Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gian Riyanto
Abstrak :
Peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia masih belum diterima oleh kelompok sosial ekonomi rendah. Kondisi ini mendorong elemen masyarakat sipil melakukan gerakan pendidikan untuk memberikan akses kelompok sosial ekonomi rendah ke pendidikan tinggi. Salah satu elemen masyarakat sipil yang mampu melakukan gerakan pendidikan adalah paguyuban Satu Ikatan Mahasiswa Tegal Bersaudara (Sintesa). Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa elemen masyarakat sipil mampu melakukan gerakan akhir pendidikan, tetapi masih belum menjelaskan apa dan bagaimana mobilisasi sumber daya yang digunakan dalam gerakan tersebut. Penelitian ini menjelaskan sumber daya apa saja yang digunakan serta bagaimana sumber daya tersebut dimobilisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menggunakan metode wawancara, observasi dan studi pustaka untuk mendapatkan data. Hasil dari penelitian ini membahas gerakan mobilitas yang dilakukan oleh Sintesa lebih banyak memikirkan hubungan agregasi. Kemudian, hasil gerakan ini juga memiliki peningkatan baik dalam peningkatan akses ke pendidikan tinggi bagi para peserta yang diintervensi. ...... Higher education participation rates in Indonesia are still not accepted by low socioeconomic groups. This condition encourages elements of civil society to carry out educational movements to provide access to low socioeconomic groups to higher education. One element of civil society that is able to carry out an educational movement is the Tegal Brothers Association (Sintesa). Previous studies have shown that elements of civil society are able to carry out the final movement of education, but still do not explain what and how the mobilization of resources used in the movement. This research explains what resources are used and how these resources are mobilized. This study uses qualitative methods, using interviews, observation and literature study to get data. The results of this study discuss the mobility movement carried out by Sintesa more concerned with the relationship of aggregation. Then, the results of this movement also had a good increase in access to higher education for the intervened participants.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Indira Padmadewi
Abstrak :
ABSTRACT
Studi ini membahas tentang strategi pelaku usaha sektor informal, seperti pekerja ojek konvensional, sebagai representasi kelas prekariat dalam menghadapi ketidakamanan dan kerentanan pekerjaan mereka. Ketidakamanan dan kerentanan kerja menjadikan para pekerja sektor informal masuk ke dalam golongan prekariat. Studi-studi sebelumnya hanya melihat pentingnya intervensi keterlibatan pihak eksternal, seperti melalui program pemberdayaan dan regulasi pemerintah dalam mempertahankan keberlangsungan kerja para pelaku usaha sektor informal. Studi-studi tersebut mengabaikan bahwa pelaku sektor informal memiliki kapasitas untuk bernegosiasi dan menciptakan strategi internal mereka sendiri untuk mempertahakan keberlangsungan kerja mereka. Dalam hal ini, penulis berargumen bahwa pemanfaatan jaringan sosial dan model penguasaan ruang menjadi alternatif strategi bertahan yang dapat dilakukan oleh kelompok usaha sektor informal dalam mempertahankan keberlangsungan pekerjaan mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Peneliti mendeskripsikan strategi bertahan melalui pemanfaatan klaim atas ruang dan relasi jaringan sosial yang dilakukan oleh pelaku sektor informal, seperti pelaku usaha ojek konvensional dalam mempertahankan keberlangsungan usaha mereka. Subjek penelitian ini adalah kelompok ojek konvensional Lubang Buaya.
ABSTRACT
This study deals with informal sector business actors, such as conventional motorcycle taxi drivers, as a representation of the precariat group in dealing with the insecurity and vulnerability of their work. Both of these, Insecurity and work vulnerability, are two of the reasons why informal sector workers belong to the precarious group. Previous studies have only seen the importance of external stakeholder engagement interventions, through empowerment programs, government regulation in maintaining the sustainability of informal sector workers, and etc. But neglecting that informal sector actors have the capacity to negotiate and create their own internal strategies to sustain their work. In this study, the authors argue that the use of social networks and the model of mastery of space is an alternative survival strategy that can be used by informal sector business groups to sustain the sustainability of their wor. This research uses a qualitative approach with this type of research included into descriptive research. Researchers describe defensive strategies through the utilization of claims to space and social network relations conducted by informal sector actors, such as conventional motorcycle taxi drivers in maintaining their business continuity.Keywords precariat, social network, space control, defensive strategy, informal sector business group, conventional motorcycle taxi
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Azeri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai ketenagakerjaan dari professional gamer dalam industri Electronic sports eSports di Indonesia. Keberadaan New media di era kapitalisme informasi telah menciptakan komodifikasi kegiatan berbasis leisure menjadi bentuk ndash; bentuk kerja. Salah satu contoh diantaranya adalah berkembang pesatnya industri eSports, yaitu industri hiburan kompetitif yang berbasis pada permainan daring. Industri ini memunculkan lsquo;okupasi rsquo; baru dalam masyarakat yaitu Professional Gamer, atau seseorang yang mendapatkan penghasilan dari keahliannya berkompetisi di eSports. Studi ndash; studi sebelumnya terkait professional gamer dan eSports, terbagi menjadi dua perspektif, yaitu yang memiliki perspektif konflik-eksploitatif dan positif-aktualisasi diri. Peneliti lebih condong kepada perspektif konflik, yang melihat adanya eksploitasi yang dirasakan oleh Professional Gamer, namun studi ndash; studi sebelumnya memiliki beberapa batasan; 1 konteks penelitian di negara maju dengan industri eSports yang sudah mapan, 2 terlalu berfokus pada perdebatan teoritis tanpa melihat kondisi empiris, 3 tidak melihat aspek regulasi dan legal-formal terkait ketenagakerjaan professional gamer dalam industri eSports. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berargumen bahwa professional gamer di Indonesia memiliki kondisi yang sangat rentan sebagai tenaga kerja, hal ini karena tidak adanya regulasi sama sekali dan aspek eksploitatif dalam kaburnya kegiatan lsquo;leisure rsquo; dan lsquo;bekerja rsquo; sebagai playbour. Studi ini merupakan studi terhadap pro gamer yang berkompetisi dalam turnamen League of Legends Garuda Series LGS sebagai pelopor eSports di Indonesia. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan aktor ndash; aktor yang terlibat di dalam LGS dan studi dokumen.
This thesis discusses about the labour of professional gamer in Electronic Sports eSports industry in Indonesia. The context of New Media in Informational Capitalism has created commodification leisure activities into type of work. One of the example is the expanding industry of eSports, which competitive entartainment industry based by online games. This industri created new occupation in society, which is professional gamer, or someone who get paid by his ability to compete in eSports. Recent studies about professional gamer and eSports, divided by two perspectives, conflict exploitative and positive self actualisation. Researcher supports conflict perspective, which argue that professional gamer is exploited, but recent studies have few limitations 1 the context in developed countries with good industry, 2 too focused on theoritical debates without examining the empirical evident, 3 not examining regulation and legal formal about labour of professional gamer in eSports. From that, researcher argues that professional gamer in Indonesia is in really precarious condition as labour, this because there are no regulation and the exploitative aspect of the blurring activity between leisure and work as playbour. This thesis research about professional gamer that compete in League of Legends Garuda Series LGS tournament. The method in this thesis is qualitative with data collection with indepth interview from actors within LGS.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhanah Aleyda Giri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana gerakan sosial anak muda yang bernama Green Welfare Indonesia memanfaatkan media sosial dan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuannya. Studi terdahulu fokus pada kehadiran internet terutama media sosial bagi anak muda dalam mengekspresikan suaranya melalui media sosial yang menjadi arena baru bagi gerakan sosial, seperti gerakan Fridays for Future. Namun, terdapat studi terdahulu yang berfokus pada lemahnya gerakan sosial yang didukung oleh internet karena partisipasi dari gerakan sosial tersebut dinilai lemah dan tidak cukup merepresentasikan perjuangan gerakan dalam mengatasi isu tertentu. Peneliti berargumen bahwa arena digital sebagai arena baru bagi anak muda dalam menyuarakan suaranya dapat menciptakan perbedaan dalam memanfaatkan kekuatan media sosial dan cara anak muda dalam memobilisasi sumber daya. Hasil penelitian ini melihat bahwa para aktor Green Welfare Indonesia memiliki berbagai platform media sosial yang dimanfaatkan dengan strategi tertentu. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa Green Welfare Indonesia dapat mencari serta memobilisasi sumber daya dengan baik sehingga membantu gerakan untuk mencapai tujuannya. Adapun hasil ini terefleksi dari kanal media sosial dan program kerja yang dibuat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara mendalam dan observasi digital terhadap konten-konten media sosial dari Green Welfare Indonesia. ......This research aimed to analyze how a youth social movement called Green Welfare Indonesia utilized social media and resources to achieve their objectives. Prior studies focused on the existence of the internet, especially social media that is being utilized by youth to express their concern in social media, such as Fridays for Future. Prior study also focused on the weakness of social movement that plays a role in the digital arena due to lack of participation and effort to solve the issue that is carried by the movement. This research argues that the digital arena as a new arena for youth can create a difference in utilizing social media power and how youth mobilize resources that exist. The result of this research is that actors from Green Welfare Indonesia are able to search and mobilize resources. The results are reflected in both social media and events that they held. This research is using qualitative methods with in-depth interviews and digital observation of Green Welfare Indonesia’s Instagram content to collect data.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafly Caesario
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan work life balance dalam penerapan sistem hybrid working yang berdampak pada peran ganda pekerja perempuan. Studi-studi terdahulu belum membahas kasus pekerja perempuan berperan ganda, sebagai pekerja formal dan ibu rumah tangga,  aspek fleksibilitas waktu kerja dalam hybrid working, serta peran ganda pekerja perempuan sebagai dampak dari work life balance dalam hybrid working. Pada penelitian ini menemukan fleksibilitas ruang kerja dan waktu kerja dalam sistem hybrid working yang mendorong pekerja perempuan mencapai work life balance. Selain itu, penelitian ini menemukan dampak work life balance terhadap peran ganda, yaitu di satu sisi pekerja perempuan dapat dimungkinkan untuk mengatur peran gandanya tetapi di sisi lain terjadi kecenderungan memperkuat atau memperkokoh peran-peran domestik (konservatif) perempuan pekerja dalam rumah tangga sehingga membuat beban pekerja perempuan semakin besar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penelitian berupa wawancara mendalam. Subjek pada penelitian ini adalah para pekerja perempuan yang telah berkeluarga dan memiliki support system di dalam keluarga, seperti suami, anak, ART, serta orang tua. ......This study aims to explain work life balance in the implementation of a hybrid working system which has an impact on the dual roles of female workers. Previous studies have not discussed the case of women workers having dual roles, as formal workers and housewives, aspects of work time flexibility in hybrid working, and the dual role of women workers as a result of work life balance in hybrid working. In this study found the flexibility of work space and working time in a hybrid working system that encourages female workers to achieve work life balance. In addition, this study found the impact of work life balance on multiple roles, namely on the one hand female workers can be enabled to manage their dual roles but on the other hand there is a tendency to strengthen or strengthen women's domestic (conservative) roles in the household so as to make the burden on female workers even greater. This study uses a qualitative approach with research techniques in the form of in-depth interviews. The subjects in this study were female workers who are married and have a support system within the family, such as husbands, children, household members, and parents.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhisty Prahastiwi Basuki
Abstrak :
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan pengaruh dukungan sosial terhadap work-life balance pada Generasi Z yang bekerja di startup e-commerce. Studi-studi terdahulu menjelaskan work-life balance cenderung berfokus pada pekerja yang berasal dari Generasi Milenial dan individu perempuan yang telah berkeluarga. Akan tetapi, penelitian yang menjelaskan hubungan antara work-life balance dengan dukungan sosial pada level individu yang berasal dari Generasi Z menjadi hal baru dalam penelitian ini. Saat ini, Generasi Z merupakan generasi yang mulai banyak memasuki dunia kerja dan permasalahan akan keseimbangan kehidupan kerja merupakan aspek penting bagi kesejahteraan pekerja itu sendiri. Selain itu, adanya perkembangan ekonomi pasar digital yang membentuk pekerjaan baru, juga telah memunculkan persaingan dalam kehidupan kerja. Karena hal tersebut, Generasi Z mengalami permasalahan terkait dengan kesehatan mental karena tidak dirasakannya work-life balance akibat budaya kerja yang mereka jalani dalam hidupnya. Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa terwujudnya work-life balance dalam kehidupan pekerja dipengaruhi oleh tingginya dukungan sosial yang diberikan keluarga, teman, hingga institusi/perusahaan kepada individu. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif guna mengukur tingkat dukungan sosial terhadap tingkat work-life balance Generasi Z yang bekerja di startup e-commerce saat ini. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial dengan work-life balance pekerja startup e-commerce wilayah DKI Jakarta. Namun, salah satu dimensi dukungan sosial yaitu dukungan informasi tidak terlalu berpengaruh terhadap terwujudnya work-life balance. Di lain sisi, sumber dukungan perusahaan menjadi sumber dukungan paling penting bagi terciptanya work-life balance pekerja dengan memberikan hasil yang signifikan. ...... This study aims to explain the effect of social support on work-life balance in Generation Z working in startup e-commerce. Previous studies explain that work-life balance tends to focus on workers from the Millennial Generation and individual women who have families. However, research that describes the relationship between work-life balance and social support at the individual level from Generation Z is new in this research. Currently, Generation Z is the generation that is starting to enter the world of work, and the issue of work-life balance is an essential aspect of the welfare of the workers themselves. In addition, developing the digital market economy that forms new jobs has also created competition in work life. Because of this, Generation Z experiences problems related to mental health because they do not feel a work-life balance due to the work culture they lead in their lives. This study hypothesizes that the realization of work-life balance in workers' lives is influenced by the high social support provided by family, friends, institutions/companies to individuals. The research method used in this study is quantitative to measure the social support level to the work-life balance of Generation Z working in startup e-commerce. The study found a significant relationship between social support and work-life balance among workers startup e-commerce DKI Jakarta area. However, one dimension of social support, namely information support, is the only one that not affects the realization of work-life balance. On the other hand, the company's source of support is the most critical for creating a work-life balance for workers with significant results.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeshica Harlim
Abstrak :
Merebak nya ekonomi digital yang berlangsung bersamaan dengan pandemic COVID-19, memicu ancaman job insecurity di kalangan para pekerja swasta. Penelitian sebelumnya yang menjelaskan terkait tentang job insecurity mengaitkan itu dengan komitmen kerja, struktur organisasi, partisipasi pekerja, turnover, serta perilaku pekerja tersebut. Studi-studi sebelumnya, lebih banyak melihat job insecurity secara objective. Studi terdahulu dengan metode kuantitatif dan membahas job insecurity, lebih banyak menggunakan indikator objective job insecurity. Maka dari itu, penelitian ini ingin mencoba untuk melihat job insecurity secara subjective atau perceived pada pekerja perusahaan swasta dikaitkan dengan kohesi sosial pekerja dengan kelompok, team ataupun divisi tempatnya bekerja. Kohesi sosial dipercaya dapat menjembatani job insecurity yang dirasakan pekerja karena pekerja merasa ada dukungan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, studi ini membahas hubungan antara tingkat kohesi sosial dengan tingkat perceived job insecurity. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yang dilakukan dengan menyebar kuesioner pada media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kohesi sosial dengan tingkat perceived job insecurity pada pekerja di perusahaan swasta. ......The spread of the digital economy which took place simultaneously with the COVID-19 pandemic, triggered the threat of job insecurity among private workers. Previous research describing job insecurity related to work commitment, organizational structure, employee participation, turnover, and employee behaviour. Previous studies, more looking at job insecurity objectively. Previous studies using quantitative methods and discussed job insecurity, used more objective job insecurity indicators. Therefore, this study wants to try to see whether job insecurity is subjective or perceived in private company workers associated with the social cohesion of workers with the group, team or division where they work. Social cohesion is believed to bridge the job insecurity felt by workers because workers feel there is support from the surrounding environment. Therefore, this study discusses the relationship between the level of social cohesion and the level of perceived job insecurity. The approach used in this research is a quantitative approach, which is done by distributing questionnaires on social media. The results showed that there was a relationship between the level of social cohesion and the level of perceived job insecurity in workers in private companies.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Millga Ardan
Abstrak :
Ditengah eksploitasi dan diskriminasi pekerja kesehatan pada masa pandemi, serikat pekerja kesehatan tidak hadir untuk menuntut perbaikan atas kondisi ini. Studi sebelumnya menjelaskan bahwa alasan utama serikat pekerja kesehatan kurang maksimal menjadi jembatan untuk perundingan kolektif dan perbaikan kondisi kerja adalah karena mereka kekurangan anggota untuk melaksanakan kegiatan dan memberikan dampak yang lebih luas, kekurangan anggota ini dibentuk oleh tiga hal, yaitu: (1) pekerja kesehatan yang tidak setuju dengan visi misi serikat; (2) anggapan bahwa bergabung ke serikat adalah tindakan tidak profesional dan tidak pantas diantara para pekerja kesehatan profesional; serta (3) altruisme pekerja kesehatan yang tidak memikirkan kondisi kerja dan upah mereka. Penulis setuju dengan studi-studi tersebut, namun dinamika di dalam serikat dan konteks krisis kesehatan yang merupakan momen serikat untuk lebih aktif berperan belum dijelaskan dalam studi-studi tersebut. Pendekatan kualitatif, metode studi dokumen dan wawancara mendalam dengan anggota serikat pekerja kesehatan adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat tiga alasan FSP FARKES-R sebagai serikat pekerja kesehatan tidak maksimal dalam melakukan advokasi untuk pekerja kesehatan, yaitu: (1) FSP FARKES-R kekurangan tenaga ahli di bidang advokasi sehingga mereka kehilangan momentum untuk melakukan advokasi kebijakan publik terkait COVID-19; (2) kegiatan FSP FARKES-R terhambat akibat pandemi COVID-19, sehingga hampir semua kegiatan mereka tidak berjalan selama 1 tahun dan berdampak kepada; (3) renggangnya solidaritas sesama pengurus dan anggota FSP FARKES-R di masa pandemi. ...... In the midst of exploitation and discrimination of health workers during the pandemic, health workers unions are not present to demand improvements to these conditions. Previous studies have explained that the main reason health workers unions are less than optimal as a bridge for collective bargaining and improving working conditions is because they lack members to carry out activities and provide wider impact, this lack of members is shaped by three things, namely: (1) health workers who do not agree with the union's vision and mission; (2) the notion that joining a union is unprofessional and inappropriate among health professionals; as well as; (3) altruism of health workers who do not think about their working conditions and wages. The authors agree with these studies, but the union capacity and the context of health crisis as a moment for unions to play a more active role have not been explained in these studies. Qualitative approach, document study method and in-depth interviews with health workers union members are the methods used in this research. The results of the study stated that there were three reasons FSP FARKES-R as a health worker union was not optimal in advocating for health workers, namely: (1) FSP FARKES-R lacked experts in the field of advocacy so that they lost momentum to advocate for public policies related to COVID-19; (2) FARKES-R FSP activities were hampered due to the COVID-19 pandemic, so that almost all of their activities did not run for 1 year and had an impact on; (3) the declining solidarity among administrators and members of FSP FARKES-R during the pandemic.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifan Fadillah
Abstrak :
Aktivisme digital melalui media sosial kerap kali dilakukan oleh pengemudi ojek online untuk melakukan perlawanan atau resistensi terhadap penyedia layanan dalam konteks menolak kebijakan yang merugikan mitra pengemudi ojek online. Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa aktivisme digital melalui media digital memiliki kelebihan dan sering kali berhasil dalam mencapai tujuannya, yaitu terakomdasi tuntutan/keluhannya. Peneliti tidak sepenuhnya setuju dengan studi sebelumnya, peneliti berpendapat bahwa aktivisme digital yang dilakukan melalui media sosial oleh pengemudi ojek online tidak sepenuhnya efektif dalam memperjuangkan hak-haknya karena media digital memiliki kelemahan. Media sosial memiliki kemampuan untuk menghubungkan orang dengan mudah, namun media sosial justru mengarah kepada isolasi individu, terutama karena kelemahan koneksi online alternatif dibandingkan dengan pertemuan tatap muka tradisional. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara mendalam dengan sejumlah mitra pengemudi ojek online. ......Digital activism through social media is often carried out by online motorcycle taxi drivers to fight or resistance against service providers in the context of rejecting policies that disserve online motorcycle taxi driver partners. Previous studies have stated that digital activism through digital media has advantages and is often successful in achieving its goals, to accommodate their demands/complaints. Researchers do not fully agree with previous studies, researchers argue that digital activism carried out through social media by online motorcycle taxi drivers is not fully effective in fighting for their rights because digital media has weaknesses. Social media has the ability to easily connect people, but social media leads to isolation of individuals, mainly because of the disadvantages of alternative online connections compared to traditional face-to-face meetings. The data in this study were obtained through literature study, document study, and in-depth interviews with a number of online motorcycle taxi driver partners.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Althofira
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses penggalangan donasi serta legitimasi organisasi yang dimiliki oleh Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa legitimasi organisasi dapat dibentuk dengan berbagai strategi tertentu. Sehingga argumen dalam penelitian ini adalah Yayasan Dompet Dhuafa Republika Sebagai salah satu pengelola penggalangan donasi berbasis online di Indonesia telah membentuk legitimasi organisasi secara regulatif, normatif, dan kognitif melalui rasionalitas yang mereka miliki agar seluruh pihak dapat mendukung kegiatan yang dijalankan oleh Dompet Dhuafa. Setiap bentuk legitimasi memiliki strategi secara khusus yang dilakukan untuk bisa mendapatkannya. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan case study yang berusaha untuk menjelaskan strategi yang dijalankan oleh Yayasan Dompet Dhuafa Republika dalam membentuk legitimasi organisasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan informan yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini. ......This study aims to explain the process of raising donations and the legitimacy of the organization owned by the Dompet Dhuafa Republika Foundation. Previous studies have shown that organizational legitimacy can be formed by a variety of specific strategies. So that the argument in this study is the Dompet Dhuafa Republika Foundation as one of the managers of online-based donation raising in Indonesia has established organizational legitimacy regulative, normative, and cognitive through their rationality so that all parties can support the activities carried out by Dompet Dhuafa. Every form of legitimacy has a specific strategy in place to get it. This research is qualitative research with a case study approach that seeks to explain the strategies implemented by the Dompet Dhuafa Republika Foundation in establishing organizational legitimacy. Data collection was carried out by in-depth interviews with informants who fit the criteria in this stu
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>