Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yovita Octafitria
" Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran media sosial sebagai agen sosialisasi politik baru pada kaum muda Penelitian sebelumnya menyebutkan agen sosialisasi politik seperti keluarga institusi pendidikan media massa dan lembaga pemerintah sudah tidak diminati oleh kaum muda Konten dan cara penyampaian dari agen sosialisasi tersebut tidak mampu membuat kaum muda menaruh perhatian pada apa yang disampaikan Tulisan ini menjelaskan bagaimana media sosial mampu menjadi agen sosialisasi politik yang baru bagi kaum muda Konten dan pendekatan yang dilakukan melalui media sosial dirasa lebih sesuai dengan kondisi kaum muda saat ini sehingga mereka menggunakan media sosial sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan politik Salah satunya ketika pemilu pemilihan umum 2014 berlangsung kaum muda yang menjadi pemilih pemula tersebut menjadikan media sosial sebagai referensi utama atau agen sosialisai politik Selain itu kaum muda juga lebih aktif dalam berpartisipasi politik melalui media sosial Dengan menggunakan pendekatan kualitatif penelitian ini mewawancarai enam orang kaum muda.

This research aims to explain the role of social media as a new agent of political socialization for the young people or youth Previous researches mentioned other agents of political socialization such as family academic institution mass media and governmental institution all of which no longer caught the interest of the young people The content and way of delivery from those agents were unable to raise attention from the young into what s being expressed This paper explains how social media can become a new agent of political socialization for young people The contents and approaches of the social media are deemed more suitable to the condition of the young people at the current moment therefore making them use those social medias as a source of information related to politics For one at the 2014 election young people who were a first time voter back then used social media as a main reference or an agent of political socialization Furthermore young people are also more active in political participation through social media With the use of qualitative approach this research collected interviews from six young people"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raflian Alvito Radhiza
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana sports-themed video game dimaknai oleh pemain generasi Z. Studi terdahulu cenderung hanya melihat video game sebagai pelarian dari dunia nyata, sehingga kerap mengabaikan konteks di mana video game yang memiliki genre sports dimainkan, yang turut mempengaruhi makna yang dilekatkan pada video game tersebut. Padahal, salah satu karakteristik dari sports-themed video game adalah penggunaan basis data yang otentik dari industri olahraga di dunia nyata. Konteks yang demikian dapat memfasilitasi pemain video game untuk menciptakan narasi kisah karir berolahraga versi mereka sendiri, yang sangat dekat dengan realitas di dunia nyata. Dengan menganalisis kasus pada judul permainan EA Sports FC 24 menggunakan konsep Hiperrealitas dari Baudrillard, penelitian ini menunjukkan bagaimana sports-themed video game dimaknai sebagai wadah untuk merealisasikan aspirasi dan harapan pemain dalam bentuk simulasi. Selain itu, permainan ini juga digunakan oleh para pemain sebagai sumber pengetahuan terkini mengenai sepak bola. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap pemain EA Sports FC 24 generasi Z dan observasi digital terhadap video YouTube yang memainkan EA Sports FC 24.

This research aims to explore how Generation Z players perceive sports-themed video games. Previous studies have tended to view video games merely as an escape from reality, often neglecting the context in which sports-themed video games are played, which also influences the meaning attached to these games. In fact, one of the characteristics of sportsthemed video games is the use of authentic databases from the real-world sports industry. This context facilitates video game players in creating their own sports career narratives that are very close to real-life realities. By analyzing the case of EA Sports FC 24 using Baudrillard's concept of Hyperreality, this research demonstrates how sports-themed video games are perceived as platforms for realizing players' aspirations and hopes through simulation. Additionally, these games are used by players as a source of up-to-date knowledge about football. This study employs a qualitative approach by collecting data through in-depth interviews with Generation Z players of EA Sports FC 24 and digital observation of YouTube videos featuring EA Sports FC 24 gameplay"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gemintang Kejora Mallarangeng
"Artikel ini mencoba melihat peran media baru, khususnya di politik, dan bagaimana penggunaan media tersebut dapat menarik partisipasi dari generasi tertentu di dalam politik itu sendiri. Artikel ini ditulis berdasarkan dua argumen utama, yaitu yang pertama, media hanyalah sebuah alat yang perlu dibentuk. Kedua, media apapun pada akhirnya akan ditinggalkan ketika datang sebuah media yang lebih baru. Dalam membuktikan argumen tersebut, artikel ini menggunakan kasus kampanye presiden Barack Obama pada tahun 2008 dan dibandingkan dengan kampanye presiden John F. Kennedy pada tahun 1960. Kasus ini dipilih karena keduanya sukses dengan bantuan dari media terbaru pada saat itu. Dimana kedua kampanye dengan sukses menggunakan media baru dan membentuknya sesuai dengan target mereka. Selain itu, perubahan trend media yang terjadi dari televisi ke internet juga mampu membuktikan argumen kedua.
This article explores the role of new media, especially in politics, and how the right use of that new media can attract a certain generations participation in politics. This article revolves around proving two central arguments. The first is that the new media is nothing but a tool that needs to be tailored. And second, any new media will eventually be obsolete when a newer media came along. In proving that, this articles uses the case of Barack Obama’s 2008 presidential campaign in comparison to John F. Kennedy’s 1960 presidential campaign. This case is chosen because both campaign succeeded with the help of the latest media at the time. From both those cases, the arguments presented in this article are supported. In which both campaign utilized new media and tailored it according to their target successfully. Also by the change of media trend in campaign from television to internet, shows how the second argument could be supported."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Faradya Syanindita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi makna penggunaan akun pseudonim pada platform Twitter. Beberapa studi terdahulu menemukan jika penggunaan akun pseudonim dianggap sebagai sarana untuk menyalurkan ekspresi secara bebas, berbagi cerita, dan keluh-kesah tentang kehidupan pribadi secara tersembunyi tanpa khawatir membawa efek reputasi ke dunia nyata. Namun, pembahasan studi terdahulu cenderung melihat pada motivasi individu dan sedikit sekali yang mengeksplorasi bagaimana proses pemaknaan atas tindakan menggunakan akun pseudonim berlangsung, yang mana hal ini dapat diidentifikasi melalui penelusuran hubungan timbal balik antara motif tindakan dan realitas interaksi sosial yang dialami oleh pengguna akun. Argumen ini didasari dari perspektif fenomenologi yang dikemukakan Alfred Schutz (1967) bahwa proses terjadinya sebuah makna dapat dipahami dengan menelusuri proses tipikasi, yakni pengelompokkan dan persebaran pengetahuan atas tindakan yang terjadi melalui interaksi sosial yang dialami individu sehari-hari. Diperlukan juga mengkaji motif-motif dibalik terjadinya sebuah tindakan untuk memahami latarbelakang munculnya sebuah makna. Dengan demikian, penelitian ini menemukan adanya empat bentuk makna terkait akun pseudonim yang disimpulkan dari para informan; (1) makna yang berorientasi pada identitas; (2) makna yang berorientasi pada informasi; (3) berorientasi pada jaringan interaksi sosial; dan (4) makna akun pseudonim yang berhubungan dengan pengembangan diri. Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada pengguna Twitter dan observasi digital pada platform Twitter.

This study aims to explore the meaning of using pseudonymous accounts on the Twitter platform. Several previous studies have found that the use of pseudonymous accounts is considered a means to channel expression freely, share stories, and complain about personal life in secret without worrying about bringing reputation effects to the real world. However, the discussion in previous studies tends to look at individual motivation, and very little has explored how the process of interpreting the meaning of actions using pseudonymous accounts takes place, which can be identified through tracing the interrelationships between action motives and the reality of social interactions experienced by account users. This argument is based on the phenomenological perspective put forward by Alfred Schutz (1967) that the process of creating meaning can be understood by tracing the process of typification, namely the grouping and distribution of knowledge on actions that occur through social interactions experienced by individuals on a daily basis. It is also necessary to examine the motives behind the occurrence of an action to understand the background of the emergence of meaning. Thus, this study found that there were four forms of meaning related to pseudonymous accounts, which were inferred from the informants; (1) identity-oriented meaning; (2) information-oriented meaning; (3) oriented to social interaction network; and (4) the meaning of pseudonymous accounts related to self-development. The results of the study were analyzed using descriptive qualitative methods. Data collection techniques in the form of in-depth interviews with Twitter users and digital observations on the Twitter platform."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Syifa Syahira
"@babufess merupakan salah satu autobase di media sosial Twitter yang digunakan oleh komunitas virtual pemain video game Genshin Impact, autobase ini menjadi wadah bagi komunitas pemain Genshin Impact di Twitter untuk saling berinteraksi. Kajian terdahulu yang meneliti mengenai penggunaan autobase berfokus terhadap bagaimana informasi dari autobase mempengaruhi perilaku pengguna autobase, sedangkan kajian mengenai komunitas virtual pemain video game cenderung membahas bagaimana interaksi pemain video game di media sosial membawa keuntungan untuk developer game. Masih sedikit kajian yang menganalisis kebudayaan digital yang terbentuk di dalam sebuah komunitas virtual. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis bagaimana penggunan autobase @babufess sebagai alat pendukung dalam komunitas virtual pemain Genshin Impact di Indonesia berperan dalam infrastruktur komunitas tersebut, dan interaksi yang terjadi dalam komunitas yang menggunakan autobase ini menunjukkan adanya budaya komunitas digital. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode netnografi dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi. Analisis dalam penelitian ini menunjukkan bagaimana penggunaan teknologi digital dalam komunitas virtual berperan dalam pembentukan infrastruktur komunitas virtual dan budaya komunitas digital tersebut, dalam komunitas pemain Genshin Impact di Indonesia autobase termasuk ke dalam infrastruktur komunitas virtual, sementara interaksi individu yang berada dalam komunitas tersebut menunjukkan identitas, partisipasi individu dalam komunitas, dan sense of virtual community yang menjadi dimensi dalam kebudayaan komunitas digital.

@babufess is an autobase on Twitter that is used by the virtual community of Genshin Impact players, this autobase is a place for the Genshin Impact player community on Twitter to interact. Previous studies that examined the use of autobase focused on how information from autobase influences the user's behavior, while studies on virtual communities of video game players tend to discuss how the interaction of video game players on social media brings benefits to game developers. There are still few studies that analyze digital culture that is formed in a virtual community. Therefore, this study aims to analyze how the use of @babufess autobase as a supporting tool in the virtual community of Genshin Impact players in Indonesia plays a role in the infrastructure of the community, and the interactions that occur in communities that use this autobase indicate the existence of a digital community culture. The approach used in this study is a qualitative research approach using netnography methods with in-depth interviews and observation data collection techniques. The analysis in this study shows how the use of digital technology in virtual communities plays a role in the formation of virtual community infrastructure and digital community culture, in the Genshin Impact player community in Indonesia autobase is included in the virtual community infrastructure, while interactions that happens in the community show identity, individual participation, and a sense of virtual community which is a dimension of the digital community culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiz Khanza
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan relasi antara mahasiswa dan aktan dibalik kecanduan judi slot online yang terjadi pada mahasiswa. Studi-studi terdahulu yang membahas tentang kecanduan judi online dapat dipetakan menjadi dua, yaitu berdasarkan aspek intrapersonal dan aspek interpersonal. Berdasarkan aspek intrapersonal, kecanduan judi online disebabkan adanya impulsivitas dalam urgensi negatif dan positif serta adanya depresi yang dirasakan oleh penjudi. Kemudian berdasarkan aspek interpersonal, kecanduan judi online disebabkan adanya norma di dalam kelompok judi online di ruang digital. Studi-studi terdahulu tersebut belum mengeksplorasi lebih dalam mengenai aspek sosiologis terkait relasi mahasiswa dengan aktan lain, baik itu aktan manusia ataupun non-manusia yang dapat mendorong mereka menjadi kecanduan terhadap judi slot online. Melalui penerapan Actor-Network Theory (ANT), peneliti berargumen bahwa kehadiran berbagai aktan seperti kerabat, kemenangan, uang, kekalahan, waktu luang, fitur visual, suara, dan free spin memberikan kontribusi baik itu sebagai perantara ataupun mediator yang memberikan terjemahan kepada mahasiswa dalam membentuk dan menguatkan jaringan kecanduan judi slot online. Selain itu, penciptaan jaringan kecanduan judi slot online yang stabil terjadi karena proses adaptasi yang dilakukan oleh para aktan melalui empat tahapan translasi, yaitu problematisasi, interessement, pendaftaran, dan mobilisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap mahasiswa yang mengalami kecanduan judi slot online dan observasi digital terhadap situs judi slot online.

This study aims to explain the relationship between students and actant behind online slot gambling addiction what happened to students. Previous studies discussing online gambling addiction can be mapped into two, namely based on intrapersonal aspects and interpersonal aspects. Based on the intrapersonal aspect, online gambling addiction due to impulsivity in negative and positive urgency as well as the presence of depression felt by gamblers. Then based on the interpersonal aspect, online gambling addiction due to norms in the gambling group online in the digital space. These previous studies have not explored more deeply the sociological aspects related to student relations with other actants, both human and non-human actant that can encourage them to become addicted to online slot gambling. Through the application of Actor-Network Theory (ANT), the author argues that the presence of various actants such as relatives, wins, money, losses, free time, visual features, sound, and free spins contribute either as intermediaries or mediators who provide translations to students in forming and strengthening the online slot gambling addiction network. In addition, the creation of a stable online slot gambling addiction network occurs due to the adaptation process carried out by actants through four stages of translation, namely problematization, interessement, enrollment, and mobilization. This study uses a qualitative approach by collecting data through in-depth interviews conducted with students who are addicted to online slot gambling and digital observation of online slot gambling sites."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aryo Duta Negara
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses reproduksi neoliberal subjectivity dalam partisipasi mahasiswa sarjana dalam remote working internship dan konstruksi rasionalitas neoliberal mahasiswa. Perubahan metode kerja yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 meningkatkan minat mahasiswa untuk secara sukarela mengikuti magang dan membangun nilai-nilai neoliberal. Masih minim penelitian tentang neoliberal governmentality, neoliberal subjectivity, dan rasionalitas neoliberal. Peneliti berpendapat bahwa minat siswa yang meningkat untuk secara sukarela melakukan remote working internship mereproduksi subjektivitas neoliberal dan membentuk rasionalitas neoliberal. Dengan menggunakan konsep Foucault tentang neoliberal governmentality, konsep neoliberal subjectivity, dan konsep rasionalitas neoliberal, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa remote working internship menghasilkan subjektivitas neoliberal pada mahasiswa dan menciptakan rasionalitas mahasiswa sebagai pelaku ekonomi yang rasional. Penelitian studi kasus ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi digital terhadap individu yang secara sukarela mengikuti magang kerja jarak jauh antara Maret 2020 – Desember 2022.

This research aims to understand the process of the reproduction of neoliberal subjectivity in undergraduate university students’ participation in voluntary remote working and the construe of students’ neoliberal rationality. Changes to working methods caused by COVID-19 pandemic raised students’ interest in voluntarily partaking in internships and garnered neoliberal values. There is still minimal research regarding neoliberal governmentality, neoliberal subjectivity, and neoliberal rationality. The researcher argues that the students’ rising interest in voluntarily partaking in remote working internships reproduce neoliberal subjectivity and form neoliberal rationality. By using Foucault’s concept of neoliberal governmentality, concept of neoliberal subjectivity, and concept of neoliberal rationality, the findings of this research shows that remote working internship produce students’ neoliberal subjectivity and construe students’ rationality as rational economic actors. This case study uses a qualitative method with in-depth interview and digital observation on individuals who have voluntarily participated in a remote working internship in March 2020 – December 2022."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Pebriana
"Penelitian ini mengkaji tentang eksploitasi diri di antara nano beauty influencer (influencer industri kecantikan dengan jumlah followers 1000 - 10.000) melalui kerja digtal lewat produksi konten-konten kecantikan. Studi terdahulu melihat konten kecantikan beauty influencer meningkatkan pengetahuan dan konsumsi produk kecantikan pada target pasar brand kecantikan, namun tidak fokus pada kondisi kerja dari beauty influencer. Studi terdahulu juga membahas bahwa anggapan beauty influencer bekerja sesuka hati mengkondisikan pada kondisi menantang pada kerja di media sosial. Peneliti melihat masih belum banyak dibahas kondisi kerja nano beauty influencer terutama yang mengkondisikan eksploitasi diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi konten kecantikan sebagai kerja digital mengkondisikan nano beauty influencer untuk mengeksploitasi diri karena mekanisme kontrol pasca disiplin dan berada pada kondisi kerja rentan lewat aspirational labour dan emotional labour. Eksploitasi diri pada aspirational labour ditunjukkan lewat risiko ketidakcocokan produk kecantikan, upah rentah, status pekerja sampingan, mengaburkan waktu luang dan waktu kerja, dan ancaman ketidakstabilan kerja. Eksploitasi diri pada emotional labour ditunjukkan lewat pemenuhan hasil kerja mengikuti brand dan audiens. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus pada nano beauty influencer dalam komunitas kecantikan bernama Girls Support Girls. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring.

This research examines self-exploitation among nano beauty influencers (beauty industry influencers with 1,000 - 10,000 followers) through digital work through the production of beauty content. Previous studies looked at the beauty content of beauty influencers increasing knowledge and consumption of beauty products in the target market for beauty brands, but did not focus on the working conditions of beauty influencers. Previous studies also discussed that the assumption that beauty influencers work as they please conditioned them to the challenging conditions of working on social media. Researchers see that there is still not much discussion about the working conditions of nano beauty influencers, especially those that condition self-exploitation. The results of this study indicate that the production of beauty content as digital work conditions nano beauty influencers to exploit themselves due to post-discipline control mechanisms and being in vulnerable working conditions through aspirational labor and emotional labor. Self-exploitation in aspirational labor is shown through the risks of mismatching beauty products, low wages, the status of side workers, obscuring leisure and work time, and the threat of job instability. Self-exploitation of emotional labor is shown through the fulfillment of work results according to brands and audiences. This study uses a qualitative approach with a case study of nano beauty influencers in a beauty community called Girls Support Girls. Collecting data in this study used the method of literature study, in-depth interviews, and online observation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Syifa Amira
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena kelas olahraga sebagai produk budaya kebugaran yang menjadi salah satu pilihan pelaku olahraga sebagai kegiatan berolahraga. Studi-studi sebelumnya mengatakan bahwa kelas olahraga diikuti karena sudah menjadi gaya hidup yang dianut oleh partisipan. Studi-studi lain juga mengatakan bahwa kelas olahraga menjadi pilihan karena adanya dukungan sosial dan motivasi antar partisipan dan instruktur yang mendorong iklim semangat berolahraga. Namun, peneliti melihat bahwa studi-studi sebelumnya tidak membahas beroperasinya relasi kekuasaan. Menurut peneliti, penting untuk membahas bagaimana pengetahuan membentuk kekuasaan yang beroperasi pada aktor kelas olahraga secara makro dan mikro. Diskursus mengenai kesehatan dan budaya kebugaran yang terus berkembang seiring waktu mendorong kedisiplinan yang terinternalisasi pada para pelaku olahraga di Jakarta Selatan. Kemudian, ada pula sertifikasi instruktur olahraga yang menjadi panutan bagi instruktur dan juga peserta, dimana hal ini merupakan pengetahuan yang menentukan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam cabang olahraga terkait. Data pada penelitian ini diperoleh dengan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka, observasi, serta wawancara mendalam dengan instruktur dan partisipan kelas olahraga yang telah rutin berpartisipasi pada kelas olahraga tatap muka maupun virtual.

This study aims to describe the phenomenon of exercise class as a product of fitness culture which is one of the choices of sports players as an exercise activity. Previous studies say that exercise classes are followed because it has become a lifestyle adopted by participants. Other studies also say that exercise classes are the choice because of the social support and motivation between participants and instructors that encourage a climate of enthusiasm for exercising. However, the researcher sees that previous studies did not discuss the operation of power relations. According to the researcher, it is important to discuss how knowledge shapes the power that operates on actors in the macro and micro sports classes. The discourse on health and fitness culture that continues to develop over time encourages internalized discipline among sports players in South Jakarta. Then, there is also a sports instructor certification who is a role model for instructors and participants, where this is knowledge that determines what things need to be done and shouldn't be done in the related sport. The data in this study were obtained using a qualitative approach through literature study, observation, and in depth interviews with instructors and sports class participants who regularly participate in face-to-face and virtual sports classes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Aprilia
"Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun.

This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>