Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
Khansa Muti
"Dalam pembuatan akta jual beli tanah, harus mematuhi ketentuan hukum tanah nasional dan peraturan perundang-undangan yang mengatur seperti syarat dan prosedur pembuatan akta jual beli yang didalamnya harus terdapat objek tanah dengan sebab yang halal guna menghindari adanya unsur melawan hukum. Pemilik tanah tidak memberikan persetujuan dalam pembuatan akta jual beli dan tidak mengetahui bahwa tanahnya telah dialihkan kepada pihak lain. Hal ini terjadi karena adanya dugaan pemalsuan surat kuasa oleh asisten Pejabat Pembuat Akta Tanah, kemudian sertipikat tanah diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah lain, dan selanjutnya tanah tersebut diagunkan kepada bank, sehingga telah menimbulkan kecacatan hukum dalam aktanya. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah proses pembuatan akta jual beli yang mengandung unsur melawan hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 559 K/PDT/2021 dan akibat hukum terhadap pemberian kredit oleh bank atas dasar akta jual beli yang mengandung unsur melawan hukum. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian eksplanatoris dan menggunakan data sekunder. Hasil analisa tesis ini menunjukkan adanya proses pembuatan akta jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang mengandung unsur melawan hukum dengan tidak adanya kesesuaian dalam proses pembuatan akta jual beli menurut hukum tanah nasional. Akibat hukum dari pemberian kredit oleh bank SCD yang tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian dan didasarkan pada akta jual beli yang melawan hukum, mengakibatkan sertipikat tanah dikembalikan pada keadaan semula sehingga hak tanggungan menjadi hapus, dan bank harus meminta kepada debitur untuk melakukan penukaran objek jaminan kredit lainnya.
In making a land sales and purchase deed, it indeed must comply with the provisions of national land law and legislation that regulate such as the terms and procedures for making a deed of sales and purchase in which there must be a land object with a lawful cause in order to avoid any unlawful elements. The land owner did not approve the making of the deed of sale and purchase and did not aware that the land had been transferred to another party. This happened with an allegation of forgery in power of attorney by the land deed official assistant, then given to other land deed official, also the land is collateralized to the bank, causing legal defects in the deed. The problem of this research is the process of making the deed of sales and purchase which contains unlawful elements based on the decision of the Supreme Court Number 559 K/PDT/2021 and the implementation of credit by the bank on the basis of a deed of sales and purchase which contains unlawful elements. This research uses normative juridical, with explanatory analysis typology and uses secondary data. The analysis result of this thesis showed that there is a process of making the sales and purchase deed by land deed official which contained unlawful elements with no conformity in the process of making the sale and purchase deed according to national land law. The legal effect of the granting of credit by the SCD bank that do not fulfill the objective requirements of the validity of the agreement and based on unlawful deed of sale and purchase, resulting in the land certificate being returned to its original condition so that the right of liability is eliminated, and the bank had to ask the debtor to exchange another credit guarantee object."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Angelia Mariani Santoso
"Pelelangan eksekusi hak tanggungan seharusnya dilaksanakan berdasarkan hak penerima hak tanggungan peringkat pertama yang terdapat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) yang berkekuatan hukum (parate eksekusi). Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 988/K/Pdt/2022, APHT yang menjadi dasar pelelangan dibuat secara melawan hukum karena pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungannya tidak dihadiri oleh pemberi hak tanggungan sehingga menjadi batal demi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum dari pelelangan yang dilakukan berdasarkan APHT yang dibuat setelah debitur meninggal dunia dan mengenai perlindungan hukum bagi kreditur pasca batalnya lelang eksekusi hak tanggungan ketika debitur wanprestasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa APHT yang dibuat setelah debitur meninggal dunia bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sehingga menjadi batal demi hukum dan mengakibatkan batal demi hukumnya pelelangan dan peralihan atas objek hak tanggungan. Sedangkan perlindungan hukum bagi kreditur pasca batalnya lelang eksekusi hak tanggungan ketika debitur wanprestasi adalah dengan menyatakan seluruh isi perjanjian kredit harus dilaksanakan dan dapat mengajukan gugatan wanprestasi untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga kepada ahli waris debitur. Maka dari itu, pembuatan APHT setelah debitur meninggal dunia tidak cukup hanya dengan janji dalam perjanjian kredit sehingga pertimbangan hakim tidak tepat.
Execution of mortgage rights should be held by the first holder’s right (parate execution) contained in the legally enforceable deed of grant of mortgage (“APHT”). On the Supreme Court Decision Number 988/K/Pdt/2022, the APHT that used for the auction was made against the law because the power of attnorney was made without the presence of the mortgagee thus becoming null and void. This research aims to analyze the consequences of the auction held based on APHT made after the debtor’s death and regarding legal protection for creditors after the execution of mortgage rights was declared null and void in the event of the mortgagee’s default. This research is a doctrinal legal approach with explanatory research typology that used secondary data obtained through literature study. The data was analyzed qualitatively. Based on this research, it was found that APHT made after the debtor’s death was against Article 15 paragraph (1) Law No. 4 year 1996 on Mortgage Right hence it becomes null and void, resulting the auction and the object of mortgage’s transfer to be null and void as well. Meanwhile, the legal protection that could be taken by the creditors after the execution of mortgage rights was declared null and void in the event of the mortgagee’s default are by stating that all contents of the credit agreement must be implemented and by filing a default lawsuit to the debtor’s heirs to get compensation for losses and interest. The conclusion is the pledge from the credit agreement was not sufficient to be used as a basis to make APHT after the debtor’s death, so the judges’ judgement was not precise."
Lengkap +
Depok:
2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Jayaputeri
"Saksi menurut Pasal 164 HIR semestinya melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum. Namun dalam kenyataannya, saksi yang tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum dapat memberikan kesaksian di hadapan pengadilan dan diterima kesaksiannya oleh majelis hakim. Dalam kenyataannya, saksi yang tidak mengalami, melihat, mendengar secara langsung dalam putusan a quo dibenarkan sebagai alat bukti saksi yang meyakini hakim bahwa transaksi jual beli tanah telah dilakukan hingga menimbulkan pertanyaan tentang pemenuhan asas terang dan tunai sebagai persyaratan jual beli tanah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian dilakukan dengan mengkaji kedudukan saksi perkara jual beli tanah untuk mengetahui hak dan kewajiban saksi serta menganalisa fungsi saksi guna memenuhi asas terang dan tunai dalam jual beli tanah, serta mengapa hakim perkara a quo tidak mempertimbangkan menghadirkan saksi instrumenter dalam proses pembuktian. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kedudukan Saksi TY dalam proses pembuktian jual beli tanah perkara a quo adalah permulaan pembuktian saja. Saksi TY dalam kapasitasnya memberi kesaksian memiliki hak dan kewajiban sebagai saksi. Diketahui juga bahwa belum ada ketentuan mengenai unsur yang harus dicapai asas terang dan tunai dalam jual beli tanah sesuai hukum tanah nasional. Namun, dapat diketahui bahwa sekurang-kurangnya sifat kontan/terang dalam hukum adat mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan itu nyata, suatu perbuatan itu simbolis, suatu perbuatan itu telah selesai seketika itu juga. Dalam kasus a quo, AJB 45/2021 dibuat di hadapan notaris/PPAT HH, S.H. telah memenuhi unsur kontan, di mana perbuatannya nyata dilaksanakan di hadapan pejabat umum. Asas tunai yang diformulasikan dari prinsip konkret atau visual tidak terpenuhi dalam perkara a quo karena hubungan jual beli tidak dapat dianggap terjadi karena tidak ada ikatan yang dapat dilihat atau alat bukti tertulisnya, walaupun ada saksi YT yang menyatakan bahwa dirinya hanya mengantarkan sekretaris Tn. JK ke notaris dengan membawa uang Rp700.000.000,- untuk penyerahan uang tanpa alasan-alasan lebih lanjut. Majelis hakim gagal untuk mengidentifikasi bahwa terdapat saksi akta dalam AJB 45/2015 yang seharusnya menyaksikan pembuatan AJB 45/2015 yang menyatakan kepada siapa uang tersebut diserahkan.
Witnesses according to Article 164 HIR should see, hear and experience a legal event themselves. However, in reality, witnesses who have not seen, heard or experienced a legal event themselves can testify before the court and have their testimony accepted by the panel of judges. In reality, witnesses who have not experienced, seen or heard directly in the said case are justified as evidence for witnesses who believe the judge that a land sale and purchase transaction has been carried out, raising questions about the fulfillment of the principle of light and cash. as a condition of buying and selling land. By using doctrinal research methods, research is conducted by examining the position of the witness in a land sale and purchase case is to find out the rights and obligations of the witness and to analyze the function of the witness in order to fulfill the principles of light and cash in land buying and selling, and in this case why the judge in the said case did not consider presenting an instrumental witness in the evidentiary process. The results of the research show that the position of Witness TY in the process of proving the sale and purchase of land in the a quo case is just the beginning of proof. Witness TY in his capacity to testify has rights and obligations as a witness. It is also known that there are no provisions regarding the elements that must be achieved when applying the clear and cash principles in a land sale and purchase in accordance with national land law. However, it can be seen that at least the direct/bright character in customary law implies that an action is real, an action is symbolic, an action is completed instantly. In the a quo case, AJB 45/2021 was made before a notary/PPAT HH, S.H. has fulfilled the cash element, in which the actual action was carried out before a public official. The principle of cash, which was formulated from concrete or visual principles, was not fulfilled in the a quo case because the sale and purchase relationship could not be assumed to have taken place because there were no visible ties or written evidence, even though there was witness YT who stated that he only accompanied Mr. JK to the notary with Rp. 700,000,000 to hand-over the money without further reasons. The panel of judges failed to identify that there were deed witnesses in AJB 45/2015 who should have witnessed the making of AJB 45/2015 which stated to whom the money was handed over."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andika Prayoga
"Pelanggaran Kode Etik artinya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT terhadap etika profesinya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang telah disusun secara tertulis dan mengikat, serta wajib ditaati oleh segenap anggota perkumpulan IPPAT dan dapat dikenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Penyelesaian pelanggaran kode etik dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan dan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT berdasarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT. Dalam Pasal 4 huruf n Kode Etik IPPAT, ada larangan etis bagi PPAT yang menahan berkas seseorang dengan maksud untuk memaksa orang itu agar membuat akta pada PPAT yang menahan berkas tersebut. Salah satu contoh kasus PPAT D yang melanggar ketentuan Pasal tersebut dikarenakan adanya kekurangan pembayaran. Berkaitan dengan kasus posisi dalam penelitian, maka penelitian ini membahas mengenai penyelesaian pelanggaran dan penjatuhan sanksi oleh PPAT yang melanggar ketentuan Kode Etik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan sekunder. Tipe penelitian yang digunakan bersifat eksplanatoris. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara atau interview. Hasil penelitian adalah pelanggaran PPAT terhadap penahanan sertipikat harus jelas kedudukannya dan menjelaskan secara rinci dan tertulis mengenai biaya-biaya jasanya. PPAT sebagai pejabat umum harus menerapkan segala aturan yang melekat dalam jabatannya dan dalam menjalankan jabatannya harus didasari dengan rasa penuh tanggung jawab dan jujur dan tidak melakukan pelanggaran dalam melaksanakan jabatannya.
Violation of the Code of Ethics means violations committed by PPAT against professional ethics as regulated in laws and regulations and the Code of Ethics for the Association of Land Deed Officials which have been compiled in writing and are binding, and must be obeyed by all members of the IPPAT association and may be subject to sanctions for those who violate these provisions. Settlement of violations of the code of ethics is carried out by the Honorary Council and the PPAT Supervisory and Supervisory Council based on the form of the violation committed by the PPAT. In Article 4 letter n of the IPPAT Code of Ethics, there is an ethical prohibition for PPAT withholding a person's file with the intention of forcing that person to make a deed to the PPAT holding the file. One example is the case of PPAT D which violates the provisions of the article due to a lack of payment. In relation to the case of the position in the research, it will be discussed regarding the settlement of violations and the imposition of sanctions by PPAT who violate the provisions of the Code of Ethics. The research method used is normative juridical which is carried out by tracing secondary materials. The type of research used is explanatory. Data collection techniques are carried out by literature studies, observations or observations, and interviews or interviews. The result of the research is that the PPAT violation against the detention of the certificate must be clearly positioned and explain in detail and in writing about the fees for its services. PPAT as a public official must apply all the rules inherent in his position and in carrying out his position must be based on a full sense of responsibility and honesty and do not commit violations in carrying out his position."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Syarief Nurhidayat
"Jual beli tanah di bawah tangan menggunakan Surat Pernyatan Bersama jual beli tanah mempunyai kendala dalam hal proses pendaftaran peralihan hak, dikarenakan dasar beralihnya bukan merupakan Akta Autentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga tidak dapat melakukan pencatatan perubahan data yang disebabkan oleh jual beli tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dengan adanya permasalahan tersebut maka permasalahan pokok yang dianalisis adalah kekuatan hukum Surat Pernyataan Bersama jual beli tanah dan Akibat hukum yang ditimbulkan pada peralihan hak atas tanah yang disebabkan oleh Putusan Pengadilan, untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat eksplanatoris, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, metode yang digunakan dalam analisis data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan kekuatan hukum Surat Pernyataan Bersama jual beli tanah ialah tidak kuat atau belum sempurna dan menjelaskan Akibat hukum yang ditimbulkan pada peralihan hak atas tanah yang disebabkan oleh Putusan Pengadilan ialah dapat melakukan proses pencatatan perubahan data tanah.
The sale and purchase of land under the hands using a Joint Statement Letter of buying and selling land has problems in the registration process for the transfer of rights, because the basis for the transfer is not an Authentic Deed made by the Land Deed Making Officer so that it cannot record changes in data caused by the sale and purchase of land in accordance with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, with these problems, the main problems analyzed are the legal force of the Joint Statement on the sale and purchase of land and the legal consequences arising from the transfer of land rights caused by Court Decisions, to answer these problems the method is used normative juridical research conducted by tracing primary legal materials and secondary legal materials, the type of research used is explanatory research, data collection techniques are carried out by means of library research, the method used in data analysis using qualitative methods. The results of this study explain that the legal force of the Joint Statement on the sale and purchase of land is not strong or not perfect and explains the legal consequences of the transfer of land rights caused by the Court's Decision is to be able to carry out the process of recording changes to land data."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tika Melina
"Pemberian Hak Tanggungan harus dilakukan oleh orang yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah. Apabila terdapat keterangan palsu yang dilakukan oleh para pihak seharusnya perjanjian dapat dibatalkan. Notaris/PPAT perlu memastikan data yang diberikan oleh para pihak adalah benar dan sesuai dengan yang menghadap. Kebenaran identitas penghadap dilihat dari KTP asli yang dibawa oleh penghadap. Sama halnya dengan sertipikat tanah yang harus diperlihatkan adalah asli sertipikat. Dokumen asli yang diberikan oleh para penghadap merupakan bentuk kewajiban Notaris/PPAT untuk memastikan kebenaran formil. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian berbentuk preskriptif yang merupakan penelitian dengan memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah Hak Tanggungan tetap berlaku dengan adanya cacat hukum didalamnya. Cacat hukum tersebut berupa keterangan palsu yang dikategorikan sebagai penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Akibatnya, keterangan palsu tersebut melanggar syarat subjektif Pasal 1320 KUHPerdata dan terhadap kedudukan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang beritikad baik dan harus dilindungi telah melaksanakan prestasinya dan berhak menerima jaminan yang diberikan oleh debitur sebagai hak tanggungan.
The granting of Mortgage Rights must be carried out by a person who is authorized to carry out legal actions regarding land rights. If there are false statements made by the parties, the agreement should be cancelled. The Notary/PPAT needs to ensure that the data provided by the parties is correct and in accordance with those appearing. The truth of the person's identity is seen from the original KTP brought by the person. Likewise, the land certificate must be shown to be the original certificate. The original documents provided by the presenters are a form of Notary/PPAT's obligation to ensure formal correctness. The research method used is doctrinal with a prescriptive research typology which is research that provides solutions to solve the problem, the data used is secondary data. The results of this research are that mortgage rights remain valid even if there are legal defects in them. This legal defect is in the form of false information which is categorized as fraud as intended in Article 1321 of the Civil Code. As a result, this false statement violates the subjective requirements of Article 1320 of the Civil Code and the creditor's position as a mortgage right holder who has good faith and must be protected by carrying out his achievements and has the right to receive the guarantee provided by the debtor as a mortgage right."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Daniela Patricia
"Ketentuan tentang blokir sertipikat tanah tersebar di beberapa peraturan perundan-undangan sehingga seringkali memunculkan ketidakpastian hukum pada saat terjadi sengketa yang penyelesaiannya membutuhkan kejelasan terkait kepemilikan hak atas tanah. Perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah, seperti dalam jual beli, membutuhkan peran yang sangat penting dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan akta autentik. Dalam kenyataannya jual beli sebagai salah satu mekanisme peralihan hak atas tanah dapat memicu terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, diantaranya PPAT yang membuat akta jual beli itu sendiri, karena terjadinya pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Kasus semacam itu ditemukan di Kota Denpasar Provinsi Bali. Oleh karena itu penelitian doktrinal ini dimaksudkan untuk menganalisis pengajuan blokir sertipikat tanah yang dibutuhkan untuk menciptakan kepastian hukum. Selain itu juga menganalisis akibat hukum bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memproses transaksi peralihan hak atas tanah yang sertipikat tanahnya sedang diblokir. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, selanjutnya diperkuat dengan wawancara terhadap informan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang didapatkan, dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa pengajuan blokir sertipikat tanah yang ada pada saat ini belum memberikan kepastian hukum karena ketidakjelasan ketentuan yang dipergunakan sebagai dasar hukum dilakukannya pemblokiran. Untuk itu semestinya dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai pengaturan tentang pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Adapun terkait akibat hukum bagi PPAT yang memproses peralihan hak atas tanah yang sertipikatnya diblokir adalah dapat dikenakannya sanksi administrasi berupa pemberhenttian oleh menteri. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa PPAT semestinya lebih berhati-hati ketika melakukan verifikasi terhadap identitas para pihak secara teliti serta mengecek dengan benar status hak atas tanah.
The provisions regarding the blocking of land certificates are scattered across several legislative regulations, often causing legal uncertainty during disputes that require clarity regarding land ownership rights. Legal actions to transfer land rights, such as in sales transactions, heavily rely on the crucial role of the Land Deed Official (PPAT) in creating authentic deeds. In practice, sales transactions, as a mechanism for transferring land rights, can lead to losses for third parties, including PPATs who create the sale-purchase deeds themselves, due to the blocking of land certificates. Cases of this nature have been found in Denpasar City, Bali Province. Therefore, this doctrinal research aims to analyze the application of land certificate blocking needed to create legal certainty. Additionally, it examines the legal consequences for PPATs processing land rights transfers when the land certificates are blocked. Secondary data obtained through literature studies are further supported by interviews with relevant informants on the researched issues. The gathered data is subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be explained that the current application of land certificate blocking does not provide legal certainty due to the ambiguity of the legal provisions used as the basis for blocking. Therefore, it is necessary to synchronize and harmonize various regulations concerning the blocking of land certificates. Regarding the legal consequences for PPATs processing land rights transfers with blocked certificates, administrative sanctions such as dismissal by the minister may be imposed. Thus, it can be affirmed that PPATs should exercise greater caution when verifying the identities of parties meticulously and accurately checking the status of land rights."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bima Shazi Rajendra Kirana
"Notaris dan pelaksana jabatan notaris seperti notaris pengganti dalam menyusun akta pernyataan keputusan rapat seharusnya mengonstatir dokumen dan keterangan yang disampaikan oleh penghadap. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembatalan akta pernyataan keputusan rapat oleh putusan pengadilan akibat tidak terpenuhinya prosedur formil dalam rapat pembina yayasan mengenai perubahan organ yayasan yang seharusnya dapat diketahui oleh notaris atau notaris pengganti dengan mengonstatir dokumen dan keterangan yang disampaikan oleh penghadap. Salah satu sengketa dalam pembatalan akta pernyataan keputusan rapat pembina yayasan terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 532 K/PDT/2020. Penelitian ini menganalisis tanggung jawab atas tindakan organ yayasan yang diangkat berdasarkan akta pernyataan keputusan rapat nomor 12 tahun 2016 yang dibuat oleh notaris pengganti dan kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 532 K/PDT/2020 dan tanggung jawab notaris pengganti sebagai pembuat akta pernyataan keputusan rapat yang dibatalkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 532 K/PDT/2020. Metode penelitian ini adalah doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah organ yayasan dapat dikenakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan dan putusan hakim. Notaris Pengganti yang membuat akta pernyataan keputusan rapat tanpa mengonstatir terlebih dahulu dokumen pelengkap dengan anggaran dasar yayasan dapat dikenakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan. Notaris atau pelaksana jabatan notaris seharusnya menolak untuk membuat akta pernyataan keputusan rapat apabila tata cara rapat pembina yayasan tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar.
Notaries and acting notaries such as substitute notaries in drafting the deed of statement of meeting decisions should keep the documents and information submitted by the witness. This is to prevent the cancellation of the deed of statement of the meeting decision by the court decision due to the non-fulfillment of formal procedures in the foundation trustee meeting regarding changes in the foundation organs that should be known by a notary or a substitute notary by stating the documents and information submitted by the witness. One of the disputes in the cancellation of the deed of statement of decision of the foundation board of trustees meeting occurred in the Supreme Court Decision Number 532 K/PDT/2020. This study analyzes the responsibility for the actions of the foundation's organs appointed based on the deed of statement of meeting decision number 12 of 2016 made by the substitute notary and then canceled by the Supreme Court Decision Number 532 K/PDT/2020 and the responsibility of the substitute notary as the maker of the deed of statement of the meeting decision which was canceled in the Supreme Court Decision Number 532 K/PDT/2020. This research method is doctrinal with an explanatory research typology that uses document studies. The result of this study is that the foundation organ can be subject to administrative, civil, and criminal responsibilities derived from the provisions of the law and the judge's decision. A substitute notary who makes a deed of statement of meeting decisions without first registering the supporting documents with the foundation's articles of association may be subject to administrative, civil, and criminal liability derived from the provisions of the law. The notary or the acting notary should refuse to make a deed of statement of the decision of the meeting if the procedures for the foundation trustee meeting are not in accordance with the provisions stipulated in the articles of association."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas KI melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektualm yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas KI, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas KI.
As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium and contributing to the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law no. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law no. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Karina Gani
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian sewa menyewa gudang yang dilaksanakan secara lisan yang terjadi di Kota Mempawah. Melakukan perjanjian secara lisan merupakan kebiasaan masyarakat di daerah tersebut dikarenakan mereka mengutamakan kepercayaan terhadap sesamanya. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah legalitas dan pembuktian dari perjanjian sewa menyewa gudang yang dilakukan secara lisan, implikasi hukum terhadap status keberadaan barang milik tergugat yang masih berada di gudang meskipun telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar uang sewa, dan perlindungan hukum seperti apa yang dapat diberikan kepada para pihak. Dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding perjanjian lisan tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak dapat dibuktikan. Kemudian dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2368 K/Pdt/2019, barulah perjanjiian lisan tersebut dinyatakan sah dan tergugat dinyatakan wanprestasi. Bentuk penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode kualitatif serta bersifat eksplanatoris. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perjanjian secara lisan berdasarkan konsep hukum perjanjian yang dianut oleh Indonesia memang sah dan mengikat begitu ada kata sepakat sehingga perjanjian lisan dalam kasus tersebut dapat dikatakan sah. Sedangkan mengenai status keberadaan barang milik tergugat yang masih berada di dalam gudang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk meminimalisir kasus seperti ini terulang, seharusnya perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis agar dapat lebih mudah dibuktikan.
This Thesis discusses a verbal warehouse lease agreement that took place in the City of Mempawah. Business practice by using verbal agreement is a customary to the people of Mempawah because they prioritize trust within each other. The issues discussed in this thesis are the legality and proof of the verbal agreement, the legal implication of the defendant's property state which are still in the warehouse even though they are not paying rent, and lastly, what legal protection can be given to the parties. The party who got sued on the basis of default denied the agreement ever took place. District and High Court Verdict also did not acknowledge the existence of the verbal agreement because lack of evidence. But The Supreme Court Verdict Number 2368/K/Pdt/2019 decided the verbal agreement is valid and proves the defendant's default. This Thesis uses juridical normative research with qualitative method and explanatory research. This Thesis also concludes that verbal agreement based on the contract law concept adopted by Indonesia are indeed valid and binding once there is consent between parties, therefore the verbal agreement in this case is valid. The state of defendant's property can be ruled as tort (trespass). To minimize case like this happens in the future, agreement should be made in written form so that it can be easily proven."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library