Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nalia Rifika
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bismo Sanyoto
"Setelah IARC (The International Agency for Research on Cancer) pada tahun 1977 menyatakan bahwa asbes putih (chrysotile) memiliki sifat carcinogenic, penggunaannya mulai dilarang di negara industri maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Jepang, Chili, Arab Saudi dan negara lain. Sejak saat itu perdagangan asbes putih bergeser ke negara-negara berkembang. Saat ini, WHO memperkirakan sekitar 125 juta orang di seluruh dunia terpapar asbes dan 90.000 orang diantaranya akan meninggal dunia setiap tahun akibat penyakit asbestosis, kanker paru dan mesothelioma. Kanada mengekspor 98% produksi asbes putihnya ke 85 negara dan menjadikannya negara pengekspor asbes putih terbesar ke-3 di dunia. Pemerintah Kanada melalui kampanye "safe use of asbestos" telah menggagalkan perundingan Konvensi Rotterdam, memanipulasi laporan penelitian organisasi internasional, melobi pemerintah negara lain untuk mengimpor asbes putih, melawan kebijakan larangan impor asbes putih melalui WTO serta membiayai institusi pro-asbes putih. Hal ini sangat ironis mengingat Kanada telah meratifikasi Konvensi ILO no. 162/ 1986 tentang Asbes, membatasi penggunaan asbes putih di negaranya sendiri (Hazardous Product Act), serta menganggap asbes putih sebagai bahan beracun berbahaya (Undang-undang Lingkungan Hidup Kanada). Pengabaian Kanada terhadap kampanye "Ban on Asbestos" dari Serikat Buruh Internasional mengindikasikan adanya faktor-faktor domestik yang sangat kuat. Penulis menggunakan teori-teori yang berasal dari pemikiran Liberalisme seperti Complex Interdependence, Public Choice Theory dan Public Decision Making Theory dan konsep "Creeping Normalcy" untuk menjelaskan motif ekonomi-politik dari pemerintah Kanada untuk memilih kebijakan luar negeri yang mendukung penggunaan dan perdagangan internasional asbes putih. Melalui strategi penelitian kualitatif dan kategorisasi data, penelitian ini akan mengungkapkan faktor-faktor domestik yang mendorong pemerintah Kanada untuk mengambil kebijakan tersebut. Isu asbes putih ternyata sangat kompleks dan menyangkut isu-isu yang sensitif, bahkan di dalam The Canadian Minerals Yearbook, asbes putih dimasukkan ke dalam kategori "Rahasia". Penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan kesadaran baru bagi masyarakat khususnya yang berpotensi menjadi korban asbes di Indonesia (5,5 juta buruh sektor konstruksi dan 8 juta anggota rumah tangga pengguna asbes putih) untuk dapat mengambil pelajaran dan tindakan politik agar tidak lagi menggunakan asbes putih dan menekan pemerintah Indonesia agar segera menghentikan impor asbes putih dan tidak lagi mendukung industri asbes putih.

After IARC (The International Agency for Research on Cancer) in 1977 stated that chrysotile is carcinogenic, the use of chrysotile started to be banned in industrialize countries such as United States, European Union, Australia, Japan, Chile, Saudi Arabia and other countries. Since then, chrysotile trade shifted to developing countries. Nowadays, WHO estimated that around 125 million peoples around the world has been exposed by asbestos and 90.000 peoples among them will be dead every year because of asbestosis, lung cancer and mesothelioma. Canada export 98% of asbestos product to 85 countries and Canada becomes the 3rd biggest asbestos exporting country in the world. The Government of Canada through "Safe use of asbestos" campaign was veto the Rotterdam Convention, manipulating scientific research of international organization, lobbying the governmment of other countries to keep on importing asbestos, fighting for other country" policy to ban on asbestos through WTO, and giving fund to asbestos supported institutions. This is very ironic considering that Canada itself had ratify ILO Convention no. 162/ 1986 on asbestos, limiting the use of asbestos in their country through Hazardous Product Act, and treating asbestos as dangerous substances under the Canada Environment Act. Canada rejection on the "Ban on Asbestos" campaign organized by international trade union indicating that there are strong domestic factors. Writer use theories from Liberalism thought such as "Complex Interdependence", "Public Choice Theory", "Public Decision Making Theory", and "Creeping Normalcy" concept to explain political-economy motives from the Government of Canada of choosing foreign policy that support the use and trade of asbestos internationally. Through qualitative research strategy and data categorization, this research will explain domestic factors that makes Canada Government choosing that policy. The issue of chrysotile actually becomes very complex and correlated to sensitive issues, moreover in the Canadian Minerals Yearbook, chrysotile has been put under the "secret" category. Writer expect that this research can give awareness for society especially for those potential victims of asbestos in indonesia (5,5 million workers in construction sector and 8 million households that using chrysotile) to learn and take political act to stop using chrysotile and urged the government of Indonesia to stop importing chrysotile and no longer supporting asbestos industry."
2009
T26238
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Aditya
"Thesis ini mencoba untuk menjawab mengapa China menyepakati perluasan kerjasama dengan Taiwan pada 4 November 2008 di Taipei. Dalam tujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep uncertainty untuk melihat bagaimana keijasama dapat tercipta akibat turunnya uncertainty antara China dengan Taiwan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study dengan melihat pada keijasama yang terjadi antara China dengan Taiwan sepanjang 1987 hingga 2008.
Pada uji hipotesis yang dilakukan, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan uncertainty antara China dengan Taiwan menyebabkan China menyepakati perluasan kerjasama dengan Taiwan pada 4 November 2008 di Taipei. Temuan-temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah penurunan uncertainty antara China dengan Taiwan terjadi akibat adanya institusi yang sesuai, pertukaran informasi yang simetris dan policy coordination yang tinggi diantara keduanya sehingga kerjasama dapat tercipta dalam interaksi keduanya.

This thesis is trying to answer why China deals the wider agreement with Taiwan on November 4% 2008 in Taipei. To answer this question, this analysis deploys uncertainty concept to highlight how cooperation is influenced by the degradation of uncertainty between them. Research methodology used in this analysis is case study. This methodology is used to highlight the cooperation between China and Taiwan from 1987 until 2008.
Hypothesis examination is done to prove that the degradation of uncertainty between China and Taiwan causes China dealing its wider cooperation with Taiwan on November 4th, 2008 in Taipei. Hypothesis examination is supported by data, which describe how the degradation of uncertainty happens because the existence of appropriate institution, symmetric information exchange, and high policy coordination in order to create cooperation between them.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26255
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library