Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satriyo Pamungkas
"ABSTRAK
Latar belakang : Robekan perineum tingkat III dan IV dapat menimbulkan berbagai
morbiditias seperti disfungsi organ panggul, dispareni, nyeri kronik, dan masalah
psikososial yang mengganggu kualitas hidup perempuan. Audit terhadap tatalaksana
robekan perineum perlu dilakukan sebagai dasar perbaikan panduan pelayanan klinis
dan pelayanan di rumah sakit.
Tujuan : mengetahui insidensi dan mengaudit tatalaksana robekan perineum tingkat
III dan IV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011-2014 berdasakan
panduan Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG) tahun 2015.
Metode : Studi deskriptif dengan desain potong lintang dilakukan dengan
menggunakan data persalinan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun 2011
sampai dengan 2014. Kesesuaian tatalaksana robekan perineum tingkat III dan IV
dinilai berdasarkan kehadiran konsulen, tempat memperbaiki, penggunaan anestesi,
metode jahitan, bahan jahitan, antibiotik pasca operasi, kateter 1 kali 24 jam,
penggunaan analgetik dan laksantia. Subjek yang memenuhi minimal 7 dari 9
kriteria, dianggap mendapatkan tatalaksana yang sesuai dengan panduan RCOG.
Hasil : Dari tahun 2011 sampai dengan 2014, insidensi robekan perineum berturutturut
adalah sebesar 3,54; 4,34; 3,95; dan 1,77%. Tatalaksana robekan perineum
tingkat III dan IV pada studi ini didapatkan sesuai pada 57,8% subjek.
Ketidaksesuaian ditemukan pada komponen tempat operasi, operator oleh ahli, dan
penggunaan kateter urin 1 kali 24 jam pasca tindakan
Kesimpulan : Insidensi robekan perineum derajat 3 dan 4 didapatkan masih tinggi.
Masih terdapat tatalaksana robekan perineum derajat III dan IV yang belum sesuai dengan standar RCOG. ABSTRACT
Background : OASIS may lead to several morbidities i.e pelvic organ dysfunction,
dysparenia, chronic pain, and psychosocial problems leading to impaired quality of
life of women. Audit of OASIS management is needed to improve the clinical
guideline and practice of OASIS management in a hospital.
Objective : To determine the incidence of OASIS and assess the case management at
Cipto Mangunkusumo National Hospital during 2011-2014 using the criteria stated
in the Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG) guideline 2015.
Methods : A cross-sectional descriptive study was conducted using the delivery
database in Cipto Mangunkusumo Hospital, a tertiary referral university hosptal in
Jakarta, Indonesia during 2011-2014. The OASIS management of each subjects
were assessed based on 9 items listed at RCOG 2015 guideline of OASIS
management (consultant presence during repair, place of repair, use of anesthesia,
methods of suturing, suturing material, use of post-operative antibiotic, use of
urinary catheter 24 hour after surgery, use of laxative agent.
Result : During 2011-2014, the incidence of OASIS were respectively 3,54; 4,34;
3,95; and. 1,77%. As many as 57,8% subjects with OASIS were approproately
managed according to RCOG guideline. Surgery performed at delivery suite, surgery
performed by resident (not an expert), and not using postoperative foley catheter
were the items that frequently missed in the management.
Conclusion : We found a relatively high incidence of OASIS in our hospital. There was several items included in RCOG guideline that should improved in our hospital.;Background : OASIS may lead to several morbidities i.e pelvic organ dysfunction,
dysparenia, chronic pain, and psychosocial problems leading to impaired quality of
life of women. Audit of OASIS management is needed to improve the clinical
guideline and practice of OASIS management in a hospital.
Objective : To determine the incidence of OASIS and assess the case management at
Cipto Mangunkusumo National Hospital during 2011-2014 using the criteria stated
in the Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG) guideline 2015.
Methods : A cross-sectional descriptive study was conducted using the delivery
database in Cipto Mangunkusumo Hospital, a tertiary referral university hosptal in
Jakarta, Indonesia during 2011-2014. The OASIS management of each subjects
were assessed based on 9 items listed at RCOG 2015 guideline of OASIS
management (consultant presence during repair, place of repair, use of anesthesia,
methods of suturing, suturing material, use of post-operative antibiotic, use of
urinary catheter 24 hour after surgery, use of laxative agent.
Result : During 2011-2014, the incidence of OASIS were respectively 3,54; 4,34;
3,95; and. 1,77%. As many as 57,8% subjects with OASIS were approproately
managed according to RCOG guideline. Surgery performed at delivery suite, surgery
performed by resident (not an expert), and not using postoperative foley catheter
were the items that frequently missed in the management.
Conclusion : We found a relatively high incidence of OASIS in our hospital. There was several items included in RCOG guideline that should improved in our hospital.;Background : OASIS may lead to several morbidities i.e pelvic organ dysfunction,
dysparenia, chronic pain, and psychosocial problems leading to impaired quality of
life of women. Audit of OASIS management is needed to improve the clinical
guideline and practice of OASIS management in a hospital.
Objective : To determine the incidence of OASIS and assess the case management at
Cipto Mangunkusumo National Hospital during 2011-2014 using the criteria stated
in the Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG) guideline 2015.
Methods : A cross-sectional descriptive study was conducted using the delivery
database in Cipto Mangunkusumo Hospital, a tertiary referral university hosptal in
Jakarta, Indonesia during 2011-2014. The OASIS management of each subjects
were assessed based on 9 items listed at RCOG 2015 guideline of OASIS
management (consultant presence during repair, place of repair, use of anesthesia,
methods of suturing, suturing material, use of post-operative antibiotic, use of
urinary catheter 24 hour after surgery, use of laxative agent.
Result : During 2011-2014, the incidence of OASIS were respectively 3,54; 4,34;
3,95; and. 1,77%. As many as 57,8% subjects with OASIS were approproately
managed according to RCOG guideline. Surgery performed at delivery suite, surgery
performed by resident (not an expert), and not using postoperative foley catheter
were the items that frequently missed in the management.
Conclusion : We found a relatively high incidence of OASIS in our hospital. There was several items included in RCOG guideline that should improved in our hospital."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Syah Putra Kho
"Perhitungan branch profit tax (BPT) untuk BUT Usaha Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal. Terdapat ambiguitas di dalam pelaksanaan perhitungan dasar pengenaan branch profit tax tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi ditinjau dari asas certainty. Penelitian ini juga melakukan analisis di dalam penerapan dasar penganaan branch profit tax pada BUT X. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kepastian hukum atas kepastian subjek dan objek telah terpenuhi dalam pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi. Namun kepastian hukum dalam dasar pengenaan branch profit tax BUT usaha jasa konstruksi masih belum terpenuhi karena menimbulkan ambiguitas. Diperlukan aturan khusus dan aturan pelaksanaan perhitungan branch profit tax terhadap BUT usaha jasa konstruksi.

Branch profit tax (BPT) calculation on construction service permanent establishment should be calculated based on accounting method and fiscal correction. There is an issue of ambiguity in implementation of branch profit tax base for construction service permanent establishment. This research use qualitative approach. This research aims to analyze branch profit tax base onconstruction service permanent establishment in tems of certeinty principle. This research also analyze implementation of branch profit tax base on BUT X. The result of this research shows that certainty principle has been fulfilled on tax subjct and tax object. However, the policy has not fulfilled the certainty principle in implementation of branch profit tax base. The government should regulate special policy or implementation instruction to impelementate branch profit tax calculation on construction service permanent establishment."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valleria
"Latar belakang: Bidang obstetri dan ginekologi tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan pada daerah abdomen dan pelvis serta memerlukan keadaan kolon dan rektum yang bersih dari massa feses untuk mengurangi risiko infeksi luka operasi. Tindakan rutin untuk membersihkan rektum dari massa feses sebagai persiapan praoperasi di departemen obstetri dan ginekologi RSCM adalah klisma pagi (sebelum operasi) dan sore/malam (sehari sebelum operasi) dengan gliserin. Banyak keluhan yang muncul pada pemakaian klisma gliserin berupa rasa tidak nyaman, mulas dan nyeri perut serta adanya kemungkinan penyebaran penyakit yang menular melalui darah atau cairan tubuh seperti hepatitis B, hepatitis C dan HIV. Cara lain yang dikatakan lebih nyaman adalah pemberian larutan dekusat sodium (campuran dioctyl sodium sulfosuccinatelDSS dan Sorbitol) perrektal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara pemakaian DSS-Sorbitol dengan klisma gliserin untuk persiapan pra operasi dalarn hal efektifitas, kenyamanan dan keluhan (efek samping) yang ditimbulkan keduanya. Rancangan: Uji klinis tersamar tunggal Bahan dan Cara Kerja: Penelitian ini dilakukan pada 180 orang pasien yang akan menjalani pembedahan elektif di departemen obstetri dan ginekologi RSCM, dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok yang diberi DSS-Sorbitol (90 orang) dan kelompok yang dilakukan klisma gliserin (90 orang). Pengambilan sampel dilakukan secara random. Setelah perlakuan, pasien ditanyakan keluhannya dan dicatat pada kuesioner kemudian selama operasi berlangsung dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah ada feses yang keluar di meja operasi. Hasil: Pada kelompok gliserin didapatkan 3 pasien (3,3%) keluar feses saat operasi sedangkan pada kelompok DSS-Sorbitol didapatkan 1 pasien (1,1 %). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Hampir sebagian besar pasien merasa nyaman dengan pemberian DSS-Sorbitol (SI orang) hanya 9 orang yang menyatakan tidak nyaman. Sedangkan pada kelompok gliserin terdapat 30 orang yang merasa tidak nyaman dan perbedaan ini sangat bermakna (p = 0.000; OR = 4.50 (1.99 - 10.IS». Terdapat 5S pasien (32,2%) yang mengeluh saat dilakukan klisma atau pemberian DSS-Sorbitol dengan 9 orang diantaranya mempunyai keluhan lebih dari satu ( S orang dari kelompok gliserin dan 1 orang dari kelompok DSS-Sorbitol). Dari 58 pasien tersebut, 42 orang diantaranya diberikan gliserin (46,7%) dan sisanya, 16 orang diberikan DSS-Sorbitol (17,8%). Keluhan yang paling banyak adalah mulas, dikeluhkan oleh 40 pasien dari kelompok gliserin dan 10 pasien dari kelompok DSS-Sorbitol. Keluhan yang lain adalah mual (2 dari kelompok DSS-Sorbitol, 1 dari kelompok gliserin), pusing (2 dari kelompok DSS-Sorbitol, 1 dari kelompok gliserin), dan feses tidak keluar (I dari kelompok DSS-Sorbitol, 3 dari kelompok gliserin) ditemukan pada kedua kelompok sedangkan keluhan kembung (3 orang), feses berdarah (3 orang) dan alat panas (1 orang) hanya ditemukan pada kelompok gliserin. Sebanyak 114 pasien menyatakan betsedia untuk diulangi persiapan pra operasi pembersihan rektum ini, dengan proporsi lebih banyak yang bersedia dari kelompok DSS-Sorbitol, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Dari perhitungan statistik ternyata kesediaan pasien untuk diberikan kembali klisma gliserin atau DSS-Sorbitol sangat dipengaruhi oleh rasa nyaman dan keluhan yang ditimbulkan oleh masing-masing cara. Kesimpulan: Pemakaian klisma gliserin sama efektifnya dengan pemberian DSS-Sorbitol, namun pemberian DSS-Sorbitollebih nyaman dan menimbulkan keluhan yang lebih sedikit. Kata kunci: DSS-Sorbitol, Gliserin, persiapan pra operasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2007
T59044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Kusumadewi
"Latar Belakang: Prolaps organ panggul (POP) pada wanita menimbulkan morbiditas. Untuk mengurangi angka re-operasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien dibutuhkan peningatan kualitas pelayanan secara terus menerus. Guideline yang saat ini secara luas dipakai dalam penatalaksanaan POP di Indonesia adalah Panduan Penatalaksanaan POP PB HUGI-POGI pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui insidensi POP dan melakukan audit kesesuaian pada penatalaksanaan kasus POP di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2016-2018.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional menggunakan data sekunder. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien POP yang didiagnosis dan mendapat tatalaksana di Polikinik Uroginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2016 sampai dengan Desember 2018, diikuti oleh wawancara pasien yang dipilih secara acak tentang follow up pasca operasi.
Hasil: Terdapat 252 kasus prolaps organ pelvis di tahun 2016-2018 dengan prevalensi 15,96%. Proporsi kesesuaian anamnesis tatalaskana POP konservatif dan operatif adalah 88,1% dan 82,8%, pemeriksaan fisik 93,1% dan 97,3%, 100% pada informasi pemilihan tatakasana dan informed consent. Kepatuhan follow up 6 bulan dan 12 pasca operasi adalah masing-masing 40,4% dan 26,5%. Ketidakcocokan dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik disebabkan oleh beberapa formulir penilaian yang harus diisi serta formulir penilaian uroginekologi yang tidak terlampir dengan catatan medis pasien.
Kesimpulan: Panduan usulan pelayanan asesmen pasien POP dengan penulisan pada formulir asesmen uroginekologi yang telah diperbaharui dan mengintegrasikan ke dalam rekam medik menjadi usulan berdasarkan hasil audit.

Background: Pelvic organ prolapse (POP) in women causes significant morbidity. In order to reduce the number of re-operations and improve the quality of life of patients, consistent quality of patient care is required. The Executive Board of the Urogynecology Association of the Indonesian Obstetrics & Gynecology Associations 2013 POP guideline is widely used in Indonesia, but compliance to the guidelines needed to be evaluated. This study aimed to investigate the incidence of POP and to audit POP management in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Indonesia, in 2016-2018.
Method: This was a cross-sectional study on the medical records of POP patients who were diagnosed and treated at the Urogynecology Outpatient Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital in January 2016 to December 2018, followed by randomly selected patient interview about follow-up discrepancy.
Results: There were 252 cases of POP in 2016-2018, with a prevalence of 15.96%. Proportion of conformities in POP management with conservative and operative management was 88.1% and 82.8% in history taking, 93.1% and 97.3% in physical examination, both 100% in examinations and informed consent. Compliance of 6 months and 12 months follow up in operative management was 40.4% and 26.5%, respectively. Mismatches in history taking and physical examination were due to multiple assessment forms that have to be completed as well as unintegrated urogynecology assessment form with patients medical record.
Conclusion: Our audit suggests that urogynecology assessment form should be integrated into patients medical records is needed to improve patient care. A patient book should be provided to improve follow-up rates.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Mustika Sari
"Latar Belakang: BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang diciptakan guna melaksanakan program jaminan kesehatan. Metode pembayarannya adalah Kapitasi untuk fasilitas kesehatan primer dan INA-CBGs untuk pelayanan  tingkat lanjut. Pelaksanaan BPJS Kesehatan dimulai tanggal 1 Januari 2014. Kepuasan pasien diartikan sebagai bentuk perasaan atau evaluasi subjektif terhadap kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Tolak ukur yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan layanan fasilitas kesehatan adalah mengukur tingkat kepuasan pasien. Salah satu cara pengukuran adalah dengan metode Servqual, yang menilai perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service). Upaya pemenuhan kepuasan harus menyeluruh untuk semua pasien, BPJS maupun non BPJS. Di unit layanan Obstetri dan Ginekologi tindakan terbanyak adalah pembedahan, seksio sesarea. Tujuan Penelitian: Untuk menilai pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien seksio sesarea pada unit layanan Obstatri dan Ginekologi FKUI/RSCM pada periode diberlakukannya INA-CBGs. Menganalisis dimensi kualitas pelayanan dengan metode Servqual terhadap kepuasan pasien seksio sesarea. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional), dengan desain studi analitik dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan kuisioner yang disebar kepada 130 sampel (pasien BPJS dan non BPJS) dengan kasus seksio sesarea di RSCM antara bulan Januari 2017 hingga Desember 2017. Hasil: Hasil perhitungan nilai gap/kesenjangan pada seluruh dimensi pelayanan, pada kedua kelompok pasien BPJS dan non BPJS didapatkan nilai negatif, artinya skor harapan lebih besar dari skor persepsi/kenyataan. Artinya pasien belum merasa puas pada seluruh dimensi kualitas pelayanan. Gap/kesenjangan terbesar di pasien BPJS dan non BPJS berada pada dimensi Assurance (Jaminan) yaitu 1.72 untuk pasien BPJS dan -1.71 untuk pasien non BPJS, dan dimensi Empathy (Empati) dengan angka -1.80 untuk pasien BPJS dan -1.64 untuk pasien non BPJS. Berdasarkan analisa menggunakan diagram kartesius, Dimensi Assurance (Jaminan) dan Empathy (Empati) berada di kuadran A, sementara Tangible (Bukti langsung), Reliability (Keandalan), Responsiveness (Daya tanggap), di kuadran B.  Berdasarkan hasil analisa uji Mann-Whitney, didapatkan p<0.005 pada dimensi Tangible (Bukti langsung), Empathy (Empati). Sementara dari dimensi Reliability (Keandalan), Assurance (Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap), didapatkan p>0.005. Dari hal ini disimpulkan bahwa pada sampel penelitian ini, metode Servqual yang menggambarkan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, terutama dalam dimensi Tangible (Bukti langsung), dan Empathy (Empati). Berdasarkan  penilaian uji korelasi Spearman, dari penilaian antara dimensi Tangible dan kepuasan pasien, didapatkan nilai koefisien korelasi -0.09, artinya korelasi tidak searah, dengan nilai p=0.307 (p>0.05). Sementara penilaian antara dimensi Empathy dan kepuasan pasien, didapatkan nilai koefisien korelasi 0.212, korelasi searah namun sangat lemah, dengan nilai p=0.015 (p<0.05). Kesimpulan: Didapatkan tingkat kepuasan pasien pada kedua kelompok, pasien BPJS dan non BPJS mesing-masing sebesar 69%. Dari hasil pengujian menggunakan metode Servqual dan diagram kartesius, kedua kelompok pasien, BPJS dan non BPJS masih belum merasa puas pada seluruh dimensi kualitas pelayanan terutama dimensi Assurance (Jaminan) dan Empathy(Empati).

Background: BPJS Kesehatan is a legal entity created to implement a health insurance program. The payment method is Capitation for primary health facilities and INA-CBGs for advanced services. The implementation of BPJS Kesehatan began on January 1, 2014. Patient satisfaction was interpreted as a form of feeling or subjective evaluation of conformity between expectations and reality. The benchmark set to measure the success of health facility services is measuring the level of patient satisfaction. One method of measurement is the Servqual method, which assesses the comparison of two main factors, namely customer perceptions of perceived service with the expected service. Efforts to fulfill satisfaction must be comprehensive for all patients, BPJS and non BPJS. In the Obstetrics and Gynecology service unit the most actions are surgery, cesarean section. Objective: To assess the effect of quality of service on the satisfaction of sectio caesarean patients in the Obstetrics and Gynecology service unit FKUI/RSCM in the period of enactment of INA-CBGs. Analyze the dimensions of service quality with the Servqual method on the satisfaction of seksio sesarea patients and find out the sociodemographic factors of patients with seksio sesarea at RSCM. Method: This study is a cross-sectional study, with analytic study design with a quantitative approach, using questionnaires distributed to 130 samples (BPJS and non BPJS patients) with cesarean section cases at the RSCM between January 2017 and December 2017. Result: The results of the calculation of the gap/gap in all dimensions of service, in both groups of BPJS and non BPJS patients obtained a negative value, meaning that the expectation score is greater than the perception/reality score. This means that patients are not satisfied with all dimensions of service quality. The biggest gap/gap in BPJS and non BPJS patients is in the dimension of Assurance (-1.72) for BPJS patients and -1.71 for non BPJS patients, and Empathy dimensions (Empathy) with -1.80 for BPJS patients and -1.64 for non patients BPJS. Based on the analysis using the Cartesian diagram, the Dimensions of Assurance (Employment) and Empathy (Empathy) are in quadrant A, while Tangible (direct evidence), Reliability (Reliability), Responsiveness (responsiveness), in quadrant B. Based on the results of the Mann-Whitney test, obtained p <0.005 on the dimensions of Tangible (direct evidence), Empathy (Empathy). While from the Reliability, Assurance, and Responsiveness dimensions, p> 0.005. From this it can be concluded that in the sample of this study, the Servqual method that describes service quality has an effect on customer satisfaction, especially in the dimensions of Tangible (direct evidence), and Empathy (Empathy). Based on the assessment of the Spearman correlation test, from the assessment between the dimensions of Tangible and patient satisfaction, the correlation coefficient value of -0.09 was obtained, meaning that the correlation was not in the same direction, with a value of p = 0.307 (p> 0.05). While the assessment between the Empathy dimension and patient satisfaction, the correlation coefficient value of 0.212 was obtained, the correlation was in the same direction but very weak, with a value of p = 0.015 (p <0.05). Conclusions: The level of satisfaction of patients in both groups was obtained, BPJS and non BPJS patients were 69% respectively. From the test results using the Servqual method and Cartesian diagram, the two groups of patients, BPJS and non BPJS are still not satisfied on all dimensions of service quality, especially the dimensions of Assurance and Empathy."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rinaldi
"ABSTRAK
Latar belakang:Berdasarkan International Continence Society(ICS), inkontinensia urin merupakan keluhan dari kebocoran urin sebagai hasil dari abnormalitas fungsi saluran kemih bagian bawah atau sekunder dari penyakit tertentu yang dapat mengganggu kehidupan perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada tahun 2003, prevalensi inkontinensia urin pada perempuan di seluruh dunia sebesar 17-50% dengan jenis yang paling sering adalah jenis tekanan (50%). Hipermobilitas leher kandung kemih merupakan salah satu dasar patologi dari inkontinensia tipe tekanan. Kondisi hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra dapat membantu lebih memahami patofisiologi dari inkontinensia urin tipe tekanan yang terjadi. Penelitian ini ditujukan untuk menilai hubungan profil pergerakan leher kandung kemih dengan prolaps kompartemen anterior vagina pada pasien dengan inkontinensia urin jenis tekanan pada pasien dengan prolaps organ panggul.
Metode:Studi ini memiliki desain potong lintang pada 112 subjek dengan riwayat POP yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah bladder neck descent(BND), retrovesical angle(RVA), Rotational urethra(RoU), funneling, titik Aa dan Ba pada POP-Q.
Hasil:Data penelitian menunjukan inkontinensia tipe tekanan terjadi pada 50% subjek dengan POP. Pada analisis data didapatkan perbedaan yang signifikan antara funneling, sudut RVA dan sudut RoU dengan kejadian inkontinensia urin. Cutoff sudut RVA didapatkan bernilai 130.570dengan sensitivitas 64,3% dan spesifisitas 55.4%. Cutoff sudut RoU didapatkan bernilai 41.560dengan sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 67,9%. Hasil yang didapatkan menunjukan hubungan yang bermakna pada analisis multivariat.
Kesimpulan:Terdapat perbedaan yang bermakna antara sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling terhadap inkontinensia urin tipe tekanan pada perempuan dengan POP. Tidak terdapat perbedaan nilai penurunan Titik Aa, titik Ba, dan penurunan leher kandung kemih antara perempuan kontinensia dengan inkontinensia jenis tekanan. Sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya inkontinensia tipe tekanan pada subjek dengan POP.

ABSTRACT
Background:Stress type urinary incontinence is a pressure induced urinary leakage caused by functional abnormality of lower urinary tract or other disease that cause physical, psychological, and social disturbance in female. The prevalence of urinary incontinence is 17-50% around the world with 50% of them are stress type urinary incontinence. Bladder neck mobility is one of the main pathology of stress type urinary incontinence. Observation of bladder neck mobility and urethra in stress type incontinence may increase the understanding of the urinary incontinence pathophysiology. This study is aimed to quantify the relation between bladder neck mobility profile and anterior compartment vaginal prolapse with stress-type urinary incontinence in patient with pelvic organ prolapse.
Method:The study is a cross-sectional study with 112 subjects with history of pelvic organ prolapse and suits inclusion and exclusion criteria. Data obtained in this study are bladder neck descent (BND), retrovesical angle (RVA), rotational urethra (RoU), funneling, point Aa and Ba from POP-Q.
Results:This study found stress-type urinary incontinence in 50% subjects with POP. In this study, significant difference found in funneling, RVA, and RoU between female with and without urinary incontinence. Cutoff of RVA obtained from this study are 130.570with 64.3% sensitivity and 55.4% specificity. Cutoff of RoU obtained from this study are 41.560with 76,8% sensitivity and 67,9% specificity. Cutoff result shows significant correlation with stress type urinary incontinence on multivariate analysis.
Conclusion:There are significant difference in RVA, RoU, and funneling between female with and without stress type urinary incontinence. There are no significant difference in point Aa, point Ba, and bladder neck descent between female with and without urinary incontinence. Funneling, RVA, and RoU can predict incidence of stress type urinary incontinence in female with POP. "
[, , ]: 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Aristida
"ABSTRAK
Latar Belakang: Robekan perineum derajat III dan IV pada persalinan
pervaginam telah menarik perhatian yang cukup tinggi di kalangan praktisi medis.
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan robekan tersebut perlu diketahui
karena dapat menyebabkan inkontinensia alvi di kemudian hari dan menimbulkan
keluhan-keluhan pada ibu
Tujuan: Mengetahui insidensi terjadinya robekan perineum derajat III dan IV
tahun 2013 di RSCM, titik potong berat lahir janin yang berisiko menyebabkan
terjadinya robekan dan sistem skor untuk memprediksi terjadinya robekan
tersebut.
Metode: Penelitian observasional dengan menggunakan metode potong lintang
dilakukan di IGD Obstetri dan Ginekologi RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo pada
Januari–Desember 2013. Semua subyek bersalin per vaginam sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek
minimal terpenuhi. Dengan metode ROC AUC ditetapkan titik potong berat lahir
janin yang berisiko terjadinya OASIS. Semua faktor risiko dianalisis dengan
analisis regresi logistik. Faktor-faktor yang berhubungan terhadap terjadinya
OASIS akan dinilai probabilitasnya dengan menggunakan rumus p= 1/(1+e-y).
Hasil: Dari 466 sampel penelitian, Subjek yang mengalami OASIS adalah 43
(9.2%) sampel. Dengan metode ROC AUC didapatkan titik potong berat lahir
janin yang berisiko yaitu 2910 gram. Setelah analisis regresi logistik didapatkan 4
variabel sebagai faktor risiko robekan perineum derajat III-IV yaitu persalinan
forcep (p<0.001;OR 0.043,IK 95% 0.015-0.123), persalinan vakum (p<0.001;OR
0.131, IK 95% 0.054-0.317), berat lahir janin >2910 gram (p=0.014; OR 0.35; IK
95% 0.157 -0.807) dan multiparitas (p<0.001;OR 6.388; IK 95% 2.57-15.84). Dengan
menerapkan rumus probabilitas p= 1/(1+e-y) didapatkan persalinan dengan alat
dan berat lahir janin >2910 gram meningkatkan probabilitas terjadinya OASIS.,
sedangkan multiparitas bersifat sebaliknya.
Kesimpulan: Insidensi OASIS perlu diketahui tiap tahunnya untuk menjadi tolak
ukur tata laksana yang telah dilakukan. Titik potong berat lahir janin >2910 gram
dapat menjadi nilai ukur baru pada penelitian-penelitian selanjutnya karena lebih
mewakili subjek orang Indonesia. Sistem skor probabilitas yang sederhana ini
dapat membantu klinisi dalam memprediksi terjadinya OASIS pada saat proses
persalinan sehingga diharapkan dapat mengurangi insidensinya di masa
mendatang.

ABSTRACT
Background: Obstetrical Anal Sphincter Injuries (OASIS) during vaginal deliveries have been highly concerned in daily practices. Risk factors that lead to OASIS must be identified. OASIS may eventually cause faecal incontinence in the future that can cause complaints among patients.
Objectives: To identify the incidence of OASIS at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2013, to determine cut off point of fetal birth weight that may lead to OASIS and to acquire the probability scoring system for risk factors causing OASIS.
Methods: We conducted cross sectional observational research in delivery suite Cipto Mangunkusumo Hospital from Januari to December 2013. After inclusion and exclusion criteria screening, all subjects who underwent deliveries vaginally took part in the research. Receiver Operating Characteristic, Area Under The Curve (ROC) method was performed to determine fetal birth weight cut off point that may cause OASIS. Logistic regresion analysis was performed to analyze all the risk factors. Risk factors that significantly lead to OASIS were calculated and analyzed by equational probability formula p= 1/(1+e-y).
Result: Among 466 research samples, we identified there were 43 (9.2%) subjects suffered from OASIS. ROC AUC method were applied to determine fetal birth weight cut off point that may lead to cause OASIS which resulted >2910 gram. As logistic regresion analysis performed, there were four risk factors that may cause OASIS. There were forceps delivery (p<0.001;OR 0.043,CI 95% 0.015-0.123), vacuum delivery (p<0.001;OR 0.131, CI 95% 0.054-0.317), fetal birth weight >2910 gram (p=0.014; OR 0.35; CI 95% 0.157-0.807) and multiparit y (p<0.001;OR 6.388; CI 95% 2.57-15.84). The equation probability formula p= 1/(1+e-y) was conducted. It resulted that assisted vaginal delivery and fetal birth weight >2910 gram increase the probability of OASIS incidence, while multiparity resulted conversely.
Conclusion: OASIS incidence is crucial to be identified each year so that we can evaluate the treatment that has been conducted. Fetal birth weight cut off point of >2910 gram can be applied in the next researches in the future because it respresents more proportionally for Indonesian people. This simple probability scoring system can help clinicians to predict OASIS during delivery process so it may reduce the incidence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rachmaniyah Fauziah
"TUJUAN: Mengetahui prevalensi serta karakteristik yang berhubungan dengan DDP, termasuk kasus POP, IU dan IF di poliklinik rawat jalan RSCM.
LATAR BELAKANG: Disfungsi dasar panggul DDP termasuk prolaps organ panggul POP. inkontinensia urin IU dan inkontinensia fekal IF. Prolaps organ panggul prevalensinya semakin meningkat seiring dengan usia. Perubahan pada demografi populasi dunia akan menghasilkan pula dampak yang lebih besar pada perempuan, yang akan meningkatkan kelainan ginekologi salah satunya adalah terhadap permintaan pelayanan kesehatan terkait DDP. Diperkirakan peningkatan jumlah permintaan akan pelayanan DDP pada 30 tahun mendatang akan meningkat sebanyak dua kali lipat dari populasi. Rasa malu dan tidak nyaman pada saat pemeriksaan dasar panggul merupakan batasan yang signifikan bagi perempuan yang datang ke poliklinik.
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang, dengan populasi terjangkau yang dipilih secara konsekutif, berlangsung pada bulan Januari hingga April 2016 di poliklinik rawat jalan ginekologi, uroginekologi dan endokrinologi RSCM. Data diambil dari subjek penelitian menggunakan form penelitian serta dilakukan pemeriksaan dasar panggul menggunakan formulir POP-Q.
HASIL: Sebanyak total 197 subjek, didapatkan prevalensi pasien DDP di poliklinik rawat jalan RSCM sebesar 33. Prevalensi kasus POP adalah 26,4. kasus IU sebesar 15,3 serta kasus IF sebesar 2,5. Dilakukan uji Chi square untuk menilai hubungan antara masing-masing karakteristik dengan kejadian DDP didapatkan kelompok usia. 60 tahun sebanyak 69 kali berisiko terjadinya DDP dan 14 kali pada kelompok usia 40-56 tahun; sebanyak 76 kali risiko terjadinya DDP pada kelompok multiparitas dan 14,2 kali pada primiparitas. Kelompok perempuan dengan persalinan pervaginam mempunyai risiko sebanyak 1,9 kali terjadinya DDP. Kelompok postmenopause mempunyai risiko terjadinya DDP sebesar 18 kali. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DDP ddidapatkan terbesar adalah usia diikuti oleh paritas, suku, cara persalinan dan menopause.
KESIMPULAN: Disfungsi dasar panggul mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perempuan dan meningkat dengan usia, paritas serta penuaan.

AIM: To determine the prevalence and characteristics related to pelvic floor dysfunction PFD. including pelvic organ prolapse POP. urinary incontinence UI. and fecal incontinence FI in RSCM outpatient clinic.
BACKGROUND: Pelvic floor dysfunction including pelvic organ prolapse, urinary incontinence and fecal incontinence. Prevalence of pelvic organ prolapse increasing with age. Changes in the demographics of the world population will generate. greater impact on women, which will increase gynecological disorders which will impact the services demand related to PFD. It is estimated that demand of DDP services in the next 30 years will increased as much as twice of the population. The embarrassment and discomfort during the pelvic floor examination is. significant limitation for those who come to the clinic.
DESIGN AND METHODOLOGY: Cross sectional study was conducted in the RSCM outpatient clinic, patients selected using consecutively sampling lasted from January until April 2016 at the gynecology, endocrinology and uroginekologi RSCM outpatient clinic. Data were taken from the study subjects using research form and pelvic floor examination using POP. form.
RESULTS: total of 197 subjects obtained in this study, the prevalence of patients with PFD found 33. The prevalence of POP was 26.4 UI case of 15.3 and the case of FI of 2.5. Chi square test performed to assess the relation between individual characteristics and PFD, found women aged 60 years and aged 40 59 years have probability 69 and 14 times respectively to developed PFD.The probability of developing PFD are 76 and 14,2 times in multiparity and primiparity. Woman with vaginal delivery had. change to developed PFD 1,9 times. Postmenopausal woman had. probability 18 times developing PFD. Strongest risk factor in PFD are age parity, race, mode of delivery and postmenopausal women.
CONCLUSION: Pelvic floor disorder affect. substantial of women and increases with age, parity and aging.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuddin Isaac Suryamanggala
"Latar Belakang: Terdapat dua teknik dalam reparasi robekan perineum derajat IIIb-IV yaitu teknik jahitan ujung ke ujung end-to-end dan tumpang tindih overlapping. Beberapa penelitian berbeda menunjukkan keterbatasan data untuk membandingkan teknik ujung ke ujung dengan tumpang tindih terhadap kejadian inkontinesia fekal.
Tujuan: Mencari perbedaan antara kedua teknik reparasi robekan perineum derajat IIIb-IV secara Fungsional Berdasarkan Skoring Inkontinensia Fekal.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan dengan mengulas data rekam medis RSCM periode 1 Januari 2011 - 31 Desember 2015. Empat puluh delapan rekam medis dengan 39 subjek mendapatkan teknik tumpang tindih dan 9 subjek mendapatkan teknik ujung ke ujung. Dilakukan penilaian skoring inkontinensia dengan SIKC Skoring Inkontinesia Klinik Cleveland dan SSKF Skala Skoring Kontinensia Fekal dan dilakukan analisa Chi-Square dengan alternatif Fischer.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan antara teknik ujung ke ujung dengan tumpang tindih berdasarkan skoring SSKF p = 0,627 dan SIKC p = 0,627 . Berdasarkan SSKF terdapat 2,1 Inkontinensia Komplit dan 79,2 Kontinensia Komplit pada teknik tumpang tindih dan 18,8 Kontinensia Komplit pada teknik ujung ke ujung. Berdasarkan SIKC terdapat 2,1 Inkontinensia Komplit, 6,2 Kontinensia Baik, 72,9 Kontinensia Sempurna pada Teknik Tumpang Tindih dan 18,8 Kontinensia Sempurna pada teknik lainnya.
Kesimpulan: Didapatkan bahwa 2,1 menderita inkontinensia fekal pada teknik tumpang tindih, sementara tidak didapatkan inkontinensia fekal pada teknik ujung ke ujung.

Background: There are two technique in repairing perineal ruptured grade IIIb IV which is End to End Technique and Overlapping Technique. Some studies showned differents outcome and also limited data that compare these two technique based on fecal incontinence.
Purpose: To show that there is a different between both technique on perineal reparation by functional based on Fecal Incontinence Scoring.
Methods: This cross sectional was done by reviewing medical record in RSCM from January 1st 2011 until 31st December 2015. Forty nine medical record taken as sample and found that 39 with overlapping technique and 9 with end to end technique. Performed by incontinencia fecal scoring using CCIS Cleveland Clinic Incontinence Scoring and FCSS Fecal Continence Scoring Scale and analyzed by Chi Square witn Fischer as alternative.
Results: There is no different between overlapping technique and end to end technique by FCSS p value 0,627 and CCIS p value 0,627 . Based on FCSS there are 2,1 compkete incontinence and 79,2 complete continence in Overlapping technique and 18,8 complete continence I End to End technique. Based on CCIS there are 2,1 complete incontinence, 6,2 good continence, 72,9 perfect continence in Overlapping technique and 18,8 perfect continence in other technique.
Conclusion: There are 2,1 found fecal incontinence in Overlapping technique, while no fecal incontinence in End to End technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Anindita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Robekan perineum sering terjadi pada persalinan pervaginam. Robekan perineum diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu derajat 1, 2, 3, dan 4. Robekan perineum derajat 3 dan 4 tergolong dalam Obstetric Anal Sphincter Injuries atau biasa disebut dengan OASIS. Beberapa studi menjelaskan bahwa OASIS sering terjadi pada persalinan pervaginam dan dapat menyebabkan masalah yang serius terhadap pasien. Kejadian OASIS dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko, yaitu faktor dari sisi ibu, obstetrik, dan janin. Faktor risiko ibu termasuk usia saat terjadi kehamilan dan jumlah persalinan.Metode: Studi ini merupakan studi deskriptif-analitik menggunakan metode potong lintas untuk mengobservasi perempuan dengan Obstetric Anal Sphincter Injuries OASIS yang memiliki karakteristik subjek berupa usia dan jumlah persalinan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam periode Januari 2011 hingga Juni 2015. Dua ratus dua puluh data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi digunakan dalam studi ini dan dianalisis menggunakan SPSS dengan metode univariat dan bivariat. Metode univariat digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari variabel yang dianalisis, sedangkan metode chi-square digunakan untuk analisis bivariat. Hasil dari data akan dianalisis untuk mendapatkan odds ratio dan interval kepercayaan.Hasil: Faktor risiko yang diteliti adalah usia ibu, jumlah persalinan, dan tipe persalinan pervaginam. Faktor usia ibu menunjukan OR 2,7 95 IK 1,12 ndash;6,52; p value=0,023 yang berarti faktor tersebut cenderung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus OASIS. Jumlah persalinan juga cenderung memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus OASIS dengan OR 2,97 95 IK 1,23 ndash;7,20; p value=0,013 , sedangkan tipe dari persalinan pervaginam tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kasus OASIS OR 0,85 95 IK 0,34 ndash;2,04; p value=0,719 .Kesimpulan: Dari tiga faktor yang diteliti, faktor yang cenderung memiliki asosiasi yang signifikan terhadap kasus OASIS adalah usia ibu dan jumlah persalinan, sedangkan tipe dari persalinan pervaginam tidak memiliki asosiasi yang signifikan terhadap kasus OASIS.

ABSTRACT
Background Perineal tear often occurs during vaginal childbirth. It is classified into four grades which are grade 1, 2, 3 and 4. Grade 3 and 4 are called Obstetric Anal Sphincter Injuries OASIS . Several studies showed that OASIS occur in mostly vaginal delivery in the world and it can cause serious problems to the patient. OASIS occurrence is affected by some risk factors, which are maternal, obstetric, and fetal factors. Maternal risk factors include age and number of parity. Moreover, types of vaginal delivery can also be observed.Method This study is a descriptive analytical study using cross sectional design to observe all women with Obstetric Anal Sphincter Injuries OASIS that have the subject rsquo s characteristics which are maternal age and number of parity in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo throughout January 2011 to June 2015. Two hundred twenty data that meet the inclusion and exclusion criteria are used and will be analyzed using univariate and bivariate method with SPSS 19. The data is used to find the distribution of frequency of each variables by using univariate method and chi square analysis will be used for bivariate analysis. The result will be analyzed to get the odds ratio and confidence interval.Result The risk factors observed are maternal age, number of parity, and types of vaginal delivery. Maternal age tends to show significant relation to the cases of OASIS with OR 2.7 95 CI 1.12 ndash 6.52 p value 0.023 , number of parity also tends to have a significant relation with OASIS cases with OR 2.97 95 CI 1.23 ndash 7.20 p value 0.013 , while types of delivery does not have significant relation with OASIS cases as the OR 0.85 95 CI 0.34 ndash 2.04 p value 0.719 .Conclusion From three factors observed in the study, the factors that tend to have significant association are maternal age and number of parity. In contrast, types of vaginal delivery does not have significant role in the cases of OASIS."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>