Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzi Jundullah
Abstrak :
ABSTRAK
Tulisan ini membahas mengenai upaya adaptasi dan komunikasi antar budaya antara panitia lokal dan asing di lingkungan panitia festival Ennichisai Little Tokyo Blok M 2016. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif dengan pendekatan etnografi, dengan menggunakan konsep adaptasi antarbudaya dan komunikasi antarbudaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adaptasi dan komunikasi antar kelompok panitia berjalan tanpa adanya hambatan besar, terlebih memicu konflik terbuka, dimana masing-masing anggota kelompok mampu mengakomodasi sikap dari masing-masing pihak yang berhubungan dengan mereka selama persiapan dan pelaksanaan acara.
ABSTRACT
This study is researching about adaptation and communication attempts between local staffs and Japanese staffs at Ennichisai Little Tokyo Blok M 2016 Festival. This research is using qualitative methods with ethnographical approach, using cross cultural adaptation and cross cultural communication. The result of this research shows that adaptations and communication between those groups going well without any open conflict. They can accomodate their attitude and characters each other during the event.
2016
S66444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakyan Ratri Syandriasari Kameron
Abstrak :
Tidak semua seni tari tradisional Bali diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan terdapat beberapa jenis seni tari tradisional Bali yang mulai terlupakan seperti tari Legong, tari Sang Hyang Dedari dan juga tari Puspa Mekar. Dari perspektif antropologis proses kolaborasi antara kesenian tradisional dan modern bisa membuka berbagai kemungkinan sehingga seni tari Bali makin dikenal dan berkembang. Dari perspektif Antropologi publik, seni tari merupakan praktik yang terlibat dengan publik, kehidupan nyata, dan kendalanya pada pengenalan dan pengembangan tari Bali itu sendiri. Penelitian ini akan terfokus pada penjelasan bagaimana Growing Sense of Body Pada Penari Legong di Komunitas Kembalikan Baliku dapat mengubah sudut pandang anak muda agar kesenian tari tradisional Bali bisa diingat dan dicintai kembali. Dimulai dari tari Legong gaya Peliatan sebagai salah satu seni tari tradisional Bali, dimana hasil dari penulisan ini memang murid Kembalikan Baliku dengan mempelajari seni tari tradisional Bali rasa cinta mereka untuk memperdalam seni tari tradisional Bali bertumbuh seiring berjalannya waktu. ......Not all Balinese traditional dances are known by the general public. Several types of traditional Balinese dance are starting to be forgotten, such as the Legong dance, the Sang Hyang Dedari dance, and the Puspa Mekar dance. From an anthropological perspective, the process of collaboration between traditional and modern arts can open up various possibilities so that Balinese dance is increasingly recognized and developed. From the perspective of public anthropology, dance is a practice that engages with the public, real life, and its constraints in the introduction and development of Balinese dance itself. This research will focus on explaining how Growing Sense of Body in Legong Dancers in the Kembalikan Baliku Community can change the perspective of young people so that traditional Balinese dance can be remembered and loved again. Starting from the Peliatan style Legong dance as one of the traditional Balinese dance arts, the results of this writing are indeed the students of Kembalikan Baliku by studying traditional Balinese dance, their love for deepening Balinese traditional dance has grown over time.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha
Abstrak :
Agama bisa dikatakan sebagai dasar moral bagi orang-orang yang memeluknya. Moral ini biasanya sudah ditanamkan kepada kita sejak kita lahir, yang biasanya berasal dari keluarga kita sendiri. Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa agama atau kepercayaan biasanya terikat dengan keluarga kita sendiri. Dalam penelitian ini, saya ingin melihat bagaimana efeknya ke relasi antar anggota keluarga, ketika salah satu atau beberapa anggota keluarga mulai melakukan perpindahan agama/kepercayaan, yang cukup bertentangan nilai-nilainya dengan kepercayaan atau agama yang dianut oleh keluarga. Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai proses perpindahan dari Konghucu/Buddha ke Kristen Karismatik dan bagaimana kemudian hal itu mengubah nilai dalam hidup dan berefek pada relasi dalam keluarga Chinese. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dan dalam bentuk autoetnografi, dimana anggota keluarga saya sendiri yang menjadi narasumber dalam penelitian ini. Dari penelitian ini saya menemukan bahwa biasanya perpindahan dimulai dengan banyaknya konflik dalam diri sendiri. Konflik ini juga biasanya muncul dari adanya ketidaksamaan antara nilai yang sudah lama dipegang dengan nilai-nilai baru yang dipelajari. Namun, konflik ini bukan hanya datang dari diri sendiri, tetapi juga dari anggota keluarga, khususnya yang memiliki relasi cukup dekat. ......Religion can be said to be a basic to the morals of those who embrace them. These morals have usually been implanted to us ever since we were born, usually comes from our own family. Therefore, it can be said that religion or beliefs are usually bound to our family. In this research, I intended to see how it effects the relation between family members when one ore several other members started converting to a religion/beliefs that contradicts the values of religion or beliefs embraced by the family. In this writing, I will talk about the process of the converting from Confucianism/Buddhist to Charismatic Christianity and how these changes the value in one’s life and the effects on Chinese family relation This research used qualitative method and in the form of autoethnography where my own family members become the interviewees in this research. From this research I found that usually converting started with conflicts in ourself. These conflicts usually comes from the contradicting values between the one we have held on for so long and the values that we are learning. But, this conflicts doesn’t only come from ourselves, bur also from the relations we have with other family members, especially those who have close relations to us.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Kharistiyanti
Abstrak :
Bahasa dalam proses nation-building dan dekolonisasi sebuah bangsa merupakan aspek yang sangat penting, karena bahasa dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya, seperti ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Tulisan ini fokus pada kajian mengenai pengaruh bahasa terhadap proses nation-building dalam kaitannya dengan dekolonisasi Timor-Leste sebagai sebuah bangsa. Kompleksitas sejarah menyebabkan masyarakat Timor-Leste terbagi menjadi beberapa kelompok generasi dengan penguasaan bahasa yang berbeda. Berangkat dari praktik berbahasa sehari-hari yang dibedakan menjadi ranah formal dan nonformal, diketahui bahwa bahasa memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas bangsa. Tuntutan untuk menguasai setidaknya empat bahasa: Tetum, Portugis, Inggris, dan Indonesia memiliki konsekuensi dan membuat bahasa kemudian menjadi tantangan bagi proses nation-building dan dekolonisasi Timor-Leste. Pendidikan selalu menjadi salah satu cara yang digunakan pemerintah untuk mengonstruksi identitas masyarakatnya dan bahasa adalah alat yang mendukungnya. Namun, hal yang seringkali luput dari perhatian adalah bahwa praktik berbahasa pada ranah formal dan nonformal sama sekali berbeda. Artinya, kekuatan dan kontrol terhadap proses nation-building dan dekolonisasi juga berbeda.
Language is a crucial aspect in the process of nation-building and decolonization of a nation by means of its power to influence other aspects, such as economic, politic, culture, and education. This paper focuses on the influence of language towards the nation-building process in the decolonization of Timor-Leste as a nation. The consequences of historical complexity construct several generation groups of Timorese with distinct language proficiency. Drawing from language practice in everyday life which is distinguished to formal and nonformal sphere, known that language has a significant role in the formation of national identity. The demand to be proficient at the very least in four language: Tetum, Portuguese, English, and Indonesian leads to the consequences and language subsequently becomes the challenge for nation-building and decolonization process of Timor-Leste. Education has always been used by the state to construct national identity and language is an instrument to promote the process. However, the discrepancy between formal and nonformal sphere of practicing language usually unrecognize. By which it means, the power and control towards the process is also distinctive.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library