Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shirley Mansur
"Tujuan : Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas dari beberapa metode penapisan keganasan pada tumor ovarium jenis epitelial dengan membandingkan Skor Gatot dan Risk Malignancy Index, serta mengajukan modifikasi Skor Gatot.
Metode : Empat ratus satu pasien dengan kecurigaan keganasan ovarium tipe epithelial dimasukkan sebagai subjek penelitian, dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratoris dan ultrasonografi. Dari data tersebut, diambil variabel-variabel yang sesuai dengan Skor Gatot dan Risk Malignancy Index. Dilakukan analisa statistik berupa perhitungan sensitivitas dan spesifisitas serta ROC dan titik potong optimal.
Hasil : Dari 401 subjek penelitian, didapatkan bahwa Skor Gatot memiliki sensitivitas 73.7% dan spesifitas 45.6% (p = 0.000; LR 28.830) sedangkan RMI memiliki nilai sensitivitas 72.4%, spesifisitas 35.94% (p = 0.02, LR 9.588) untuk RMI 1 dan nilai sensitivitas 76%, spesifisitas 30.9% (p = 0.05; LR 7.984) untuk RMI 2. Dilakukan modifikasi pada Skor Gatot dengan pembobotan ulang pada tiap variabel, didapatkan hasil Modifikasi Skor Gatot 1 memiliki titik potong pada nilai 28.5 dengan sensitivitas sebesar 60.4% dan spesifisitas sebesar 61.4% (p= 0.000, LR 44.228) dan Modifikasi Skor Gatot 2 memiliki nilai potong pada titik 5.75 dengan kisaran nilai sensitivitas 49.3 – 69.6% dan sensitivitas 51.6-65.2% ( p = 0.000; LR 36.806).
Kesimpulan : Skor Gatot dan RMI memberikan hasil yang kurang memuaskan dalam melakukan prediksi keganasan ovarium. Dengan melakukan pembobotan ulang pada tiap variabel pada Skor Gatot, sensitivitas dan, terutama, spesifisitas dapat ditingkatkan dalam mendeteksi adanya keganasan ovarium tipe epitelial. Hal ini ditujukan agar dapat meningkatkan prediksi keganasan pada pasien dalam usia reproduksi.

Objective : The study was designed to evaluate the sensitivity and specificity of several methods in detecting ovarian epithelial malignancy by comparing Gatot Score and Risk Malignancy Index, and also proposing the modification of Gatot Score.
Method : Four hundred and one subjects with suspected epithelial ovarian malignancy entered the study and performed anamnesis, physical examinations, laboratories studies and ultrasonography. From the data, we took the variables according to Gatot Score and Risk Malignancy Index. We performed statistic analysis in term of sensitivity, specificity, ROC and optimal cut-off-point.
Results : From 401 observation subjects, revealed that Gatot Score possess the sensitivity of 73.7% and specificity of 45.6% (p = 0.000; LR 28.830), while RMI possess the sensitivity of 72.4% and specificity of 35.94% (p = 0.02, LR 9.588) for RMI 1, and the sensitivity of 76% and specificity of 30.9% (p = 0.05; LR 7.984) for RMI 2. Modification to Gatot Score was performed by re-weighting to its all variables, which resulted in Gatot Score Modification 1 with cut-off point of 28.5, sensitivity of 60.4% and specificity of 35.94% (p= 0.000, LR 44.228) and Gatot Score Modification 2 with cut-off point of 5.75, sensitivity range between 49.3 – 69.6% and specificity range between 51.6-65.2% ( p = 0.000; LR 36.806).
Summary : Both Gatot Score and RMI resulted in unsatisfactory output in predicting the malignancy of ovary. By reassigning the weighting of all variables in Gatot Score, especially the specificity was improved in detecting the malignancy of epithelial type ovary. This measure was directed for patients in reproductive ages, thus increasing the possibility of true malignancy.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Octaviani
"

Latar Belakang: Radioterapi merupakan tatalaksana utama kanker serviks, baik dalam bentuk Concurrent Cisplatin-based Chemoradiation Therapy (CCRT) maupun Radiation Therapy (RT). Radioterapi dapat menyebabkan toksisitas terutama pada sistem gastrointestinal dan genitourinarius. Namun, belum ada data mengenai insidensi, derajat, durasi, dan keluhan tersering toksisitas, serta faktor risiko yang mendasarinya di Indonesia.

Tujuan: Mengevaluasi insidensi, derajat, keluhan terkait, dan durasi toksisitas radioterapi pada sistem gastrointestinal dan genitourinarius, serta faktor risiko yang mendasarinya.

Metode: Studi kohort retrospektif ini dilakukan pada subjek kanker serviks stadium lanjut (stadium FIGO ≥IIB) yang menjalani radioterapi, baik CCRT maupun RT, selama tahun 2018. Data dikumpulkan secara randomisasi rekam medis Departemen Radioterapi selama berlangsungnya radioterapi. Uji prevalensi dilakukan untuk mendapatkan angka insidensi, derajat, durasi, dan keluhan tersering toksisitas. Uji Chi-Square dilakukan untuk mendapatkan hubungan faktor risiko dengan terjadinya toksisitas, serta perbedaan toksisitas antara penerima perlakuan CCRT dan RT.

Hasil: Dari 106 subjek, didapatkan 58% insidensi toksisitas, dengan sebaran 42% toksisitas gastrointestinal, 5% toksisitas genitourinarius, dan 12% keduanya. Dari 54% toksisitas gastrointestinal, terdapat 45% toksisitas derajat 1 dan 9% toksisitas derajat 2, dengan keluhan 34% mual-muntah, 34% diare, 11% diare berdarah, serta 2% diskezia. Seluruh toksisitas genitourinarius merupakan derajat 1, dengan keluhan 86% disuria dan 14% hematuria. Toksisitas mulai timbul pada hari ke-17 (95% IK; 5-84 hari) dan dirasakan selama 15 hari untuk toksisitas gastrointestinal (95% IK; 5-65 hari) dan selama 13 hari untuk toksisitas genitourinarius (95% IK; 2-65 hari). Toksisitas radioterapi lebih tinggi pada subjek dengan IMT ³18 kg/m2 (p 0,378), pendidikan SMP ke bawah (p 0,065), pekerjaan usaha kecil/ibu rumah tangga (p 0,366), dan paparan rokok (p 0,027). Toksisitas muncul terutama pada CCRT dibandingkan dengan RT (75% vs 56%, p 0,265) dengan adanya korelasi kuat antara terjadinya kedua toksisitas (Sperman’s Rho 1,0 vs 0,264; p 0,006).

Kesimpulan:  Insidensi toksisitas radioterapi pada sistem gastrointestinal dan genitourinarius adalah 56% yang bersifat sementara dan tidak berat. Besar IMT, status ekonomi rendah, dan paparan rokok meningkatkan terjadinya toksisitas. Tindakan CCRT memiliki toksisitas lebih tinggi dibandingkan RT. 

Key Words: CCRT, RT, toksisitas gastrointestinal, toksisitas genitourinarius, faktor risiko toksisitas, kanker serviks


Background: Regardless the toxicity effect of radiotherapy (CCRT/RT) mainly to gastrointestinal and genitourinary system, there is no data of the toxicity in Indonesia.

Objective: Evaluate the incidence, degree, duration, and most frequent complaints, as well as the contributing risk factors. 

Methods: This retrospective cohort study was conducted on FIGO stage ≥IIB) cervical cancer, who underwent radiotherapy in 2018. Data were randomly collected from the Radiotherapy Department's medical records. 

Results: From 106 subjects, there was 58% toxicity. Of the 54% gastrointestinal toxicity, there are 45% grade 1 and 9% grade 2, with 34% complaint of nausea and vomiting, 34% diarrhea, 11% hematochezia, and 2% dyschezia. All of genitourinary toxicity was grade 1, with 86% complaint of dysuria and 14% hematuria. Toxicity occured on the 17th day (95% CI; 5-84 days) and disappeared in 15 days for gastrointestinal toxicity (95% IK; 5-65 days) and 13 days for genitourinary toxicity (95% IK; 2- 65 days). Toxicity was more exist in subjects with BMI ³18 kg/m2 (p 0.378), low education (p 0.065), entrepreneur/housewife (p 0.366), and cigarette exposure (p 0.027). Toxicity appeared mainly in CCRT compared to RT (75% vs 56%, p 0.265) with a strong correlation between the occurrence of the two toxicities (Sperman’s Rho 1.0 vs 0.264; p 0.006).

Conclusion: The incidence of radiotherapy toxicity in the gastrointestinal and genitourinary systems was 56%, which was temporary and light. Large BMI, low economic status, and cigarette exposure increased the incidence of toxicity. Toxicity of CCRT treatment would be greater that RT alone.

Key Words: CCRT, RT, gastrointestinal toxicity, genitourinary toxicity, risk factors for toxicity, cervical cancer

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Adinda Novianti
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker ovarium menjadi penyebab mortalitas yang tinggi pada wanita. Di Indonesia, kanker ovarium menempati urutan ketiga keganasan pada sistem reproduksi wanita dengan angka kejadian 4,27 dari 100.000 wanita. Di Indonesia, kejadian OCCC dari seluruh tipe histopatologi keganasan ovarium adalah 11-14%. Di Indonesia, belum ada penelitian yang membahas mengenai karakteristik klinikopatologi pasien OCCC. Hal ini disayangkan mengingat besarnya masalah yang mungkin terjadi pada pasien OCCC. Pertumbuhan OCCC yang lambat dan karakteristiknya yang tidak berespons dengan kemoterapi memerlukan tindakan operasi yang benar-benar bersih. Hal ini perlu dilakukan agar angka rekurensi dan komplikasi yang tinggi dapat diturunkan karena apabila terjadi rekurensi, maka dapat dicurigai pasien mengalami resistensi kemoterapi. Pentingnya pengetahuan mengenai karakteristik klinikopatologi OCCC diperlukan dalam hal diagnosis dan tatalaksana pasien. Oleh sebab itu penelitian ini bermaksud untuk memberikan gambaran lebih lanjut mengenai karakteristik klinikopatologi pasien OCCC yang berobat di RSUPN Ciptomangunkusumo.
Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik klinikopatologi pasien ovarian clear cell ovarium di Indonesia
Metode: Dari tahun 2010-2015, 80 pasien dengan ovarian clear cell carcinoma teridentifikasi melalui data rekam medis dan INASGO yang didapatkan dari pasien yang berobat di RS Cipto Mangunkusumo
Hasil: Rerata usia pasien OCCC adalah 53 tahun dengan jumlah paritas terbanyak adalah 0 (46,2%). Stadium IC sebanyak 46,2% dengan riwayat operasi complete surgical staging sebesar 71,25% dan sebanyak 55% pasien OCCC melakukan kemoterapi namun tidak komplit. Jenis kemoterapi yang sering digunakan adalah multiple drug CT-platinum analogue taxane compound full course completed sebesar 10 kasus (4.4%). Hasil patologi anatomi ditemukan metastasis paling banyak pada omentum sebesar 47,5%. Respons kemoterapi komplit ditemukan pada 47,5% kasus dan status pasien ditemukan paling banyak hidup dengan penyakit sebesar 47,5%.
Kesimpulan: OCCC paling banyak ditemukan pada usia 53 tahun dengan paritas paling banyak adalah 0. Stadium ditemukan paling banyak pada stadium awal yaitu IC dengan terapi yang dilakukan juga sejalan yaitu complete surgical staging. Sebanyak 55% pasien OCCC melakukan kemoterapi namun tidak komplit dengan regimen yang paling banyak digunakan adalah multiple drug CT-platinum analogue taxane compound full course completed. Diferensiasi histopatologi ditemukan paling banyak adalah poor or undifferentiated dan metastasis ditemukan paling banyak pada omentum. Ditemukan sebanyak 47,5% respon terapi komplit dan sebanyak 47,5% pasien hidup dengan penyakit. Sebagian besar hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan namun penelitian lanjutan tetap perlu dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan menggunakan data primer"
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Sekitar 6-7% kehamilan disertai trauma, yang berkontribusi menyebabkan kematian maternal hingga 46%, namun jarang dibicarakan karena bersifat non-obstetrik. Komplikasi maternal meliputi ketuban pecah, solusio plasenta, cedera organ intraabdomen, perdarahan, terminasi seksio sesarea, bahkan kematian. Morbiditas dan mortalitas janin bahkan dapat terjadi tanpa cedera signifikan pada ibu. Hingga saat ini, belum ada publikasi mengenai trauma pada kehamilan di Indonesia.

 

Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui profil trauma pada kehamilan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSUD Dok II Jayapura.

 

Metode: Penelitian bersifat deskriptif observasional. Semua ibu hamil dengan trauma yang memeriksakan dirinya ke RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUD Dok II tahun 2016-2018 dimasukkan sebagai subyek penelitian. Data demografis, obstetrik, karakteristik trauma, gejala dan temuan klinis, serta luaran ibu dan janin dianalisa secara deskriptif.

 

Hasil: Didapatkan 100 kasus trauma dari 7130 ibu hamil dalam penelitian ini. Berdasarkan ISS (Injury Severity Score), 76% subyek termasuk trauma derajat ringan, 20% derajat sedang, dan 4% derajat berat. Tiga mekanisme trauma terbanyak adalah jatuh (61%), kecelakaan lalu lintas (24%), dan kekerasan domestik (9%) dengan jenis trauma kontusio (82%) dan trauma superfisial (60%). Gejala klinis meliputi nyeri abdomen (60%), perdarahan pervaginam (13%), dan ketuban pecah (8%). Didapatkan 1 kasus syok, 2 kasus solusio plasenta, dan 2 kasus gawat janin. Luaran ibu baik, dengan 3% abortus, 3% seksio sesarea, 9% induksi pervaginam, dan 85% konservatif (di mana 91,8% kehamilan berhasil dipertahankan, 7,0% lahir prematur dan 1,2% abortus spontan). Luaran janin menunjukkan 1% lahir mati, 4% abortus, 10% lahir prematur, 7% lahir aterm, dan 78% konservatif.

 

Kesimpulan: Insidens trauma pada kehamilan pada penelitian ini sebesar 1.4%. Sebagian besar subyek termasuk kategori trauma derajat ringan (76%), disebabkan mekanisme jatuh (61%), dengan jenis trauma kontusio (82%) dan klinis nyeri abdomen (60%). Didapatkan 1% kasus syok, 2% solusio plasenta, 2% gawat janin, 4% abortus, dan 1% lahir mati, tanpa adanya mortalitas ibu. ISS (Injury Severity Score) dapat diterapkan untuk menilai derajat trauma ibu hamil, namun tidak menggambarkan luaran ibu maupun janin.


ABSTRACT
Background: Trauma complicates 6-7% pregnancies and causes up to 46% maternal deaths. Yet, it is rarely taken into consideration because of its non-obstetric origin. Maternal complications include membrane rupture, placental abruption, internal organ injury or hemorrhage, caesarean section termination, even maternal death. Fetal morbidity and mortality can even occur without significant maternal injuries. So far, there is no publication regarding trauma in pregnancy in Indonesia.

 

Objectives: This study aimed to determine the profile of trauma in pregnancy at RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta and RSUD Dok II Jayapura.

 

Methods: This was a descriptive observational study. All pregnant women with trauma went to RSUPN Cipto Mangunkusumo and RSUD Dok II during 2016-2018 were included. Demographic and obstetrics datas, trauma characteristics, clinical findings, and all maternal and fetal outcomes were analysed.

 

Results: Of all 7130 pregnant women included, there were 100 trauma cases. Using ISS (Injury Severity Score), 76% subjects had mild trauma, 20% moderate trauma, and 4% severe trauma. Three main trauma mechanisms were fall (61%), motor vehicle accidents (24%), and domestic assaults (9%), with contusion (82%) and superficial trauma (60%). Clinical symptoms included abdominal pain (60%), vaginal bleeding (13%), and water broke (8%). There were 1 hypovolemic shock and 2 placental abruption cases, with 2 fetuses showing fetal distress. Maternal outcomes were good; with 3% abortion, 3% caesarean-section, 9% vaginal induction, and 85% conservative cases (of which 91.8% managed to continue the pregnancy, 7.0% had preterm labor, and 1,2% had spontaneous abortion). Fetal outcomes showed 1% stillbirth, 4% abortion, 10% preterm birth, 7% term birth, and 78% conservative pregnancy.

 

Conclusions: Incidence of trauma in pregnancy in this study is 1.4%. Most subjects have mild trauma (76%), caused by fall (61%), presented mostly with contusion (82%) and abdominal pain (60%). We reported no maternal mortality, 1% hypovolemic shock, 2% placental abruption, 2% fetal distress, 4% abortion rate, and 1% stillbirth. ISS can be applied to assess maternal trauma degree, but does not represent maternal or fetal outcomes.

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Tanamas
"Latar Belakang : WHO melaporkan angka persalinan preterm mencapai 15 juta persalinan dan menyumbang kematian neonataus hingga 1 juta kasus. Berbagai faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus terkait ketuban pecah dini sudah banyak diteliti, namun hubungannya terhadap kematian neonatus belum konsisten di berbagai literature. Peneliti ingin meneliti hubungan faktor-faktor tersebut di RSCM.
Metode : Penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan rekam medis ibu dan neonatus yang mengalami kasus ketuban pecah dini preterm (<37 minggu) dari tahun 2013-2017 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Luaran neonatus yang dinilai adalah nilai APGAR menit ke-1 dan ke-5, Respiratory Distress Syndrome, sepsis neonatorum, dan kematian neonatus. Data dianalisis secara univariat dan multivariat.
Hasil : Terdapat 1336 kasus ketuban pecah dini preterm dalam periode 5 tahun, namun hanya 891 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Faktor utama yang terkait morbiditas dan mortalitas neonatus dengan kasus ketuban pecah dini adalah usia kehamilan, dimana usia <28 minggu memiliki RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 dan berat badan lahir <1000 gr memiliki RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Sepsis secara klinis meningkat risiko kematian neonatus RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Kesimpulan : Usia kehamilan yang semakin muda dan berat badan lahir yang semakin rendah meningkatkan risiko morbiditas dan kematian neonatus

Background :  WHO reported the rate of preterm labor are 15 million cases and contributed to 1 million neonatal death. Factors contributed to neonatal death in preterm premature rupture of membrane has been reported in many literatures, however the results are inconsistent. The Authors want to analyze factors contributing to neonatal death in RSCM
Method : This is a retrospective cohort using medical records of both mother and neonatal of preterm premature rupture of membrane from 2013-2017 in RSCM. Neonatal outcome analyzed in this study are minute-1 and minute-5 APGAR, respiratory distress syndrome, neonatal sepsis, and neonatal death. Data was analyzed with univariate and multivariate analysis.
Result : There was 1336 cases of preterm premature rupture of membrane during 5 years period. However, only 891 cases analyzed in this study. Main factors contributed to morbidity and mortality in preterm premature rupture of membrane are gestational age and birth weight, which gestational age <28 weeks has RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 and birth body weight <1000 gr has RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Clinically sepsis increases neonatal mortality RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Conclusion : Younger gestational age and lower birth weight increase the risk of neonatal morbidity and mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Halmaher Amili
"Latar belakang: Kanker ovarium menyumbang 152.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun. Apendik merupakan organ intraperitoneal yang rentan terhadap metastasis oleh kanker epitel ovarium. Penentuan keterlibatan apendik merupakan salah satu penentu surgical staging. Surgical staging yang optimal merupakan sebuah kunci untuk tatalaksana setelah operasi serta memperoleh prognosis yang baik, serta peningkatan respon tatalaksana kemoterapi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat keterlibatan apendiks pada pasien-pasien dengan kanker epitel ovarium di RSCM yang menjalani pembedahan primer.
Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kanker epitelial ovarium ke apendiks yang dilakukan pembedahan primer di RSCM
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan data rekam medis pasien kanker ovarium epitelial yang menjalani pembedahan primer dan apendiktomi pada bulan juli 2009-juli 2019 di RSCM Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi, dan dilakukan pengambilan data secara acak
Hasil: Didapatkan 80 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 80 subjek penelitian, dengan rerata usia 48 tahun. Sebanyak 43 subjek (53,8%) sebagai stadium I, 7 subjek (8,8%) sebagai stadium II, 30 subjek (37,5%) stadium III, dan tidak terdapat stadium IV (0%). Dari 80 subjek yang menjalani apendiktomi, didapatkan 8 subjek (10%) anak sebar ke apendiks, 19 subjek (23,8 %) apendisitis kronis, 53 subjek (66,3%) tidak terdapat anak sebar. Dari 8 subjek yang terdapat anak sebar ke apendik dengan temuan histologi 4 musinosum, 2 serosum, 2 endometroid. Sebanyak enam dari delapan subjek terdiagnosis pada stadium klinis stadium III dan dua lainnya pada stadium klinis satu. Dua subjek yang terdiagnosis dari stadium klinis satu memiliki temuan histologi musinosum.
Kesimpulan: Terdapat 10 persen pasien kanker epitelial ovarium yang dilakukan pembedahan primer di RSCM memiliki metastasis ke apendiks yang terbagi atas jenis musinosum, serosum, dan endometrioid. Oleh karena itu, apendektomi dapat dipertimbangkan dilakukan pada pembedahan baik stadium awal maupun stadium lanjut.

Background: Around 152,000 women were death every year because of ovarian cancer. Appendix is an intraperitoneal organ which prone to ovarian epithelial cancer metastasis. Appendix involvement is one of surgical staging scoring. Optimal surgical staging is one of key point to determine post operation treatment, accurate prognosis, and better chemotherapy response. This research was done to see appendix involvement from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Aim: To determine prevalence of metastasis to the appendix from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Method: This cross sectional study used ovarian epithelial cancer patient medical record which primary surgery and appendectomy were conducted on July 2009-July 2019 at RSCM. Inclusion and exclusion criteria were counted and consecutive random sampling were used. Result: Eighty subjects which were taken from inclusion and exclusion criteria has average age on 48 years old. Out of 80, 43 subjects (53.8%) were defined as stadium I patient, 7 subjects (8.8%) as stadium II, 30 subjects (37.5%) as stadium III, and none of them as stadium IV. Appendectomy were done and eight subjects (10%) has metastasis to the appendix. On the other hand, 19 subjects (23.8%) have chronic appendicitis and 53 subjects (66.3%) doesn't have metastasis to the appendix. From eight subjects which has appendix involvement, four were defined have mucinous histology, two serous, and two endometrioid. Six out of eight were diagnosed at clinical stadium III and two were diagnosed at stadium I. These two stadium I subjects has mucinous histology. Conclusion: There are 10 percent appendix metastases from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM which consist of mucinous, serous, and endometrioid histological types. Based on this research, appendectomy can be considered done on surgery whether in early or late stadium."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline
"Latar belakang: Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Ketersedian sarana yang terbatas pada pelayanan kesehatan mengharuskan diketahuinya faktor prediktor luaran maternal dan perinatal kasus hipertensi pada kehamilan.
Tujuan: Mengetahui faktor prediktor luaran buruk maternal dan perinatal pada kehamilan dengan hipertensi.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain potong lintang pada ibu hamil dengan hipertensi yang melahirkan di RSUP Persahabatan periode Januari 2014 hingga Desember 2018. Pengambilan sampel secara total sampling. Usia ibu, usia hamil, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, kadar asam urat, kadar platelet, kadar SGOT, kadar SGPT, kadar ureum, kadar kreatinin, kadar LDH, dan kadar albumin merupakan variabel bebas berskala kategorik yang diperoleh dari rekam medik. Variabel terikat adalah luaran buruk maternal yaitu eklamsia, sindrom HELLP dan edema pulmonal. Sedangkan luaran buruk perinatal yaitu kelahiran preterm, skor APGAR <7, dan kecil masa kehamilan. Pasien dengan perubahan pada variabel independen akibat kondisi lainnya dieksklusi dari penelitian.
Hasil: Didapatkan sebanyak 631 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Faktor prediktor luaran buruk secara umum adalah kadar albumin < 3,2 g/dL (p = 0,038 OR = 1,43 IK95% 1,02 – 2,01), faktor prediktor luaran buruk perinatal adalah kadar albumin < 3,2 g/dL (p = 0,025 OR 1,48 IK95% 1,05 – 2,07) dan kadar ureum > 11 mg/dL (p = 0,041 OR 1,45 IK95% 1,01 – 2,0), dan faktor prediktor luaran buruk maternal adalah kadar albumin < 3,2 g/dL (p = 0,046 OR 2,26 IK95% 1,02 – 5,06).
Simpulan: Albumin merupakan faktor prediktor independen terjadinya luaran buruk maternal dan/atau perinatal pada kasus hipertensi pada kehamilan.

Background: Hypertension in pregnancy is one of the main causes of morbidity and mortality in pregnancy and childbirth. Limited resources in health centers make it necessary to know the most important predictors of maternal and/or perinatal outcomes in pregnancy with hypertension.
Aim: This study aims to determine the predictors for adverse maternal and/or perinatal outcomes in pregnancy with hypertension.
Method: This is a cross-sectional observational-analytic study whose subjects are pregnant women who gave birth at Persahabatan General Hospital in January 2014 until December 2018. Data of maternal age, pregnant age, systolic and diastolic blood pressure, uric acid, platelet, SGOT, SGPT, ureum, creatinine, LDH, and albumin levels are independent variables retrieved by medical records. Maternal adverse outcomes in this study were eclampsia, HELLP syndrome, and pulmonary edema, while perinatal adverse outcomes were preterm birth, APGAR score <7, and small-for-gestasional-age infant. Patients with documented changes in the independent variables because of other problems were excluded from the study.
Result: Data collected were categorized and analyzed using bivariate and multivariate analysis. There were 631 subjects met the subject criteria. Predictor(s) for general adverse outcomes is albumin levels <3.2 g/dL (p=0.038 OR=1.43 IK95% 1.02 – 2.01), for perinatal outcomes are albumin levels <3.2 g/dL (p=0.025 OR=1.48 IK95% 1.05 – 2.07) and ureum levels > 11 mg/dL (p = 0.041 OR=1.45 IK95% 1.01 – 2.0), and for maternal outcomes is albumin level <3.2 g / dL (p = 0.046 OR=2.26 IK95% 1.02 – 5.06).
Conclusion: Albumin is an independent predictive factor for adverse maternal and/or perinatal outcome in pregnancy complicated by hypertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tahfizul Ramadhani
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui distribusi hasil uji DNA HPV pada populasi serviks normal dengan hasil IVA negativ di Jakarta. Metode: Studi deskriptif, retrospektif, consecutive sampling. Data penelitian diambil dari rekam medis pasien di Poliklinik Ginekologi, Kolposkopi, dan Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Puskesmas, dan fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk pada See and Treat Female Cancer Program (FCP) di Jakarta, dan di Poliklinik Women s Health Center (WHC) Kencana RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil: 1210 subjek, prevalensi infeksi HPV pada IVA negatif sebesar 4,4. Prevalensi HPV positif dihubungkan dengan jumlah pernikahan (satu kali vs lebih dari satu kali) 94,3% vs 5,7%; awitan berhubungan seksual dini (<20 tahun vs ≥20 tahun) 20,8% vs 79,2%; kebiasaan merokok (ya vs tidak) 5,7% vs 94,3%. Kesimpulan: IVA merupakan metode yang memiliki akurasi yang baik, sehingga hasil penelitian ini memperkuat rekomendasi bahwa IVA dapat dijadikan metode skrining di Indonesia. Perlu diberikan perhatian khusus agar metode ini dapat dijadikan metode skrining pada praktik klinik sehari-hari, dalam bentuk penggiatan pelatihan secara periodik dan pengayaan praktik.

ABSTRACT
Objective: To investigate the distribution of HPV DNA result in normal cervical population with negative VIA result in Jakarta. Methods: Descriptive study, retrospective, consecutive sampling. Study data was taken from patient s medical record in gynecology, colposcopy, and gynecology oncology polyclinic of obstetrics and gynecology department Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta, public health center, and other health facilities which were appointed at See and Treat Female Cancer Program (FCP) in Jakarta, and Women s Health Center (WHC) Kencana Polyclinic in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Results: 1210 subjects, 4,4% HPV infection prevalence on negative VIA. Positive HPV prevalence associated with number of marriage (once vs more than once) was 94,3% vs 5,7%; onset of sexual intercourse (< 20-year-old vs ≥ 20-year-old) was 20,8% vs 79,2%; smoking habits (yes vs no) was 5,7% vs 94,3%. Conclusion: VIA is one of the methods with good accuracy, therefore this study result reinforces the recommendation that VIA can be used as a screening method in Indonesia. A special attention is needed in order for this method to become screening method on daily practice, in the form of periodic training activities and enrichment practices."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ganot Sumulyo
"Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan salah satu keganasan dengan kematian tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Seringkali pasien dating dengan stadium lanjut dan memerlukan penanganan segera. Akan tetapi, terdapat berbagai penyebab terjadinya pemanjangan waktu tunggu operasi. Hal ini mungkin dapat menyebabkan perburukan klinis saat dilakukan tindakan operatif pada pasien.
Tujuan: Menentukan hubungan antara lama waktu tunggu operasi dengan perburukan klinis pada pasien kanker ovarium stadium lanjut.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia pada Januari 2019 hingga Juni 2019. Pasien kanker ovarium stadium lanjut yang dilakukan tindakan operatif diikutsertakan pada penelitian. Pasien yang terbukti tidak memiliki kanker ovarium stadium lanjut pada pemeriksaan histopatologi atau memiliki penyakit komorbiditas berat lainnya dieksklusi dari penelitian. Karakteristik dasar, waktu tunggu, status performa berdasarkan ECOG score, kadar haemoglobin dan albumin dasar, status nyeri, dan indeks massa tubuh dikumpulkan dan dilakukan analisis secara statistik.
Hasil: Didapatkan 90 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Didapatkan 25,6% subyek mengalami perburukan status performa, 11,1% mengalami perburukan haemoglobin, 61,1% mengalami perburukan albumin, 14,4% mengalami perburukan nyeri, 32,2% mengalami perburukan indeks massa tubuh, dan 77,8% mengalami perburukan klinis. Didapatkan nilai cutoff 73 hari untuk menentukan pemanjangan waktu tunggu operasi.
Kesimpulan Terdapat hubungan bermakna antara waktu tunggu terapi dengan perburukan klinis pasien kanker ovarium stadium lanjut.

Background: Ovarian cancer is one of the highest fatalities for cancer in women worldwide. Patients often come in an advanced stage and require immediate treatment. However, there are various causes for the extension of the waiting time for surgery. This might cause clinical deterioration during the operation.
Objective: To determine the relationship between the length of time waiting for surgery and clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
Methods: A retrospective cohort study conducted at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia from January 2019 to June 2019. Patients with advanced stages of ovarian cancer who performed operative measures were included in the study. Patients who were proven not having advanced ovarian cancer on histopathological examination or had other severe comorbidities were excluded from the study. Baseline characteristics, waiting time, performance status based on ECOG score, haemoglobin and albumin levels, pain status, and body mass index were collected and analyzed statistically.
Results: There were 90 study subjects who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. A total of 25.6% of subjects experienced a worsening of performance status, 11.1% experienced worsening of hemoglobin, 61.1% experienced worsening of albumin, 14.4% experienced worsening pain, 32.2% experienced a worsening of body mass index, and 77.8% experiencing clinical deterioration. A cutoff value of 73 days is obtained in order to determine the lengthening of the operating waiting time.
Conclusion There is a significant relationship between the waiting time of therapy with clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandhy Prayudhana
"Tujuan : Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar serum petanda biologik: Interleukin-6, Tumor Necrosis Factor-alpha, Matrix-Metalloproteinase-2 Dan Vascular Endothelial Growth Factor pada endometriosis stadium I-II dan stadium III-IV.
Metode : Empat puluh pasien endometriosis yang terdiagnosis berdasarkan laparoskopi diambil sampel serum sebelum operasi untuk pemeriksaan petanda biologik. Pemeriksaan petanda biologik dilakukan di akhir penelitian dengan cara ELISA. Rerata dari kadar serum dilakukan uji T tidak berpasangan. Variabel yang terdapat perbedaan bermakna dilakukan pemeriksaan ROC dan ditentukan titik potong optimal.
Hasil : Rerata kadar serum petanda biologik: IL-6, TNF-a, MMP-2 dan VEGF pada subjek dengan stadium endometriosis I-II dan III-IV adalah [1,39 vs 1,33] pg/ml (p>0,05); [1,5 ±0,47 vs 1,49±0,29] pg/ml (p>0,05); [152,04 ± 27,32 vs 140,98 ± 28,08] ng/ml (p>0,05) dan [238,78 vs 426,57] pg/ml (p<0,05). Perbedaan rerata VEGF memiliki nilai AUC 74,5%. Titik potong optimal VEGF ≥ 323,95 pg/ml dengan sensitivitas 71,4% dan spesifisitas 69,2%.
Kesimpulan : Kadar serum IL-6, TNF-a dan MMP-2 tidak berbeda bermakna pada perempuan endometriosis stadium I-II dan stadium III-IV. Hanya kadar VEGF yang memiliki perbedaan rerata yang bermakna.

Purpose : The focus of this study is to compare serum biomarkers of : interleukin-6, tumor necrosis factor-alpha, matrix-metalloproteinase-2 and vascular endothelial growth factor in endometriosis stage I-II and stage III-IV.
Method : Forty endometriosis patient was diagnosed by laparoscopy. Serum sample was taken before the surgery. The serum biomarkers were analyzed with ELISA method at the end of research. Mean of serum biomarkers were tested with unpaired T test. Variable that had significant mean different was thorough ROC measurement and determined the optimal cut of point.
Result : Mean serum biomarkers level of IL-6, TNF-a, MMP-2 and VEGF of endometriosis stage I-II and stage III-IV were [1,39 vs 1,33] pg/ml (p>0,05); [1,5 ±0,47 vs 1,49±0,29] pg/ml (p>0,05); [152,04 ± 27,32 vs 140,98 ± 28,08] ng/ml (p>0,05) and [238,78 vs 426,57] pg/ml (p<0,05). Mean different of VEGF have AUC 74,5%. Optimal cut of point for VEGF ≥ 323,95 pg/ml with sensitivity 71,4% and spesificity 69,2%.
Conclusion : Mean serum level of IL-6, TNF-a and MMP-2 are not different between endometriosis stage I-II and stage III-IV. Only VEGF has significant mean different.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>