Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jefta Ch. Widyaatmaja
"Perilaku bullying secara verbal kerap kali dilakukan oleh para siswa dalam komunitas sekolah. Jika perilaku bullying secara verbal ini terus dibiarkan terjadi, maka dapat membawa hal-hal yang negatif baik bagi pelaku maupun korban. Lembaga sekolah seharusnya tidak hanya menekankan hal kecerdasan secara intelektual saja tetapi juga kecerdasan sosial. Karena itu, perilaku bullying secara verbal inipun perlu untuk dieliminasi sehingga secara sosial akan terjadi persahabatan yang akrab antar siswa.
Perilaku bullying secara verbal ini diketahui ada dan terjadi berdasarkan baseline yang dilakukan baik melalui survey (angket) maupun diskusi. Adapun teori yang digunakan dalam intervensi ini adalah teori kognisi dan Strategi reeducative.
Kekhasan pendekatan ini adalah para siswa yang memandang bahwa perilaku bullying secara verbal ini sebagai hal yang biasa diubah kognisinya melalui tiga tahapan yaitu mencairkan nilai-nilai lama, mengemba igkan nilai nilai baru, dan membekukan kembali nilai-nilai bare. Pada setiap tahapan dilakukan program-program intervensi. Pada tahapan mencairkan nilai-nilai lama dilakukan program intervensi yang berupa : Diskusi Kelompok balk dengan guru maupun dengan siswa. Pada tahapan mengembangkan nilai-nilai baru dilakukan program intervensi yang berupa: Memberikan pemahaaman tentang persahabatan melalui radio sekolah, para siswa membuat karangan singkat tentang persahabatan, dan diskusi kelompok dengan para siswa. Pada tahapan membekukan kembali nilai-nilai baru dilakukan program intervensi yang berupa: Diskusi kelompok dengan para siswa dan pelatihan tentang berkomunikasi yang sehat dalam persahabatan.
Hasilnya adalah kebiasaan untuk mengucapkan kata-kata kasar dan kata yang berkonotasi seksual dalam segala bentuknya dapat dikurangi (hanya gosip yang masih belum dapat dikurangi). Juga terwujud kondisi yang kondusif antara kelas 10 dan 11 tahun pelajaran 2004/2005, di mana mereka dapat melakukan kegiatan olah raga bersama (bermain basket) dan belajar bersama (matematika, fisika, dan kimia) di bandingkan sebelum program intervensi dilakukan di mana para siswa kelas 10 tidak mau bergaul dengan para siswa kelas 11."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni P. Soebandono
"Program intervensi sosial ini bertujuan untuk memberdayakan komunitas desa Tegalgede dan dimaksudkan sebagai pemicu suatu perubahan sosial yang terencanakan (planned social change) dengan fokus untuk menghilangkan persepsi tidak berdaya (helplessness) warga desa tersebut. Tujuan utama dari intervensi ini adalah untuk memulai suatu proses perubahan sosial agar warga komunitas desa Tegalgede mampu keluar dari perasaan tidak berdayanya. Pemberdayaan komunitas ini menggunakan model yang dikemukakan oleh Ortigas (2000) yang difokuskan melakukan intervensi untuk menghilangkan helplessness. Desa tersebut memerlukan suatu program intervensi karena desa "Tegalgede" termasuk kategori desa terisolir dan tertinggal (Inpres 1993) dan lebih dari 50% dari 1124 kepala keluarga termasuk pada kategori pra-sejahtera. Diantaranya 600 kepala keluarga dalah penerima Bantuan Langsung Tunai. Sampai saat ini desa tersebut belum pernah mempunyai suatu perencanaan pengembangan perekonomian desa, dengan fasilitas pendidikan, fasilitas umum, dan fasilitas aparat pemerintahan yang kurang memadai.
Metode pendekatan dalam mengembangkan program intervensi ini dilakukan melelui metode kualitatif, dan sebagai tahap awal dengan pengembangan agen perubahan yang terdiri dari tokoh muda desa di komunitas desa Tegalgede untuk berperan sebagai fasilitator bagi warga desa lainnya, dan menggunakan koperasi sebagai sarana pengembangan sarana perekonomian desa tersebut. Pelaksanaannya dilakukan dengan kunjungan, pertemuan tatap-muka langsung dan komunikasi secara teratur dan konsisten yang terencanakan, dan difokuskan pada pengembangan kapasitas dari warga desa sebagai upaya menumbuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara koiektif. Tahap awal dari perubahan sosial yang dilaksanakan selama 4 bulan (November 2005-Maret 2006) ini berhasil dengan terbentuknya kelompok agen perubahan yang telah berfungsi dengan balk, dan juga didirikannya dua koperasi di Tegalgede. Agen perubahan ini telah berhasil menumbuhkan kesadaran dan partisipasi aktif dari warga, tetapi masih diperlukan tahap lanjutan dari program intervensi untuk memelihara hasil yang sudah dicapai dan mengembangkannya dengan alat dan manual 1 panduan yang jauh lebih lengkap."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Budiyanto
"Sub Bagian Umum Kepegawaian ini merupakan bagian yang sangat vital, untuk itu seharusnya pegawainya mampu menunjukkan performance kerja yang terbaik. Performance kerja yang baik akan muncul apabila pegawai tersebut memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Namun demikian hanya beberapa orang saja yang menunjukkan perilaku yang diharapkan. Banyak pegawai yang justru menunjukkan perilaku yang sebaliknya, hal ini bisa dilihat dari beberapa indikasi seperti tingginya jumlah absensi, seringnya pegawai terlambat datang atau pulang lebih awal dan banyaknya pegawai yang melakukan aktivitas lain di luar tugas dinas.
Beberapa fenomena tersebut di atas mengindikasikan lemahnya motivasi berprestasi. Mereka tidak memiliki tanggung jawab yang memadai sebagai seorang pegawai, perilaku mereka tidak menunjukkan adanya keinginan untuk mencapai suatu target tertentu, mereka juga tidak ada usaha untuk dapat mengungguli apa yang telah dicapai oleh pegawai lain. Lemahnya motivasi pegawai dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : atasan yang kurang peduli, beban kerja yang tidak merata, placement pegawai yang kurang tepat, kesejahteraan pegawai yang tidak terpenuhi, dan ketidakharmonisan hubungan dengan atasan atau rekan kerja yang tidak baik.
Permasalahan di atas itu dapat mempengaruhi produktivitas kerja yang nantinya akan menghambat pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu akan diupayakan satu alternatif pemecahan masalah yang ada, bagaimana cara meningkatkan motivasi berprestasi pegawai Sub Bagian Umum Kepegawaian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan cara memberikan suatu pelatihan yaitu Achievement Motivation Training (AMT). Hal ini dilakukan untuk merubah sikap dan perilaku pegawai yang kurang mendukung terhadap pencapaian produktivitas kerja yang tinggi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Wilson
"Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan mengamanatkan narapidana yang menjalani pidana dalam lembaga pemasyarakatan mendapatkan pembinaan reintegrasi tentu saja dengan mempersiapkan narapidana dengan pembinaan kepribadian dan keterampilan. Program pembinaan mental, rohani, dan keterampilan dimaksudkan untuk mempersiapkan narapidana untuk hidup sebagai anggota masyarakat yang balk ditengah masyarakat. Namun dalam pelaksanaan program tersebut banyak mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab adalah stigma yang diberikan masyarakat kepada narapidana. Stigma ini dapat mengakibatkan adanya perilaku diskriminasi, yang berakibat self-esteem semakin rendah. Akibatnya narapidana tidak mampu berjuang dan bertahan hidup ditengah masyarakat. Melakukan kejahatan kembali menjadi satu-satunya cara untuk mempertahankan hidup. Berdasarkan analisa kegiatan maka disusun suatu program kampanye komprehensif untuk mengurangi stigma masyarakat pada narapidana. Program ini memuat berbagai kegiatan yang integral yang kemudian direkomendasikan sebagai strategi intervensi yaitu pertemuan dialog interaktif tokoh masyarakat. Program dengan teknik penyuluhan sosial (campaign) ini diharapkan akan terjadi perubahan pada kognisi dan sikap pada anggota komunitas lokal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Lutfi
"Tingkat heterogenitas penduduk Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Keragaman ini menuntut kesadaran bersama untuk saling mengembangkan sikap toleran sesama warga negara. Pengembangan sikap toleran di lingkungan yang sangat beragam dapat ditempuh dengan penyelenggaraan pendidikan multi kultur. Yaitu usaha terstruktur untuk memahami, menerima dan membangun hubungan konsuuktif dengan orang atau kelompok yang berbeda budaya (Pusch, 2000). Pelatihan pendidikan multi kultur siswa SLTP adalah program intervensi yang bertujuan meningkatkan toleransi terhadap outgroup. Bentuk dan materi pelatihan ini didasarkan pada pelatihan yang dilakukan oleh Pusch dan kawan-kawan. Peningkatan toleransi dilakukan dengan usaha meningkatkan aspek toleransi yang terdiri dari accept, empati dan respect & appreciate. Ketiga aspek toleransi diwujudkan dalam bentuk materi pemepsi, culture say' awareness, value dan komunikasi. Hasil evaluasi pelatihan secara kuantitatif melalui uji perbedaan pre tes dan post tes menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan sikap toleran sebelum dan sesudah pelatihan. Tetapi evaluasi melalui observasi terhadap tingkah laku selama pelatihan menunjukkan adanya kecenderungan sikap yang lebih toleran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qisthina Aulia
"Individu memiliki kecenderungan untuk munafik secara moral ketika memiliki kekuasaan. Mereka menilai pelanggaran moral yang dilakukan oleh dirinya lebih ringan dibandingkan orang lain meski berada dalam kondisi yang sama. Namun bagaimana jika individu diancam oleh kematian? Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih lanjut gejala kemunafikan moral pada mereka yang berkuasa. Peneliti menggunakan dua prosedur dalam mengukur kemunafikan moral berupa Skala Pelanggaran Moral (studi 1) dan Dilema Pembagian Tugas (studi 2). Sumber kekuasaan juga dimanipulasi berdasarkan kepribadian (studi 1) dan kedudukan (studi 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ancaman kematian dapat membuat tingkat kemunafikan moral pada individu yang berkuasa mengalami penurunan.

Individuals have a tendency to morally hypocrite when they have power. They assess the moral offense committed by them is acceptable unlike everyone elsein the same condition. But how if the people are threatened by death? This study aims to look further symptoms of the moral hypocrisy of those in power. Researchers used two procedures to measure the moral hypocrisy by using a Moral Transgression Scale (Study 1) and Moral Dilemma (Study 2). Power sources are also manipulated by personality (Study 1) and position (Study 2). The results showed that the threat of death can make the individual level of moral hypocrisy decreased.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky C. Pelupessy
2001
S3038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianto Reksodiputro
"ABSTRAK
Penelitian ini meninjau kembali dikotomi terhadap aktivis mahasiswa radikal dan moderat
yang dibuat ahli-ahli politik makro. Pengelompokan yang mereka buat dilakukan
berdasarkan isu-isu, format gerakan, serta sikap dan tindakan aktivis-aktivis mahasiswa
yang bisa diamati. Berbeda dengan ilmu politik konvensional, ilmu psikologi politik melihat
perilaku politik dari sudut pandang dorongan-dorongan non-politis yang mendasari
perilaku tersebut. Karena itu, penelitian ini berusaha mencari prediktor-prediktor baru
untuk membedakan aktivis mahasiswa radikal dan moderat berdasarkan sejumlah faktor
psikologis yang dianggap penting dalam demokrasi. Faktor-faktor tersebut adalah
orientasi politik (terdiri dari toleransi politik, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi,
kemanjuran politik, dan kepercayaan politik) serta partisipasi politik. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivis mahasiswa
radikal dan moderat dalam hal orientasi politik dan partisipasi politik (P = 41,870, pada
tingkat signifikansi 0,001). Aktivis mahasiswa radikal ternyata mempunyai tingkat
komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, kemanjuran politik internal, dan partisipasi politik
ekstra konvensional lebih tinggi di banding aktivis mahasiswa moderat. Sedangkan
kemanjuran politik eksternal dan kepercayaan politik lebih tinggi pada aktivis mahasiswa
moderat. Dari semua variabel yang diukur, prediktor-prediktor terbaik untuk membedakan
dua kelompok tersebut adalah kepercayaan politik, partisipasi politik ekstra-konvensional,
dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi. Selain itu, ditemukan bahwa aktivis
mahasiswa secara umum (baik radikal maupun moderat) sudah memiiliki orientasi politik
yang tepat untuk mendukung demokrasi di Indonesia. Hanya saja, kepercayaan mereka
terhadap pemerintah sangat rendah. Selain itu, mereka cenderung tidak yakin bahwa
aspirasi mereka akan direspon oleh pemerintah. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang
mereka lakukan umumnya tidak melibatkan kekerasan dan pengrusakan, serta
cenderung tidak melibatkan hubungan dengan pejabat pemerintah dan partai politik.
Sementara saran yang diberikan sebagai hasil penelitian ini adalah agar kegiatankegiatan
politik di kalangan aktivis mahasiswa diberikan perhatian dan dukungan yang
lebih besar oleh pemerintah."
2003
S3226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilmi Amalia
"ABSTRAK
Pemilihan Umum 2004 diwarnai dengan usaha untuk meningkatkan jumlah
perempuan di parlemen. Usaha tersebut adalah adanya undang-undang yang
mewajibkan partai politik untuk menyediakan kuota 30% dalam daftar calon
legislator dan sosialisasi yang gencar untuk meningkatkan kesadaran jender
pemilih perempuan.
King (2000) pada penelitiannya di Amerika Serikat menyatakan bahwa calon
legislator perempuan memiliki peluang lebih besar untuk dipilih oleh perempuan,
tetapi jumlah perempuan di parlemen selalu jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah laki-laki. Faktor-faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah
perempuan di parlemen, antara lain, adalah ideologi peran jender tradisional
pemilih (Karra, dalam Sari 2002) dan rendahnya identifikasi perempuan sebagai
kelompok (Zellman, 1978). Faktor lain yang mempengaruhi suara pemilih adalah
identifikasi dengan partai politik dan isu politik (Campbell et al., 1960).
Penelitian ini bertujuan mengetahui peluang calon legislator perempuan
memperoleh dukungan dari pemilih perempuan dibandingkan dengan calon
legislator laki-laki; pengaruh ideologi peran jender dan tingkat identifikasi
kelompok jender terhadap dukungan terhadap calon legislator perempuan; dan di
antara keempat independen variabel, ideologi peran jender, identifikasi dengan
kelompok jender, identifikasi dengan partai politik, dan isu politik, yang mana
yang dapat menjadi prediktor bagi dukungan pemilih perempuan kepada calon
legislator perempuan pada Pemilihan Umum 2004.
Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan peluang antara
calon legislator perempuan dan calon legislator laki-laki untuk dipilih oleh
pemilih perempuan; apakah terdapat perbedaan ideologi peran jender antara
pemilih perempuan yang memilih calon legislator laki-laki dan pemilih
perempuan yang memilih calon legislator perempuan; apakah terdapat perbedaan
tingkat identifikasi kelompok jender antara pemilih perempuan yang memilih
calon legislator laki-laki dan pemilih perempuan yang memilih calon legislator
perempuan; dan manakah di antara keempat variabel independen, ideologi peran
jender, identifikasi dengan kelompok jender, identifikasi dengan partai politik,
dan isu politik yang dapat menjadi prediktor bagi pemilih perempuan untuk
memilih calon legislator perempuan. Untuk menjawab permasalahan itu,
digunakan kuesioner yang terdiri dari lima skala yang mengukur setiap variabel independen dan pertanyaan mengenai jenis kelamin calon legislator yang dipilih
pada Pemilu 2004.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peluang antara calon
legislator perempuan dan calon legislator laki-laki untuk dipilih oleh pemilih
perempuan dan tidak ada perbedaan ideologi peran jender serta identifikasi
dengan kelompok jender pada pemilih perempuan yang memilih calon legislator
perempuan dan calon legislator laki-laki. Selanjutnya, penelitian ini juga menunjukkan perilaku pemilih perempuan untuk memilih calon legislatif
perempuan tidak dapat diprediksi oleh variabel ideologi peran jender, identifikasi
dengan kelompok jender, isu politik, dan identifikasi dengan partai politik. Saran
untuk penelitian selanjutnya adalah memperbaiki proses pengambilan sampel,
memperluas subjek penelitian pada laki-laki, menambahkan variabel lain, seperti stereotip jender dan mengikutsertakan proses kognitif dalam aktivitas memilih."
2004
S3411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5   >>