Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martin Hertanto
"ABSTRAK
Edema makula diabetik EMD adalah salah satu penyebab kebutaan utama pada pasien diabetes. Pemberian terapi injeksi anti VEGF selain dapat mencegah perburukan EMD juga mampu memperbaiki tajam penglihatan. Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan ketebalan makula sentral CMT , elektroretinogram ERG makula, dan tajam penglihatan setelah pemberian injeksi Aflibercept intravitreal. Penelitian ini adalah penelitian uji klinis dengan intervensi single arm. Subjek dengan EMD diberikan satu kali injeksi Aflibercept intravitreal. Nilai CMT, ERG makula, dan tajam penglihatan diukur sebelum, satu minggu, dan satu bulan setelah injeksi. Sebanyak 36 dan 35 subjek diamati pada 1 minggu dan 1 bulan pasca injeksi. Rerata usia, lama menderita diabetes, dan kadar HbA1C subjek adalah 56,33 6,39 tahun, 96 12-240 bulan, dan 7,33 1,41 . Perbandingan nilai sebelum, 1 minggu setelah injeksi, dan 1 bulan setelah injeksi dari CMT adalah [408 264 ndash;1025 vs 329,5 208 ndash;629 vs 303 213 ndash;567 , ABSTRACT
Diabetic macular edema DME is a major cause of blindness in diabetic patients. Anti VEGF injections had been shown not only able to slow the worsening of DME, but can also improve visual acuity VA . The aim of this study is to observe changes in central macular thickness CMT , macular electroretinogram ERG and VA after single intravitreal Aflibercept injection IAI . This is a single arm, pre post intervention clinical study. Subjects with DME were given single, unilateral IAI. Changes in CMT , multifocal ERG, and VA were observed one week and one month after IAI was given. We included 36 and 35 eyes in this study for one week and one month follow up. Subjects 39; mean age, duration of diabetes, HbA1C level were 56.33 6.39 years, 96 12-240 months, and 7.33 1.41 respectively. Comparing across follow up periods [pre, one week, one month post IAI] there were statistically significant differences of CMT [408 264 ndash;1025 vs 329.5 208 ndash;629 vs 303 213 ndash;567 , p="
Lengkap +
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsania Rachmah Rahayu
"Koroid memiliki peran dalam mengatur metabolisme fotoreseptor dan epitel pigmen retina (EPR) serta sumber perdarahan ke lapisan luar retina. Pada miopia terjadi elongasi aksial yang berdampak pada penipisan ketebalan koroid dan memengaruhi prognosis visual. Studi ini bertujuan mengetahui hubungan antara ketebalan koroid dengan derajat miopia dan ketebalan fotoreseptor-EPR. Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada 102 mata. Setiap subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu emetropia, miopia ringan, sedang, dan berat. Setiap subjek dilakukan pemeriksaan mata menyeluruh dan pemindaian makula menggunakan spectral domain optical coherence tomography (SD-OCT), dengan pengaturan HD-1-Line100x dan enhanced depth imaging (EDI). Gambar pemindaian dinilai secara manual dan dikelompokkan berdasarkan Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) grid. Hasil studi menunjukkan ketebalan koroid terbesar ditemukan di subfovea atau lingkar superior bergantung pada kelompok, dan ketebalan terendah ditemukan pada regio nasal setiap kelompok. Terdapat perbedaan signifikan ketebalan koroid dengan derajat miopia pada setiap kelompok. Korelasi signifikan ketebalan koroid dan ketebalan lapisan fotoreseptor-EPR hanya ditemukan pada lingkar inferior dalam (r=0,34; p<0,001). Penelitian ini menunjukkan ketebalan koroid yang beragam dan signifikan tiap derajat miopia, serta korelasi negatif lemah antara ketebalan koroid dan ketebalan lapisan fotoreseptor-EPR pada di regio inferior.

The choroid is crucial for regulating the metabolism of photoreceptors and the retinal pigment epithelium (RPE) while supplying blood to the outer retinal layer. Myopia, characterized by axial elongation, is linked to choroidal thinning, impacting visual prognosis. This study investigates the relationship between choroidal thickness (CT), different myopia degrees, and photoreceptor-RPE thickness. In a cross-sectional study of 102 eyes, categorized into emmetropia, mild, moderate, and high myopia groups, comprehensive eye exams and macular scans using spectral domain optical coherence tomography (SD-OCT) with HD-1-Line100x settings and enhanced depth imaging (EDI) were conducted. Manual evaluations of scan images based on the Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) grid revealed varied and significant CT across myopia degrees. The thickest CT found either in the subfovea or superior ring depending on the group, and the thinnest consistently in the nasal region for all groups. A significant correlation between choroidal thickness and photoreceptor-RPE layer thickness was noted in the inner inferior circle (r=0.34; p<0.001). In summary, this study unveils varying and significant CT across myopia degrees, emphasizing weak negative correlations between choroidal thickness and photoreceptor-RPE layer thickness, specifically in the inferior region."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Amalia
"Retinopati diabetik adalah kelainan vaskular retina yang disebabkan oleh diabetes jangka panjang. Deteksi dini retinopati diabetik pada pasien diabetes diperlukan karena tidak ada gejala yang terlihat selama tahap awal penyakit. Para peneliti mengembangkan metode berbasis komputer untuk membantu dokter dalam proses deteksi dini. Dokter dapat menggunakan output dari metode tersebut sebagai pertimbangan dalam mediagnosis tipe retinopati diabetik yang diderita pasien. Salah satu metode yang populer adalah deep learning. Pada penelitian ini, dibangun gabungan dua algoritma deep learning, yaitu Convolutional Neural Network (CNN)-Long Short-Term Memory (LSTM) untuk deteksi retinopati diabetik dengan output berupa caption yang menjelaskan kondisi yang ada pada citra fundus pasien. CNN digunakan untuk mengekstraksi fitur lesi retinopati diabetik pada citra fundus, dan LSTM digunakan untuk membuat caption berdasarkan fitur lesi tersebut. Penelitian ini menggunakan empat model CNN, yakni AlexNet, pre-trained AlexNet, GoogleNet, dan pre-trained GoogleNet. Simulasi gabungan algoritma CNN-LSTM dilakukan dengan proporsi data yang berbeda menggunakan data set dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil simulasi menunjukkan bahwa gabungan algortima CNN-LSTM dapat mendeteksi fitur lesi dan membuat caption dengan rata-rata kinerja akurasi tertinggi sebesar 91.69% untuk model pre-trained GoogleNet-LSTM dan proporsi data 80% data training dan 20% data testing.

Diabetic retinopathy is a retinal vascular disorder caused by long-term diabetes. Early diabetic retinopathy detection in diabetes patients is needed because no symptoms can be seen during the early stage of disease. The researchers developed a computer-based method to assist ophthalmologists in the early detection process. Ophthalmologists can use the output of the method as a consideration in diagnosing the type of diabetic retinopathy. One of the popular methods is deep learning. In this study, a combination of two deep learning algorithms, namely Convolutional Neural Network (CNN)-Long Short-Term Memory (LSTM), was constructed for diabetic retinopathy detection with the output in the form of a caption that explains the condition present in the patient’s fundus images. CNN is used to extract features of diabetic retinopathy lesions on fundus images, and LSTM is used to generate a caption based on those lesion features. This study used four CNN models that are AlexNet, pre-trained AlexNet, GoogleNet, and pre-trained GoogleNet. Simulation of a combined CNN-LSTM algorithm has been done with the different proportions of data using a data set from Cipto Mangunkusumo National General Hospital. The simulation results show that a combined CNN-LSTM algorithm can detect lesion features and generate caption with the highest average performance accuracy of 91.69% for pre-trained GoogleNet-LSTM and the proportion 80% training data and 20% testing data."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Wicitra
"ABSTRAK
Latar Belakang: terapi injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pasien edema makula diabetik dengan ketebalan makula sentral lebih dari 400 µm dinilai kurang efektif. Kortikosteroid dinilai dapat membantu mencegah progresifitas edema makula diabetik terkait proses inflamasi.
Tujuan: Mengetahui hasil terapi injeksi intravitreal kombinasi bevacizumab dan deksametason dibandingkan dengan injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang hingga berat
Metodologi: penelitian eksperimental randomisasi acak terkontrol dua kelompok yaitu: kelompok dengan terapi intravitreal bevacizumab 1,25mg (kelompok A) dan terapi injeksi intravitreal bevacizumab 1,25mg dan deksametason 0,5mg (kelompok B). Luaran sensitifitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dievaluasi pada minggu pertama dan keempat.
Hasil: sebanyak masing-masing 22 orang diteliti di kelompok A dan kelompok B. Median usia pada kelompok A adalah 53,1 + 8,4 dan kelompok B adalah 55,1 + 8. Terdapat perbaikan sensitifitas retina sebanyak 2,1 dB di kelompok A dan 2,03 dB di kelompok B (p=0,673). Perbaikan ketebalan makula sentral didapatkan sebanyak 217µ m pada kelompok A dan 249 µm pada kelompok B (p=0,992). Perbaikan tajam penglihatan dengan koreksi pada kelompok A sebanyak 8,5 huruf dan 7,5 huruf pada kelompok B (p=0,61). Analisis intragroup menunjukkan perbaikan yang signifikan di masing-masing luaran penelitian pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan deksametason menjunjukkan perbaikan secara klinis pada luaran sensitivitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dengan koreksi. Perbandingan antara kedua grup tidak signifikan secara statistik. Tren positif tampak kategori adanya kista pada Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) dan pasien dengan Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR).

ABSTRACT
Background: Bevacizumab intravitreal injection therapy in patients with diabetic macular edema (DME) especially with a central macular thickness more than 400 μm is considered ineffective. Corticosteroid addition to the standard therapy can help prevent the inflammation that happens in the progression of diabetic macular edema
Objective: to compare the result of combination of bevacizumab and dexamethasone intravitreal injection with bevacizumab monotherapy in patient with moderate to severe diabetic macular edema.
Methods: randomized controlled trial in two parallel group. Group A received bevacizumab intravitreal 1.25mg in 0.05cc, group B received bevacizumab 1.25mg and dexamethasone 0.5mg. Retinal sensitivity, central macular thickness (CMT) and visual acuity (VA) are evaluated in first and fourth week after injection.
Result: 22 patients from each group were evaluated. Median of age was 53,1+ 8,4 in group A and 55,1 + 8 in group B. Improvement of retinal sensitivity was 2.1dB and 2.03dB in group A and B respectively (p=0,673). There was reduction in CMT about 217µm in group A and 249 µm in group B (p=0,992). Visual acuity (VA) outcomes showed little difference between groups; +8.5 letter and +7.5 letter in group A and group B respectively. Intragroup analysis shows significant differentiation in each outcome in both groups.
Conclusion: combination of intravitreal bevacizumab and dexamethasone clinically improved retinal sensitivity, CMT and VA in patient with DME. There was no statistical difference between in retinal sensitivity, CMT and VA after therapy in both groups. Positive trend was showed especially in patient with cyst appearance in Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (OCT) and Non-proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) patient. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ranovian
"Latar Belakang: Saat ini, injeksi intravitreal anti-VEGF merupakan tatalaksana medikamentosa lini pertama pada DME. Namun monoterapi bevacizumab dinilai kurang efektif dalam mengobati DME derajat sedang-berat, sehingga meningkatkan jumlah re-injeksi. Selain VEGF, mediator inflamasi juga berperan penting dalam pathogenesis DME. Sehingga diperlukan terapi adjuvant pada kasus dengan respon suboptimal.
Tujuan: Mengetahui perbedaan perubahan sensitivitas retina, ketebalan makula sentral (CMT) dan BCVA sesudah dilakukan injeksi intravitreal Bevacizumab dengan kombinasi Triamsinolon Asetonid (TA)  dibandingkan dengan monoterapi Bevacizumab pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang-berat.
Metodologi: Pada studi eksperimental lengan ganda dengan randomisasi blok ini didapatkan sejumlah 28 subjek dengan CMT > 400 mm dibagi menjadi dua kelompok. Subjek pada kelompok intervensi diberikan injeksi kombinasi Bevacizumab 1,25 mg dan TA 2 mg intravitreal, sedangkan subjek kelompok kontrol hanya diberikan injeksi Bevacizumab 1,25 mg. Evaluasi BCVA dan CMT dilakukan pada 1 minggu dan 1 bulan pasca injeksi, evaluasi sensitivitas retina pada 1 bulan pasca injeks, serta peningkatan TIO dan efek samping.
Hasil: Pasca 1 bulan injeksi didapatkan penurunan CMT yang lebih besar yang bermakna pada kelompok intervensi (-269,1 (170-413) mm vs -133,6 (50-218) mm, p< 0,001), begitu juga dengan peningkatan sensitivitas retina yang lebih baik pada kelompok intervensi (2,4 (0,02-7,1) dB vs 1,3 (0,16-3,5) dB, p = 0,035). Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada luaran BCVA logMAR antar kedua kelompok (0.2 (0-0.5) vs 0.15 (0-0.5)).
Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan TA ini terbukti efektif dan cost-effective sebagai dalam menurunkan edema makula segera dan memperbaiki sensitivitas retina pada pasien DME derajat sedang-berat dan DME persisten.

Backgrounds: Intravitreal bevacizumab (IVB) monotherapy is less effective in treating moderate-to-severe diabetic macular edema (DME), potentially increasing the number of injections and the risk of permanent vision loss. In addition to VEGF, inflammatory mediators also play an important role in the pathogenesis of DME. Therefore, there is a need for additional treatment options for DME cases with suboptimal response to anti-VEGF therapy.
Objectives: To compare the efficacy and safety of the combination of IVB and triamcinolone acetonide (TA) with IVB monotherapy in treating moderate to severe DME.
Methods: In this double-arm randomized controlled trial study, a total of 28 DME patients with central macular thickness (CMT) >400 mm were assigned into two groups according to the therapeutic method: 1,25 mg of  bevacizumab combined with 2 mg of  TA as the intervention group and 1,25 mg of IVB as the control group. BCVA and CMT were observed at 1 week and 1 month follow-up, retinal sensitivity was observed at 1 month follow-up, as well as increased IOP and other side effects.
Results: CMT reduction after 1 month were higher in the intervention group with statistically significant different (-269,1 mm vs -133,6 mm, p< 0,001) as well as retinal sensitivity improvement also better in the intervention group (2,4 dB vs 1,3 dB, p = 0,035). But there was no statistically different in BCVA changes after 1 month follow-up (0,2 vs 0,15, p= 0,874) between the groups, even though 35,7% of the intervention group has gained more than 10 BCVA letters. No significant increase in IOP were observed at the end of the follow-up.
Conclusions: It is effective and cost-effective to treat moderate-to-severe or persistent DME by utilizing TA as an adjunct to anti-VEGF.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Sari Fadli
"Edema makula diabetik atau Diabetic Macular Edema (DME) merupakan penyebab utama kehilangan penglihatan pada pasien diabetes. Patofisiologi DME bersifat multifaktorial dan kompleks. Rusaknya sawar darah retina mengakibatkan penumpukan carian abnormal dan penebalan makula retina yang diinduksi oleh berbagai faktor seperti iskemia, peningkatan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), radikal bebas, disfungsi perisit dan endotel, serta inflamasi. Penelitian ini menilai efektivitas injeksi loading dose bevacizumab dengan kombinasi inisial deksametason dibandingkan loading dose bevacizumab. Pada studi ini dilakukan uji klinis acak terkontrol dengan randomisasi pada dua kelompok yaitu: kelompok dengan terapi loading dose bevacizumab 1,25mg dengan kombinasi inisial deksametason 0,5mg (studi) dan injeksi loading dose bevacizumab 1,25mg (kontrol). Luaran sensitifitas retina, tajam penglihatan serta CMT dievaluasi pada minggu pertama, keempat, kedelapan dan keduabelas. Sebanyak 22 orang diteliti di kelompok studi dan 21 orang kelompok kontrol. Median usia kelompok studi 53,3 + 10,9 dan kontrol 54,1 + 7,3. Dilakukan analisa terhadap sensitifitas retina, tajam penglihatan serta CMT pada kelompok studi (10 orang) dan kontrol (13 orang). Terdapat perbaikan ketebalan makula sentral 205,5μm (studi) dan 87 μm (kontrol) dengan p=0,010. Perbaikan tajam penglihatan dengan koreksi pada studi 13,5 huruf dan 3 huruf pada kelompok kontrol (p=0,23). Terdapat perbaikan sensitifitas retina 1.02 dB di kelompok studi dan 0,68 dB pada kontrol (p=0,832). Analisis intragroup menunjukkan perbaikan signifikan pada pemeriksaan CMT kedua kelompok dan pada pemeriksaan tajam penglihatan pada kelompok studi. Berdasarkan analisa pendahuluan ini dapat memberikan bukti adanya potensi untuk dilakukan penyelesaian seluruh jumlah sampel hingga akhir dimana terdapat kecendrungan perbaikan secara klinis pada setiap luaran.

Diabetic Macular Edema is a major cause of vision loss in diabetic patients. The pathophysiology is multifactorial and complex. The damage of the retinal blood barrier results in a buildup of fluid and thickening of the macula that induced by ischemia, Vascular Endothelial Growth Factor, free radicals, pericyte, endothelial dysfunction, and inflammation. This study assessed the effectiveness of bevacizumab loading dose with initial combination versus a bevacizumab monotherapy. In this study, a randomized controlled trial was carried out in two groups, a 1.25 mg bevacizumab loading dose with a combination of the initial 0.5 mg dexamethasone (study) and a 1.25 mg bevacizumab loading dose (control). Retinal sensitivity, visual acuity and CMT were evaluated at the first, fourth, eighth and twelfth weeks. A total of 22 people (study) and 21 people (control). The median age of was 53.3 + 10.9 (study) and 54.1 + 7.3 (control). Retinal sensitivity, visual acuity and CMT were analyzed in study group (10 people) and (13 people) control group. There was an improvement in CMT 205.5μm (study) and 87μm (control) with p = 0.010. Visual acuity improvement 13.5 letters (study) and 3 letters (control) with p = 0.23 and retinal sensitivity 1.02 dB (study) 0.68 dB (control) with p = 0.832. Intragroup analysis showed significant improvements of the CMT examination in both groups and in the visual acuity examination in study group. Based on this preliminary analysis, it can provide the potential for completion of the entire sample size until the end where there is a tendency for clinical improvement in each outcome."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library