Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moch Arrol Iswahyudi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Diseksi aorta Stanford A adalah penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mencari ketahanan hidup satu tahun pasien diseksi aorta Stanford A dengan lesi hingga arkus aorta yang dibedah serta untuk mengetahui karakteristik pasien, tindakan dan faktor- faktor yang berhubungan. Metode. Studi kohort retrospektif dengan data diambil melalui rekam medis pada pasien diseksi aorta Stanford A yang dilakukan operasi dari periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Oktober 2017. Tingkat ketahanan hidup satu tahun dinilai menggunakan metode Kaplan Meier dan faktor faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup akan dianalisis dengan regresi Cox
ABSTRACT
Background: Stanford type A Aortic Dissection is a disease with high mortality rate. This study not only to find a one-year survival of patients with Stanford type A Aortic Dissection with lesion to the aortic arch that is dissected but also to determine patient characteristics and its related factors. Methods: A retrospective cohort study with datas taken from medical records in Stanford type A Aortic Dissection patients who were operated from 1st January 2014 to 31st October 2017. One-year survival rate was assessed using the Kaplan-Meier method and its survival-related factors will be analyzed by Cox regression
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Agung Prabowo Mukti
Abstrak :

Latar belakang: Operasi modifikasi Bentall merupakan pilihan utama terhadap tatalaksana penyakit aorta diseksi dan nondiseksi yang membutuhkan perbaikan pangkal aorta. Kerusakan ginjal akut (KGA) pascaoperasi modifikasi Bentall merupakan kejadian yang cukup sering ditemukan. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort analitik retrospektif. Pasien dengan penyakit aorta diseksi tipe A dan nondiseksi aorta yang telah menjalani prosedur modifikasi Bentall (Januari 2015 sampai Desember 2018), dilakukan analisis faktor risiko preoperasi dan intraoperasi terhadap kejadian KGA pascaoperasi. Uji statistik dengan melakukan analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Total subjek penelitian 82 pasien (43 pasien diseksi, dan 39 pasien nondiseksi). KGA tampak lebih besar pada kelompok diseksi (79,1% vs 39%, p = 0,001). Onset dini KGA pascaoperasi banyak ditemukan pada grup diseksi (p <0,05). Riwayat merokok (OR 4,130; p = 0,01) dan lama MHCA (OR 1,054; p = 0,001) merupakan faktor risiko yang paling memengaruhi kejadian KGA pascaoperasi tanpa membedakan stadium KGA. Simpulan: AKI pascaoperasi modifikasi Bentall ditemukan lebih banyak pada grup diseksi aorta. Riwayat merokok dan lama MHCA merupakan faktor risiko yang paling memengaruhi kejadian KGA pascaoperasi modifikasi Bentall tanpa membedakan stadium KGA. Onset kejadian KGA pascaoperasi dini didominasi oleh pasien pada grup diseksi aorta. 


Introduction: the Bentall modification procedure is considered the gold standard in treatment of patients with various aortic dissease requiring aortic root replacement. Postoperative acute kidney injury (AKI) are common among patients undergoing Bentall modification procedure. Methods: study design was retrospective cohort analytic. From January 2015 - December 2018, patients with type A aortic dissection and nondissection aortic who had undergone Bentall modification procedure was analize to find the correlation of preoperative and intraoperative risk factors with postoperative AKI. Bivariate and multivariate statistical analysis was perform. Results: 82 patients included, devided in to aortic dissection group (N = 43) and nondissection group (N = 39). Incidence of postoperative AKI found greater in aortic dissection group (79,1% vs 39%). early onset of postoperative AKI found greater in aortic dissection group (p < 0,05). History of smoking (OR 4,130; p = 0,01), and MHCA time (OR 1,054; p = 0,001) were associate with postoperative AKI. Conclusions: postoperative AKI after Bentall modification procedure found greater in aortic dissection. History of smoking and MHCA time associated with postoperative AKI after Bentall modification procedure. early onset of postoperative AKI dominated by patients in aortic dissection. 

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rienna Diansari
Abstrak :
Latar Belakang: Menurut Global and Regional Burden of Aortic Dissection and Aneurysm, laju kematian akibat patologi aorta torakalis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju, dengan median pertambahan percepatan +0,71 per 100.000 vs +0,22 per 100.000 pada tahun 1990 dibandingkan 2010. Asia Tenggara merupakan salah satu negara dengan penambahan laju kematian tertinggi yaitu 41%. Di Indonesia, pasien datang dalam kondisi penyakit lanjut karena keterlambatan diagnosis dan manajemen dan hal ini menjadikan pasien berada pada kondisi patologi aorta yang kompleks. Kondisi patologi aorta yang kompleks tentunya membutuhkan tindakan bedah aorta yang kompleks pula. Sejauh ini belum terdapat studi yang secara khusus meneliti luaran klinis bedah aorta torakalis kompleks dibandingkan dengan non-kompleks, terutama pada populasi di negara berkembang. Tujuan: Mengetahui hubungan kompleksitas pembedahan dengan mortalitas in-hospital dan kesintasan jangka menengah pasca bedah aorta torakalis serta faktor lain yang berhubungan. Metode: Studi kohort retrospektif ini menggunakan data sekunder. Dilakukan pengambilan data dasar melalui rekam medis dan registri terhadap pasien pasca bedah aorta torakalis (1 Januari 2018 – 31 Desember 2021) di PJNHK. Analisa kesintasan 1 dan 3 tahun dilakukan dengan follow up melalui telepon dan pesan digital. Kemudian dilakukan analisa statistik untuk mencari hubungan antara kompleksitas pembedahan sebagai prediktor utama serta variabel lainnya dengan luaran primer (mortalitas in-hospital) dan sekunder (kesintasan jangka menengah). Hasil: Total 208 pasien diinklusikan ke dalam analisis luaran primer; 157 (75,5%) menjalani bedah aorta torakalis kompleks dan 51 (24,5%) menjalani bedah aorta torakalis non-kompleks. Mortalitas in-hospital serupa pada kedua kelompok (23,6% vs 13,7%; p = 0,194). Pada analisa multivariat, sindrom malperfusi (OR 3,560; p = 0,002), durasi CPB > 180 menit (OR 4,331; p = 0,001), dan prioritas pembedahan (urgent OR 4,196; p = 0,003; emergency OR 10,879; p = 0,001) adalah prediktor independen mortalitas in-hospital. Follow-up kesintasan 1 dan 3 tahun pasca bedah aorta torakalis adalah 92,6% dan 80,3%, secara berurutan. Regresi Cox mengidentifikasi diabetes (HR 4,539; p = 0,025) dan status prosedur emergensi (HR 9,561; p = 0,015) sebagai prediktor independen mortalitas 1 tahun, dan diabetes (HR 3,609; p = 0,004), diseksi aorta (HR 2,795; p = 0,029) dan diameter aorta maksimum (HR 1,034; p = 0,003) sebagai prediktor independen mortalitas 3 tahun. Kompleksitas pembedahan tidak berhubungan dengan peningkatan mortalitas in-hospital maupun kesintasan jangka menengah. Kesimpulan: Pada pasien yang menjalani tindakan bedah aorta torakalis terbuka, kompleksitas pembedahan tidak berhubungan dengan mortalitas in-hospital maupun kesintasan jangka menengah. Kesintasan jangka pendek dan menengah lebih banyak dipengaruhi faktor komorbid maupun faktor durante pembedahan ......Background: According to Global and Regional Burden of Aortic Dissection and Aneurysm, a prominent increase of overall global death rate is seen on developing country compared to developed country, with relative change in median daeath rate of +0,71 per 100.000 vs +0,22 per 100.000 in 1990 vs 2010. South-east Asia is nation with highest increase of 41%. This is due to delayed in diagnosis and treatment and leads to late stage and complex aortic disease. The more complex the disease, the more complex the surgical procedure will be. Up until now, there is no data regarding the impact of surgical complexity on short and mid-term survival in patients underwent aortic surgery, especially in developing country. Objectives: This study aimed to investigate the impact of surgical complexity on short and mid-term mortality and other influencing factors. Methods: This retrospective cohort study used secondary data. Basic data was obtained through medical record and registry of patients underwent thoracic aortic surgery (January 1st, 2018 to December 31st, 2021) in National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). One-year and 3-year survival analysis was obtained through phone calls and digital messages. Statistical analysis was done to investigate the impact of surgical complexity as the main predictor and other variables on primary (in-hospital mortality) and secondary (mid-term survival) outcome. Results: A total of 208 patients were included in the analysis; 157 (75,5%) underwent complex surgery, and 51 (24,5%) underwent non-complex surgery. In-hospital mortality was similar actoss 2 groups (23,6% vs 13,7%; p = 0,1240). On multivariable analysis, malperfusion syndrome (OR 3,560; p = 0,002), CPB duration > 180 minutes (OR 4,331; p = 0,001), and surgical priority (urgent OR 4,196; p = 0,003; emergency OR 10,879; p = 0,001) were identified as independent predictor of in-hospital mortality. One and 3-year survival were 92,6% and 80,3%, respectively. Cox regression identified diabetes (HR 4,539; p = 0,025) and emergency procedure (HR 9,561; p = 0,015) as independent predictors for 1-year mortality, and diabetes (HR 3,609; p = 0,004), aortic dissection (HR 2,795; p = 0,029), and maximum aortic diameter (HR 1,034; p = 0,003) for 3-year mortality. Surgical complexity was not associated with early and mid-term mortality. Conclusions: In patients undergoing thoracic aortic surgery, surgical complexity was not associated with early and mid-term survival. Short and mid-term survival was largely determined by patient comorbidities and intra-surgery factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library