Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Komang Yeni Dhana Sari
"Tujuan: Mendapatkan gambaran kadar 1L-6 scrum dan sekret serviks pada kasus infertilitas yang terbukti mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) dan bukan Penyakit Radang PangguI.
Rancangan penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan secara potong Iintang. Sebanyak 20 wanita infertilitas tersangka PRP subklinik dilakukan pengambilan darah dan sekret servikat untuk diperiksa kadar IL-6 serum maupun sekret serviks serta dilakukan biopsi endometrium untuk rnenegakkan ada tidaknya PRP sesuai dengan kriteria Kiviat.
Hasil: Rerata kadar 1L-6 serum pada Wanita yang terbukti PRP tidak menunjukkan perbedaan dengan yang tidak terbukti PRP (Rerata 2,56 vs 2,47 pg/ml; median 1,90 vs 1,95 pg/ml; minimum 0,80 vs 0,73 pg/ml; maksimum 10,65 vs 4,87 pg/ml dengan p=0,74). Sedangkan rerata kadar IL-6 sekret serviks pada wanita yang terbukti PRP lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terbukti PRP (Rerata (SD) 1275,8 (1073,9) vs 330,7 (173,2) pg/ml ; kisaran 85,86 - 3928,86 vs 120,28 - 520,82 pg/ml dengan p=0,0 16).
Kesimpulan: Rerata kadar 1L-6 sekret serviks pada wanita dengan PRP Iebih tinggi dibandingkan pada wanita tanpa PRP. Sedangkan rerata kadar IL-6 serum pada wanita dengan PRP dan tanpa PRP tidak menunjukkan perbedaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T58434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivit Vidyawati
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Dalam rangka pengembangan kontrasepsi hormonal pria, penggunaan TE (Testosteron Enantat) dan DMPA (Depot Medroksi Progesteron Asetat), menunjukkan hasil tingkat azoospermia yang lebih tinggi (90-100%) pada bangsa Asia, sedangkan bangsa Kaukasia hanya mencapai 70% atau kurang. Diduga ada 2 faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan termasuk makanan/diet. Telah diketahui bahwa diet negara Barat (Western Diet) mengandung lemak dan protein tinggi, sedang diet negara Asia (Asian Diet) mengandung karbohidrat tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa status nutrisi tampaknya merupakan salah satu faktor yang mengatur konsentrasi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) yang dapat mempengaruhi jumlah testosteron bebas yang akan digunakan dalam mekanisme umpan balik negatif. SHBG adalah glikoprotein yang berfungsi sebagai alat pengangkut hormon steroid, mempunyai afinitas yang kuat terhadap dehidrotestosteron dan testosteron, sedangkan terhadap estradiol afinitasnya lebih lemah. Berbagai hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa korelasi antara konsentrasi SHBG dengan testosteron, insulin dan BMI hasilnya belum seragam dan satu sama lain berbeda-beda. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian ulang pada orang Kaukasia yang berada di Jakarta. Pengukuran konsentrasi SHBG, menggunakan immunoradiometric assay (IRMA), sedangkan testosteron total, testosteron bebas dan insulin menggunakan radiommunoassay (RIA). Pengukuran glukosa, trigliserida dan albumin dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk mengetahui komposisi makronutrien karbohidrat, lemak dan protein dilakukan pencatatan makanan (food record) selama 3 hari. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur dan analisis regresi ganda untuk mengetahui hubungan yang paling erat antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur.
Hasil dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SHBG mempunyai korelasi positif dengan testosteron total (r = 0,483, P = 0,002), dan SHBG mempunyai korelasi negatif dengan testosteron bebas (r = 0,087, P = 0,312), insulin (r = 180, P = 0,134) dan BMI (r = 0,366, P = 0,017). Konsentrasi SHBG mempunyai hubungan paling erat dengan konsentrasi testosteron total (P = 0,001).

Scope and Research Method:
In developing men hormonal contraception, the utilization of TE (Testosterone Enantat) and DMPA (Depot Medroksi Progesterone Acetate), indicated higher level of azoospermia (90-100%) at Asian Men, while Caucasian men reached 70% or less only. Presumably, there were two factors affecting this discrepancy, genetic and environmental factor including meal/diet. It has been well known that Western Diet consists of high fat and protein while Asian Diet consists of high carbohydrate. From the research, it was reported that nutrition status seemed to be one of many factors bringing about the concentration of SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) affecting the number of free testosterone that would be used in the negative feedback mechanism. SHBG is glycoprotein acting as steroid hormone transporter, having strong affinity against dehydrotesterone and testosterone, in the same time its affinity against estradiol is weak. Many researches in foreign countries demonstrated that the correlation between concentration of SHBG and testosterone, insulin and BMI did not result in the uniform output and it was different one another. Therefore, we needed to repeat the research at Caucasian men in Jakarta. The measurement of SHBG concentration was using immunoradiometric assay (IRMA), while the measurement for total testosterone, free testosterone and insulin was using radioimmunoassay (RIA). The measurement of glucose, triglyceride and albumin was performed using spectrophotometer. To see the composition of macronutrient carbohydrate, fat and protein food record was conducted for 3 days. Correlation analysis was carried out to see the correlation between the concentration of SHBG and other parameters measured and multiple regression analysis was held to see the closest relation between SHBG concentration and other measured parameters.
Result and conclusion:
The research results indicated that SHBG had positive correlation with total testosterone (r= 0.483, P = 0.002), and SHBG had negative correlation with free testosterone (r=0.087, P = 0.312), insulin (r= 0.180, P = 0.134), and BMI (r= 0.366, P = 0.017). SHBG concentration had the closest relation with total testosterone concentration (p=0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T9589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan parasit intraselular. Pada manusia pertama kali ditemukan oleh Janku (1923). Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan, kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien dengan imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan IgM. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan IgG petanda infeksi Iampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respons imun terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut Deteksi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut. Dua kelompok sampel, kelompok pertama mernpunyai IgM (+), IgG (+) dan kelompok kedua 1gM (-), IgG (+) masing-masing 30 sampel digunakan untuk deteksi antigen beredar, yang dapat digunakan sebagai penentu fase akut infeksi Toxoplasma.
Hasil dan Kesimpulan : Dari 30 sampel yang mengandung IgM (+) dan IgG (+) ada 27 (90%) antigen positif sedangkan pada kelompok IgM (-) IgG (+) diperoleh hasil 28 (93 %) antigen negatif. Dengan Uji Chi square dan koreksi Yates hasil yang antigen positif dan yang antigen negatif berbeda sangat bermakna. (X hitung = 38.4427 X tabel 0.05 = 3.841 0.01 = 6.635) (P < 0.01). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan antigen dapat digunakan sebagai penentu fase infeksi dan dapat dilakukan dengan cepat, sensitif dan dapat menentukan fase akut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T8210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hatta Ilyas
"Penelitian ini dirancang untuk menegakkan hipotesis adanya hubungan antara latihan fisik yang berat dengan gangguan daur haid, ditandai dengan peninggian rasio LH/FSH lebih dari dua sedangkan pada wanita yang ·tidak melakukan latihan fisik berat rasio LH/FSH < 2. Di Indonesia belum ada dilakukan penelitian ten tang hal ini. Telah dilakukan tes terhadap 7 (tujuh) orang responden pada Sekolah Calon Polisi Wanita yang menjalani latihan fisik yang berat dan 7 (tujuh) orang mahasiswi sebagai pembanding yang tidak melakukan latihan fisiko Banyaknya sampel dihitung dengan formula Flelss dan pada tes menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan rasio LH/FSH sebelwn dan sesudah latihan (p = 0,020), perubahan LH sebelum dan sesudah latihan (p = 0,006), perubahan Progesteron sebelum dan sesudah latihan (p = 0,050), perubahan Estrogen sebelum dan sesudah latihan (p = 0,010). Tidak terdapat perubahan bermakna antara wanita yang tidak melakukan latihan fisik yang berat kurun waktu tiga bulan dengan rasio LH/FSH yang tidak meninggi (p = 0,262). Pada studi kasus kelola ini memberi dukungan bahwa peninggian rasio LH/FSH pada wanita dengan latihan fisik yang berat berhubungan dengan gangguan daur haid.

This study has been made to support the hypothesis that there is a relation ship between heavy physical exercise and disturbances in the menstruation cycle, which is marked by a more then two raise of the LH/FSH ratio, where as as for women who do not do heavy physical e~ercise the ratio is LH/FSH· < 2. In Indonesia no research on this has yet been done. A study has been made of 7 ( seven) respondents of the women"s police academy who have under gone heavy physical exercises and as case comparison 7 ( seven) other students who have not. The number of sample has been counted with the Fleiss formula and the study ha s shown a significant difference with the LH/FSH ratio before and after exercising ( p = 0,020 ), an LH change before and after exercising ( p = 0,050), an estrogen change before and after exercising ( p = 0,010 ). No significant change happens for women who do not undergo heavy physical exercises during a three month period with the LH/FSH ratio which does not raise ( p = 0,262 ). In the case studies this phenomenon supports the hypothesis that the LH/FSH ratio raise for women who undergo heavy physical exercise is related to disturbences in the menstruation cycle."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1994
T59076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Dwi Prasojo
"Infertilitas adalah suatu masalah ataupun keadaan yang komplek dan berhubungan dengan banyak hal. Didefinisikan sebagai keadaan tidak terjadinya kehamilan setelah >1 tahun melakukan hubungan seksual secara normal dan teratur, tidak ada usaha menunda dan atau mencegah kehamilan, serta tidak menggunakan salah satu metode kontrasepsi . Hal ini diderita oleh sekitar 10% - 15% pasangan usia reproduksi. Saat ini jumlah kasus maupun penderita infertilitas yang mencari pengobatan meningkat.
Kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa keberhasilan implantasi dan plasentasi. Implantasi merupakan proses yang kompleks dimana terjadi proses penggabungan embrio pada dinding endometrium. Selama siklus haid, endometrium mengalami berbagai perubahan yang diperlukan untuk implantasi embrio. Penelitian-penelitian menunjukkan implantasi blastokista terjadi pada hari ke-20 siklus haid pada siklus ideal 28 hari. Endometrium reseptif terhadap implantasi hanya dalam waktu yang sempit pada fase luteal, yang sering disebut sebagai jendela implantasi. Pada manusia, jendela implantasi hanya terjadi pada waktu yang terbatas, yaitu pada hari ke 6 sampai ke 10 setelah ovulasi.
Agar proses implantasi berlangsung baik dibutuhkan suatu keadaan lingkungan endometrium yang optimal / resepfive, untuk menerima blastokista yang akan berimplantasi, dikenal sebagai jendela implantasi.5'7 Pada manusia, jendela implantasi hanya terjadi pada waktu yang terbatas yaitu pada hari ke 6 sampai ke 10 setelah ovulasi.
Dalam dekade terakhir, dilakukan penelitian untuk mencari marker spesifik guna menilai reseptivitas endometrium. Banyak protein endometrium yang diusulkan menjadi marker ini. Beberapa peneliti memfokuskan integrin sebagai marker potensial, dan menemukan bahwa molekul integrin di epitel dan desidua mengalami perubahan pada saat implantasi. Integrin adalah kelompok molekul adhesi, berfungsi dalam pengikatan sel dan matriks ekstraseluler, merupakan glikoprotein heterodimer yang mengandung subunit a dan b. Saat ini telah ditemukan 22 molekul integrin yang berbeda, dan tersebar di seluruh tubuh. Integrin avb3 ditemukan pada banyak tipe sel, termasuk sel endotel. Reseptivitas endometrium, yaitu pada jendela implantasi (hari ke 20-24 siklus haid), ditandai dengan adanya integrin spesifik endometrium pada waktu tertentu.
Penyakit Radang Panggul (PRP) adalah kelompok gangguan yang mengenai traktus genitalia atas wanita, yang diakibatkan karena penyebaran organisme ke atas dari serviks atau vagina menuju endometrium (endometritis), tuba falopii (salpingitis) dan struktur di sekitarnya (abses tubo-ovarium, peritonitis pelvik), sebagian besar penyebab mikroorganisme PRP ialah Chlamydia trachomatis, Nisseria gonorrhoeae atau kuman lain yaitu Bacterial vaginosis, Trichomonas, Escherichia coil, Bacteroides sp, Anaerobic cocci, Mycoplasma hominis, dan Ureaplasma urealyticum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Fadjar Nurtjahjono
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T59046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library