Penelitian ini menggunakan beberapa kerangka teoritis. Teori utama yang dijadikan dasar analisis normatif adalah Just War Theory (JWT) baik dari mazhab relijius dan mazhab sekuler. Selain itu penelitian ini menggunakan the legalist paradigm dari Michael Walzer dan theories of rights dari W.N. Hohfeld serta teori modifikasinya dari David Rodin sebagai working explanatory atau perangkat analisis operasional. Untuk melengkapi perangkat analisis dalam tesis ini ditambahkan teori intervensi. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah seabgai berikut: Klaim self-defense Amerika Serikat yang merupakan formalisasi dari konsepsi hak duty-right dan duty to prevent menurut relasi Hohfeldian, ternyata memiliki cacat secara konseptual. Melalui eksaminasi moral menggunakan JWT, legalist paradigm dan right-based theories, klaim-klaim moral dalam BD/NSS 2002 dapat dibuktikan flawed atau tidak tepat. Miskonsepsionalitas klaim BD dapat difalsifikasi terutama dalam empat parameter utama yaitu (i) miskonsepsi rogue states (ii) miskonsepsi preemption (iii) miskonsepsi justification and excuse dan (iv) miskonsepsi imminent threats.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machsanah Asnawi
Abstrak :
Pasca perang dingin ditandai dengan kemenangan pengaruh AmerikaSserikat dengan faham liberalnya terhadap faham komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Perkembangan global terutama di bidang teknologi informasi sangat mendukung kemenangan tersebut. Sebagai akibatnya, banyak terjadi disintegrasi terutama di negara- negara Komunis yang berkesempatan mendirikan negara-negara baru serta ingin menerapkan sistem pemerintahan yang demokratis. Seiring dengan itu, berkembang pula isu-isu internasional yang di angkat dari isu nasional, seperti isu pelanggaran HAM, Perdagangan wanita dan anak, kekerasan dan sebagainya. Tugas masyarakat internasional menjadi lebih besar, karena pelanggaran hak individu di suatu negara dapat menjadi masalah internasional. Tujuan PBB yang utama adalah mencegah terulangnya kembali Perang Dunia yang telah meninggalkan kesengsaraan yang memprihatinkan bagi peradaban umat manusia. Piagam PBB pada dasarnya tidak menghendaki adanya agresi atau tindak kekerasan Setiap sengketa baik internal maupun internasional dapat dilaporkan kepada PBB untuk mendapatkan penyelesaian dengan jalan damai. Sebagai good office, PBB menawarkan penyelesaian melalui perundingan, penyelidikan, perantaraan, persetujuan, pewasitan, putusan kehakiman dan bantuan organisasi organisasi atau badan badan regional. Dalam hal ini Dewan Kemanan diberi wewenang dan tanggung jawab yang besar, disertai perlengkapan-perlengkapan yang memadai. Namun dalam Bab VII tentang Tindakan Menghadapi Ancaman Terhadap Perdamaian, Pelanggaran Perdamaian dan Tindak Agresi, Pasal 51 mengenai self-defence, ada peluang untuk diperdebatkan. Amerika Serikat dalam serangannya terhadap Irak menggunakan pasal 51 ini. Ia menuduh Saddam Hussein sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional serta berbahaya bagi Amerika Serikat, karena tidak mematuhi resolusi PBB No. 1441 yang memberikan kepada Irak kesempatan terakhir untuk melucuti diri, kedua masih memiliki program pengembangan senjata pemusnah masal dan ketiga melindungi organisasi teroris internasional Al Qaida yang pada 11 September 2001 telah meruntuhkan menara kembar World Trade Center di New York dan gedung Markas Besar Tentara AS di Washington DC. Penyerangan itu sendiri membelah pandangan dunia dan dalam Dewan Keamanan PBB menjadi dua, yang pro berpendapat bahwa Saddam Hussein memang berbahaya dan pantas diserang. Kebanyakan negara negara yang mendukung serangan AS ke Irak memberikan alasan: pertama tidak setuju terhadap pemerintahan tirani di Irak, keterlibatan Irak dengan terorisme, senjata pemusnah masal yang dimiliki Saddam Hussein dan rasa sempati terhadap rakyat Irak yang tertindas. Sedangkan yang kontra berpendapat bahwa Amerika Serikat telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Piagam PBB. Sebetulnya Dewan Keamanan dilengkapi dengan mekanisme penyelesaian sengketa dari penggunaan cara-cara damai sampai kepada penggunaan kekuatan/kekerasan. Namun karena persyaratan pelaksannaannya harus secara kolektif dan melibatkan negara negara anggota serta disetujui oleh seluruh 5 anggota tetap Dewan Keamanan, maka pada waktu kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti dalam kasus serangan AS ke Irak 2003, PBB tidak dapat melakukan tindakan apa-apa. Sehubungan dengan itu tulisan ini selain memaparkan peran PBB termasuk pembahasan-pembahasan di Dewan Keamanan serta upaya diplomasi AS, juga dikemukakan mengenai latar belakang konsep intervensi serta sejarah intervensi PBB terhadap sengketa sengketa internal yang menilai membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Tulisan ini memiliki time frame sekitar 20 hari setelah Amerika Serikat menyatakan perang telah selesai, Namun kerena perang tersebut melalui perencanaan yang panjang, sejak awal tahun 2001, maka disertakan juga mengenai prolognya, sampai dengan digelarnya serangan militer pada tanggal 20 Maret 2003. Tulisan ini juga disertai kesimpulan yang memuat evaluasi terhadap serangan AS terhadap Irak serta upaya upaya yang kiranya dapat dilakukan oleh dunia untuk memperkuat PBB sebagai payung perdamaian dan keamanan internasional.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrizal Azhar
Abstrak :
Catatan sejarah tentang penyiaran internasional seringkali mencari jawaban mengenai cara penyiaran internasional mencapai atau membantu dalam pencapaian tujuan yang diembankan kepadanya. Posisi dari beberapa orang yang menyokong penyiaran internasional maupun sebaliknya disimpulkan sebagai sebuah perangkat dalam mengubah pandangan politik global. Voice of America sepanjang Perang Dunia II merupakan lambang supremasi penyiaran internasional Amerika Serikat. Sudah menjadi hal yang resmi bahwa VOA mempertimbangkan baik obyektifitas maupun ketidakberpihakan sebagai. suatu aspek utuh atas kapasitasnya mencapai keberhasilan. Hal ini diperkuat pada salah satu bagian utama yang memungkinkan perundang-undangan menetapkan bahwa penyiaran internasional Amerika Serikat memasukkan (meskipun tidak ada peraturan perundangan yang diperlukan untuk membatasi hal itu) "pemberitaan yang dapat diandalkan dan memiliki sumber berwenang, akurat, obyektifdan komprehensif'. Lembaga penyiaran wajib menyediakan "keberimbangan dan pandangan luas mengenai gagasan dan kelembagaan Amerika Serikat, yang mencerminkan keanekaragaman budaya dan masyarakat Amerika Serikat" berdasarkan pertimbangan yang sejalan dengan akurasi, obyektif dan komprehensif. Selain itu. peraturan perundangan juga mewajibkan para awak penyiaran Amerika Serikat melaksanakan "suatu penyajian yang jelas dan efektif atas kebijakan pemerintah Amerika Serikat dan diskusi serta opini yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut. termasuk dalam tajuk rencana yang disiarkan VOA yang mewakili pandangan Pemerintah Amerika Serikat". Menyangkut pesatnya perkembangan dalam bidang komunikasi, aktivitas diplomasi secara umum dapat disalurkan melalui penggunaan radio, pers dan perangkat komunikasi lainnya. Saluran ini memungkinkan mengadakan hubungan langsung dengan rakyat negara asing tanpa melalui jalur-jalur resmi pemerintah negara yang bersangkutan. Cara seperti ini, khususnya yang menggunakan instrumen atau alat propaganda, telah dikembangkan dengan sempurna di negara-negara totaliter. Tesis ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu meneliti atau menggambarkan masalah-masalah aktual untuk ditelaah lebih lanjut berdasarkan fakta-fakta yang satu dengan yang lain sesuai dengan teori-teori yang berlaku- untuk menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi. Selanjutnya, melalui data yang terkumpul disusun suatu dasar analisis dalam meneliti informasi siaran radio internasional Voice of America dalam kaitannya terhadap artikulasi kebijakan Politik Luar negeri Amerika Serikat pasta Tragedi 11 September 2001, yang dilakukan melalui metode semi analisis isi. Kesimpulan tesis ini berdasarkan hasil perhitungan 21 transkrip pemberitaan siaran VOA pada 11 September 2001 menilai bahwa aktifitas yang dilakukan VOA masih lebih menekankan pada unsur jurnalisme seperti layaknya yang dilakukan oleh sebuah organisasi media massa. Meskipun sepanjang perjalanan sejarah sangat terlihat memiliki kedekatan yang erat dengan berbagai artikulasi kepentingan pemerintah Amerika Serikat di luar negeri khususnya bagi kelangsungan diplomasi publiknya, namun terhadap pemberitaan seputar Serangan 11 September 2001 ini, belum terlihat adanya dukungan terhadap peran VOA yang lebih luas dalam mengartikulasikan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat sehingga diketahui oleh masyarakat (internasional) VOA sebagai simbol penyiaran Amerika Serikat sejak perang Dunia II, dalam memberikan informasi seputar Serangan 11 September 2001 masih terbatas pada upaya membentuk opini publik yang dalam jangka panjang akan memberikan implikasi peristiwa tersebut terhadap perubahan arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Pemberitaan siaran VOA yang terus-menerus memberikan penekanan pada peristiwa 11 September 2001, dilihat dari analisis data, ditunjukkan dengan banyaknya memuat berita mengenai peristiwa tersebut melalui liputan yang ditujukan kepada masyarakat maupun pejabat resmi pemerintah Amerika Serikat, terutama yang berpengaruh pada tingkat pengambil keputusan. Fakta ini menunjukkan bahwa VOA sebagai lembaga penyiaran internasional yang operasionalisasinya diselenggarakan oleh pemerintah Amerika Serikat berupaya memberikan news value dalam pemberitaannya. Berita-berita yang lebih banyak mengangkat ulasan maupun liputan mengenai peristiwa Serangan 11 September 2001 dianggap VOA memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal inilah yang kemudian secara langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi pembentukan dan distribusi pesan VOA khususnya dalam menjangkau para pendengar mereka yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Dharma Setiawan
Abstrak :
Tesis ini menggunakan perspektif realis untuk mengkaji fenomena kebijakan Amerika Serikat dalam Konflik Israel-Palestina di masa Pemerintahan Clinton II (periode 1996-2000). AS menyadari bahwa dunia semakin multipolar dan interdependen, tak ada satu negara mana pun yang mampu sendirian menentukan segala sesuatunya. Mengingat AS selama ini aktif dalam perumusan terms of peace di Timur Tengah sampai pada tingkat tertentu yang dapat diterima oleh negara-negara Arab, dukungan yang aktif terhadap Israel dan disisi lain AS juga menginginkan dukungan dan kerjasama negara-negara sekutu terhadap kepentingan strategis akan kebutuhan minyak di Timur Tengah. AS mencoba menerapkan empat skenario strategi untuk mengamankan "kepentingan politis" tersebut, yaitu: Pertama, membangun pengaturan bersama di kawasan Teluk. Kedua, memperkuat usaha-usaha untuk mengendalikan proliferasi berbagai senjata pemusnah massal (weapon mass-destruction). Ketiga, meningkatkan pembangunan ekonomi. Keempat, memanfaatkan berbagai kesempatan baru dalam usahanya mencapai situasi damai dan aman dalam proses perdamaian dan keamanan Arab-Israel. Sebagai negara dengan kekuatan terbesar di dunia dan pemimpin di dalam masyarakat internasional, maka Clinton ingin menciptakan, mendukung dan memimpin persekutuan bangsa-bangsa dan lembaga-lembaga yang memajukan kepentingan nasional AS dan kepentingan bersama para mitra internasional AS. Akhir dari Perang Dingin menampilkan Clinton kepada adanya suatu peluang bersejarah untuk memperbarui dan meluaskan persekutuan AS dengan membangun Eropa yang damai, tak terpecah-belah, dan demokratis. Yakni, dengan membentuk suatu masyarakat bangsa-bangsa Asia dan Timur Tengah yang lebih stabil, lebih terbuka dan demokratis, seperti yang dilakukan di Eropa. Ditegaskan pula oleh Clinton, bahwa dalam mewujudkan tujuannya lebih di tekankan kepada demokrasi daripada penggunaan kekuatan militer, namun, selalu siap menggunakan kekuatan militer jika diperlukan untuk mempertahankan kepentingan nasional AS. Namun, sesuatu hal yang tak akan pernah berubah, AS akan terus mempertahankan, bahkan dengan segala cara, hegemoninya di berbagai kawasan, khususnya di kawasan Timur Tengah. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor; Pertama, minyak, seperti diketahui 25% suplai minyak dunia berasal dari Timur Tengah dan kawasan ini menyimpan 2/3 cadangan minyak dunia. Jika suplai minyak Timur Tengah berhenti, maka tidak hanya memperburuk ekonomi AS sendiri, melainkan dapat mengulang resesi ekonomi dunia di tahun 1930-an. Kedua, faktor geostrategis kawasan Teluk antara Asia Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan Dimana AS memandang kepentingannya di wilayah ini sudah cukup dalam dan lama, sehingga AS tidak akan dengan mudah mundur dan menyerahkan begitu saja kepada negara lain yang ikut berkepentingan di wilayah tersebut. Dalam tujuan nasionalnya, AS mempunyai minat serius dalam menyelesaikan perdamaian yang adil, menyeluruh dan kekal dalam konflik Timur Tengah, dalam hal ini memastikan kesejahteraan/kesehatan dan keamanan Israel, membantu negara-negara Arab yang menjadi sekutu AS, dan menjaga kestabilan harga minyak pada harga yang pantas. Strategi AS mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan mengadaptasi karakteristik wilayah di Timur Tengah dalam pencapaian tujuan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Aty Rachmawaty
Abstrak :
Setelah berakhimya perang dingin, konflik intra-state semakin mengemuka sehingga menimbulkan banyak masalah di negara-negara yang belum mapan perekonomian serta politiknya. Pada akhirnya konflik internal ini kemudian menjadi berkepanjangan dan mengakibatkan stabilitas keamanan menjadi terancam dan pada akhirnya mempengaruhi perdamaian dunia. Somalia merupakan salah satu negara yang terlibat dalam konflik berkepanjangan sehingga mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan. Konflik yang berkepanjangan ini juga menimbulkan krisis kemanusiaan yang mengakibatkan rakyatnya menderita. PBB sebagai organisasi intemasional, merasa berkewajiban untuk menyelesaikan konflik yang dianggap telah mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan ini dengan melakukan intervensi. Intervensi ini memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung tidak hanya oleh pihak yang melaksanakannya namun juga oleh negara yang menjadi target. Intervensi PBB di Somalia sering dikatakan sebagai suatu bentuk intervensi kemanusiaan karena dilandaskan pada aspek kemanusiaan. Namun begitu, intervensi kemanusiaan ini tidak terlepas dari pengerahan pasukan bersenjata sehingga menimbulkan banyak pertanyaan tentang aspek hukum, moral, dan politik di dalamnya. Berdasarkan dari analisa penulis, intervensi PBB di Somalia sudah merupakan sebuah intervensi kemausiaan jika didasarkan pada fakta yang ada. Berdasarkan aspek hukum, intervensi PBB di Somalia dalam pelaksanaannya selalu dilandasi oleh isi Piagam PBB yang merupakan salah satu sumber hukum internasional. Aspek moral dari intervensi PBB di Somalia didasari oleh konsep just war yang terdiri dari dua hal penting yaitu ius ad bellum dan ius in bello. Tidak semua kategori dari kedua hal ini bisa dipenuhi oleh pelaksanaan intervensi PBB di Somalia. Namun begitu, ketidaksempurnaan ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari para pengambil keputusan di PBB. Adapun aspek politik intervensi kemnusiaan di dasarkan pada cara pengambilan keputusan hingga bisa menjadi sebuah resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh situasi politik yang berkembang serta pendapat dari pihak-pihak yang kompeten. Bila dilihat dari aspek politik ini, intervensi PBB dianggap tidak berhasil menjalankan misinya. Walaupun mengalami beberapa perkembangan di bidang kemanusiaan, tetapi dibidang keamanan dan politik hal ini tidak bisa dicapai. Kegagalan ini menyebabkan PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifatul Anwariyah Fauzi
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai diplomasi Amerika Serikat dalam menggalang dukungan untuk persiapan serangan ke lrak (20 Maret 2003) dengan fokus diplomasi Amerika Serikat ke negara-negara Timur Tengah, NATO dan anggota tetap DK PBB. Dalam tesis ini akan dijelaskan mengenai definisi dari WMD, jenis-jenisnya serta kelemahan dan kekuatannya. Selain itu juga akan dipaparkan mengenai pelaksanaan tim inspeksi PBB dan resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB terhadap lrak khususnya mengenai WMD pada masa pemerintahan Presiden Clinton I - masa Presiden George W. Bush. Konsep utama yang digunakan dalam tesis ini adalah diplomasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan secara spesifik suatu situasi maupun suatu hubungan. Dalam rangka menggalang dukungan untuk persiapan serangan ke Irak, Amerika Serikat menerapkan gaya diplomasi yang berbeda terhadap setiap negara. Diplomasi bilateral umumnya digunakan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara di Timur Tengah. Selain itu juga Amerika menerapkan stick and carrot diplomacy di kawasan tersebut dimana carrot yang ditawarkan oleh AS berupa bantuan ekonomi yang sangat menggiurkan. Hal ini berbeda ketika AS melakukan diplomasi ke NATO dan anggota tetap DK PBB. Dalam hal ini AS menerapkan diplomasi multilateral dimana pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh NATO seperti pertemuan NATO di Brusel, Polandia dan Republik Ceko benar-benar dimanfaatkan oleh AS. Begitu juga halnya dengan pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh PBB juga dimanfaatkan oleh AS. Selain menggunakan multilateral diplomasi AS juga menerapkan cara persuasion dan compromise dalam rangka menggalang dukungan intemasional. AS berusaha membujuk sekutunya itu agar mau memberikan dukungan. Menurut AS peristiwa 9/11 bisa saja menimpa para sekutunya karena Saddam Hussein dapat memberikan WMD nya kepada para teroris. Sedangkan compromise dilakukan oleh AS untuk menggolkan resolusi yang lebih keras terhadap Irak yang memungkinkan AS untuk melakukan serangan ke lrak. Banyaknya negara-negara yang enggan memberikan dukungan ke pada AS membuat Amerika memutuskan untuk melakukan serangan secara unilateral terhadap Irak. Ini menunjukkan bahwa diplomasi Amerika Serikat telah gagal dalam rangka menggalang dukungan internasional.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusuf Dharma Senoputro
Abstrak :
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengidentifikasikan dan menjabarkan kondisi Selat Malaka dan bentuk-bentuk perompakan yang sesungguhnya terjadi di kawasan perairan ini guna menetapkan solusi penanganan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kegiatan penelitian dilakukan dalam kurun waktu 2003-2004, karena berdasarkan Iaporan IMB (International Maritime Bureau) pada saat ini kasus-kasus perompakan dan pembajakan di wiiayah perairan Selat Malaka meningkat dan teiah meresahkan berbagai pihak yang menggunakan laut sebagai media perhubungan, perdagangan dan transportasi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan dua pertiga wilayahnya terdiri atas lautan. Secara geografis, Indonesia lerletak di persilangan dunia menempatkan perairannya mengalir arus lalu Iintas barang dan jasa dan ke Afrika, Timur Tengah, Timur Jauh, Australia bahkan daratan Eropa dan Amerika, oleh sebab itu bagi bangsa-bangsa di dunia, sebuah pelayaran yang aman di perairan Indonesia merupakan suatu keharusan. Apabila alur-alur pelayaran yang ada di Indonesia terganggu, seperti perompakan dan pembajakan, maka dapat dibayangkan kerugian yang ditimbulkan baik di bidang ekonomi, iingkungan serta kerugian polilik dan diplomasi yang tentunya dapat merugikan nama baik Indonesia di mata dunia internasional, dan akan menyandang predikat perairan yang rawan. Oleh karena itu, sejumlah pengamat menilai bahwa apabila selat yang melewati pesisir Indonesia, Malaysia dan Singapura ini terganggu, maka dapat melumpuhkan perdagangan dunia selama berbulan-bulan. Sementara masalah keamanan sepanjang selat ini adalah tanggung jawab tiga negara pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura. Untuk itu ketiga negara tersebut sejak lama telah menjalin kerja sama pengamanan di wilayah perairan ini dalam bentuk Patroli Terkoordinasi (Patkor) Malindo antara Indonesia dengan Malaysia dan Patkor lndosin antara Indonesia dengan Singapura. Kemudian Patkor tersebut ditingkatkan dari kerjasama bilateral menjadi kerjasama trilateral yaitu Patkor Malsindo (Malaysia, Singapura dan Indonesia) yang diresmikan pada tanggal 20 Juli 2004 di Selat Malaka. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sejak digelamya Patroli Terkoordinasi tiga negara (Trilateral) antara Malaysia, Singapura dan Indonesia dengan sandi Malsindo di Selat Malaka, tingkat kejahatan di perairan tersebut mulai menurun. Dulu, para perompak leluasa beroperasi di Selat Malaka, tetapi sejak digelarnya Patroli Terkoordinasi yang melibatkan 17 kapal perang, tidak ada ruang Iagi bagi mereka. Selain itu, indikasi menurunnya tingkat kejahatan di Selat Malaka terlihat dari jumlah kasus yang dilaporkan oleh para kapal-kapal pelintas perairan tersebut. Sebelum ada Patkor Trilateral, paling sedikit ada 9 laporan kejadian tiap bulannya, sedangkan sekarang sudah menurun menjadi 4 laporan setiap bulannya. Konsekuensi logis Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang memiliki 17.506 pulau dan luas perairan sekitar 5,8 juta km2 serta dihadapkan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis, maka Indonesia harus memiliki Angkatan Laut yang kual dan mampu menjamin tercapainya keamanan dan kedaulatan negara di laut Serta mampu melaksanakan proyeksi kekuatan apahila sewaklu-waktu dibutuhkan. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, kecuali membangun dan mengembangkan Angkatan Laut yang kuat guna menegakkan kedaulatan negara dan hukum di laut, serta melindungi segenap kepentingan nasional di Iaut. Bagi negara maritim besar seperti Indonesia, Angkatan Laut yang kuat bukan merupakan sebuah kemewahan, melainkan merupakan sebuah kebutuhan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T 22153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Fajarianti
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai alasan China mengajukan AS ke WTO terkait sengketa perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China di WTO mengenai kenaikan tarif impor ban produksi China yang dilakukan oleh AS tahun 2009-2010. Jumlah ekspor ban produksi China meningkat drastis dan berdampak pada industri domestik AS. Pemerintah AS kemudian memutuskan melakukan mekanisme safeguard yang diatur dalam Section 421 of Trade Act 1974 terhadap produk China. Pemerintah China tidak menerima keputusan AS tersebut dan melaporkan ke Dispute Settlement Body WTO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan China mengajukan AS ke WTO karena keputusan AS telah mengganggu kepentingan nasional China di sektor ekonomi dan perdagangan. ......The focus of this study is China’s motive for initiating a WTO trade dispute resolution case againts the United States regarding the U.S decision to impose additional tariffs on certain Chinese tires for three years. China's tire export increased dramatically and gave negative impact to U.S domestic plants. The U.S. government then decided to launch safeguard measure provided in Section 421 of Trade Act 1974 againts China's tires. The result of this study showed that the motive was because the U.S. decision had disrupted China's national interests in economic and trade sectors.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28880
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Deasy
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S7989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Elvis
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>