Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indawati Gunardi
"ABSTRAK
Rumah sakit kepolisian Pusat, yang disebut juga Rumkit Polpus R. S. Sukanto, merupakan fasilitas kesehatan ABRI yang menyediakan program pelayanan Askes. Dalam pelaksanaannya, kerjasama antara Rumah Sakit Kepolisian Pusat dengan PT (Persero) Askes dilakukan melalui ketentuan tarif paket perawatan untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan pasien Askes dibandingkan dengan pelayanan pasien umum sehubungan adanya perbedaan tarif/biaya perawatan yang dikenakan. Untuk itu, penulis mengambil rawat inap pada unit yang melibatkan banyak unsur dan personil serta jumlah pasien Askes yang terbanyak dirawat dengan insiden penyakit tertentu. Di unit bedah, pasien Askes dengan appendicitis berjumlah 13% dari jumlah total pasien Askes yang mendapat perawatan sehingga diambil sebagai subjek penelitian.
Penelitian ini didisain secara cross sectional untuk mengetahui kualitas pelayanan pasien Askes dan pasien umum sebagai variabel terikat dengan indikator: infeksi, obat obatan, biaya, komplikasi, lama perawatan, pelayanan dokter (berupa kunjungan dokter), prosedur operasi dan penunjang medik. Untuk variabel bebasnya adalah sumber biaya dari jenis pasien yaitu Askes dan umum, sedangkan umur dan jenis kelamin sebagai variabel confounding. Tehnik pengumpulan data adalah dengan abstraksi catatan medik selama periode 2 tahun (1995 - 1996), menggunakan seluruh kasus pasien Askes dan pasien umum. Selanjutnya analisa secara univariat dan bivariat dilakukan melalui uji t dan atau uji anova, dan uji khi kuadrat dengan bantuan perangkat lunak (epi info).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada dua macam perbedaan kualitas pelayanan yaitu dalam kunjungan dokter dan pemberian obat. Kelompok pasien umum mendapat lebih baik kunjungan dokter selama perawatan dibandingkan kelompok pasien Askes.
Pada pemberian obat, jumlah obat dan biaya obat untuk pasien Askes lebih rendah dibandingkan dengan jumlah dan biaya obat untuk pasien umum. Hal ini tentu saja mempunyai dampak yang baik, mengingat dengan biaya obat murah dan jumlah obat yang sedikit, mempunyai kualitas hasil pelayanan yang sama dengan pasien umum yang diukur dengan angka infeksi, komplikasi, lama rawat inap, prosedur operasi dan pemeriksaan penunjang medik.
Dengan demikian penulis menyarankan agar Rumah Sakit Kepolisian Pusat mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pelayanan dokter, dalam hal ini kunjungan dokter, serta melaksanakan standar operasional di tiap unit, baik dalam manajemen administrasi maupun manajemen klinik untuk tiap kasus penyakit.
Dalam hal pemberian obat obatan, standar prosedur operasional dapat lebih menolong menseragamkan pedoman standar pengobatan untuk tiap diagnosa penyakit. Rumah sakit dapat mengambil langkah kebijaksanaan melalui instansi terkait untuk kenaikan tarif paket askes, mengingat keadaan dan kondisi perkembangan sekarang ini, serta menetapkan beberapa petugas yang bertanggung jawab atas kelengkapan administrasi Askes dan bagian keuangan.

ABSTRACT
The Central Police Hospital, which is also called Rumkit Polpus R.. S. Sukanto, is ABRI's health facility, serving the Askes Program. In practice, the working agreement between the Central Police Hospital and PT Askes is in the form of scheme for ambulatory service and ward services.
This observation is to establish how the quality assurance given to the general patients offers from that of Askes patients based on the price difference charged to them. For this reason, the writer has concentrated on the ward which includes substantial variation in the service units as well as personnel and a high incident diagnoses for Askes patients. In the surgery unit it was discovered that the appendicitis case represented 13 % of the total Askes patients who received the ward services. Consequently appendicitis cases become the subject of this study.
This observation is a cross sectional study to find out about the quality assurance for the general and Askes patients with dependant variables indicated by infections, medicines, complications, length of stay, the doctor's services (visiting doctor), operations procedure, supporting medical examination. The independent variables are source of the costs, the type of patients i.e. Askes and general patients. The data collection has been carried out by cross sectional study for 2 years (1995 - 1996), using all evidence of Askes and general patients. The univariat and bivariat analysis were also by t - test or anova, and chi square test in computer (epi info).
The observation has established two kinds of differences, the visiting doctors and the medicines. The general patients receive better services during their stay in the hospital than Askes's patients. On medicines, the total medicines prescribed and the cost of medicines are more limited and cheaper for Askes patients than the general patients. This has a good effect, because the same quality assurance is given to the Askes patients at cheaper price with less medicines being consumed , for example, infections, complications, length of stay, operation procedures and supporting medical examination.
So, the writer suggests for The Central Police Hospital to collect more definition information about doctors services, in this case : visiting doctors, and to prepare a standard operational procedure for both the administrative and the clinical management in each diagnosis.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Suryawati Endaningsih
"Dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 pasal 29 menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki STR sesuai sertifikat kompetensi yang dimiliki. STR berlaku lima (5) tahun. Jika sampai masa berlaku STR habis dokter atau dokter gigi tidak melakukan registrasi ulang, akan kehilangan kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran. Sanksi bagi yang menjalankan praktik dengan sengaja tanpa STR dan surat ijin adalah denda maksimal Rp 100 juta ( pasal 75). Hasil pencapaian registrasi ulang belum 100%.
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan analisis terhadap kebijakan dan analisis untuk menyusun rekomendasi (analysis of policy dan analysis for policy) registrasi ulang dokter dan dokter gigi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan untuk analisis data digunakan model content analisis diolah dengan pendekatan model Patton Savicky dengan kriteria boulton disajikan berdasarkan analysis of policy dan analisis for policy sebagai rekomendasi.
Hasil penelitian menemukan bahwa dokter dan dokter gigi kurang bersedia melakukan registrasi ulang karena : alur sertifikasi kompetensi untuk persyaratan registrasi ulang terlalu panjang, pemenuhan persyaratan terlalu sulit, pengisian borang borang terlalu banyak, pengumpulan SKP untuk memperoleh sertifikat kompetensi bagi registrasi ulang kurang menilai kompetensi (skill) lebih untuk menilai administrasi, pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi membutuhkan biaya dan hanya untuk peningkatan pengetahuan (knowledge) bukan untuk meningkatkan keterampilan (skill), proses penerbitan sertifikat kompetensi dan STR ulang menjadi terlalu lama.Kesimpulannya, implementasi kebijakan registrasi ulang dokter dan dokter gigi kurang efektif pelaksanaannya karena dipengaruhi oleh peraturan itu sendiri, upaya dokter atau dokter gigi, institusi yang melaksanakan kebijakan serta kondisi lingkungan.
Peneliti menyarankan agar mengembangkan sistem registrasi, meningkatkan komitmen, meningkatkan otoritas KKI, meningkatkan resources, meningkatkan pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan dan stakeholder agar meningkatkan pembinaan dan pengawasan.

According to the Law Number 29 in 2004 article 29 States that every doctors and dentists who conduct medical practices in Indonesia must have a certificate of competence in accordance STR owned .STR is expired after five (5) years. If until the expiration date of STR, doctor and dentist do not apply for the re-registration, so doctors or dentists will loss their authority to conduct medical practices. The consequence for doctors and dentists who running practice without STR and licence intentionally is a fine of up to Rp 100 million (article 75). The achievements of re-registration have not been 100% yet.
This study aimed to analysis the policy and analysis to make recomendations for reregistration policy of doctors and dentists in Indonesia. This study used qualitative approach and for data analysis using the content analysis model, prepared by "Patton Savicky model approach with Boulton criteria based on the analysis of policy and analysis for policy as a recommendation.
The study has found that doctors and dentists are less willingness to be registered as the competencies certification flow for the reregistration are too long, too difficult STR making requirements, too many forms must be fulfilled, the SKP activity colllecting to have competence certificate for the reregistration is not to assess the competencies (skills) but to assess the administration, education and training organized by professional organizations to expensive and only for knowledge increase, not for the skills the,and the waiting time for STR publishing is too long. To sum up, the implementation of the re-registration policies of doctors and dentists have not performed well because it was influenced by the re-registration policy and efforts of the doctors and dentists and institutions in implementing the policy and environmental circumstance.
Researchers suggests to develop a registration system, to increase the commitment, to improve KKI authority, increase resources, to increase the understanding and agreement on goals and stakeholders in order to improve the guidance and supervision
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library