Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vita Silvana
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan penyebab 40% infertilitas pada wanita usia reproduksi. Resistensi insulin sebagai salah satu patofisiolofi yang mendasari SOPK, berkaitan erat dengan jaringan adiposa viseral dan ditemukan pada 30-50% pasien SOPK dengan indeks masa tubuh normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4) yang disekresi oleh jaringan adiposa viseral diketahui sebagai salah satu adipokin yang menyebabkan resistensi insulin. Pengukuran IMT dan lingkar pinggang tidak dapat mewakili akumulasi jaringan adiposa viseral pada SOPK dengan IMT normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Dengan diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan adiposa viseral, diharapkan dapat memprediksi risiko kejadian resistensi insulin yang bermanfaat dalam menentukan penatalaksanaan kasus SOPK dengan IMT normal terkait strategi pengurangan akumulasi jaringan adiposa viseral. Tujuan: Diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan adiposa viseral untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada penderita SOPK dengan IMT normal. Metode: Studi observasional dengan desain potong lintang selama periode Juli 2014 hingga Maret 2015 di Poliklinik Yasmin, RSCM, Jakarta. Hasil: Sejumlah 40 subjek SOPK dengan IMT normal yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan 16 subjek (40%) yang mengalami resistensi insulin dan 24 subjek (60%) nir resistensi insulin. Sejumlah 23 subjek (57.5%) memiliki lingkar pinggang kurang dari 80 cm, dimana 6 subjek (26%) diantaranya mengalami resistensi insulin. Kadar serum RBP-4 pada kelompok resistensi insulin bermakna lebih tinggi dibandingkan nir resistensi insulin (p 0.008). Dengan analisis ROC didapatkan AUC kadar serum RBP-4 78.8% (IK 95% -8445.59 ? -1447.98) dengan nilai p 0.002. Titik potong optimal kadar serum RBP-4 adalah 24133 ng/mL dengan sensitivitas sebesar 75% dan spesifisitas sebesar 75%. Dengan analisis regresi logistik biner didapatkan pemeriksaan serum RBP-4 menambah nilai diagnostik dari parameter demografis dan klinis AUC 85.7% menjadi 91.1%. Kesimpulan: Kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan adiposa viseral dapat digunakan untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada penderita SOPK dengan IMT normal. ABSTRACT Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index, therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral adiposity. Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index. Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015. Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24 subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%) who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%. ;Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index, therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral adiposity. Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index. Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015. Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24 subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%) who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Vitantri Diah Candrani
Abstrak :
Massa tulang akan meningkat tajam sejak memasuki usia pubertas hingga mencapai puncaknya antara usia 20 dan 30 tahun Setelah puncak massa tulang tercapai, maka tulang woven akan berubah menjadi tulang lamelar dan tulang terus mengalami remodeling selama kehidupan untuk mempertahankan keseimbangan biokimiawi tulang . Remodeling adalah proses yang berlangsung terus menerus dengan cara membangun dan mengganti sejumlah tulang lamelar yang dilakukan oleh osteoblas dan osteoklas. Secara fisiologis kadar estrogen plasma mulai menurun ketika wanita berusia 40 tahun dan sangat rendah saat wanita memasuki usia menopause, yang akan menurunkan aktivitas osteoblas untuk membentuk kolagen tipe 1. Formasi tulang yang turun secara fisiologis akan menyebabkan perubahan keseimbangan remodeling tulang berubah kearah resorpsi tulang. Ketidakseimbangan remodeling yang berakibat pada penurunan densitas mineral tulang (DMT) bervariasi mulai dari yang ringan (osteopenia) hingga pada keadaan yang berat ( osteoporosis), sehingga berisiko tinggi untuk mengalami patah tulang, yang dikenal sebagai patah tulang osteoporosis. Pada tahun 1993 Conference Development Consensus rnendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang dan terjadi perubahan struktur mikro tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih rapuh serta berisiko timbulnya patah tulang. Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pads wanita dengan usia 60-70 tahun adalah 62%. Data terkini untuk wanita kulit putih usia diatas 50 tahun, prevalensi osteoporosis untuk tulang vertebra, proksimal femur dan radius masing-masing 32%,29% dan 31% . Di Amerika Serikat , ketika perempuan mencapai usia 50 tahun, sebanyak 17% yang berisiko mengalami patch tulang panggul, data lain menyebutkan dari 25 juta wanita yang mengalarli osteoporosis, 1,5 juta mengalami fraktur tiap tahunnya dan setengah juta dari jumlah tersebut mengalami fraktur vetebra torakal dan lumbal. Risiko mengalami patah tulang vertebra, panggul atau pergelangan pada wanita diatas 50 tahun sebesar 40% dan patah tulang vertebra merupakan patah tulang yang tersering dialami pada fraktur osteoporosis.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Data Angkasa
Abstrak :
Pada tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2% dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia ma ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun. Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kerng, keputihan, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesteroi tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar. Usia menopause perempuan di negara maju seperti di Amerika Serikat dan Inggcis adalah 51,4, sedangkan di negara-negara Asia Tenggara adalah 51,09 tahum. Usia menopause untuk perempuan Indonesia adalah 50 tahun. Jika usia harapan hidup wanita Indonesia adalah 70 tahun, maka hampir 20 tahun lamanya mereka akan mengalami berbagai masalah kesehatan akibat kekurangan hormon estrogen. Dampaknya adalah kualitas hidup kaum perempuan akan berkurang. Gejala klimakterik disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya adalah dengan pemberian hormon estrogen dari luar tubuh, yang dikenal dengan dengan istilah Hormone replacement therapy (HRT) atau istilah dalam bahasa Indonesia Terapi Sulih Hormon (TSH). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pemberian TSH pada perempuan menopause dapat menghilangkan keluhan klimakterik, bahkan mencegah terjadinya patah tulang, penyakit jantung koroner, kanker usus besar, dementia ripe Alzheimer dan katarak. Dengan kata lain pemberian TSH dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan menopause.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Suryana
Abstrak :
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu lengkap. Bayi prematur yang dilahirkan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas . Di negara maju kelahiran preterm merupakan penyebab 70% kematian perinatal, dan 50% kelainan neurologi jangka panjang. Meskipun telah dilakukan penelitian selama hampir empat dekade namun penyebab dan alur mekanisme sesungguhnya persalinan preterm masih belum jelas seluruhnya. Dari serangkaian penelitian-penelitian yang dilakukan baik secara in vivo maupun secara in vitro disimpulkan bahwa persalinan preterm merupakan suatu sindrom akibat dari berbagai penyebab balk yang telah diketahui maupun yang tidak. Suatu fenomena yang menonjol adalah bergesernya dominasi sitokin Yh2 (IL-10) ke dominasi sitokin Th1 pada interface koriodesidua yang pada akhimya mengaktifkan kaskade proinflamasi yang rnencetuskan proses persalinan. Angka kejadian persalinan preterm sandhi dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan, bahkan menurut beberapa penelitian ada kecenderungan meningkat. Kenyataan bahwa angka bertahan hidup bayi prematur telah jauh meningkat dibandingkan sebelumnya adalah berkat kemajuan perinatologi, manfaat pematangan paru dengan kortikosteroid dan pencegahan infeksi GBS dengan antibiotik. Masalah yang ditimbulkan oleh persalinan preterm ini setiap tahunnya menghabiskan sumber daya pelayanan kesehatan yang luar biasa besamya, dan merupakan beban tersendiri bagi negara berkembang. Permasalahan dalam penanganan persalinan preterm: Yang menjadi fokus permasalahan dalam penanganan persalinan preterm dari dulu sampai sekarang adalah : 1. Masih belum dipahaminya sebagian penyebab dan alur mekanisme persalinan preterm. Dari penelitian-penelitian dekade terakhir timbul pemahaman bahwa kelangsungan suatu kehamilan, atau dengan kata lain kelangsungan keberadaan janin-plasenta sebagai semiallograf dalam badan ibu (uterus), sangat tergantung pada apa yang disebut Immunology privilege dari janin-plasenta, yang dicapai melalui pencapaian dominasi sitokin Th2 pada interface ibu-janin (koriodesidua). Persalinan akan terjadi bila terjadi "pembatalan" immunology privilege tersebut, yang ditandai dengan pergeseran dari dominasi sitokin antiinflamasi Th2 ke dominasi sitokin proinflamasi Th1. Sementara persalinan preterm terjadi bila terjadi "pembatalan dini" immunology privilege tersebut yang dipicu oleh berbagai sebab. 2. Sulitnya penegakan diagnosis persalinan prematur yang tepat. Umumnya dalam penelitian secara klinis dikatakan persalinan prematur terjadi bila (7.8'9) a.Kontraksi uterus > 4 kali dalam 30 menit, dengan durasi > 30-40 detik dan b.Perubahan servik berupa: * Dilatasi 1-3 cm (0-3 cm untuk nullipara) dengan penipisan 75% atau * Dilatasi 3 cm dengan penipisan > 50% atau * Pemeriksaan servik berulang mendapati perubahan dilatasi 1 cm dan perubahan penipisan servik 50%. Dalam kenyataannya dengan kriteria tersebut di atas didapatkan angka positif palsu yang tinggi, di mana 50-80% wanita yang didiagnosa mengalami persalinan preterm yang hanya diberi plasebo pada akhirnya melahirkan setelah 37 minggu lengkap. Angka positif palsu yang tinggi ini telah menyebabkan pengobatan yang tidak perlu dengan obat tokolitik yang potensial berbahaya bagi ibu dan janin. 3. Belum adanya pengobatan/pencegahan persalinan preterm. Hal ini dikarenakan persalinan preterm adalah suatu sindrom kejadian akhir bersama dari berbagai penyebab yang sangat bervariasi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Dwi Prasojo
Abstrak :
Infertilitas adalah suatu masalah ataupun keadaan yang komplek dan berhubungan dengan banyak hal. Didefinisikan sebagai keadaan tidak terjadinya kehamilan setelah >1 tahun melakukan hubungan seksual secara normal dan teratur, tidak ada usaha menunda dan atau mencegah kehamilan, serta tidak menggunakan salah satu metode kontrasepsi . Hal ini diderita oleh sekitar 10% - 15% pasangan usia reproduksi. Saat ini jumlah kasus maupun penderita infertilitas yang mencari pengobatan meningkat. Kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa keberhasilan implantasi dan plasentasi. Implantasi merupakan proses yang kompleks dimana terjadi proses penggabungan embrio pada dinding endometrium. Selama siklus haid, endometrium mengalami berbagai perubahan yang diperlukan untuk implantasi embrio. Penelitian-penelitian menunjukkan implantasi blastokista terjadi pada hari ke-20 siklus haid pada siklus ideal 28 hari. Endometrium reseptif terhadap implantasi hanya dalam waktu yang sempit pada fase luteal, yang sering disebut sebagai jendela implantasi. Pada manusia, jendela implantasi hanya terjadi pada waktu yang terbatas, yaitu pada hari ke 6 sampai ke 10 setelah ovulasi. Agar proses implantasi berlangsung baik dibutuhkan suatu keadaan lingkungan endometrium yang optimal / resepfive, untuk menerima blastokista yang akan berimplantasi, dikenal sebagai jendela implantasi.5'7 Pada manusia, jendela implantasi hanya terjadi pada waktu yang terbatas yaitu pada hari ke 6 sampai ke 10 setelah ovulasi. Dalam dekade terakhir, dilakukan penelitian untuk mencari marker spesifik guna menilai reseptivitas endometrium. Banyak protein endometrium yang diusulkan menjadi marker ini. Beberapa peneliti memfokuskan integrin sebagai marker potensial, dan menemukan bahwa molekul integrin di epitel dan desidua mengalami perubahan pada saat implantasi. Integrin adalah kelompok molekul adhesi, berfungsi dalam pengikatan sel dan matriks ekstraseluler, merupakan glikoprotein heterodimer yang mengandung subunit a dan b. Saat ini telah ditemukan 22 molekul integrin yang berbeda, dan tersebar di seluruh tubuh. Integrin avb3 ditemukan pada banyak tipe sel, termasuk sel endotel. Reseptivitas endometrium, yaitu pada jendela implantasi (hari ke 20-24 siklus haid), ditandai dengan adanya integrin spesifik endometrium pada waktu tertentu. Penyakit Radang Panggul (PRP) adalah kelompok gangguan yang mengenai traktus genitalia atas wanita, yang diakibatkan karena penyebaran organisme ke atas dari serviks atau vagina menuju endometrium (endometritis), tuba falopii (salpingitis) dan struktur di sekitarnya (abses tubo-ovarium, peritonitis pelvik), sebagian besar penyebab mikroorganisme PRP ialah Chlamydia trachomatis, Nisseria gonorrhoeae atau kuman lain yaitu Bacterial vaginosis, Trichomonas, Escherichia coil, Bacteroides sp, Anaerobic cocci, Mycoplasma hominis, dan Ureaplasma urealyticum.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucy lisa
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Gangguan kognitif merupakan salah satu masalah pada aging population berkaitan dengan perubahan neuroendokrin pascamenopause. Gangguan kognitif minimal (minimal cognitive impairment/MCI) merupakan kondisi peralihan fungsi kognitif antara penuaan normal dan demensia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar kisspeptin dan kadar hCG hipofisis dengan gangguan kognitif minimal pada perempuan pascamenopause. Metodologi: MCI ditentukan dengan sistem skoring yang terdiri dari status diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu, dislipidemia, Geriatric Depression Scale (GDS), uji Rey Osterrieth Complexion Figure (ROCF), uji digit span backward dan uji Trail Making Test B. Studi potong lintang terhadap 181 perempuan pascamenopause usia £ 65 tahun, terbagi 2 kelompok yaitu dengan MCI 90 orang dan tanpa MCI 91 orang. Hasil: Analisis terhadap usia, lama menopause, indeks massa tubuh, lama pendidikan, kadar kisspeptin dan kadar hCG hipofisis. Kadar kisspeptin menunjukkan perbedaan bermakna anatar kedua kelompok (p<0,001). Kadar kisspeptin dan lama menopause berkorelasi positif dengan skor MCI (r=0,607 dan r=0,542; berurutan). Namun, tidak ada perbedaan kadar hCG hipofisis antara kedua kelompok (p=0,664), dan skor MCI tidak berkorelasi dengan kadar hCG hipofisis (p=0,398; r=0,06). Kesimpulan: Kadar kisspeptin signifikan lebih tinggi pada perempuan pascamenopause dengan MCI, dan menunjukkan korelasi positif. Sementara kadar hCG hipofisis tidak berbeda di antara kedua kelompok dan tidak menunjukkan korelasi.
ABSTRACT Backgroud: Cognitive impairment is one of problems among elderly women due to neuroendocrine alteration after menopause. Minimal cognitive impairment (MCI) is a transition state of cognitive function between normal aging and dementia. Aims: To investigate relationship between kisspeptin and pituitary hCG with MCI in postmenopausal women. Methods: MCI was determined by scoring; with diabetic status, glucose intolerant, dyslipidemia, Geriatric Depression Scale (GDS), Rey Osterrieth Complexion Figure (ROCF), digit span backward, and Trail Making Test (TMT) B. Using cross-sectional study, 181 postmenopausal women £ 65 years old, were grouped into with and without MCI; 90 and 91 women, respectively. Results: Data was analysed to their ages, span of menopause, body mass index (BMI), education grade, kisspeptin and hCG level. Kisspeptin level had significantly different among the groups (p<0.001). There was a positive relationship between kisspeptin level and span of menopause to MCI score (R=0.607 and R= 0.542, respectively). Pituitary hCG level, however, showed no difference among the groups. Moreover, MCI score showed no relationship to hCG level (p=0.398; R=0.063). Conclusions: Kisspeptin level was significantly higher among postmenopausal women with MCI, and showed a positive relationship. While pituitary hCG had no difference among the groups, and showed no relationship.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Zulhulaifah
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor proliferasi sel sebagai peyebab ketidaksiapan endometrium untuk implantasi setelah pemberian berbagai dosis rekombinan FSH (rFSH) dengan melihat tingkat ekspresi FSH-Reseptor (FSHR) dan ekspresi protein KI-67. Sampel penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan (BBT) dari jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel 15, sampel terdiri dari tiga kelompok yang diberikan GnRH agonis dosis tetap dan rFSH dengan dosis stimulasi berbeda, yaitu 30IU, 50IU, dan 70IU dan satu kelompok kontrol. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara berbagai dosis rFSH yang diberikan dengan ekspresi FSHR dan ekspresi protein Ki67 pada sel endometrium Macaca nemestrina. Tingkat ekspresi FSHR dan ekspresi Ki67 ditemukan tidak berkorelasi siginifikan. Dosis rFSH yang lebih tinggi tidak menurunkan ekspresi FSHR dan Ki67 serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi FSHR dengan ekspresi Ki67. ......This study was conducted to look at cell proliferation factors as causes of endometrial unpreparedness for implantation after administration of various recombinant FSH doses (rFSH) by looking at FSH-receptor (FSHR) expression and expression of KI-67 proteins. The study sample was stored biological material (SBM) from endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample was 15, the sample consisted of three groups given fixed-dose GnRH agonists and different stimulation doses, namely 30IU, 50IU, and 70IU and one control group. we found not significantly different between various doses of rFSH with FSHR and Ki67 expression in endometrial tissue Macaca nemestrina. We found not correlation significantly between FSHR expression and Ki67 Expression endometrial tissue Macaca nemestrina. Higher rFSH doses did not reduce FSHR expression and Ki67 and there was no correlation between FSHR expression and Ki67 expression.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Gozali
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model prediksi diagnosis adenomiosis berdasarkan faktor risiko, tanda dan gejala klinis.

Metode : Penelitian ini merupakan uji diagnostik, didapatkan 62 subjek penelitian dari data sekunder rekam medis dari pasien yang terdiagnosis adenomiosis dari pemeriksaan patologi anatomi dan 62 subjek yang didiagnosis bukan adenomiosis berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi sebagai kontrol. Faktor risiko, tanda dan gejala klinis yang diteliti adalah usia, paritas, indeks massa tubuh, dismenorea, perdarahan uterus abnormal, massa uterus, disparunea, dan infertilitas. Dan dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisa bivariat setiap variabel. Variabel-variabel yang dianggap bermakna selanjutnya akan dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik. Dari faktor risiko yang didapatkan akan dibuat model prediksi diagnosis adenomiosis.

Hasil : Berdasarkan analisa bivariat dan analisa multivariat dengan regresi logistik pada variabel yang dinilai didapatkan hanya dismenorea yang menjadi faktor risiko adenomiosis dengan OR 12.972 dan nilai P <0.001. Didapatkan dari dismenorea nilai sensifiitas 91%, nilai spesifisitas 78%, nilai prediksi positif 66% dan nilai prediksi negatif 86%.

Kesimpulan : Hanya dismenorea yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap adenomiosis dibandingkan non adenomiosis.Suatu model prediksi diagnosis adenomiosis tidak dapat dibentuk karena tidak ada variabel lain seperti usia, IMT, Paritas, disparunea, PUA, maupun infertilitas yang bermakna.
ABSTRACT
Objectives : We sought to formulate a predictive model for diagnosis of Adenomyosis by means of risk factors, clinical signs and symptoms.

Method : This was a diagnostic study.From medical record, We obtained 62 subjects diagnosed as Adenomyosis with another 62 patients as control subjects. Both groups have had proven diagnosis by pathology examination. Age, parity, body mass index, dysmenorrhea, abnormal uterine bleeding, uterus mass, dyspareunia, and infertility were the items researched. For statistical analysis, bivariate analysis was done for every variable. Significant associations will further be analyzed with logistic regression to formulate a predictive model for diagnosis of Adenomyosis.

Result : from bivariate analysis, followed by logistic regression, only dysmenorrhea stands out as risk factor for Adenomyosis. Odds ratio for dysmenorrhea was 12.972 with P value <0.001. Sensitivity and specificity for dysmenorrhea to diagnose Adenomyosis were 91% and 78%,respectively. Positive predictive value 66%. Negative predictive value 86%.

Conclusion : We found only dysmenorrhea with strong association with Adenomyosis. Thus, no predictive model for diagnosis of Adenomyosis can be made. Variables such as age, body mass index, parity, dyspareunia, abnormal uterine bleeding and infertility did not show any significance statistically.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Kusumaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
TUJUAN:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas informasi infertilitas berbahasa Indonesia berbasis internetLATAR BELAKANG: Informasi mengenai infertilitas masih menjadi permasalahan yang cukup sensitif dan merupakan hal yang sangat personal bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia akibat adanya berbagai kepercayaan dan stigma yang kelliru di masyarakat terhadap pasangan infertil. Akses terhadap informasi mengenai infertilitas pun menjadi sebuah hal yang sangat berharga. Sehingga kebenaran isi informasi merupakan sebuah hal yang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas isi informasi di internet mengenai infertilitas pada situs berbahasa Indonesia.DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Melalui mesin pencari Google dengan kata kunci ldquo;infertilitas rdquo;, kemudian dipilih lima puluh teratas situs internet berbahasa indonesia. Kemudian dilakukan identifikasi dan dikelompokkan berdasarkan kategori penulis, domain dan komersialisasi. Situs kemudian dilakukan telaah mengenai kredibilitas, akurasi dan kemudahan navigasi sesuai dengan kriteria pada definisi operasional.HASIL: Kredibilitas konten tentang infertilitas pada studi ini didapatkan sebagian besar situs yang dilakukan survei memiliki nilai skor kredibilitas yang memadai dengan rentang skor kredibilitas 60 hingga 80 pada 68 situs.Akurasi konten tentang infertilitas pada studi ini didapatkan sebagian besar situs memiliki skor akurasi yang baik yaitu sebanyak 12 situs atau 24 dengan skor 60 hingga 80 dan 22 situs atau 44 dengan nilai skor di atas 80 .Kemudahan navigasi pada situs internet berbahasa Indonesia mengenai infertilitas, pada studi ini didapatkan sebagian besar situs memiliki navigasi yang mudah dengan skor total kemudahan navigasi diatas nilai 60 sebanyak 94 atau 47 situs.KESIMPULAN: Sebaran kualitas isi informasi mengenai infertilitas pada situs internet berbahasa Indonesia memadai dari aspek kredibilitas, akurasi dan kemudahan navigasiKata Kunci: infertilitas, internet, bahasa, kualitas, informasi
ABSTRACT
Title Internet Based Infertility Information in Bahasa Quality Survey OBJECTIVE This study aims to describe the quality of internet based infertility information in Bahasa.BACKGROUND Nowadays, the internet is part of our daily basis. According to the Internet world statistics 2007 , there were 60 80 of the users browse the world wide web to obtain health information including infertility information. In Indonesia, infertility is still become a sensitive issue. Previous study showed that the usage of internet for searching infertility related problem is increasing. Although the number is increasing, but the quality is poor. The aim of this study was to assess the quality of websites providing information on infertility and its management in Bahasa.METHOD Differences between website types and affiliates were assessed for the credibility, accuracy and ease of navigation using predefined criteria. We used Google search engine with the keyword ldquo infertilitas rdquo and we assessed 50 websites in Bahasa that relates with infertility.RESULTS The content credibility for most of the sites has adequate score with range of score 60 to 80 for 68 sites. Content accuracy for most of the sites have scores more than 60, with 24 or 12 sites with scores 60 to 80 and 44 or 22 sites have scores above 80. The ease of navigation for most of the sites, 47 sites or 94 has scores more than 60.CONCLUSION The quality of internet based infertility information in Bahasa was adequate for category credibility, accuracy and ease of navigation.Keywords infertility, internet, bahasa, quality, information
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Asrana Baidah
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Priska Asrana BaidahProgram Studi : : Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan GinekologiJudul : Prevalensi dan Faktor-Faktor Risiko Konstipasi pada Wanita Hamil di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Ginekologi RSCM. LATAR BELAKANG: Konstipasi merupakan masalah saluran gastrointestinal yang sering dialami oleh wanita hamil. Adanya konstipasi dapat menghabiskan biaya dan waktu untuk berobat, menurunkan produktivitas dan kualitas hidup serta dapat pula menimbulkan kelainan permanen seperti rusaknya fungsi penyokong otot-otot dasar panggul. Penelitian untuk melihat prevalensi konstipasi pada ibu hamil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum ada. Padahal dengan mengetahui faktor-faktor risiko konstipasi dalam kehamilan, kualitas perawatan antenatal pada ibu hamil akan lebih baik. TUJUAN: Diketahuinya prevalensi dan hubungan antara usia kehamilan, asupan serat, konsumsi air, dan tingkat aktivitas fisik dengan konstipasi pada ibu hamil di poliklinik rawat jalan obstetric dan ginekologi RSCM. METODE: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 174 wanita hamil yang sehat yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan antenatal di poliklinik rawat jalan RSCM. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Diagnosis konstipasi berdasarkan kriteria ROME III, pengukuran asupan serat dengan kuesioner FFQ, pengukuran tingkat aktivitas fisik dengan kuesioner IPAQ. Uji chi square dan Fisher dilakukan untuk menilai hubungan antar variabel. HASIL:Prevalensi konstipasi pada wanita hamil pada penelitian ini 13,2 IK95 8,3-18,1 dengan prevalensi tiap trimester yaitu 5,9 pada trimester 1, 21,4 pada trimester 2, dan 11,3 pada trimester 3. Keluhan tersering yaitu mengedan keras, BAB tidak lampias, dan sensasi tidak dapat mengeluarkan tinja saat BAB. Sebanyak 81,03 subjek asupan serat per harinya kurang dengan rata-rata asupan serat 18,97 gram/hari.Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan konstipasi p=0,776 , konsumsi air dengan konstipasi p=0,485 , dan tingkat aktivitas fisik dengan konstipasi p=0,553 . Namun, terdapat nilai OR yang cukup tinggi antara usia kehamilan dengan konstipasi yaitu OR 4.364 untuk trimester 2 dan OR 2,039 untuk trimester 3 yang menunjukkan kemungkinan ada kebermaknaan secara klinis walaupun tidak bermakna secara statistik p=0,254 KESIMPULAN: Prevalensi konstipasi pada wanita hamil sebanyak 13,2 . Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan, asupan serat, konsumsi air, dan tingkat aktivitas fisik.KATA KUNCI : konstipasi, ROME III, wanita hamil
ABSTRACT
Name Prika Asrana BaidahStudy Program Obstetric and GynecologyTitle Prevalence and Risk Factors Constipation in Pregnancy at Obstetric and gynecology Outpatient Clinic RSCM AIM To estimate constipation prevalence and it rsquo s relation with age of gestation, diet fiber, water consumption, and physical activityBACKGROUND Constipation is a common symptom in pregnancy. The presence of constipation can be costly, reducing the productivity and quality of life and can also cause permanent abnormalities of the pelvic floor muscles. There was no research that looking for prevalence of constipation in pregnant women and it rsquo s risk factors in Indonesia yet. Yet by knowing the risk factors for constipation in pregnancy, the quality of antenatal care for pregnant women would be betterDESIGN AND METHODOLOGY This study is a cross sectional study with a sample of 174 healthy pregnant women who visit to antenatal care at outpatient clinic RSCM. Data were collected through questionnaires. The diagnosis of constipation based ROME III criteria, measurement of fiber intake by FFQ questionnaire, measuring the level of physical activity by questionnaire IPAQ. Chi square test and Fisher conducted to assess the relationship between variables.RESULTS The prevalence of constipation in pregnant women in this study 13.2 CI95 8.3 to 18.1 with each trimester prevalence is 5.9 in the first trimester, 21.4 in the second trimester, and 11.3 in third trimester. The most common complaint are straining, incomplete evacuation, and anorectal obstruction. A total of 81.03 of the subjects was poor on fiber intake with an average fiber intake was 18.97 g day. There were no significant association between fiber intake with constipation p 0.776 , water consumption with constipation p 0.485 , and physical activity levels with constipation p 0.553 . However, there is a clinically significant association between gestational age with constipation with OR 4,364 for second trimester to trimester and 2,039 OR 3. This clinical significancy unfortunately not statistically significant p 0.254 CONCLUSION The prevalence of constipation in pregnant women as much as 13.2 . There were no significant association between gestational age, fiber intake, water consumption, and physical activity levels.Keywords Constipation, pregnancy, ROME III
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>