Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Yuliana Fitri
"Pendahuluan : Indonesia sebagai negara yang memiliki angka stunting tertinggi di Asia Tenggara menghadapi kenyataan adanya double burden terkait permasalahan stunting. Berbagai intervensi telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia, tetapi nilainya tidak mengalami penurunan yang signifikan selama 10 tahun terakhir (>30%). Anak – anak memerlukan asupan makanan untuk tumbuh kembangnya, makanan tersebut tidak hanya bergizi tetapi juga harus memenuhi persyaratan kemananan pangan. Salah satu masalah keamanan pangan adalah adanya cemaran aflatoksin pada produk pangan. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang Aspergilus flavus dan Aspergilus parasiticus yang dapat mengkontaminasi berbagai komoditas pertanian seperti jagung dan kacang-kacangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan AFB1 bersumber kacang tanah dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor Tengah.
Metode : Penelitian menggunakan disain cross-sectional. Sebanyak 243 anak usia 36-59 bulan menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh menggunakan metode dietay and exposure assessment melalui wawancara, pengukuran antropometri serta pengujian sampel produk makanan. Data dianalisis menggunakan beberapa uji statistik, untuk multivariat menggunakan regresi linier ganda.
Hasil : Terdapat inverse relationship (β= -0,035) antara paparan aflatoksin B1 (ng/kgbb/hari) dengan kejadian stunting meskipun tidak signifikan (p=0,120) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir dan tinggi Ibu. Asosiasi yang tidak signifikan ini dimungkinkan karena adanya dugaan threshold value aflatoksin dalam menyebabkan gagal tumbuh pada anak. Hubungan antara durasi waktu terpapar AFB1 (bulan) terhadap kejadian stunting memiliki inverse relationship (β= -0,019) dan bermakna secara statistik (p=0,008) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir, berat lahir, dan pendapatan.
Kesimpulan : Belum cukup bukti untuk menyatakan hubungan yang signifikan antara paparan aflatoksin B1 dan stunting pada penelitian ini. Namun, adanya dugaan asosiasi dan threshold value aflatoksin dalam perlambatan pertumbuhan dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui hubungan yang sebenarnya antara paparan aflatoksin dan stunting.

Introduction: Indonesia as the country with the highest stunting rate in Southeast Asia faces the reality of a double burden related to the stunting problems. Various interventions have been carried out to reduce the incidence of stunting in Indonesia, but the value has not decreased significantly over the past 10 years (> 30%). Children need food for their growth and development, these foods are not only nutritious but also must meet food safety requirements. One of the problems of food safety is the presence of aflatoxin contamination in food products. Aflatoxin is a secondary metabolite produced by the molds of Aspergilus flavus and Aspergilus parasiticus which can contaminate various agricultural commodities such as corns and peanuts. This study aims to determine the relationship between aflatoxin B1 exposure and the incidence of stunting in children aged 36-59 months in Kebon Kalapa District, Bogor Tengah.
Method: This study used cross-sectional design. A total of 243 children aged 36-59 months were sampled in this study. Data were obtained by dietay and exposure assessment methods through interviews, anthropometric measurements and testing of food product samples. Data were analyzed using several statistical tests, for multivariates using multiple linear regression.
Results: There was an inverse relationship (β= -0.035) between aflatoxin B1 exposure (ng/kgbb/day) and stunting although it is not significant (p = 0.120) after being controlled by birth length and mother’s height variable. Whereas the relationship between the duration of AFB1 exposure (months) and stunting has an inverse relationship (-0,019) and statistically significant (p = 0,008) after being controlled by variable birth length, birth weight, and income.
Conclusion: There is not enough evidence to state a significant relationship between aflatoxin exposure and stunting in this study. However the existence of alleged of associations and threshold value of aflatoxin in growth retardation can be taken into consideration to conduct further research to determine the actual relationship between aflatoxin exposure and stunting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Tenriani
"Private equity adalah salah satu alternatif sumber pendanaan dalam bentuk ekuitas yang tidak tercatat dalam bursa. Sebagai wilayah yang memiliki kawasan emerging dan frontier market, tingkat investasi private equity di Asia Tenggara mengalami peningkatan. Investasi private equity yang terjadi selalu melibatkan exit strategy (strategi keluar). Dengan menggunakan data dari sembilan negara selama 17 tahun kebelakang, dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari semua pilihan strategi keluar yang tersedia mayoritas perusahaan private equity keluar melalui jalur merger. Singapura dengan mayoritas pendanaan dilakukan pada perusahaan teknologi informasi merupakan negara dengan jumlah keluar dan total pendanaan terbesar. Selain itu dengan menggunakan regresi logistik multinomial, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor seperti tahap investasi, total pendanaan, dan durasi pendanaan mempengaruhi strategi keluar yang dipilih oleh perusahaan private equity. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya pengaruh sektor industri dari perusahaan penerima dana, maupun tingkat pertumbuhan GDP terhadap pemilihan strategi keluar.

Private equity is one of funding alternatives in the form of equity that is not listed on the stock exchange. As an emerging and frontier market region, The Southeast Asia have an increasing level of private equity investment. Exit strategy is one of the stages on private equity funding cycle. By using data from nine countries for the past 17 years, this study find merger as the most frequently chosen for private equity exit vehicle in Southeast Asia investee company. Singapore which the majority of funding made on information technology sector is the country with the highest number of exits and the biggest committed capital. Using multinomial logistic regression, this study found that factors such as investment stage, total funding, and funding duration can affect the exit strategy by private equity firms. In contrast, the results of this study do not show the impact of either industrial sector of the investee nor the GDP annual growth rate on the choice of an exit strategy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Djauhary
"Konstruktabilitas adalah penggunaan pengetahuan dan pengalaman konstruksi secara optimal dalam perencanaan, desain, proses pembelian dan operasional di lapangan untuk mencapai tujuan proyek. Sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian Indonesia, perusahaan konstruksi perlu meningkatkan konstruktabilitasnya untuk dapat bersaing. Pemerintah berkomitmen meningkatkan keterlibatan perusahaan kecil dan menengah dalam perekonomian, namun penelitian yang terkait dengan perusahaan berskala kecil dan menengah, khususnya di industri konstruksi, masih kurang memadai karena keterbatasan data. Penelitian ini bertujuan untuk menjembatani hal tersebut dan meningkatkan pengetahuan untuk meningkat efisiensi dan efektivitas dalam manajemen proyek. Metodologi yang digunakan adalah dengan menganalisa siklus hidup proyek menggunakan four levers of control. Penelitian kami menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk memahami kerangka proses bisnis lebih mendalam. Upaya menyeimbangkan penerapan four levers of control memastikan perbaikan dan cara baru menghadapi dinamika permintaan pelanggan yang terkait dengan proyek dapat tercapai dengan cara yang lebih terkendali. Dengan mengkaitkan resiko proyek dalam analisa dapat memberikan pemahaman lebih mendalam terkait cara menerapkan four levers of control dalam organisasi dan memberikan masukan untuk meningkatkan penerapan model bisnis. Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi yang relevan bagi perusahaan konstruksi berskala medium yang ingin meningkatkan potensinya untuk dapat bersaing di industri ini. Penelitian ini berkontribusi menambah data terkait perusahaan berskala kecil dan menengah untuk penelitian lanjutan dikemudian hari.

Constructability is the optimum use of construction knowledge and experience in planning, design, procurements, and field operations to achieve the overall project objectives. As one of the driving forces in Indonesia’s economy, construction companies need to improve their constructability to compete. The government is committed to increasing the involvement of the small and medium-size entities in the economy; however, there is not much research related to the small, medium- sized companies, especially in the construction industry, due to lack of data. The study aims to fill that gap and elevate the knowledge to improve project management effectiveness and efficiency. The methodology is by analyzing the project life cycle using four levers of control. Using quantitative and qualitative methods in our research gives a more complete understanding of the business process framework. Balancing between the four levers of control will ensure improvements and new ways of responding to the dynamic customer needs in relation to the projects can be achieved in a controlled way. Incorporating the project risks into our analysis give a deep understanding of ways to implement four levers of control into the organization and later gives insights into the business process model’s improvement. The novelty of this research is relevant for any medium-sized construction companies seeking to increase their potential to compete in the industry. This research also contributes to the lack of data related to the small-medium size and can also give future research insights."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhelia Niantiara Putri
"Latar Belakang: Kekurangan zat besi adalah kekurangan zat gizi mikro yang paling sering terjadi pada anak di bawah usia lima tahun. Anemia pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan IDA. Lingkungan rumah merupakan faktor penting dalam menentukan asupan gizi anak, karena 65 hingga 72% kalori harian dikonsumsi di rumah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan aspek fisik dan sosial lingkungan makanan rumah dengan asupan zat besi dan vitamin C pada anak usia 2-6 tahun di Pejagalan. Metode: Penelitian observasional ini menggunakan pendekatan cross-sectional untuk mengumpulkan data sekunder dari 191 ibu dan anak di Pejagalan, Jakarta Utara. Wawancara dengan kuesioner standar digunakan untuk menentukan asupan zat besi dan vitamin C anak-anak. Kuesioner Perilaku Konsumen mengevaluasi lingkungan makanan rumah (CBQ). SPSS Versi 20 digunakan untuk korelasi Spearman dan regresi linier berganda.. Hasil: Konsumsi zat besi dan vitamin pada anak-anak lebih rendah dari asupan harian yang direkomendasikan (RDI) untuk Indonesia. Ditemukan bahwa mereka yang memiliki akses ke lebih banyak buah dan sayuran juga mengonsumsi lebih banyak zat besi dan vitamin C. Hubungan antara memantau praktik pemberian makan (p=0.024, p=0.035) dan peningkatan konsumsi zat besi dan vitamin C ditemukan. Buah, sayur, manisan, dan SSB meningkatkan asupan zat besi. Ketersediaan buah dan aksesibilitas buah (p<0.05) berhubungan dengan asupan vitamin C. Memantau perilaku makan (p=0.017) merupakan satu-satunya faktor sosial yang berhubungan dengan konsumsi zat besi dan vitamin C. Kami tidak menemukan korelasi antara konsumsi zat besi dan faktor fisik dan sosial, perilaku makan anak, atau sosiodemografi. Kesimpulan: Hanya Memantau kebiasaan makan responden mempengaruhi asupan vitamin C mereka. Peran orang tua dalam pemberian makan sangat penting dalam memastikan bahwa anak-anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup. Ini melibatkan pemantauan praktik makan untuk meningkatkan asupan mikronutrien anak-anak

Background: Iron deficiency (ID) is the most frequent micronutrient deficiency in children under the age of five. Anemia among children under five years old is increasing year on year in Indonesia. Vitamin C insufficiency can induce IDA. The home environment is a critical factor in determining a child's nutritional intake, as 65 to 72% of daily calories are consumed at home. Therefore, this study aimed to assess correlation between physical and social aspects of home food environment with iron and vitamin C intake in children aged 2-6 years in Pejagalan. Methods: This observational study used a cross-sectional approach to collect secondary data from 191 mothers and children in a North Jakarta slum. Interviews with standardized questionnaires were used to determine children's iron and vitamin C intake. Consumer Behavior Questionnaire evaluated home food environment (CBQ). SPSS Version 20 was used for Spearman correlation and multiple linear regression. Result: Iron and vitamin consumption in children was lower than the recommended daily intake (RDI) for Indonesia. It was shown that those who had access to more fruits and vegetables also consumed more iron and vitamin C. A correlation between monitoring feeding practices (p=0.024, p=0.035) and increased consumption of iron and vitamin C was discovered. Fruits, vegetables, sweets, and SSB availability increased iron intake. Fruit availability (p<0.05) and fruit accessibility (p<0.05) were connected with vitamin C intake. Monitoring eating behaviors (p=0.017) was the only social factor connected with iron and vitamin C consumption. We found no correlation between iron consumption and physical and social factors, child eating behavior, or sociodemography. Conclusion: Only monitoring respondents' food habits affected their vitamin C intake. The role of parents in feeding is critical in ensuring that children consume an adequate amount of food. This involves monitoring eating practices to enhance children's micronutrient intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirina Khoirunnisa
"Remaja perempuan dengan Ketidakpuasan Citra Tubuh (KCT) melakukan perilaku diet yang tidak sehat dan mengalami kekurangan asupan protein. Studi cross-sectional ini menganalisis hubungan antara KCT, Perilaku Diet, dan asupan protein pada siswi SMA di Kota Depok, Indonesia. Ketidakpuasan Citra Tubuh adalah pikiran seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan otot tubuh diri sendiri secara umum yang diukur dengan selisih antara tampilan tubuh yang dirasa dimiliki dan tampilan tubuh yang dirasa ideal, menggunakan Body Dissatisfaction Scale yang terdiri atas sembilan gambar tubuh yang dihasilkan oleh komputer mulai dari tubuh sangat kurus (tubuh 1) hingga sangat gemuk (tubuh 9). Skor Perilaku Diet didapatkan melalui daftar 15 perilaku yang terdiri atas perilaku yang sehat dan yang tidak sehat. Data asupan makanan didapatkan melalui metode wawancara recall 24 jam 3 hari non-konsekutif. Total 211 siswi SMA berpartisipasi dalam studi ini. Dari semua peserta, 39.8% merasa tidak puas dengan tubuh mereka dan ingin menjadi lebih kurus, sedangkan 19.4% dari total peserta ingin menjadi lebih gemuk. Indeks Massa Tubuh yang lebih tinggi berkorelasi signifikan dengan KCT. Skor KCT yang lebih besar berkorelasi signifikan dengan asupan protein yang lebih rendah (r=-0.155, N=211, p=0.025). Ketidakpuasan Citra Tubuh dan Perilaku Diet “makan dengan porsi sangat kecil” ada faktor prediktor terkuat untuk asupan protein. Intervensi dengan edukasi gizi mengenai KCT, Perilaku Diet, dan asupan protein yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan di masa depan

Adolescent girls with Body Image Dissatisfaction (BID) have been reported to practice unhealthy Weight Control Behavior and have inadequate protein intake. This cross-sectional study investigated the relationship between BID and protein intake among High School girls in Depok, Indonesia. Body Image Dissatisfaction is a person’s thought about their body size, shape, and muscle tone that is measured by a discrepancy between one’s perceived actual body and perceived ideal body using the Body Dissatisfaction Scale that consists of nine computer-generated figures ranging from very thin (body 1) to very obese (body 9). WCB was assessed using a list of 15 items consisting of healthy and unhealthy behavior. Dietary intake data was collected using a 3-days non-consecutive 24Hr recall interview. A total of 211 female high school students participated in this study. Among all participants, 39.8% were dissatisfied with their body and wanted to be slimmer while 19.4% of participants wanted to be heavier. Higher BMI was significantly shown to be correlated with a higher BID score. A higher BID score was significantly correlated with lower protein intake (r=-0.155, N=211, p=0.025). In this population, BID and the WCB “eating a very small portion” were the strongest predictors of protein intake. Nutrition education intervention aimed to improve BID, WCB, and protein intake is needed to prevent future health risks."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arieska Malia Novia Putri
"Objektif: Nutrisi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan janin dan kehamilan. Edukasi gizi merupakan strategi yang digunakan untuk memperbaiki status gizi pada ibu hamil dengan cara memperbaiki pengetahuan, menerapkan makanan yang beragam, dan mempelajari jumlah makanan yang dikonsumsi telah sesuai dengan kebutuhan khusus pada ibu hamil, namun saat ini belum terdapat pedoman yang tersedia untuk situasi demografis di Indonesia. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi modul yang berkaitan dengan pola makan sehat selama masa kehamilan di area Jakarta, Indonesia.
Metode: Metode yang digunakan merupakan metode campuran dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif pada ibu hamil. Pengembangan modul menggunakan Model Kemp sebagai pedoman dalam proses pengembangan. Sedangkan Teknik Delphi dan kuesioner terstruktur digunakan dalam proses validasi modul. Teknik Delphi dilakukan menggunakan Skala Likert 0-9 dengan minimum penilaian dari 80% partisipan. Studi ini menggunakan SPSS versi 20.0 untuk menganalisa data. Uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S) digunakan dalam menguji normalitas dari distribusi data. Uji korelasi digunakan dalam menguji validitas instrumen dengan nilai <0,05 dan r-value >0,3, serta nilai Cronbach alpha sebesar >0,60.
Hasil: Telah didapatkan total 13 topik pembahasan dan 22 butir pertanyaan telah dikembangkan dan tervalidasi dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang telah tervalidasi, dan memiliki nilai Cronbach Alpha sebesar 0,81 dan nilai korelasi sebesar 0,30-0,65. Selain itu, terdapat peningkatan sebesar 75,44 pada pembelajaran yang telah dilakukan pada ibu hamil.
Kesimpulan: Studi yang telah dilakukan merupakan pengembangan modul pola makan sehat selama masa kehamilan yang terdiri dari isi, media, metode, dan instrumen evaluasi yang telah teruji keabsahannya dan dapat diandalkan untuk ibu hamil.

Objective: The nutrition of pregnant mother influences fetal and maternal health. The nutrition education is a strategy used to improve the nutritional status of pregnant mother by improving the knowledge, encouraging the practice of diversity, and learning the proper amounts of food consumed in accordance with the specific requirements of pregnant mother, but currently, there are no guidelines available for this demographic in Indonesia. Therefore, this study aims to develop and validity module relevant to healthy eating during pregnancy in Jakarta, Indonesia.
Methods: The method used is a mixed method using qualitative and quantitative approaches to the pregnant mothers. The development of module used the Kemp‟s Model as a guide on the process of development. While the Delphi Technique and structured questionnaires are used in the validation of module. The Delphi technique has been performed using a 0-9 Likert scale with a minimum rating of 80% of participants. This study has used SPSS version 20.0 to analyze the data. The Kolmogorov-Smirnov (K-S) statistical test was used to test the normality of the data distribution. The correlation test has been used in testing the validity of the instrument with a value of <0.05 and r-value> 0.3, and a Cronbach alpha value of> 0.60.
Results: It has obtained a total of 13 topics and 22 item of questions that have been developed and validated using learning media and learning method which was validated, and have Cronbach Alpha value of 0.81 and correlation value of 0.30-0.65. In addition, there is an increase of 75.44 during learning activity that has been done among pregnant mother.
Conclusion: The study concluded that the developed module on healthy eating during pregnancy consisted of material, media, method, and evaluation instrument was valid and reliable for pregnant mother.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qutratu Ainnur Maksum
"Anak-anak sangat rentan terhadap bencana alam, membutuhkan nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. ECCNE (Early Childhood Care and Nutrition Education), program unggulan SEAMEO RECFON, berkolaborasi dengan pemerintah Lombok Timur untuk mengimplementasikan tanggap darurat pasca gempa bumi tahun 2018. Program ini berfokus pada pemulihan gizi pasca bencana yang terintegrasi di pusat-pusat pendidikan anak usia dini, yang menargetkan penguatan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Untuk memastikan keberlanjutan program, bukti hasil yang positif sangat penting. Studi ini mengevaluasi efektivitas biaya dari kegiatan ECCNE dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak balita selama masa darurat. Keberhasilan diukur dengan menggunakan indikator pertumbuhan seperti kenaikan berat badan, pertumbuhan tinggi badan, dan kenaikan skor HAZ, serta perkembangan kognitif, bahasa, dan keterampilan motorik. Sampel penelitian ini terdiri dari 200 anak dalam kelompok intervensi dan 215 anak dalam kelompok kontrol. Data biaya diperoleh dari laporan internal, catatan keuangan pemerintah, dan peraturan. Sebuah studi kualitatif yang menggunakan pendekatan nilai bersama mengeksplorasi pengalaman dan manfaat lokal, dengan informan yang terdiri dari 26 peserta dari kelompok ibu/pengasuh, guru PAUD, dan pemerintah daerah. Total biaya program adalah Rp 52.756.270, dengan biaya terbesar untuk produk makanan pendamping ASI dan kelas pengasuhan anak, dengan total Rp 41.428.850. Biaya rata-rata per anak per bulan adalah Rp 1.981,78. Studi ini menemukan biaya berikut per anak tambahan yang mencapai hasil tertentu: kenaikan berat badan (Rp 532.516), kenaikan tinggi badan (Rp 325.937), peningkatan skor HAZ (Rp 1.219.634), perkembangan kognitif yang normal (Rp 227.588), perkembangan bahasa yang normal (Rp 183.723), dan perkembangan motorik yang normal (Rp 192.139). Program ini hemat biaya dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita pascagempa. Temuan kualitatif menyoroti penerimaan program, peningkatan gizi dan kesehatan anak, peningkatan kemampuan akademis, peningkatan kapasitas guru, dukungan pemerintah, dan tantangan implementasi. Investasi berkelanjutan dalam program pendidikan untuk guru dan orang tua direkomendasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas intervensi. Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk keberhasilan yang berkelanjutan.

Children are especially vulnerable to natural disasters, requiring optimal nutrition for growth and development. The ECCNE (Early Childhood Care, Nutrition and Education), a flagship program of SEAMEO RECFON, collaborated with the East Lombok government to implement an emergency response following the 2018 earthquake. This program focused on integrated post-disaster nutrition recovery in early childhood education centers, targeting the strengthening of early childhood growth and development. To ensure program sustainability, evidence of positive results is essential. This study evaluates the cost-effectiveness of ECCNE activities in improving the growth and development of children under five during emergencies. Success was measured using growth indicators such as weight gain, height growth, and HAZ score gain, as well as cognitive, language, and motor skill development. The sample included 200 children in the intervention group and 215 in the control group. Cost data was obtained from internal reports, government financial records, and regulations. A qualitative study using a shared-value approach explored local experiences and benefits, with informants including 26 participants from mother/caregiver groups, ECE teachers, and local government. The program's total cost was IDR 52,756,270, with the largest expenses for complementary feeding products and parenting classes, totaling IDR 41,428,850. The average cost per child per month was IDR 1,981.78. The study found the following costs per additional child achieving specific outcomes: weight gain (IDR 532,516), height gain (IDR 325,937), HAZ score increase (IDR 1,219,634), normal cognitive development (IDR 227,588), normal language development (IDR 183,723), and normal motor development (IDR 192,139). The program was cost- effective in supporting the growth and development of children under five post- earthquake. Qualitative findings highlighted the program's acceptance, improved child nutrition and health, enhanced academic skills, increased teacher capacity, government support, and implementation challenges. Ongoing investment in educational programs for teachers and parents is recommended to maintain and enhance the intervention's effectiveness. Community engagement is crucial for continued success."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Dwi Agustine Maulianti
"Berbagai penelitian sering kali menyarankan anak anak untuk menghindari makanan berisiko, dan orang tua diharapkan memilih makanan sehat mengingat ketersediaan berbagai outlet makanan di lingkungan. Namun, data SSGI tahun 2022 menemukan bahwa konsumsi makanan berisiko di kalangan anak-anak masih sering terjadi di Jakarta. Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengeksplorasi perspektif orang tua mengenai makanan berisiko, bagaimana orang tua menyesuaikan makanan yang dikonsumsi anak-anak dengan lingkungan makanan, dan strategi pasar apa yang mempengaruhi orang tua yang terlibat dalam penelitian ini. Wawancara mendalam dilakukan dengan informan kunci, termasuk penjual makanan, guru taman bermain, dan nenek. Analisis data dilakukan melalui pengkodean dan penentuan tema yang muncul dari transkrip verbatim menggunakan aplikasi N-Vivo 14 untuk Windows. Perilaku orang tua terkait makanan bervariasi berdasarkan keadaan mereka. Ibu akan memasak di rumah jika mereka tinggal dekat dengan pasar makanan. Namun, jika ada warung makan kecil di dekatnya, mereka lebih suka membeli makanan siap saji. Pandangan orang tua tentang makanan berisiko juga berbeda. Beberapa tidak menyadari risikonya, sementara yang lain mengetahui tetapi kesulitan menghadapi rengekan anak-anak mereka. Toko-toko kecil, minimarket, dan toko kelontong sering kali menggoda anak-anak untuk meminta camilan manis, yang menyebabkan beberapa ibu menetapkan aturan dan batasan. Namun, seorang ayah terkadang memperumit situasi dengan selalu mengizinkan anak-anak mereka membeli camilan manis. Di sisi lain, seorang ibu mengungkapkan kekhawatirannya tentang situasi rumah yang sempit yang menyebabkan anak-anaknya mengalami masalah dalam perilaku makan. Strategi pemasaran seperti maskot lucu, paparan berulang terhadap makanan manis, dan diskon produk memudahkan anak-anak untuk mendapatkan makanan manis tersebut. Penelitian ini mendorong orang tua untuk meningkatkan kesadaran tentang makanan manis dan membatasi konsumsinya dengan belajar dari Ahli Gizi. Ibu dan ayah harus bekerja sama secara konsisten untuk menciptakan pendekatan Pengasuhan Terstruktur dalam praktik pemberian makan untuk membantu anak anak mereka belajar dan menjaga perilaku makan sehat, terutama dalam membatasi pembelian camilan manis. Selain itu, penelitian ini mendorong pemerintah untuk menambah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kelurahan Kebon Kelapa untuk menyediakan ruang terbuka bagi warga untuk meningkatkan kemampuan bermain anak-anak dan mempromosikan praktik pemberian makan yang sehat. Penelitian ini juga menganjurkan pemerintah untuk membuat peraturan bagi perusahaan makanan agar menghindari penggunaan anak-anak atau tema anak-anak dalam iklan makanan manis. Hal ini dapat membantu mempromosikan kebiasaan makan yang lebih sehat, mengurangi konflik bagi orang tua, dan mendukung tujuan kesehatan masyarakat yang lebih luas dengan mengurangi paparan anak-anak terhadap pemasaran yang mendorong konsumsi produk yang tidak sehat.

Various studies have often advised children to avoid risky foods, and parents are expected to choose healthy foods given the availability of various food outlets in the environment. However, SSGI 2022 data found that consumption of risky foods among children still occurs frequently in Jakarta. Qualitative research was conducted to explore parents' perspectives regarding risky foods, how parents adapt the food consumed by children to the food environment, and what market strategies influence the parents involved in this study. In-depth interviews were conducted with key informants, including food vendors, playground teachers, and grandmothers. Data analysis was carried out through coding and determining themes that emerged from verbatim transcripts using the N-Vivo 14 for Windows application. The behavior of parents around food varied based on their circumstances. Mothers would cook at home if they lived near a food market. However, if there were small diners nearby, they preferred to buy ready-made food. Parents' views on risky foods also differed. Some were unaware of the risks, while others knew about them but struggled with their children's whining. Small shops, minimarkets, and grocery stores often tempted children to ask for sweet snacks, which led some mothers to set rules and limitations. However, a father sometimes complicates the situation by always allowing their children to buy sweet snacks. On the other hand, a mother raised her concern about the cramped home situation that caused her children to have problems with eating behavior. Marketing strategies such as funny mascots, repeated exposure to sweet foods, and product discounts made it easier for children to obtain these sweet foods. This research encourages parents to increase their awareness of sweet foods and limit their consumption by learning from Nutritionists. Mothers and fathers should work together consistently to create a Structured Parenting approach in feeding practices to help their children learn and maintain healthy dietary behavior, especially regarding limiting the purchase of sweet snacks. Additionally, it encourages the government to add Child-Friendly Integrated Public Spaces (RPTRA) in the Kebon Kelapa Sub- district to provide open space for residents to increase children's playability and promote healthy feeding practices. This study also advocates governments to have regulations for food companies to avoid using children or child themes in the advertising of sweet foods. This can help promote healthier eating habits, reduce conflicts for parents, and support broader public health goals by decreasing children's exposure to marketing that encourages the consumption of unhealthy products."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library