Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azizah Nur Hanifah
"ABSTRACT
Latar belakang: Sudut gonial merupakan salah satu struktur anatomis pada mandibula yang mengalami perubahan paling signifikan pada proses pertumbuhan. Pengukuran sudut gonial banyak dijadikan parameter evaluasi tumbuh kembang yang bermanfaat bagi bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan prostodonsi. Tujuan: untuk mengetahui nilai rerata sudut gonial berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil pada radiograf panoramik sehingga dapat digunakan sebagai nilai acuan dalam melihat pola perubahan sudut gonial mandibula. Metode: Pengukuran sudut gonial pada 210 sampel radiograf panoramik digital usia diatas 21 tahun, dengan mengkategorikan berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental dan morfologi kondil mandibula. Hasil: Pengukuran sudut gonial terhadap usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil mandibula tidak berbeda bermakna secara statistik, namun besar sudut gonial cenderung mengecil sesuai perubahan usia. Nilai rata-rata sudut gonial ditemukan cenderung lebih kecil pada laki-laki dan juga pada individu dengan status dental dentate. Kesimpulan: Nilai sudut gonial menunjukkan perubahan yang tidak berbeda bermakna berdasarkan usia, jenis kelamin, maupun morfologi kondil mandibula.

ABSTRACT
Background: The gonial angle is one od the anatomical structures in the mandible that experiences the most significant changes in the growth process. Gonial angle measurements are widely used as evaluation parameters of growth and development wich are beneficial for the field of dentistry such as orthodontics and prosthodontics. Objective: to determine the average value of the gonial angle based on age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology on panoramic radiograph so that it can be used as a reference value in seeing the pattern of changes in the gonial angle of mandible. Methods: Gonial angle measurements in 220 samples of digital panoramic radiographs over the age of 21 years, categorizing by age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology. Results: Gonial angle measurements of age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology did not differ statistically significant, ut the size of the gonial angle tended to shrink according to age change. The average gonial angle values were found to tend to be smaller in men and also in individuals with dental status dentate. Conclusion: The gonial angle values show changes that are not significantly different based on age, gender, and mandibular condyle morphplogy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevie Kristianti
"Latar Belakang: Semakin bertambahnya populasi usia lanjut dan berubahnya gaya hidup di Indonesia, insidensi silent disease osteoporosis pun meningkat. International Osteoporosis Foundation (IOF) menyatakan bahwa 1 dari 4 wanita Indonesia berusia >50 tahun berisiko terkena osteoporosis. Penyakit ini tampak secara klinis setelah terjadi fraktur, sedangkan pada tahap awal tidak memiliki gejala klinis. Korteks inferior mandibula merupakan salah satu tulang yang dapat diamati untuk melihat perkembangan penyakit osteoporosis karena sangat dipengaruhi oleh perubahan usia fisiologis serta cukup luas dan mudah diidentifikasi. Baku emas alat deteksi osteoporosis di Indonesia sangat terbatas dan cukup mahal sehingga banyak pasien yang tidak terdeteksi. Oleh karena itu, mulai dikembangkan alternatif baru deteksi dini risiko osteoporosis menggunakan indeks radiomorfometri mandibular cortical width (MCW) pada radiograf panoramik digital yang dapat dilakukan oleh dokter gigi.
Tujuan: Memperoleh data rerata MCW pada wanita 31-45 tahun dibandingkan dengan MCW pada wanita usia 46-75 tahun sehingga dapat digunakan untuk pengembangan alat deteksi dini risiko osteoporosis.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 270 sampel radiograf panoramik digital wanita usia 31-75 tahun di Rumah Sakit Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM UI). Subjek dibagi menjadi 3 kategori: 31-45 tahun, 46-60 tahun, dan 61-75 tahun. Untuk mendapatkan nilai MCW, diukur jarak korteks mandibula dalam (endosteum) dan luar pada garis tegak lurus foramen mental dengan batas bawah mandibula. Pengukuran lebar kortikal mandibula dilakukan dengan perbesaran 2 x pada regio bawah foramen mental. Kemudian dilanjutkan dengan uji reliabilitas intraobserver dan interobserver dengan t-test dan Bland Altman.
Hasil: Rerata dan standar deviasi kelompok usia 31-45 tahun adalah 3.40 ± 0.42 mm; 46-60 tahun 3.18 ± 0.47 mm; dan 61-75 tahun 2.76 ± 0.66 mm. Rerata MCW wanita antar kelompok usia berbeda bermakna (p<0,05 berdasarkan uji One-way Anova). Semakin bertambah usia dalam rentang 15 tahun, nilai lebar kortikal mandibula semakin menurun secara signifikan.
Kesimpulan: Indeks radiomorfometri panoramik MCW pada usia 31-45 tahun berbeda bermakna dibandingkan pada usia risiko osteoporosis 46-60 dan 61-75 tahun.

Background: The increasing number of elderly population and lifestyle changes in Indonesia, raise the number of the incidence of the silent disease, osteoporosis. International Osteoporosis Foundation (IOF), stated that one out of four Indonesian women at age more than 50 years old having the risk of osteoporosis. Osteoporosis can be seen clinically as bone fracture, while in the early stage osteoporosis does not have specific symptom. Mandibular inferior cortex is one of the bone landmark that is useful for observing osteoporosis progression because it is affected by physiological changes and wide enough to identify. The gold standard of osteoporosis detection in Indonesia is very limited in number and the cost is quite high, thus most of people with the risk of osteoporoses go undetected. Therefore, a new alternative early detection tool for osteoporosis risk is developed by using radiomorphometric index, mandibular cortical width (MCW), on digital panoramic radiograph that can be done by a dentist.
Objective: To obtain the mean of mandibular cortical width in women 31-45 years old and comparison with women 46-75 years old in order to develop mandibular cortical width index usage for early osteoporosis risk detection tool.
Method: This study utilizing secondary data, totally 270 digital panoramic radiographs of women 31-75 years old Universitas Indonesia Dental Hospital (RSKGM UI). Subjects are divided into 3 categories: 31-45 years old, 46-60 years old and 61-75 years old. MCW was obtained by measuring mandible cortex distance from endosteum to the border of mandible at the perpendicular line between mental foramen and tangent line of border of the mandible. Mandibular cortical width measurement was done with 2 times magnification on the region below foramen mental. The reliability test for both intraobserver and interobserver were done using t-test and Bland altman test.
Results: Average and standard deviation 31-45 years old group is 3.40 ± 0.42 mm; 46-60 years old 3.18 ± 0.47 mm; and 61-75 years old 2.76 ± 0.66 mm. Mandibular cortical width average between age group is statistically different (p < 0,05 in one-way anova test) and decreases with age.
Conclusion: Mandibular radiomorphometric index MCW on women aged 31-45 years group significantly different compared with women in the risk ages of osteoporosis 46-60 and 61-75 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelvy Nur Utami
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui nilai batas toleransi pengaturan brightness dan
contrast pada radiograf digitized dengan diagnosis periodontitis apikalis dan abses
dini. Metode: Pengaturan brightness dan contrast pada 60 radiograf periapikal
dengan periodontitis apikalis dan abses dinioleh 2 pengamat. Uji reliabilitas
dengan Kappa Coefficient dan kemaknaan dengan uji wilcoxon. Hasil: Nilai batas
toleransi periodontitis apikalis adalah -5 dan +5, abses dini adalah -10 dan +10,
dan gabungan keduanya adalah -5 dan +5. Kesimpulan: Pengaturan nilai
brightness dan contrast yang terlalu tinggi dapat mengubah evaluasi lesi
pulpoperiapikal dan diagnosis banding lesi pulpoperiapikal.

ABSTRACT
Objective: To measure the tolerance limit value of brightness and contrast
adjustment on digitized radiograph with apical periodontitis and early abscess.
Method: Brightness and contrast adjustment on 60 periapical radiograph with
apical periodontitis and early abscess made by 2 observers. Reliabilities tested by
Kappa Coeficient and significancy tested by wilcoxon test. Results: Tolerance
limit value for apical periodontitis is -5 and +5, early abscess is -10 and +10, and
both is -5 and +5. Conclusion: Brightness and contrast adjustment which not
appropriate can alter the evaluation and differential diagnosis of periapical lesion."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handita Permata Sari
"Latar Belakang: Kesalahan posisi kepala dalam sefalostat saat pembuatan radiografis sefalometri lateral mengakibatkan distorsi pada radiograf yang dihasilkan. Hal ini mempengaruhi pada diagnosis dan rencana perawatan orthodonti pasien.
Tujuan: Mengetahui pengaruh distorsi radiografis sefalometri lateral akibat kemiringan kepala pada sumbu anteroposterior terhadap distorsi pengukuran angular sefalometri lateral.
Metode: Radiografis sefalometri lateral terhadap 7 kranium dengan sudut sebesar 0 , -20 , -15 , -10 , -5 , 5 , 10 , 15 , dan 20 terhadap sumbu anteroposterior. Radiograf dilakukan analisis sefalometri oleh dua orang pengamat. Uji reliabilitas dilakukan dengan uji Bland Altman. Uji kemaknaan dilakukan dengan uji T Berpasangan dan uji Wilcoxon.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran 8 parameter sudut dengan kemiringan kepala lebih dari 10 p.

Background: Head position errors in the cephalostate during the lateral cephalometric projection result in radiographic distortion. This may affect the diagnosis and treatment plan of orthodontic patient's.
Objective: To discover the effect of lateral cephalometric radiograph distortion due to head tilting on the anteroposterior axis against distortion of lateral cephalometric angular measurements.
Methods: Lateral cephalometric radiograph of 7 human dry skulls with tilting angle of 0 , 20 , 15 , 10 , 5 , 5 , 10 , 15 , and 20 to the anteroposterior axis. Radiographs were analyzed by two observers. Reliability test is done by Bland Altman test. The significance test is done by paired T test and Wilcoxon test.
Results: There was a significant difference between the measurement of 8 angle parameters with head tilting greater than 10 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assya Aurellia Grimonia
"Latar Belakang: Radiografi digital intra oral telah banyak digunakan sejak satu decade terakhir. Photo-Stimulable Phosphor Plate Intra Oral Periapikal merupakan salah satu sensor radiografi digital yang memiliki sifat fisik menyerupai film radiografik konvensional. Bentuknya yang tipis, lentur, dan ketersediaannya dalam berbagai ukuran membuat PSP menjadi lebih popular sebagai sensor intra oral digital. Seperti halnya semua sensor pencitraan, PSP intraoral periapikal rentan terhadap berbagai artefak, yang dapat menurunkan kualitas gambaran radiografis dan akan berdampak pada interpretasi serta diagnosis yang akan dilakukan sehingga diperlukan data mengenai frekuensi berbagai artefak tersebut. Tujuan: Mengetahui frekuensi berbagai artefak pada PSP di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 392 buah radiograf periapikal digital yang menggunakan PSP di Unit Radiologi RSKGM FKG UI. Pemilihan sampel disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Sampel diambil mulai periode 4 Agustus--13 September 2022 yang selanjutnya dibagi menjadi tiga periode. Uji reliabilitas intraobserver dan interobserver menggunakan Kappa, dilakukan pada hasil identifikasi artefak. Hasil: Ditemukan 378 radiograf (96,43%) dengan artefak dari PSP yang telah digunakan selama 8 bulan. Urutan jenis artefak yang paling banyak ditemukan adalah partikel debu pada plate, pengelupasan tepi plate, bekas gigitan, goresan, artefak karena cahaya sekitar, kontaminasi adhesif, ridging, dan bagian gambar yang terpotong. Jika dilihat berdasarkan artefak kumulatif, periode ketiga memiliki jumlah artefak kumulatif yang paling banyak Kesimpulan: Frekuensi artefak ditemukan sangat tinggi pada radiograf periapikal yang menggunakan PSP. Antisipasi penurunan kualitas radiograf ini dapat dilakukan dengan menghindari berbagai penyebab artefak terutama kehati-hatian saat penggunaan plate dan selalu memperhatikan rekomendasi manual penggunaan plate yang benar.

Background: Intraoral digital radiography has been widely used over the past decade. The Intraoral Periapical Photo-Stimulable Phosphor (PSP) Plate is a type of digital radiographic sensor with physical properties similar to conventional radiographic film. Its thin, flexible form and availability in various sizes make PSP a popular choice as an intraoral digital sensor. However, like all imaging sensors, intraoral periapical PSP plates are susceptible to various artifacts that can degrade radiographic image quality, ultimately affecting interpretation and diagnosis. Therefore, data on the frequency of these artifacts is necessary. Objective: To determine the frequency of various artifacts in PSP plates at the Radiology Unit of the Dental Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI). Method: This study utilized secondary data consisting of 392 digital periapical radiographs taken using PSP plates in the Radiology Unit of RSKGM FKG UI. Sample selection was based on predetermined inclusion and exclusion criteria. The samples were collected from August 4 to September 13, 2022, and were subsequently divided into three periods. Intraobserver and interobserver reliability tests using the Kappa test were conducted on the artifact identification results. Results: A total of 378 radiographs (96.43%) contained artifacts from PSP plates that had been used for eight months. The most frequently observed artifacts were dust particles on the plate, plate edge peeling, bite marks, scratches, artifacts caused by ambient light, adhesive contamination, ridging, and cropped image sections. Based on cumulative artifacts, the third period exhibited the highest number of cumulative artifacts. Conclusion: A high frequency of artifacts was found in periapical radiographs using PSP plates. To prevent a decline in radiographic quality, precautions should be taken to avoid artifact formation, particularly by handling the plates carefully and adhering to the recommended usage guidelines."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Amalia Sutejo
"Pasien diabetes mellitus memiliki risiko fraktur meningkat terlepas dari BMD, yaitu dipengaruhi faktor mikroarsitektur tulang. Karakteristik mikroarsitektur tulang trabekula dapat dilakukan dengan metode analisis fraktal pada radiograf panormaik dan periapikal digital. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rerata mikroarsitektur tulang trabekula pasien diabetes mellitus dan non-diabetes usia 50-69 tahun yang dianalisis menggunakan software ImageJ. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional menggunakan 103 sampel radiograf, yaitu 27 panoramik dan 76 periapikal digital pasien diabetes dan non diabetes usia 50-69 tahun. Terdapat 4 ROI yang digunakan, yaitu regio anterior antara gigi I1 dan I2 dan posterior dari gigi P1 hingga M1 rahang atas serta regio anterior di antara gigi I1 kanan dan kiri dan posterior dari gigi P1 hingga M1 pada radiograf panoramik dan periapikal. Analisis deskriptif menunjukkan hasil rerata kelompok diabetes pada radiograf panoramik (0,655 ± 0,132) dan periapikal (1,073 ± 0,026) lebih rendah dibandingkan kelompok non diabetes pada radiograf panoramik (0,691 ± 0,103) dan periapikal (1,100 ± 0,065). Terdapat perbedaan rerata mikroarsitektur tulang trabekula pasien diabetes dan non diabetes yang menunjukkan diabetes mempengaruhi perubahan mikroarsitektur tulang berdasarkan analisis pada radiograf panoramik dan periapikal digital.

Diabetes mellitus patients have an increased fracture risk independent of BMD, which is influenced by bone microarchitecture. Characterization of trabecular bone microarchitecture can be determined by fractal analysis method on digital panoramic and periapical radiographs. This study aims to determine the mean value of trabecular bone microarchitecture of patients with diabetes mellitus and non-diabetes aged 50-69 years analyzed using ImageJ software. This study is a cross-sectional study using 103 radiograph samples, including 27 panoramic and 76 digital periapical of diabetic and non-diabetic patients aged 50-69 years. There are 4 ROIs used, the anterior region between I1 and I2 and posterior from P1 to M1 of the maxilla and the anterior region between the right and left I1 and posterior from P1 to M1 on panoramic and periapical radiographs. Descriptive analysis showed that the mean results of the diabetic group on panoramic (0.655 ± 0.132) and periapical (1.073 ± 0.026) radiographs are lower than the non-diabetic group on panoramic (0.691 ± 0.103) and periapical (1.100 ± 0.065) radiographs. There is a difference in the mean trabecular bone microarchitecture of diabetic and non-diabetic patients, indicating that diabetes affects changes in bone microarchitecture based on analysis on digital panoramic and periapical radiographs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Amalia Sutejo
"Pasien diabetes mellitus memiliki risiko fraktur meningkat terlepas dari BMD, yaitu dipengaruhi faktor mikroarsitektur tulang. Karakteristik mikroarsitektur tulang trabekula dapat dilakukan dengan metode analisis fraktal pada radiograf panormaik dan periapikal digital. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rerata mikroarsitektur tulang trabekula pasien diabetes mellitus dan non-diabetes usia 50-69 tahun yang dianalisis menggunakan software ImageJ. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional menggunakan 103 sampel radiograf, yaitu 27 panoramik dan 76 periapikal digital pasien diabetes dan non diabetes usia 50-69 tahun. Terdapat 4 ROI yang digunakan, yaitu regio anterior antara gigi I1 dan I2 dan posterior dari gigi P1 hingga M1 rahang atas serta regio anterior di antara gigi I1 kanan dan kiri dan posterior dari gigi P1 hingga M1 pada radiograf panoramik dan periapikal. Analisis deskriptif menunjukkan hasil rerata kelompok diabetes pada radiograf panoramik (0,655 ± 0,132) dan periapikal (1,073 ± 0,026) lebih rendah dibandingkan kelompok non diabetes pada radiograf panoramik (0,691 ± 0,103) dan periapikal (1,100 ± 0,065). Terdapat perbedaan rerata mikroarsitektur tulang trabekula pasien diabetes dan non diabetes yang menunjukkan diabetes mempengaruhi perubahan mikroarsitektur tulang berdasarkan analisis pada radiograf panoramik dan periapikal digital.

Diabetes mellitus patients have an increased fracture risk independent of BMD, which is influenced by bone microarchitecture. Characterization of trabecular bone microarchitecture can be determined by fractal analysis method on digital panoramic and periapical radiographs. This study aims to determine the mean value of trabecular bone microarchitecture of patients with diabetes mellitus and non-diabetes aged 50-69 years analyzed using ImageJ software. This study is a cross-sectional study using 103 radiograph samples, including 27 panoramic and 76 digital periapical of diabetic and non-diabetic patients aged 50-69 years. There are 4 ROIs used, the anterior region between I1 and I2 and posterior from P1 to M1 of the maxilla and the anterior region between the right and left I1 and posterior from P1 to M1 on panoramic and periapical radiographs. Descriptive analysis showed that the mean results of the diabetic group on panoramic (0.655 ± 0.132) and periapical (1.073 ± 0.026) radiographs are lower than the non-diabetic group on panoramic (0.691 ± 0.103) and periapical (1.100 ± 0.065) radiographs. There is a difference in the mean trabecular bone microarchitecture of diabetic and non-diabetic patients, indicating that diabetes affects changes in bone microarchitecture based on analysis on digital panoramic and periapical radiographs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library