Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurma Midayanti
Abstrak :

Banyak literatur membuktikan bahwa interaksi sosial berpengaruh secara signifikan pada hasil individu dalam berbagai konteks. Interaksi sosial di Indonesia menunjukkan bahwa dalam lingkungan tempat tinggal, rumah tangga di Indonesia sangat saling tergantung dengan rumah tangga tetangga. Penelitian ini mencoba untuk memperbanyak analisis kesejahteraan rumah tangga sebelumnya dengan memasukkan efek interaksi sosial dalam model dan mencoba untuk menemukan bukti pengaruh interaksi sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga. Mengingat interaksi rumah tangga berhubungan dengan rumah tangga tetangganya di lingkungan tempat tinggal yang sama, penelitian ini menerapkan model linear-in-means ketika rumah rumah tangga berinteraksi dalam kelompok dengan menggunakan model spatial autoregressive moving average (SARMA) untuk memperhitungkan saling ketergantungan antar rumah tangga. Pengaruh interaksi sosial dapat diukur melalui efek endogen-mengukur bagaimana kesejahteraan rumah tangga dipengaruhi oleh kesejahteraan tetangga dan efek kontekstual-pengaruh karaktektistik eksogen tetangga terhadap kesejahteraan rumah tangga. Data set yang digunakan bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012 dan model menunjukkan bukti kuat untuk efek endogen dan kontekstual yang mengindikasikan adanya efek interaksi sosial diantara rumah tangga di lingkungan perumahan. Hasil penelitian menunjukkan peer effect lingkungan sangat positif terkait dengan kesejahteraan rumah tangga. Karakteristik tetangga juga penting. Pendidikan, pekerjaan, dan status migran rumah tangga memiliki spillover effect positif pada kesejahteraan rumah tangga. Pada sisi prespektif kebijakan, peer effect endogen yang positif dan signifikan dapat dianggap sebagai input untuk meningkatkan kebijakan pengentasan kemiskinan.    


Many empirical literatures confirm that social interactions have significant effect to individual outcomes in various contexts.  In Indonesia, social interactions in the neighborhood show that households in Indonesia are highly interdependence to neighboring households. This study attempts to enhance previous analysis of household welfare with incorporating social interactions effects in the model and attempt to find evidence of social interaction effects in household welfare. Since households interaction correlates with their neighbors at the same residential neighborhood, the study applies linear-in-means model when households interact in groups by using the spatial autoregressive moving average (SARMA) models for taking into account the interdependence among households. The social interactions effects can be measured from endogenous effect-measure how households welfare is affected by neighbors welfare and contextual effect-the influences of neighbors exogenous characteristics on household welfare. The data set from 2012 Social Economics Survey (Susenas) is used and the models show a strong evidence for both endogenous and contextual effects that indicate the presence of social interaction effects among households in residential neighborhood. The results suggest the neighborhood peer effects are strongly positively associated with household welfare. Neighbors characteristics also matter. Their education, employment and migrant status have positive spillover effects on household welfare. From a policy perspective, the positive and significant of endogenous peer effects could be considered to be an input for improving poverty alleviation policy.

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Nugroho
Abstrak :
Model pertumbuhan semi-endogen menekankan akumulasi modal manusia dan kemajuan teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Modal manusia dan kemajuan teknologi adalah sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Pada saat sebagian besar negara di dunia berjuang untuk mengakumulasi modal manusia dan kemajuan teknologi yang cukup, negara-negara maju diberkahi dengan kemampuan istimewa dalam penelitian dan pengembangan. Jika demikian, maka yang ekstrem, negara-negara yang kekurangan modal manusia dan kemajuan teknologi akan terhenti dalam hal kemajuan ekonomi mereka.Kemajuan dalam penelitian mengenai dampak dari modal manusia sumber daya manusia dan kemajuan teknologi terhadap perekonomian telah memberikan wawasan yang luar biasa tentang bagaimana negara-negara di dunia berbeda satu sama lain. Namun ada lebih dari dua alasan untuk menjelaskan perbedaan antar negara. Acemoglu dkk. 2005 berpendapat bahwa institusi adalah yang paling kompleks namun merupakan satu-satunya penyebab wajar pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian kebutuhan untuk mengembangkan indeks institusi akan memberikan penjelasan yang lebih dalam daripada sekedar kajian teori. Di sisi lain, kita dapat menguatkan indeks institusi dengan teori umum bahwa institusi berkualitas rendah akan berdampak pada ekonomi secara negatif.Penelitian ini akan memodifikasi model Jones 2002 dengan memasukkan karakteristik yang membedakan negara-negara di dunia. Upaya semacam itu diarahkan untuk memberi model pertumbuhan semi-endogen yang lebih umum agar dapat diterapkan ke semua negara di dunia.Studi ini bertujuan untuk memperluas pemahaman tentang penyebab pertumbuhan ekonomi dengan memasukkan indeks institusi dan menemukan bagaimana indeks tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
The semi-endogenous growth model emphasizes the accumulation of human capital and technological progress in driving economic growth. Human capital and technological progress are sources of economic growth in this model. While majority of countries in the world are still struggling to accumulate sufficient human capital and technological progress, most developed countries are endowed with the privilege of research and development. If so, then to the extreme, countries that lack human capital and technological progress will stop in terms of their economic progress.Progress in research on the impact of human capital and technology progress on the economy has provided remarkable insight into how countries in the world differ from one another. But there are more than those two reasons to explain differences between countries. Acemoglu et al. 2005 argue that institutions are the most complex but are the only natural cause of economic growth. Thus the need to developing an institutional index will provide a deeper explanation than just a theoretical study. On the other hand, we can strengthen the institutional index with the general theory that low quality institutions will negatively impact the economy.This study will modify the Jones 2002 model by incorporating characteristics that distinguish countries in the world. Such efforts are directed to provide a more general semi-endogenous growth model so that it can be applied to all countries in the world.This study aims to broaden the understanding of the causes of economic growth by including an index of institutions and finding out how the index can affect economic growth.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D2572
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Susanti
Abstrak :
Disertasi ini bertujuan untuk mengembangkan model perilaku tentang durasi migrasi internal di Indonesia, menerapkannya dalam model empiris dan mengestimasi berbagai faktor yang mempengaruhi lama seseorang bermigrasi. Estimasi dilakukan dengan menggunakan analisis survival, yakni dengan pendekatan Recurrent Event Survival Analysis. Variabel durasi dan karakteristik migran diperoleh dengan mengolah data Sakerti tahun 1993-2007. Disimpulkan bahwa dalam mengambil keputusannya, migran selalu membandingkan daerah asal dan tujuan agar memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan si migran maupun keluarganya. Faktor karakteristik dan tingkat pendidikan migran terbukti mempengaruhi durasi. Durasi juga cenderung lebih lama setelah otonomi daerah. Keterikatan migran terhadap daerah dan keluarganya masih cukup tinggi, terutama bagi migran yang ber asal dari daerah pedesaan. ......The dissertation attempts to develop a behavioral model on internal migration duration in Indonesia, to implement it to the empirical model and to estimate factors influenced the migrant?s decision to return. The estimation was conducted by using survival analysis, i.e. Recurrent Event Survival Analysis. The duration and the characteristic variables are developed from the Sakerti data within period of 1993-2007. The main conclusion indicates that the return decision was mainly influenced by the opportunity to increase migrants welfares. The migrant?s characteristic and education level proved to affect the duration. The duration also tends to be longer after the implementation of regional autonomy. The migrant?s engagement to their family and comunity was remain strong, and even stronger if the status of the home region was rural area.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
D1415
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrza Rahmanita
Abstrak :
Perilaku konsumsi conspicuous banyak ditemui di negara-negara maju maupun berkembang. Di satu sisi, konsumsi conspicuous memberikan kontribusi positif seperti pertumbuhan dan percepatan perekonomian; namun di sisi lain dapat membawa dampak negatif seperti jebakan kemiskinan, kesenjangan, pengangguran dan kriminalitas. Di negara dunia ketiga termasuk Indonesia, konsumsi conspicuous dilakukan bahkan sebelum rumah tangga memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan mereka. Rumah tangga yang melakukan konsumsi conspicuous cenderung lebih mengutamakan pengeluarannya untuk barang-barang yang mudah terlihat publik dan mengurangi pengeluaran lain seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga berpeluang kehilangan kesempatan untuk mengejar level pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu rumah tangga mungkin mengurangi atau meniadakan tabungan yang sesungguhnya dibutuhkan untuk merealisasikan investasi di masa depan. Dampak negatif konsumsi conspicuous terutama semakin buruk ketika terjadi di kelas pendapatan bawah, hal mana membuat penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan. Kebaruan studi konsumsi conspicuous ini karena merupakan penelitian empiris yang dilakukan menggunakan data sekunder. Penelitian terdahulu tentang topik ini kerap bersifat teoritis. Jikapun ada studi empiris, umumnya menggunakan data primer berupa survei atau wawancara semi terstruktur. Kebaruan lainnya adalah mensyaratkan adanya kondisi kedua, yaitu nilai elastistas pendapatan positif; setelah kondisi pertama terpenuhi yaitu nilai elastistas harga positif. Kondisi elastisitas pendapatan positif dipersyaratkan guna memilah antara barang dengan efek Veblen (disebut juga sebagai barang Veblen atau barang untuk konsumsi conspicuous atau barang conspicuous) dengan barang Giffen yang sama-sama memenuhi persyaratan kondisi pertama namun elastisitas pendapatan negatif. Lebih lanjut, dengan adanya syarat elastisitas pendapatan positif tersebut, dapat ditentukan barang conspicuous tersebut terkategorikan sebagai barang necessities ataukah mewah (luxury). Penelitian konsumsi conspicuous ini dilakukan dengan mencermati keberadaan efek Veblen pada konsumsi di Indonesia dengan menerapkan model empiris menggunakan price dependent utility function Fechner Thurstone dengan kendala anggaran. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Sosial Ekonomi Nasional periode 2008, 2009 dan 2010 (Susenas Panel) pada level yang lebih mikro yaitu rumah tangga, membedakannya berdasar kelas pendapatan (income class), pengeluaran konsumsi, menggunakan variabel kontrol, dan penerapan kepada delapan kelompok barang, dengan harga masing-masing kelompok barang diproksi menggunakan indeks harga konsumen (IHK). Uji empiris dilakukan menggunakan metoda estimasi panel seemingly unrelated regression (SUR Panel) untuk mengolah data panel yang merupakan kombinasi data cross section dan time series (rumah tangga dengan pengeluaran konsumsi serta harga sepanjang periode 2008, 2009 dan 2010). Penelitian ini bertujuan menguji keberadaan efek Veblen dalam perilaku konsumsi di Indonesia; mengeksplorasi kelompok-kelompok barang yang memiliki efek Veblen; serta mengidentifikasi perbedaan kelompok-kelompok barang yang memiliki efek Veblen antar kelas pendapatan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pemahaman masyarakat serta para pengambil kebijakan terkait konsumsi conspicuous di Indonesia. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan adanya konsumsi conspicuous di Indonesia, terlihat dari ditemuinya efek Veblen di seluruh kelas pendapatan rumah tangga. Kelompok barang conspicuous dapat berbeda antar kelas pendapatan dimana kelompok barang sandang dan barang pribadi ditemui di setiap kelas pendapatan. Barang dengan efek Veblen di Indonesia umumnya berupa barang neccesities kecuali kelompok barang bahan makanan di kelas pendapatan atas, serta kelompok barang transpor, komunikasi, jasa keuangan di kelas pendapatan bawah; keduanya merupakan barang mewah. ......Conspicuous consumption is commonly found in both developed and developing countries. On the one hand, conspicuous consumption contributes positively to the growth and acceleration of the economy; but on the other hand it can bring negative impacts like poverty traps, inequalities, unemployment and crime. In third world countries including Indonesia, conspicuous consumption is conducted even before households have the ability to fulfil their food, clothing and housing needs. Households involved in conspicuous consumption tend to spend more on visible items and reduce other expenses such as education and health, thus losing the opportunity to acquire higher income. Moreover, households may reduce or eliminate savings which actually required to apprehend future investments. The negative impact of conspicuous consumption is especially worse when it occurs in lower income classes, which makes this research crucial to be conducted. The novelty of this study is its empirical type and the enactment of secondary data. Previous research on this topic is often theoretical. Even if there are empirical studies, they are using primary data like interview or semi-structured survey. Another novelty is the prerequisite of second condition, namely the positive value of income elasticity; after the first condition of positive price elasticity is met. This second condition is required to distinguish goods with positive Veblen effects (also referred as Veblen goods, or goods for conspicuous, or conspicuous consumption) with Giffen goods that characterized with negative income elasticity. Furthermore, by the condition of positive income elasticity, conspicuous goods can be categorized as of necessities or luxury goods. This study aims to examine the existence of Veblen effects in consumption behavior in Indonesia; exploring groups of goods that have Veblen effects; and identifying different groups of goods with Veblen effects among income classes. This research is expected to broaden the insight and understanding of people and policy makers related to conspicuous consumption in Indonesia. This research is done by observing the existence of Veblen effect on consumption in Indonesia by applying empirical model using Fechner Thurstone price dependent utility function with budget constraint. This study uses secondary data of the National Socioeconomic Survey of 2008, 2009 and 2010 (Susenas Panel) at the micro (households) level, characterised by income classes, consumption expenditures, control variables, eight groups of bundle goods, at the price proxied with the consumer price index (CPI). The empirical assessment was conducted using panel seemingly unrelated regression (SUR Panel) estimation method to process panel data which is a combination of cross section and time series data (households with consumption expenditures and prices during the period of 2008, 2009 and 2010). This study concluded about the existence of conspicuous consumption in Indonesia, that Veblen effects are found in all income classes. Conspicuous goods may differ between income classes nevertheless bundle goods of clothing and personal items are found in each income class. Goods with Veblen effects in Indonesia generally are neccesities goods; except for foodstuffs in the upper income class; and transports, communications, financial services in the lower income class; both are luxury goods.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
D2549
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library